ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK
BETON PRATEGANG PENUH DAN PRATEGANG PARSIAL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian
Pendidikan sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
10 0404 058
RID GRANDSON TUMORANG
SUB JURUSAN STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK
LEMBAR PENGESAHANBETON PRATEGANG PENUH DAN BETON PRATEGANG
PARSIAL
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
10 0404 058
RID GRANDSON TUMORANG
Pembimbing
NIP. 19561224 198103 1 002 Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan
Penguji I Penguji II
Ir. Torang Sitorus, M.T. Ir. Besman Surbakti, M.T. NIP. 19571002 198601 1 001 NIP. 19541012 198003 1 004
Mengesahkan:
Ketua Departemen Teknik Sipil
NIP. 19561224 198103 1 002 Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang
struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara,dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BALOK
BETON PRATEGANG PENUH DAN BETON PRATEGANG PARSIAL”.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu studi untuk mengetahui efisiensi dari
perencanaan dua jenis prategang yang berbeda. Tugas Akhir ini dapat disusun berkat
adanya bimbingan dan kerjasama beberapa dosen maupun mahasiswa Universitas
Sumatera Utara. Disamping itu penulis juga mecari literatur yang berhubungan
dengan perencanaan tersebut.
Saya menyadari bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari
dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orangtua saya yang sangat saya cintai, Drs. Jaluas Situmorang dan
Bunga Tiar br. Simbolon, mereka adalah motivator terbesar saya. Hal terbaik yang
bisa saya lakukan adalah membahagiakan mereka dengan menyelesaikan perkuliahan
ini dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing, yang telah
memberikan dukungan, masukan bimbingan, waktu, tenaga serta pikiran dalam
membantu saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku dosen pembanding yang telah
memberikan masukan kepada saya.
4. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T. selaku dosen pembanding yang telah
memberikan masukan pada saya.
5. Bapak/ Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini
kepada saya.
7. Adik saya Holong Dwi Putra Tumorang, Aditia Kartika Tumorang dan Mario
Dian Tumorang yang telah banyak mendukung saya.
8. Rekan sekaligus sahabat saya mahasiswa yang setia mendukung dan membantu
saya, stambuk 10 Fransiscus I. Pinem, Elwis Sitorus, Freddy Tantra, Desindo
Wijaya, Elfridani Saragih, Prisquilla, Andre Manurung dan lainya serta abang
dan kakak senior angkatan 2010 adik-adik stambuk 11, 12, dan 13 yang telah
memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.
9. Keluarga dan sahabat dari KMK. St. Yosef Engineering yang selalu mendukug
saya, abang Gandi sitohang ST, abang Markus Siregar ST, abang Boyma Sinaga
Manullang,Henry Yohannes Nainggolan, Biljones Lumbangaol, Andika Pinem,
Alfonsius Tarigan, Daniel sembiring, Farida Manullang dan lainnya.
10. Keluarga dan sahabat dari KMK. St. Albertus Magnus yang selalu mendukung
saya, Irut Yovanka Yohanna Sitindaon, Horas Manik, Serani Simaremare, Artha
Rumahorbo, Friska Delviany Ginting, Afriani Desy Lumbangaol, Grace
Sembiring SE, Arta Purba, Chandra Simatupang, Anggy Sinaga SH dan lainnya.
11. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang baik.
Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusahauntuk
mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, penulis sadar
Tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang
akan datang. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan
semoga Tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Oktober 2014
ABSTRAK
Efektifitas perencanaan dalam beton prategang penting dalam peningkatan
mutu, kapasitas dan nilai ekonomis dari prategang tersebut. Perencanaan yang
berbeda akan menghasilkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
perencanaan. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah balok pada
konstruksi toko dengan dua metode prategang, yaitu beton prategang penuh dan
beton prategang parsial, dimana metode penarikan kabel yang dilakukan adalah
pretensioned.
Dasar-dasar perncanaan balok prategang ini mengacu pada Tata cara
perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002), Building
code requirements (ACI 318), Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung (PPURG 1987). Kabel prategang dalam perencanaan ini mengacu pada
ASTM A 416 yaitu Uncoated seven wires stress relieved strands for prestressed
concrete Gradw 270 low relaxation. Adapun beban-beban yang bekerja adalah beban
mati, beban hidup dan beban mati tambahan. Analisa kehilangan terhadap gaya
prategang dilakukan, akibat perpendekan elastis, susut, rangkak dan relaksasi baja.
Hasil analisa dari semua peraturan dikombinasikan untuk melakukan kontrol
terhadap tegangan yang terjadi pada balok prategang. Pada Tugas Akhir ini akan
terlihat bagaimana efektifitas perancanaan prategang penuh dibandingkan prategang
parsial, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang bila
diperhatikan dapat berguna dalam perencanaan konstruksi dengan fungsi bangunan
yang berbeda.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………...i
ABSTRAK………...iv
DAFTAR ISI………...………..v
DAFTAR GAMBAR………...………ix
DAFTAR NOTASI………..………x
DAFTAR TABEL………..………...….xii
BAB I PENDAHULUAN……….1
1.1 Umum………...……….1
1.2 Latar Belakang Masalah………...….4
1.3 Batasan Masalah………...………….6
1.4 Tujuan……….,,……….7
1.5 Manfaat……… ..………...7
1.6 Metode Penulisan………...………7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….….………..9
2.1 Umum……….………9
2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang………..………….11
2.3 Beton Prategang……….………13
2.4 Sistem Beton Prategang……….15
2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang………..16
2.7 Material Beton Prategang………20
2.7.1 Beton……….20
2.7.2 Baja………26
BAB III METODE ANALISA...31
3.1 Sistem Beton Prategang………...32
3.2 Analisa Penampang……….33
3.3 Pembebanan Balok Prategang………34
3.4 Perhitungan Momen di Tengah Bentang………36
