BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Beton adalah suatu material yang secara harfiah merupakan campuran yang
homogen antara air, semen dan agregat. Karakteristik beton adalah mempunyai kuat
tekan yang besar namun kuat tarik yang lemah. Beton adalah interaksi mekanis dan
kimia sejumlah material pembentuknya (Nawy, 1985).
Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai
pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin
sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi
banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan lain-lain.
Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa bangunan kuno
yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh
kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung.
Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu
vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif
diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada
tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L.
Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk
dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari
Prancis mematenkanrangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya
yang digunakanuntuk tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan
mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat
slab tanpa balok tahun 1906.
Perkembangan teknologi yang pesat menunjang perkembangan yang besar
dalam dunia konstruksi, salah satunya yakni beton. Kebutuhan infrastruktur yang
dapat memenuhi pertumbuhan kegiatan ekonomi, mendesak kemajuan dunia
konstruksi untuk skala dan kapasitas yang lebih besar. Bentang panjang pada
konstruksi menjadi salah satu masalah dalam dunia konstruksi. Beton bertulang
memiliki kemampuan terbatas dalam memikul beban untuk bentang panjang. Beton
prategang menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini. Beton prategang
mampu memikul beban dengan bentang yang jauh lebih besar dibanding beton
bertulang.
Jenis konstruksi bangunan di Indonesia memiliki jenis yang beragam. Ada
bangunan gedung untuk rumah tinggal,gedung sekolah,rumah sakit, hotel,toko,
perkantoran,gedung olah raga dan gedung untuk bangunan industri atau pabrik. Pada
dasarnya,seluruh bangunan ini memiliki komponen struktur balok. Oleh karena
itu,perencanaan struktur merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.
Bangunan industri baik itu industri ringan/rumahan ataupun pabrik memiliki
komponen struktur balok. Yang mana pada perencanaannya menggunakan material
beton bertulang ataupun baja untuk balok,terutama,pada saat sekarang
ini,pabrik-pabrik atau bangunan industri menggunakan baja untuk komponen strukturnya.
Balok yang digunakan dapat berupa balok tunggal ataupun rangka batang. Jarang
terlihat bangunan industri di Indonesia menggunakan material beton prategang untuk
mendesain suatu bangunan industri. Sebagian besar sekarang ini menggunakan
material baja tetapi juga menggunakan baja komposit ataupun beton bertulang.
Padahal,jika dilihat dari perkembangan sekarang ini,material beton prategang
bukanlah suatu hal yang baru lagi. Perkembangan penggunaan sistem beton
prategang sebenarnya sudah pesat. Sebagian besar beton prategang dipakai untuk
perencanaan jembatan,terutama untuk bentang yang panjang.
Pemakaian beton prategang sangat efektif digunakan pada konstruksi dengan
bentang yang panjang seperti jembatan. Jembatan dengan besar yang besar seperti
segmental atau jembatan cable-stayed hanya dapat dilaksanakan dengan
menggunakan beton prategang. Demikian juga halnya untuk bangunan yang
memiliki bentang yang panjang dan relatif tinggi adalah efektif untuk memakai
prategang untuk perencanaan.
Penguasaan teknologi beton prategang baik dari aspek peralatan, material
maupun analisis sangat penting. Pembangunan infrastruktur dengan bentang panjang
menuntut diperlukannya peralatan dan metode konstruksi serta material yang baik
disamping teknologinya. Penguasaan teknologi beton prategang ini sudah seharusnya
dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
di bidang teknik konstruksi beton prategang penting untuk dilakukan.
2.2 Sejarah Perkembangan Beton Prategang
Pada tahun 1872, P.H. Jackson seorang insinyur dari California mendapatkan
paten untuk sistem struktural yang menggunakan tie road untuk membuat balok atau
pelengkung dari blok-blok. Pada tahun 1888, C. W. Doering dari Jerman
memperoleh paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal.
Akan tetapi, upaya awal untuk pemberian prategang itu tidak benar-benar sukses
karena hilangnya prategang seiring berjalannya waktu. J. Lud dari Norwegia dan G.
R. Steiner dari Amerika Serikat telah berupaya memecahkan masalah ini pada abad
kedua puluh, namun tidak berhasil.
