• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

2.7 Material Beton Prategang

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan beton prategang yang memiliki ketergantungan akan material dari beton prategang adalah sebagai berikut :

2.7.1 Beton

Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002, pasal 3.12). Pemberian gaya prategang yang memberikan tekanan pada beton menuntut suatu beton dengan daya kekuatan tekan yang tinggi. Kekuatan dan daya tahan lama yang dicapai melalui kontrol

kualitas dan jaminan kualiatas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam mendesain struktur beton prategang.

Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besaran yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka panjang meliputi rangkak dan susut beton.

a. Kuat Tekan

Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, campuran agregat, waktu dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih menguntungkan. Kuat tekan beton f’c didasarkan pada pengujian benda uji silinder standard dengan diameter 6 in dan tinggi 12 in, yang diolah pada kondisi laboratorium standard dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standar yang digunakan di Indonesia adalah SNI.

Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang adalah mutu beton normal sampai mutu tinggi. Adapun kekuatan beton untuk struktur beton prategang, SNI mensyaratkan f’c tidak boleh kurang dari 30 Mpa (RSNI T-12-2004,4.4.1.1.1).

Kuat tekan yang tinggi dibutuhkan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya retakan, memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak yang kecil.

Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton dapat dihitung dengan :

- Untuk beton prategang penuh

• Saat awal : �� = 0,83�σ�� (2.2)

Saat initial : f’ci= 85%f’c (2.3) • Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban

sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.4) • Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan

(untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.5)

- Untuk beton prategang parsial

Saat awal : f’c= 0,83

σ

bk (2.6) • Saat service : �′�� =����′ (2.7)

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang.

Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.8) • Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan

(untuk semua kombinasi beban)

Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.9)

Dimana :

f’ci = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang

b. Kuat Tarik

Kuat tarik beton relatif kecil, dimana besarnya kuat tarik beton berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan . Untuk komponen yang mengalami lentur, nilai modulus raptur (modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in hingga gagal dengan bentang 18 m, dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78). Nilai modulus raptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah beton.

Berdasarkan Pedoman Beton 1988, chapter 3, besarnya modulus raptur adalah :

�� = 0,7��′ (2.10)

Sedangkan untuk menghitung tegangan ijin pada beton, digunakan peraturan SNI 03-2847-2002 baik pada beton prategang penuh, yaitu :

• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan tarik = 0,5 ��

�� (2.11)

c. Kuat Geser

Balok yang terlentur pada saat yang bersamaan juga menahan geser akibat lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur terlentur. Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar hingga di luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk memikul geser tersebut. Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental

dibandingkan dengan pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya mengisolasi tegangaan geser dari tegangan lainnya.

d. Modulus Elastisitas

Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat jenis tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 Mpa. Sesuai dengan SNI T-12-2004, nilai Ec diambil sebagai berikut :

- Ec=�1,5� 0,043 ��′ (2.12)

- Ec=�1,5� 0,043 ��′�� (2.13)

Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi kurang lebih 20%, wc menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, f’c menyatakan kuat tekan beton dalam satuan Mpa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat diambil sebesar 4700��′� dan dinyatakan dalam Mpa.

e. Rangkak

Rangkak, atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang terus menerus bekerja adalah regangan rangkak.

Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton.

Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi, rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang mengakibatkan kehancuran pada beton.

Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dan deformasi total. Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat disumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku sehingga :

Regangan total (εtot)= Reg. Elastis (εe) + Reg. Rangkak (εc) + susut (εsh) f. Susut

Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di cetakan. Permukaan yang di ekspos seperti slab lantai akan lebih dipengaruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan kontak.

Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit berbeda dengan rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali semula jika beban dilepaskan maka pada susut beton tidak akan kembali ke volume awal jika beton tersebut sudah direndam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi susut pengeringan adalah : a. Agregat

Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat

pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut. b. Rasio air/semen

Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut. c. Ukuran Elemen Beton

Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai ke daerah terdalam.

d. Kondisi Kelembaban Sekitar

Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil pada temperatur rendah.

e. Banyaknya Penulangan

Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos. f. Beban Tambahan

Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit pengaruh.

g. Jenis Semen

Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.

h. Karbonasi

Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang akan terjadi lebih sedikit.

2.7.2 Baja

a. Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan pada operasi penarikan.

Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.

1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai berikut :

a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A 421).

b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja

stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “

Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).

c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).

d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang” (ASTM A 722).

2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722.

Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal

strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.

Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.

Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini, direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve

Seven Wires Strands Low Relaxation.

b. Baja Non-Prategang

Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak. Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.

Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan yang yang permukaanya dikasarkan secara khusus,

diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan kasar dan dengan mutu 390 Mpa.

c. Relaksasi Baja

Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu dan waktu.

Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Suhu

Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan (kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan berkurangnya daktilitas baja.

2. Kelelahan

Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.

3. Korosi

Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang. Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja lebih tinggi daripada baja nonprategang.

Wb Wt Wo

BEBAN KERJA

Nonprategang keruntuhan dan retak

terjadi bersamaan Daer ah prat egang lem ah Daer ah pr ateg ang pars ial Dae rah pra tega ng kua t lendutan be ba n Prategang Penuh a b c d BAB III METODE ANALISA

Dokumen terkait