3.5 Perhitungan Momen Ultimate………37
3.6 Perhitungan Gaya Prategang………37
3.6.1 Beton Prategang Penuh………..37
3.6.2 Beton Prategang Parsial………..…………38
3.7 Perhitungan Retak Beton..………48
3.8 Kehilangan Gaya Prategang………49
3.8.1 Kehilangan Jangka Pendek………50
3.8.2 Kehilangan Jangka Panjang………51
3.9 Perhitungan Lendutan………..………55
BAB IV APLIKLASI PERHITUNGAN………..57
4.1 Data Awal Perencanaan………...57
4.2 Pra-Desain………58
4.3 Perhitungan Precast Prestressed Rectangular Beam………64
4.3.2 Kabel prategang………...67
4.4 Analisa Penampang………...67
4.4.1 Pra-Desain Penampang………...67
4.4.2 Analisa Geometri Penampang……….67
4.5 Analisa Pembebanan Balok Prategang……….69
4.5.1 Beban Mati………..69
4.5.2 Beban Hidup………70
4.6 Analisa Momen di Tengah Bentang……….71
4.6.1 Beban Mati………..71
4.6.2 Beban Hidup………72
4.6.3 Ultimate Total……….72
4.7 Kabel Prategang Penuh………72
4.7.1 Profil Kabel……….72
4.7.2 Analisa Prategang………75
4.7.3 Kontrol Tegangan………..…………76
4.7.4 Kehilangan Gaya Prategang………..…………77
4.7.5 Kehilangan Total Gaya Prategang……….…………80
4.7.6 Lendutan Beton Prategang Penuh……….………….81
4.8 Kabel Prategang Parsial I………83
4.8.1 Profil Kabel………83
4.8.4 Kehilangan Total Gaya Prategang………..93
4.8.5 Kontrol Tegangan……….………..97
4.8.6 Momen Retak ……….97
4.8.7 Lebar Retak Beton Prategang Parsial……….……….98
4.8.8 Lendutan Beton Prategang Parsial……….…….98
4.9 Kabel Prategang Parsial II………..……101
4.9.1 Profil Kabel………..…101
4.9.2 Analisa Indeks Penulangan………..……102
4.9.3 Kehilangan Gaya Prategang Parsial………..……107
4.9.4 Kehilangan Total Gaya Prategang………..……..111
4.10 Bab Diskusi………..121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………122
5.1 Kesimpulan………122
5.2 Saran………..…122
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Skema pemberian gaya prategang 1
Gambar 1.2 Tampak depan rencana toko 4
Gambar 1.3 Skema perencanaan balok prestressed precast 5
Gambar 1.4 Daerah kern penampang persegi 5
Gambar 2.1 Tegangan pada balok prategang penuh 18
Gambar 2.2 Tegangan pada balok prategang parsial 19
Gambar 2.3 Penampang strand 29
Gambar 3.1 Kurva beban lendutan berbagai tingkat prategang 33
Gambar 3.2 Sketsa titik berat penampang 35
Gambar 3.3 Sketsa sambungan pada precast 37
Gambar 3.4 Perpendekan elastis beton 53
Gambar 4.1 Tampak depan toko 60
Gambar 4.2 Tampak samping toko 61
Gambar 4.3 Tampak belakang toko 61
Gambar 4.4 Rencana struktur rangka toko 64
Gambar 4.5 Rencana pondasi 1 65
Gambar 4.6 Rencana pondasi 2 65
Gambar 4.7 Rencana kolom 1, konsol 1 dan balok 1 65
Gambar 4.8 Rencana kolom 2, konsol 2 dan balok 2 65
Gambar 4.9 Denah pondasi 65
Gambar 4.10 Sketsa bentang balok 66
Gambar 4.11 Sketsa cross section balok 67
Gambar 4.12 Beban ekuivalen segitiga 73
DAFTAR NOTASI
σbk tegangan tekan beton
σtop tegangan tekan pada serat atas balok
σbottom tekan pada serat bawah balok
β1 konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
a tinggi diagram tekan segi empat ekuivalen
Ac luas penampang beton
Aps luas baja prategang
As luas baja non-prategang
b lebar penampang balok
C gaya tekan penampang
c jarak ke sumbu netral diagram tegangan
e eksentrisitas
Ec modulus elastisitas beton
Es modulus elastisitas baja
f’c kuat tekan beton pada awal penegangan
fcpe tegangan pada baja prategang pada saat servis
fcse tegangan pada baja non-prategang pada saat servis
fps tegangan pada baja saat dekompresi
fr modulus ruptur
fu tegangan tarik ultimate
fy tegangan leleh
h tinggi penampang balok
Ix inersia arah sumbu x penampang
Kcr 2,0 untuk struktur pratarik
1,6 untuk struktur pasca tarik
L panjang bentang
M momen
Mu momen ultimate
Pi gaya prategang saat initial
q beban terbagi rata
Tu gaya tarik pada serat bawah
w berat jenis beton
wa modulus section bagian atas
wb modulus section bagian bawah
wu indeks penulangan
ya jarak titik berat ke serat atas terluar
yb jarak titik berat ke serat bawah terluar
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kebutuhan precast struktur toko 66
Tabel 4.2 Data penampang balok 72
Tabel 4.3 Hasil perencanaan prategang penuh 86
Tabel 4.4 Data pembebanan balok prategang 88
ABSTRAK
Efektifitas perencanaan dalam beton prategang penting dalam peningkatan
mutu, kapasitas dan nilai ekonomis dari prategang tersebut. Perencanaan yang
berbeda akan menghasilkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
perencanaan. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah balok pada
konstruksi toko dengan dua metode prategang, yaitu beton prategang penuh dan
beton prategang parsial, dimana metode penarikan kabel yang dilakukan adalah
pretensioned.
Dasar-dasar perncanaan balok prategang ini mengacu pada Tata cara
perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002), Building
code requirements (ACI 318), Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung (PPURG 1987). Kabel prategang dalam perencanaan ini mengacu pada
ASTM A 416 yaitu Uncoated seven wires stress relieved strands for prestressed
concrete Gradw 270 low relaxation. Adapun beban-beban yang bekerja adalah beban
mati, beban hidup dan beban mati tambahan. Analisa kehilangan terhadap gaya
prategang dilakukan, akibat perpendekan elastis, susut, rangkak dan relaksasi baja.
Hasil analisa dari semua peraturan dikombinasikan untuk melakukan kontrol
terhadap tegangan yang terjadi pada balok prategang. Pada Tugas Akhir ini akan
terlihat bagaimana efektifitas perancanaan prategang penuh dibandingkan prategang
parsial, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang bila
diperhatikan dapat berguna dalam perencanaan konstruksi dengan fungsi bangunan
yang berbeda.
P P
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum
Perkembangan kegiatan ekonomi memerlukan sarana infrastruktur yang
memadai. Dimana dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat
landasan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur
untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kapasitas infrastruktur yang besar
tentunya menuntut inovasi-inovasi baru dalam dunia konstruksi yang mampu
menciptakan struktur yang kuat, aman, nyaman dan ekonomis tanpa mengabaikan
unsur mutu dan waktu.