Sesudah selang waktu yang sangat panjang, kemajuan dalam dunia prategang
tidak terlalu pesat karena sulitnya mendapatkan baja dengan kekuatan tinggi untuk
mengatasi kehilangan energi pada beton prategang. R. E. Dill dari Alexandria,
Nebraska mengetahui bahwa susut dan rangkak pada beton memiliki pengaruh pada
kehilangan prategang. Selanjutnya ia mengembangkan ide bahwa pemberian
pascatarik batang berpenampang bulat tanpa lekatan secara berurutan dapat
mengganti kehilangan tegangan yang bergantung pada waktu pada batang tersebut
akibat berkurangnya panjangkomponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan
susut. Pada awal tahun 1920-an, W. H. Hewett dari Minneapolis mengembangkan
prinsip-prinsip pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar
horizontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk mencegah
retak akibat tekanan cairan internal. Setelah itu, pemberian prategang pada tangki
dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat.
Pemberian prategang linier terus berkembang di Eropa dan Perancis, khususnya
dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, yang pada tahun 1926 sampai 1928
mengusulkan metode-metode untuk mengatasi kehilangan prategang dengan cara
menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas tinggi. Pada tahun 1940, ia
memperkenalkan system Freyssinet yang sangat terkenal yang menggunakan jangkar
konus untuk tendon 12 kwat.
P. W. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep
pemberian prategang parsial di antara tahun 1930-an dan 1960-an. F. Leonhardt dari
Jerman, V. Mikhailov dari Rusia, dan T. Y. Lin dari Amerika Serikat juga
memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang desain
beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari Lin sangat dihargai.
Perkembangan pada abad kedua puluh ini telah menjadikan banyak penggunaan
beton prategang di seluruh dunia, dan khususnya Amerika Serikat.
Dewasa ini, beton prategang digunakan pada gedung, struktur bawah tanah,
menara TV, struktur lepas pantai dan gudang apung, stasiun-stasiun pembangkit,
cerobong reactor nuklir, dan berbagai jenis jembatan termasuk segmental dan
cable-stayed. Penggunaan beton prategang banyak digunakan pada beberapa konstrulsi
besar di dunia.
Beberapa konstruksi besar yang terkenal dan menggunakan beton prategang
antara lain :
1. Bay Area Rapid Transit, San Fransisco dan Oakland, California. Jalan
penuntun terdiri atas girder box pracetak prategang yang ditumpu sederhana
dengan panjang 70 ft dan lebar 11 ft.
2. Jembatan Chaoco-Corientes, Argentina, jembatan girder box cable-stayed
beton prategang pracetak.
3. Gedung parkir, Tulsa, Oklahoma.
4. Pusat Eksekutif, Honolulu, Hawaii.
5. Anjungan pengeboran lepas pantai Stratford “B”, Norwegia.
6. Jembatan Suramadu, Surabaya, Indonesia.
Suksesnya perkembangan dan pelaksanaan semua struktur terkenal tersebut
adalah karena banyaknya kemajuan dalam teknologi bahan, khususnya beton
prategang, dan bertambahnya pengetahuan untuk mengestimasi kehilangan jangka
pendek dan panjang pada gaya prategang.
Namun demikian perkembangan teknologi beton prategang di Indonesia juga
mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun penggunaan beton prategang juga
mengalami peningkatan baik untuk struktur balok pada gedung, jembatan, pondasi
dan struktur lainnya. Penguasaan teknologi ini sudah sewajarnya dikuasai oleh
bangsa Indonesia, sehingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang
teknik beton prategang harus tetap dilakukan.
2.3 Beton Prategang
Beton prategang merupakan struktur komposit dengan gabungan dua bahan
yaitu beton dan baja, tetapi dengan mutu bahan yang tinggi. Baja yang digunakan
disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel. Dimana menurut PBI
1971 beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan
tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga
tegangan-tegangan akibat beban pada beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang
diinginkan. Sedangkan menurut ACI, beton prategang adalah beton yang mengalami
tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Beton prategang dalam arti seluas-luasnya dapat juga dianalogikan dalam
keadaan dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh regangan-regangan
internal diimbangi sampai batas tertentu,
Beton memiliki kekuatan yang kecil dalam menahan tarik. Suatu perkiraan kasar
dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara
9%-15% dari kuat tekannya (Istimawan Dipohusodo,1996). Tidak dapat dihindari bahwa
tegangan tarik yang besar terjadi pada struktur dengan bentang yang besar, atau
beban yang berat. Pertimbangan akan kondisi tersebut melahirkan analisa untuk
memperkirakan tegangan tarik yang akan terjadi, kemudian mengimbangi tegangan
tersebut dengan menggunakan tendon yang diberikan tegangan awal pada daerah
tarik tersebut. Tegangan awal dalam hal ini adalah tegangan tarik.