Beton sudah lama dikenal dalam dunia konstruksi. Beton adalah material yang
kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi
antara 8 sampai dengan 14 persen dari kekuatan tekannya (Nawy,2008). Karena
rendahnya kapasitas dari tarik beton, maka kemungkinan retak lentur pada daerah
tarik beton dapat terjadi pada pembebanan yang masih rendah.
Prategang menjadi salah satu solusi untuk masalah ini. Dimana untuk mengurangi
atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris
dimana gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau
mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban
kerja. Gaya longitudinal yang diterapkan ini disebut gaya prategang. Gaya prategang
dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat
penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya yang direncanakan, tendon ditahan
dengan angkur .
Berdasarkan ada tidaknya tulangan baja nonprategang pada penampang balok,
beton prategang terdiri atas 2 macam, yaitu :
1. Beton prategang penuh : Beton prategang yang hanya menggunakan kabel
prategang pada daerah tarik penampang.
2. Beton prategang parsial : Beton prategang yang menggunakan kombinasi
kabel prategang dan tulangan biasa pada daerah tarik penampang.
Beton prategang adalah kombinasi dari dua bahan berkekuatan tinggi, yaitu
beton dan baja mutu tinggi. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih
baik dari masing-masing kedua bahan tersebut. Keuntungan penggunaan struktur
beton prategang antara lain :
1. Balok yang lebih ringan, langsing dan kaku.
2. Retak yang terjadi kecil, sehingga dapat meminimalisir efek korosi.
3. Lintasan tendon dapat diatur untuk menahan gaya lintang.
4. Lebih ekonomis untuk struktur dengan bentang panjang bila dibandingkan
dengan konstruksi beton bertulang biasa dan baja.
5. Dapat digunakan untuk struktur pracetak yang terjamin kualitasnya,
mudah dalam pengerjaan dan pelaksanaan konstruksi, serta biaya awal
Kajian mengenai beton prategang mengalami perkembangan pesat baik
prategang penuh maupun prategang parsial. Pada beton prategang penuh, efek retak
benar-benar dihilangkan akibat tegangan tekan yang terjadi di seluruh penampang
beton. Namun gaya tekan prategang yang dibutuhkan cukup besar sehingga mampu
mengakomodasi tegangan tekan di seluruh penampang beton. Pada prategang parsial,
untuk memikul tarik pada penampang digunakan kombinasi kabel prategang dan baja
nonprategang. Namun sebagai akibat dari diijinkannya tegangan tarik pada
penampang, retak mungkin terjadi pada beton prategang parsial. Seiring
bertambahnya waktu dan pembebanan, maka perubahan secara kontinu juga terjadi
pada garis tekan C dari garis tarik cgs. Dimana lengan momen Koppel internal akan
bertambah seiring dengan bertambahnya beban, tanpa adanya perubahan besar
tegangan pada baja prategang. Apabila momen lentur terus meningkat dengan
bekerjanya secara penuh beban mati tambahan dan beban hidup, tercapailah suatu
tahap pembebanan dimana tegangan tekan beton di serat pada level penulangan pada
balok yang ditumpu sederhana menjadi nol. Ini disebut kondisi batas dekompresi.
Apabila ada beban tambahan lain, maka retak di muka bawah akan terjadi, dimana
modulus raptur beton tercapai sebagai akibat dari momen retak yang ditimbulkan
oleh beban retak pertama. Beban retak pertama penting dievaluasi karena
berkurangnya kekakuan penampang yang berarti memperbesar defleksi. Lebar retak
juga perlu dikontrol untuk mencegah korosi tulangan. Oleh sebab itu, pada tugas
akhir ini akan dibahas mengenai dasar-dasar dari perhitungan gaya prategang dan
kehilangan yang terjadi baik pada beton prategang penuh dan prategang parsial,
beton prategang penuh dan prategang parsial. Adapun tugas akhir ini adalah berupa
studi literatur dari buku-buku, jurnal dan masukan dari pembimbing.
I.2 Latar Belakang Masalah
Dalam tugas akhir ini penulis akan membandingkan efisiensi dari beton
prategang penuh dan beton prategang parsial. Pada beton prategang penuh akan
dihitung kapasitas beton, gaya prategang dan juga kehilangan yang terjadi, untuk
beton prategang parsial hal lain yang dihitung adalah batas dekompresi, momen
retak dan lebar retak pada balok sebuah struktur gedung lantai 1 dengan fungsi
bangunan sebagai toko seperti pada gambar 1.2. Dimana batas dekompresi perlu
diketahui untuk mengetahui batas pembebanan yang harus diperhatikan sebelum
beton prategang mengalami retak sebagai akibat dari momen retak.
Perencanaan balok struktur toko dilakukan dengan menggunakan precast
pabrikan. Dimana bentang terpanjang dari balok pada struktur adalah 20 m.
20 m
h garis netral
kabel prategang h/6
h/6 h/6
h
balok tersebut dianalogikan sebagai balok dengan tumpuan sederhana seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 1.3 di bawah ini.
Kabel prategang di letakkan di luar daerah kern, dimana daerah kern adalah
daerah paling luar pada penampang balok prategang yang menyebabkan gaya tarik
akibat prategang adalah nol atau tidak ada sama sekali.
Beton prategang berdasarkan kombinasi tulangan yang digunakan dibagi atas dua
yaitu beton prategang penuh dan beton prategang parsial. Beton prategang penuh
direncanakan dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari pada beton bertulang biasa.
Dimana hanya kabel prategang saja yang digunakan di daerah tariknya. Berbeda
dengan prategang penuh, prategang parsial menggunakan kombinasi kabel
prategang dan tulangan baja nonprategang.
Gambar 1.3 Skema perencanaan balok prestressed precast
Pada prategang penuh, besar gaya tarik yang terjadi di serat tarik bawah adalah
nol, dimana diminimalisas adanya tegangan tarik pada penampang balok yang
direncanakan. Sehingga beton prategang penuh sangat baik untuk mencegah
terjadinya retak pada serat tarik bawah balok. Sehingga dibutuhkan gaya prategang
yang lebih besar daripada gaya prategang pada beton prategang parsial
Dalam tugas akhir ini, adapun permasalahan yang ditinjau antara lain :
1. Merancanakan struktur balok prategang penuh dan parsial
2. Menganalisa kehilangan yang terjadi.
3. Menganalisa batas dekompresi, lebar retak dan momen retak pada beton prategang
parsial.
4. Membandingkan efisiensi antara beton prategang penuh dan prategang parsial.
I.3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam perencanaan ini adalah :
1. Sistem penarikan kabel adalah pratarik.
2. Tidak membahas penulangan geser balok.
3. Tidak membahas end block.
4. Penulangan hanya daerah tarik.
5. Data-data yang digunakan untuk perencanaan prestressed adalah :
• Panjang bentang : 20 m
• Mutu beton balok : K-500 • Mutu baja nonprategang(fy): 390 Mpa
• Mutu baja pratekan yang digunakan kabel jenis strand seven wires
- fpu = 1860 Mpa
- diameter strand = 1,27 cm
- Eff. Section area = 0,987 cm2
I.4. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1.Membandingkan hasil perencanaan beton prategang penuh dan prategang
parsial.
2.Mengetahui batas dekompresi, momen retak dan lebar retak dari prategang
parsial.
3. Mengetahui perbandingan kemampuan layan beton prategang penuh dan
prategang parsial.
I.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Dapat merencanakan struktur prategang dengan prategang penuh dan
prategang parsial.
2. Mengetahui batas pembebanan sebelum terjadi retak pada beton prategang
parsial.
3. Memberikan contoh perhitungan perencanaan kepada para pembaca, khususnya
mahasiswa Teknik Sipil USU.
I.6 Metode Penulisan
1. Metode studi literature, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan
dari buku-buku dan jurnal yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir.
Perhitungan dalam perencanaan ini menggunakan bantuan software seperti
Microsoft Office Excel.
2. Metode studi bimbingan, yaitu melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing yang memegang peranan penting dalam penulisan tugas akhir ini,
selain itu berkonsultasi dengan teman tentang tugas akhir sekaligus
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan hingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan uraian pembahasan sebagai berikut
ini :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III ANALISIS
BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum
Beton adalah suatu material yang secara harfiah merupakan campuran yang
homogen antara air, semen dan agregat. Karakteristik beton adalah mempunyai kuat
tekan yang besar namun kuat tarik yang lemah. Beton adalah interaksi mekanis dan
kimia sejumlah material pembentuknya (Nawy, 1985).
Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai
pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin
sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi
banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan lain-lain.
Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa bangunan kuno
yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh
kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung.
Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu
vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif
diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada
tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L.
Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk
dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari
Prancis mematenkanrangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya
mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat
slab tanpa balok tahun 1906.
Perkembangan teknologi yang pesat menunjang perkembangan yang besar
dalam dunia konstruksi, salah satunya yakni beton. Kebutuhan infrastruktur yang
dapat memenuhi pertumbuhan kegiatan ekonomi, mendesak kemajuan dunia
konstruksi untuk skala dan kapasitas yang lebih besar. Bentang panjang pada
konstruksi menjadi salah satu masalah dalam dunia konstruksi. Beton bertulang
memiliki kemampuan terbatas dalam memikul beban untuk bentang panjang. Beton
prategang menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini. Beton prategang
mampu memikul beban dengan bentang yang jauh lebih besar dibanding beton
bertulang.
Jenis konstruksi bangunan di Indonesia memiliki jenis yang beragam. Ada
bangunan gedung untuk rumah tinggal,gedung sekolah,rumah sakit, hotel,toko,
perkantoran,gedung olah raga dan gedung untuk bangunan industri atau pabrik. Pada
dasarnya,seluruh bangunan ini memiliki komponen struktur balok. Oleh karena
itu,perencanaan struktur merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.
Bangunan industri baik itu industri ringan/rumahan ataupun pabrik memiliki
komponen struktur balok. Yang mana pada perencanaannya menggunakan material
beton bertulang ataupun baja untuk balok,terutama,pada saat sekarang
ini,pabrik-pabrik atau bangunan industri menggunakan baja untuk komponen strukturnya.
Balok yang digunakan dapat berupa balok tunggal ataupun rangka batang. Jarang
terlihat bangunan industri di Indonesia menggunakan material beton prategang untuk
material baja tetapi juga menggunakan baja komposit ataupun beton bertulang.
Padahal,jika dilihat dari perkembangan sekarang ini,material beton prategang
bukanlah suatu hal yang baru lagi. Perkembangan penggunaan sistem beton
prategang sebenarnya sudah pesat. Sebagian besar beton prategang dipakai untuk
perencanaan jembatan,terutama untuk bentang yang panjang.
Pemakaian beton prategang sangat efektif digunakan pada konstruksi dengan
bentang yang panjang seperti jembatan. Jembatan dengan besar yang besar seperti
segmental atau jembatan cable-stayed hanya dapat dilaksanakan dengan
menggunakan beton prategang. Demikian juga halnya untuk bangunan yang
memiliki bentang yang panjang dan relatif tinggi adalah efektif untuk memakai
prategang untuk perencanaan.
Penguasaan teknologi beton prategang baik dari aspek peralatan, material
maupun analisis sangat penting. Pembangunan infrastruktur dengan bentang panjang
menuntut diperlukannya peralatan dan metode konstruksi serta material yang baik
disamping teknologinya. Penguasaan teknologi beton prategang ini sudah seharusnya
dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
di bidang teknik konstruksi beton prategang penting untuk dilakukan.
2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang
Pada tahun 1872, P.H. Jackson seorang insinyur dari California mendapatkan
paten untuk sistem struktural yang menggunakan tie road untuk membuat balok atau
pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1888, C. W. Doering dari Jerman
memperoleh paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal.
Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian prategang itu tidak benar-benar sukses
R. Steiner dari Amerika Serikat telah berupaya memecahkan masalah ini pada abad
kedua puluh, namun tidak berhasil.
Sesudah selang waktu yang sangat panjang, kemajuan dalam dunia prategang
tidak terlalu pesat karena sulitnya mendapatkan baja dengan kekuatan tinggi untuk
mengatasi kehilangan energi pada beton prategang. R. E. Dill dari Alexandria,
Nebraska mengetahui bahwa susut dan rangkak pada beton memiliki pengaruh pada
kehilangan prategang. Selanjutnya ia mengembangkan ide bahwa pemberian
pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat
mengganti kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut
akibat berkurangnya panjangkomponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan
susut. Pada awal tahun 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis mengembangkan
prinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar
horizontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah
retak akibat tekanan cairan internal. Setelah itu, pemberian prategang pada tangki
dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat.
Pemberian prategang linier terus berkembang di Eropa dan Perancis, khususnya
dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, yang pada tahun 1926 sampai 1928
mengusulkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang dengan cara
menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas tinggi. Pada tahun 1940, ia
memperkenalkan system Freyssinet yang sangat terkenal yang menggunakan jangkar
konus untuk tendon 12 kwat.