Adapun beberapa keuntungan menggunakan beton prategang antara lain:
a. Terhindarnya retak terhadap tarik dan meningkatkan resistansi beton terhadap
korosi.
b. Beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap geser.
c. Dalam bentang yang panjang umumnya beton prategang lebih ekonomis
disbanding beton bertulang.
d. Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh penampang dipakai
secara efektif.
e. Jumlah baja prategang lebih kecil daripada jumlah berat besi beton biasa.
f. Memiliki nilai estetika.
Sedangkan kekurangan dalam penggunaan beton prategang antara lain :
a. Konstruksi memerlukan pengawasan dan pelaksanaan dengan ketelitian yang
tinggi.
b. Untuk bentang > 40 m mengalami kesulitan pada saat ereksi karena bobot
dan bahaya patah getaran.
c. Menggunakan teknologi tinggi yang canggih.
d. Biaya awal tinggi.
2.4 Sistem Beton Prategang
Beton prategang dapat dibagi atas beberapa kriteria. Adapun beberapa macam
prategang adalah berdasarkan :
a. Cara penarikan baja prategang
Berdasarkan cara penarikan, sistem beton prategang terbagi atas :
1. Pre-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada awal/sebelum beton
mengeras. Pada metode penegangan pratarik, kabel/strands prategang diberi gaya
dan ditarik terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton pada peralatan cetak
yang telah disiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan terjadi
pelimpahan gaya tarik baja menjadi gaya tekan pada beton. Transfer tegangan tekan
dari tendon pada beton melalui lekatan (bond) antara tendon dengan beton, dimana
tendon terikat konstruksi angker. Pada metode ini lay out tendon dibuat lurus.
2. Post-Tensioning, yaitu penekanan dilakukan pada akhir setelah beton
mengeras. Pada metode ini beton dicetak terlebih dahulu, dimana disiapkan lubang
(duct) atau alur penempatan kabel/strands dalam beton. Apabila beton sudah cukup
kuat, kemudian kabel/strands ditarik, ujung-ujungnya diangkurkan,selanjutnya
lubang di-grouting. Transfer tegangan tekan dari tendon pada beton melalui
penjangkaran. Lay out tendon dapat dibuat lurus atau melengkung.
b. Posisi penempatan kabel
Berdasarkan posisi penempatan kabel dapat dibagi atas :
1. Internal Prestressing
Kabel prategang diletakkan di dalam tampang beton.
σ
Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.
c. Ikatan tendon
Berdasarkan ikatan tendon dengan beton dapat dibagi atas :
1. Bonded Tendon
Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen ke dalam
selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan antara tendon
dan beton disekelilingnya.
2. Unbounded Tendon
Setelah gaya prategang diaplikasikan pada beton, ruang kosong antara lubang
dan tendon dibiarkan begitu saja. Adapun perlindungan tendon dari korosi biasanya
dilakukan dengan sistem pelapisan yang tahan air (waterproof). Kabel prategang
hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.
2.5 Prinsip Dasar Beton Prategang
Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal
dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu
tingkat yang diinginkan. Teknologi beton prategang yang dikembangkan dari beton
konvensional berdasarkan bahwa beton sangat kuat menahan gaya tekan dan
memiliki tegangan tekan hancur sangat tinggi namun sangat lemah dalam menahan
gaya tarik. Rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan
mengkombinasikan beton bermutu tinggi dengan baja mutu tinggi yang secara aktif
dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton sehingga membuat
σ
beton dalam keadaan tertekan. Penarikan baja tersebut dilakukan sebelum beban mati
dan bebean hidup bekerja pada beton sehingga pada awalnya beton dalam keadaan
tertekan bertujuan untuk mengimbangi tegangan tarik yang ditimbulkan oleh
beban-beban tersebut supaya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali, oleh karena
itu disebut prategang (prestressed). Berikut ini adalah diagram prategang penuh.
Dimana pada prategang tipe ini, hanya digunakan kabel prategang pada daerah
tariknya, gambar diagram tegangannya adalah sebagai berikut :
Beton bertulang dan beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu
bahwa tulangan ditempatkan di daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik
akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil
alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat dipikul lagi oleh beton, sedangkan pada
beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang
nantinya harus mengimbangi tegangan tarik akibat beban. Perbandingan akan beton
prategang dan beton bertulang memunculkan satu pemikiran baru yakni prategang Gambar 2.1 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.
b
parsial, dimana diijinkan adanya tarik lebih pada beton prategang yang dikontrol
dengan menggunakan baja non-prategang. Berikut diagram tegangan pada prategang
parsial
Besar gaya prategang yang diberikan mempengaruhi seberapa besar tegangan
internal yang akan melawan tegangan akibat beban-beban luar pada beton prategang.