P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep
pemberian prategang parsial di antara tahun 1930-an dan 1960-an. F. Leonhardt dari
memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang desain
beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari Lin sangat dihargai.
Perkembangan pada abad kedua puluh ini telah menjadikan banyak penggunaan
beton prategang di seluruh dunia, dan khususnya Amerika Serikat.
Dewasa ini, beton prategang digunakan pada gedung, struktur bawah tanah,
menara TV, struktur lepas pantai dan gudang apung, stasiun-stasiun pembangkit,
cerobong reactor nuklir, dan berbagai jenis jembatan termasuk segmental dan
cable-stayed. Penggunaan beton prategang banyak digunakan pada beberapa konstrulsi
besar di dunia.
Beberapa konstruksi besar yang terkenal dan menggunakan beton prategang
antara lain :
1. Bay Area Rapid Transit, San Fransisco dan Oakland, California. Jalan
penuntun terdiri atas girder box pracetak prategang yang ditumpu sederhana
dengan panjang 70 ft dan lebar 11 ft.
2. Jembatan Chaoco-Corientes, Argentina, jembatan girder box cable-stayed
beton prategang pracetak.
3. Gedung parkir, Tulsa, Oklahoma.
4. Pusat Eksekutif, Honolulu, Hawaii.
5. Anjungan pengeboran lepas pantai Stratford “B”, Norwegia.
6. Jembatan Suramadu, Surabaya, Indonesia.
Suksesnya perkembangan dan pelaksanaan semua struktur terkenal tersebut
adalah karena banyaknya kemajuan dalam teknologi bahan, khususnya beton
prategang, dan bertambahnya pengetahuan untuk mengestimasi kehilangan jangka
Namun demikian perkembangan teknologi beton prategang di Indonesia juga
mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun penggunaan beton prategang juga
mengalami peningkatan baik untuk struktur balok pada gedung, jembatan, pondasi
dan struktur lainnya. Penguasaan teknologi ini sudah sewajarnya dikuasai oleh
bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang
teknik beton prategang harus tetap dilakukan.
2.3 Beton Prategang
Beton prategang merupakan struktur komposit dengan gabungan dua bahan
yaitu beton dan baja, tetapi dengan mutu bahan yang tinggi. Baja yang digunakan
disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel. Dimana menurut PBI
1971 beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan
tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga
tegangan-tegangan akibat beban pada beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang
diinginkan. Sedangkan menurut ACI, beton prategang adalah beton yang mengalami
tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Beton prategang dalam arti seluas-luasnya dapat juga dianalogikan dalam
keadaan dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh regangan-regangan
internal diimbangi sampai batas tertentu,
Beton memiliki kekuatan yang kecil dalam menahan tarik. Suatu perkiraan kasar
dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara
9%-15% dari kuat tekannya (Istimawan Dipohusodo,1996). Tidak dapat dihindari bahwa
tegangan tarik yang besar terjadi pada struktur dengan bentang yang besar, atau
memperkirakan tegangan tarik yang akan terjadi, kemudian mengimbangi tegangan
tersebut dengan menggunakan tendon yang diberikan tegangan awal pada daerah
tarik tersebut. Tegangan awal dalam hal ini adalah tegangan tarik.
Adapun beberapa keuntungan menggunakan beton prategang antara lain:
a. Terhindarnya retak terhadap tarik dan meningkatkan resistansi beton terhadap
korosi.
b. Beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap geser.
c. Dalam bentang yang panjang umumnya beton prategang lebih ekonomis
disbanding beton bertulang.
d. Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh penampang dipakai
secara efektif.
e. Jumlah baja prategang lebih kecil daripada jumlah berat besi beton biasa.
f. Memiliki nilai estetika.
Sedangkan kekurangan dalam penggunaan beton prategang antara lain :
a. Konstruksi memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang
tinggi.
b. Untuk bentang > 40 m mengalami kesulitan pada saat ereksi karena bobot
dan bahaya patah getaran.
c. Menggunakan teknologi tinggi yang canggih.
d. Biaya awal tinggi.
2.4 Sistem Beton Prategang
Beton prategang dapat dibagi atas beberapa kriteria. Adapun beberapa macam
prategang adalah berdasarkan :
a. Cara penarikan baja prategang
Berdasarkan cara penarikan, sistem beton prategang terbagi atas :
1. Pre-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada awal/sebelum beton
mengeras. Pada metode penegangan pratarik, kabel/strands prategang diberi gaya
dan ditarik terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton pada peralatan cetak
yang telah disiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan terjadi
pelimpahan gaya tarik baja menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan
dari tendon pada beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton, dimana
tendon terikat konstruksi angker. Pada metode ini lay out tendon dibuat lurus.
2. Post-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada akhir setelah beton
mengeras. Pada metode ini beton dicetak terlebih dahulu, dimana disiapkan lubang
(duct) atau alur penempatan kabel/strands dalam beton. Apabila beton sudah cukup
kuat, kemudian kabel/strands ditarik, ujung-ujungnya diangkurkan,selanjutnya
lubang di-grouting. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui
penjangkaran. Lay out tendon dapat dibuat lurus atau melengkung.
b. Posisi penempatan kabel
Berdasarkan posisi penempatan kabel dapat dibagi atas :
1. Internal Prestressing
σ σΑ=(+
σ σΑ=(− /Α)+(
2. Exsternal Prestressing
Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.
c. Ikatan tendon
Berdasarkan ikatan tendon dengan beton dapat dibagi atas :
1. Bonded Tendon
Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen ke dalam
selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan antara tendon
dan beton disekelilingnya.
2. Unbounded Tendon
Setelah gaya prategang diaplikasikan pada beton, ruang kosong antara lubang
dan tendon dibiarkan begitu saja. Adapun perlindungan tendon dari korosi biasanya
dilakukan dengan sistem pelapisan yang tahan air (waterproof). Kabel prategang
hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.
2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang
Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal
dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu
tingkat yang diinginkan. Teknologi beton prategang yang dikembangkan dari beton
konvensional berdasarkan bahwa beton sangat kuat menahan gaya tekan dan
memiliki tegangan tekan hancur sangat tinggi namun sangat lemah dalam menahan
gaya tarik. Rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan
mengkombinasikan beton bermutu tinggi dengan baja mutu tinggi yang secara aktif
dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton sehingga membuat
σ σΑ=(+
σ σΑ=(− /Α)+(
b h
h/6 GARIS NETRAL
akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya
σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)
tegangan akhir akibat semua gaya
σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w)=0 PRATEGANG PENUH
(a) (b) (c) (d)
beton dalam keadaan tertekan. Penarikan baja tersebut dilakukan sebelum beban mati
dan bebean hidup bekerja pada beton sehingga pada awalnya beton dalam keadaan
tertekan bertujuan untuk mengimbangi tegangan tarik yang ditimbulkan oleh
beban-beban tersebut supaya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali, oleh karena
itu disebut prategang (prestressed). Berikut ini adalah diagram prategang penuh.
Dimana pada prategang tipe ini, hanya digunakan kabel prategang pada daerah
tariknya, gambar diagram tegangannya adalah sebagai berikut :
Beton bertulang dan beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu
bahwa tulangan ditempatkan di daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik
akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil
alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat dipikul lagi oleh beton, sedangkan pada
beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang
nantinya harus mengimbangi tegangan tarik akibat beban. Perbandingan akan beton
[image:33.595.131.549.294.484.2]prategang dan beton bertulang memunculkan satu pemikiran baru yakni prategang Gambar 2.1 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.
b h
h/6 GARIS NETRAL
akibat beban eksternal σA=(-M/w) akibat eksentrisitas kabel σΑ=(+P.e/w) akibat gaya prategang σA=-P/A akibat beban eksternal σB=(+M/w) akibat eksentrisitas kabel σΒ=(−P.e/w) akibat gaya prategang σB=-P/A tegangan akhir akibat semua gaya
σΑ=(−P/Α)+(P.e/w)+(-M/w)
tegangan akhir akibat semua gaya
σB=(−P/Α)+(−P.e/w)+(M/w) PRATEGANG PARSIAL
(a) (b) (c) (d)
parsial, dimana diijinkan adanya tarik lebih pada beton prategang yang dikontrol
dengan menggunakan baja non-prategang. Berikut diagram tegangan pada prategang
parsial
Besar gaya prategang yang diberikan mempengaruhi seberapa besar tegangan
internal yang akan melawan tegangan akibat beban-beban luar pada beton prategang.
Dalam memahami desain beton prategang, perlu dipelajari perilaku balok tersebut
dalam berbagai keadaan.
Parameter yang digunakan untuk perbandingan baja prategang dan baja non
prategang pada beton prategang disebut rasio prategang parsial(Partial Prestressing
Ratio). Rasio prategang parsial didefenisikan sebagai perbandingan antara momen
batas kabel prategang terhadap momen batas kabel prategang + tulangan baja, yang
dapat dituliskan sebagai
��� =����
[image:34.595.150.546.171.363.2]�� (Naaman, 1982 ) (2.1)
Dimana :
Mups = Momen batas kabel prategang
Mu = Momen batas kabel prategang + tulangan baja
Harga PPR = 0, untuk beton bertulang
Harga PPR = 1, untuk beton prategang penuh
Sehingga dalam hal ini, nilai PPR dari beton prategang parsial adalah antara 0
s/d 1. Secara teoritis PPR akan memberikan manfaat bagi suatu struktur beton
prategang (meningkatkan beban retak,), dimana semakin kecil nilai PPR suatu
struktur juga akan lebih ekonomis. Namun demikian, jika nilai PPR terlalu kecil,
struktur akan memiliki sifat-sifat mendekati strukutur beton bertulang yang
membahayakan struktur tersebut. Dibutuhkan analisis yang mendasar untuk
mengetahui batas PPR minimum yang aman bagi beton prategang. Tentunya besar
PPR yang digunakan semua tergantung pada kondisi dari beton prategang yang
digunakan.
2.6 Tahapan Pembebanan
Beton prategang berbeda dengan beton bertulang pada tahap pembebanan. Pada
beton prategang baik prategang penuh maupun prategang parsial mengalami
beberapa tahap pembebanan. Pengecekan wajib dilakukan pada setiap tahap
pembebanan, baik pada bagian yang tertarik dan pada bagian tertekan. Pada tahap
tersebut berlaku tegangn ijin yang yang berbeda sesuai dengan kondisi beton dan
tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu initial (transfer) dan
1. Initial (transfer)
Tahap initial adalah tahap dimana beton sudah mulai mengering dan dilakukan
penarikan kabel prategang. Pada tahap ini yang bekerja hanya beban mati struktur.
Pada tahap ini, beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja minimum,
sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya
prategang.
2. Service (layan)
Kondisi service (layan) adalah kondisi dimana beton prategang digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada tahap ini, beban luar mengalami kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati nilai minimum.
2.7 Material Beton Prategang
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan beton
prategang yang memiliki ketergantungan akan material dari beton prategang adalah
sebagai berikut :
2.7.1 Beton
Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002, pasal 3.12). Pemberian gaya prategang
yang memberikan tekanan pada beton menuntut suatu beton dengan daya kekuatan
kualitas dan jaminan kualiatas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam
mendesain struktur beton prategang.
Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori besaran yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka
panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser
sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka panjang
meliputi rangkak dan susut beton.
a. Kuat Tekan
Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, campuran agregat, waktu dan
kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih menguntungkan. Kuat
tekan beton f’c didasarkan pada pengujian benda uji silinder standard dengan
diameter 6 in dan tinggi 12 in, yang diolah pada kondisi laboratorium standard dan
diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standar yang
digunakan di Indonesia adalah SNI.
Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang adalah
mutu beton normal sampai mutu tinggi. Adapun kekuatan beton untuk struktur beton
prategang, SNI mensyaratkan f’c tidak boleh kurang dari 30 Mpa (RSNI
T-12-2004,4.4.1.1.1).
Kuat tekan yang tinggi dibutuhkan untuk menahan tegangan tekan pada serat
tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya retakan, memiliki modulus
Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton dapat
dihitung dengan :
- Untuk beton prategang penuh
• Saat awal : �′� = 0,83�σ�� (2.2)
• Saat initial : f’ci= 85%f’c (2.3)
• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban
sementara atau kondisi transfer gaya prategang.
Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.4)
• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan
(untuk semua kombinasi beban)
Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.5)
- Untuk beton prategang parsial
• Saat awal : f’c= 0,83
σ
bk (2.6)• Saat service : �′�� = �′�
��� (2.7)
• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban
sementara atau kondisi transfer gaya prategang.
Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.8)
• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan
(untuk semua kombinasi beban)
Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.9)
Dimana :
f’ci = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang
b. Kuat Tarik
Kuat tarik beton relatif kecil, dimana besarnya kuat tarik beton berkisar antara
9%-15% dari kuat tekan . Untuk komponen yang mengalami lentur, nilai modulus
raptur (modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur
dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in hingga gagal
dengan bentang 18 m, dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78).
Nilai modulus raptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah beton.
Berdasarkan Pedoman Beton 1988, chapter 3, besarnya modulus raptur adalah :
�� = 0,7��′�
(2.10)
Sedangkan untuk menghitung tegangan ijin pada beton, digunakan peraturan
SNI 03-2847-2002 baik pada beton prategang penuh, yaitu :
• Tegangan ijin pada saat initial :
Tegangan tarik = 0,5 ��′�� (2.11)
c. Kuat Geser
Balok yang terlentur pada saat yang bersamaan juga menahan geser akibat
lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya
tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur terlentur.
Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar hingga di
luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk memikul
dibandingkan dengan pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya mengisolasi tegangaan
geser dari tegangan lainnya.
d. Modulus Elastisitas
Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang
tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat jenis tidak kurang dari
2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 Mpa. Sesuai dengan SNI
T-12-2004, nilai Ec diambil sebagai berikut :
- Ec=��1,5� 0,043 ��′� (2.12)
- Ec=��1,5� 0,043 ��′�� (2.13)
Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi kurang lebih 20%, wc menyatakan
berat jenis beton dalam satuan kg/m3, f’c menyatakan kuat tekan beton dalam satuan
Mpa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat
diambil sebesar 4700��′� dan dinyatakan dalam Mpa.
e. Rangkak
Rangkak, atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap
waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah
regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang terus menerus
bekerja adalah regangan rangkak.
Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif,
tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan,
Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan
mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi,
rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang
mengakibatkan kehancuran pada beton.
Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan
mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dan deformasi total.
Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat
disumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku sehingga :
Regangan total (εtot)= Reg. Elastis (εe) + Reg. Rangkak (εc) + susut (εsh)
f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di
cetakan. Permukaan yang di ekspos seperti slab lantai akan lebih dipengaruhi oleh
udara kering karena besarnya permukaan kontak.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi
kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit berbeda dengan
rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali semula jika beban dilepaskan maka
pada susut beton tidak akan kembali ke volume awal jika beton tersebut sudah
direndam.
Beberapa faktor yang mempengaruhi susut pengeringan adalah :
a. Agregat
Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih banyak
pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus
elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut.
b. Rasio air/semen
Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut.
c. Ukuran Elemen Beton
Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton
semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang
lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai
ke daerah terdalam.
d. Kondisi Kelembaban Sekitar
Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya
susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur
lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil
pada temperatur rendah.
e. Banyaknya Penulangan
Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos.
f. Beban Tambahan
Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada
beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat
pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut
pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit
g. Jenis Semen
Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan
jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau
mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.
h. Karbonasi
Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di
atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada
urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka
susut yang akan terjadi lebih sedikit.
2.7.2 Baja
a. Baja Prategang
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya
prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk
sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire),
untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir
beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan
pada operasi penarikan.
Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton
cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila
menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.
1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai
a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan
untuk beton prategang”(ASTM A 421).
b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja
stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “
Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).
c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa
lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).
d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan
untuk beton prategang” (ASTM A 722).
2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam
ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk
digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi
tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik
dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A
416M, atau ASTM A 722.
Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit
lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat
dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal
strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.
[image:44.595.201.448.616.744.2]Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya
pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut.
Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat
gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau
mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.
Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif
kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi
oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini,
direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang
digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve
Seven Wires Strands Low Relaxation.
b. Baja Non-Prategang
Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai
PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan
baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak.
Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.
Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban
kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik
disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja
umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.
Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain
batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian
diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses
produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan
kasar dan dengan mutu 390 Mpa.
c. Relaksasi Baja
Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand
mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada
tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada
baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang
akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang
konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang
pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu
dan waktu.
Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja
prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang
relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Suhu
Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar
dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan
(kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan
temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi
baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan
2. Kelelahan
Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan
tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada
struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang
menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.
3. Korosi
Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang.
Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja
prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja
Wb Wt Wo
BEBAN KERJA
Nonprategang keruntuhan dan retak
terjadi bersamaan Daer ah prat egang lem ah Daer ah pr
ateg ang
pars ial
Dae
rah pra
tega ng kua t lendutan be ba n Prategang Penuh a b c d BAB III METODE ANALISA 3.1 Sistem Beton Prategang
Pada Tugas Akhir ini, sistem prategang yang digunakan ada dua, yaitu sistem
beton prategang penuh dan sistem beton prategang parsial. Pada sistem prategang
penuh akan didesain dengan meminimalisasi tarik pada beban kerja. Pada sistem ini
prategang didesain dengan sistem perimbangan beban. Konsep ini menggunakan
prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah balok.
Pada sistem prategang parsial digunakan kombinasi kabel prategang dan tulangan
baja nonprategang. Tegangan tarik yang diijinkan pada sistem prategang parsial
nantinya akan dibatasi atau dikontrol dengan menggunakan baja nonprategang.
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya balok
[image:48.595.191.422.400.634.2]kurva (d). Namun untuk menghindari retak pada kondisi tegangan kerja maka kurva
beban lendutan untuk prategang parsial berada diantara kurva (b) dan (c), dimana
jumlah gaya prategang yang diijinkan tergantung pada jenis dan fungsi struktur yang
digunakan.
Untuk penegangan tendon pada Tugas Akhir ini digunakan sistem pre-tensioned
(pratarik). Sistem pratarik adalah suatu sistem penegangan kabel/tendon pada saat
pengecoran beton. Dimana kabel prategang diletakkan pada eksentrisitas yang
ditentukan dengan bentuk lurus. Dalam Tugas Akhir ini digunakan beton pracetak.
Pada metode pratarik, pada saat jacking dilepaskan pada struktur prategang
secara dinamis ditransfer ke permukaan beton melalui lekatannya. Adhesi antara
beton disekitar tendon prategang secara gradual mentransfer gaya prategang yang
terpusat ke seluruh bidang beton yang berjarak jauh dari zona angkur dan menuju ke
tengah bentang. Alat-alat pengangkur diperlukan kalau kawat tunggal dengan
diameter yang lebih besar (melebihi 7 mm) dipakai dalam unit pratarik yang
bersangkutan. Alat-alat yang paling umum dipakai adalah “penjepit Weinberg” yang
dikembangkan di Prancis dan “penjepit Dorland” yang dikembangkan di Amjerika
Serikat. Pemjepit-Penjepit ini diklem pada kawat yang ditarik dekat diafragma ujung
dari unit yang bersangkutan sebelum pekerjaan pembetonan.