Dalam memahami desain beton prategang, perlu dipelajari perilaku balok tersebut
dalam berbagai keadaan.
Parameter yang digunakan untuk perbandingan baja prategang dan baja non
prategang pada beton prategang disebut rasio prategang parsial(Partial Prestressing
Ratio). Rasio prategang parsial didefenisikan sebagai perbandingan antara momen
batas kabel prategang terhadap momen batas kabel prategang + tulangan baja, yang
dapat dituliskan sebagai
��� =����
�� (Naaman, 1982 ) (2.1) Gambar 2.2 Tegangan-tegangan pada balok prategang. (a) Tegangan akibat gaya prategang. (b) Tegangan akibat momen eksentrisitas prategang. (c) Tegangan akibat beban eksternal. (d) Tegangan akhir pada prategang.
Dimana :
Mups = Momen batas kabel prategang
Mu = Momen batas kabel prategang + tulangan baja
Harga PPR = 0, untuk beton bertulang
Harga PPR = 1, untuk beton prategang penuh
Sehingga dalam hal ini, nilai PPR dari beton prategang parsial adalah antara 0
s/d 1. Secara teoritis PPR akan memberikan manfaat bagi suatu struktur beton
prategang (meningkatkan beban retak,), dimana semakin kecil nilai PPR suatu
struktur juga akan lebih ekonomis. Namun demikian, jika nilai PPR terlalu kecil,
struktur akan memiliki sifat-sifat mendekati strukutur beton bertulang yang
membahayakan struktur tersebut. Dibutuhkan analisis yang mendasar untuk
mengetahui batas PPR minimum yang aman bagi beton prategang. Tentunya besar
PPR yang digunakan semua tergantung pada kondisi dari beton prategang yang
digunakan.
2.6 Tahapan Pembebanan
Beton prategang berbeda dengan beton bertulang pada tahap pembebanan. Pada
beton prategang baik prategang penuh maupun prategang parsial mengalami
beberapa tahap pembebanan. Pengecekan wajib dilakukan pada setiap tahap
pembebanan, baik pada bagian yang tertarik dan pada bagian tertekan. Pada tahap
tersebut berlaku tegangn ijin yang yang berbeda sesuai dengan kondisi beton dan
tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu initial (transfer) dan
service (layan).
1. Initial (transfer)
Tahap initial adalah tahap dimana beton sudah mulai mengering dan dilakukan
penarikan kabel prategang. Pada tahap ini yang bekerja hanya beban mati struktur.
Pada tahap ini, beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja minimum,
sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya
prategang.
2. Service (layan)
Kondisi service (layan) adalah kondisi dimana beton prategang digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada tahap ini, beban luar mengalami kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati nilai minimum.
2.7 Material Beton Prategang
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan beton
prategang yang memiliki ketergantungan akan material dari beton prategang adalah
sebagai berikut :
2.7.1 Beton
Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002, pasal 3.12). Pemberian gaya prategang
yang memberikan tekanan pada beton menuntut suatu beton dengan daya kekuatan
tekan yang tinggi. Kekuatan dan daya tahan lama yang dicapai melalui kontrol
kualitas dan jaminan kualiatas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam
mendesain struktur beton prategang.
Besaran-besaran mekanis beton yang telah keras dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori besaran yaitu besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka
panjang. Besaran jangka pendek meliputi kuat tekan, tarik dan kuat geser
sebagaimana diukur dengan modulus elastisitas. Sedangkan besaran jangka panjang
meliputi rangkak dan susut beton.
a. Kuat Tekan
Kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, campuran agregat, waktu dan
kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas lebih menguntungkan. Kuat
tekan beton f’c didasarkan pada pengujian benda uji silinder standard dengan
diameter 6 in dan tinggi 12 in, yang diolah pada kondisi laboratorium standard dan
diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standar yang
digunakan di Indonesia adalah SNI.
Mutu beton yang biasa digunakan dalam perhitungan beton bertulang adalah
mutu beton normal sampai mutu tinggi. Adapun kekuatan beton untuk struktur beton
prategang, SNI mensyaratkan f’c tidak boleh kurang dari 30 Mpa (RSNI
T-12-2004,4.4.1.1.1).