3.2 Analisa Penampang
Analisa penampang balok prategang ini dilakukan untuk mengetahui proporsi
penampang terbaik yang dapat digunakan dalam perencanaan balok prategang.
Selain itu juga untuk mengetahui titik berat penampang, jarak dari serat atas dan
serat bawah penampang yang nantinya digunakan untuk mengetahui letak
Gambar 3.2 Sketsa Titik Berat Penampang Balok Prategang
h
b
ya
yb
y
y
x x
PRECAST BEAM
Analisis penampang ini dilakukan dengan dua tahap yaitu :
1. Pra-Desain (Preliminary Design)
Pra-desain atau preliminary design adalah desain awal atau desain coba-coba
pada suatu struktur yang nantinya akan diperiksa kembali kelayakannya. Dalam
pradesain, tinggi balok menurut SKSNI T-15 1991-03 merupakan fungsi dari
bentang dan mutu baja yang digunakan. Secara umum, tinggi balok direncanakan
L/10 – L/15, dan lebar balok diambil 1/2 H - 2/3 H dimana H adalah tinggi balok.
Pada perencanaan ini pelat dihitung sebagai beban dengan menggunakan metode
amplop. Dimana dimensi balok yang digunakan adalah balok persegi.
2. Analisa Geometri Penampang
Adapun pada analisa geometri penampang hal-hal yang dianalisa adalah sebagai
berikut
a. Luas
Luas penampang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana yaitu dengan
menggunakan rumus luas persegi panjang.
�= �.ℎ (3.1)
b. Jarak titik berat
Penggunaan penampang persegi simetris, maka jarak titik berat atas sama dengan
jarak titik berat bawah.
�� = �� =ℎ2 (3.2)
c. Inersia x
Momen inersia persegi dihitung dengan rumus sebagai berikut
�� =121 �ℎ3 (3.3)
d. Modulus tampang
Besarnya modulus tampang dapat dihitung dengan membagikan inersia arah x
dengan dengan jarak titik berat kesuluruhan, atau secara matematika dapat ditulis :
�� =�� =���
� (3.4)
3.3 Pembebanan Balok Prategang
Pembebanan pada balok prategang tentunya terjadi baik pada saat transfer
ataupun pada masa layan. Pembebanan digunakan untuk mengetahui kemampuan
balok beton prategang menahan beban-beban yang bekerja pada penampang yang
direncanakan. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur balok dalam tugas
akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang
mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG 1987).
a. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,
railing bata
pelat lantai
balok
kolom
peralatan tetap yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati tetap dan
tambahan merupakan berat sendiri balok , slab lantai dan railing beton.
1. Balok beton prategang (q1), berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada
struktur bangunan atas, dan menyalurkannya pada kolom untuk disalurkan ke
pondasi dan dasar tanah.
�1 = ���������� ���.������� (3.5)
2. Pelat lantai (q2), berfungsi sebagai penahan pada bagian atas(lantai 2) struktur
bangunan, yang berfungsi sekaligus menjadi atap pada struktur gudang. Adapun
panjang dan lebar pelat lantai telah diutarakan pada bab sebelumnya.
�2 =��.���� ������.���� (3.6)
3. Railing beton (q3), berfungsi sebagai dinding penahan pada bagian luar pada
lantai dua (atap), dimana dinding penahan ini direncanakan setinggi ½ m dengan
menggunakan pasangan bata.
�3 =��.������� � �������� (3.7)
[image:52.595.193.418.486.675.2]
b. Beban Hidup
Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai
dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban
yang berasal dari hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran
air. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan beban
khusus.
3.4Perhitungan Momen di Tengah Bentang
Momen di tengah bentang di hitung dengan persamaan Mx, untuk mengetahui
momen tengah bentang balok di atas dua perletakan
�
�=
�
12.
�
.
�
.
�� − �
12.
�
.
�
2�
(3.8)
Dimana :
Mx = momen sejauh x
x = jarak dari tumpuan ke titik perhitungan
l = Lebar bentang
q = beban yang bekerja
3.5 Perhitungan Momen Ultimate
pembebanan terbesar untuk kombinasi beban hidup dan beban mati sesuai dengan
persamaan sebagai berikut :
��������= 1,2�+ 1,6� (3.9)
3.6 Perhitungan Gaya Prategang
Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupaka gaya prategang initial
(jacking force) yang besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang
akibat kehilangan jangka panjang dan jangka pendek. Besarnya gaya prategang
initial (jacking force) berdasarkan ACI 318 pasal 18.5.1 adalah :
Po = 75% Ultimate Tensile Strength (3.10)
Gaya dongkrak awal (initial jacking force )
3.6.1 Beton Prategang Penuh
- Saat transfer di tengah bentang
Tegangan atas
:
�
���=
−
����
+
��.�
��
−
���
��
(3.11)
Tegangan bawah :
�
������=
−
����
−
��.�
��
+
���
��
(3.12)
- Saat servis di tengah bentang
Tegangan atas
:
�
���=
−
����
+
��.� ��−
��� ��−
��ℎ��
(3.13)
Tegangan bawah :
�
������=
−
����
−
��.� ��+
��� ��+
��ℎDimana :
Pi = initial prestress force
wa = modulus section bagian atas penampang
Mbs = momen akibat berat sendiri
e = eksentrisitas kabel prategang
wb = modulus section bagian bawah penampang
Pe = gaya prategang efektif
Ac = luas penampang balok
Mbp = momen akibat berat beton, pelat, railing dan beban hidup
Mbh = momen akibat beban tambahan (plafond, spesi dan tegel)
3.6.2 Beton prategang parsial
Perhitungan gaya dongkrak pada beton prategang parsial memiliki sedikit
perbedaan dengan beton prategang penuh. Tulangan baja non prategang sebagai
material tambahan yang membedakannya dengan prategang penuh, bekerja efektif
bahkan sama efektifnya dengan baja prategang pada kondisi batas.
Adapun asumsi yang digunakan dalam perencanaan beton prategang parsial adalah:
- Penampang yang rata tidak akan berubah akibat pembe