Kuat tekan yang tinggi dibutuhkan untuk menahan tegangan tekan pada serat
tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya retakan, memiliki modulus
elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak yang kecil.
Dengan mengetahui mutu dan penampang balok maka kuat tekan beton dapat
dihitung dengan :
- Untuk beton prategang penuh
• Saat awal : �′� = 0,83�σ�� (2.2)
• Saat initial : f’ci= 85%f’c (2.3)
• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban
sementara atau kondisi transfer gaya prategang.
Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.4)
• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan
(untuk semua kombinasi beban)
Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.5)
- Untuk beton prategang parsial
• Saat awal : f’c= 0,83
σ
bk (2.6)• Saat service : �′�� = �′�
��� (2.7)
• Tegangan ijin pada saat initial : Tegangan ijin tekan pada kondisi beban
sementara atau kondisi transfer gaya prategang.
Tegangan tekan = 0,6 f’ci (2.8)
• Tegangan ijin pada saat service : Tegangan ijin tekan pada kondisi layan
(untuk semua kombinasi beban)
Tegangan tekan = 0,45 f’c (2.9)
Dimana :
σbk = tegangan pada benda uji kubus
f’ci = kuat tekan beton initial pada saat transfer gaya prategang
b. Kuat Tarik
Kuat tarik beton relatif kecil, dimana besarnya kuat tarik beton berkisar antara
9%-15% dari kuat tekan . Untuk komponen yang mengalami lentur, nilai modulus
raptur (modulus of rupture) fr digunakan dalam desain. Modulus ruptur diukur
dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6 in hingga gagal
dengan bentang 18 m, dan dibebani di titik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78).
Nilai modulus raptur lebih tinggi dibanding kuat tarik belah beton.
Berdasarkan Pedoman Beton 1988, chapter 3, besarnya modulus raptur adalah :
�� = 0,7��′�
(2.10)
Sedangkan untuk menghitung tegangan ijin pada beton, digunakan peraturan
SNI 03-2847-2002 baik pada beton prategang penuh, yaitu :
• Tegangan ijin pada saat initial :
Tegangan tarik = 0,5 ��′�� (2.11)
c. Kuat Geser
Balok yang terlentur pada saat yang bersamaan juga menahan geser akibat
lenturan. Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya
tegangan-regangan tarik tambahan di tempat tertentu pada komponen struktur terlentur.
Apabila gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar hingga di
luar kemampuan beton, maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk memikul
geser tersebut. Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental
dibandingkan dengan pengujian lainnya, dikarenakan sulitnya mengisolasi tegangaan
geser dari tegangan lainnya.
d. Modulus Elastisitas
Nilai modulus elastisitas beton (Ec) tergantung pada mutu beton, terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang
tidak melampaui 60 Mpa, atau beton ringan dengan berat jenis tidak kurang dari
2000 kg/m3 dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 Mpa. Sesuai dengan SNI
T-12-2004, nilai Ec diambil sebagai berikut :
- Ec=��1,5� 0,043 ��′� (2.12)
- Ec=��1,5� 0,043 ��′�� (2.13)
Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi kurang lebih 20%, wc menyatakan
berat jenis beton dalam satuan kg/m3, f’c menyatakan kuat tekan beton dalam satuan
Mpa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3 maka Ec dapat
diambil sebesar 4700��′� dan dinyatakan dalam Mpa.
e. Rangkak
Rangkak, atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap
waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah
regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang terus menerus
bekerja adalah regangan rangkak.
Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif,
tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan,
perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton.
Rangkak mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan
mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi,
rangkak dapat mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang
mengakibatkan kehancuran pada beton.
Rangkak tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan
mengurangkan regangan elastis dengan regangan susut dan deformasi total.
Meskipun rangkak dan susut merupakan fenomena yang tidak independent, dapat
disumsikan bahwa superposisi tegangan berlaku sehingga :
Regangan total (εtot)= Reg. Elastis (εe) + Reg. Rangkak (εc) + susut (εsh)
f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di
cetakan. Permukaan yang di ekspos seperti slab lantai akan lebih dipengaruhi oleh
udara kering karena besarnya permukaan kontak.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi
kehilangan kandungan air akibat penguapan. Penyusutan sedikit berbeda dengan
rangkak, jika pada rangkak beton dapat kembali semula jika beban dilepaskan maka
pada susut beton tidak akan kembali ke volume awal jika beton tersebut sudah
direndam.
Beberapa faktor yang mempengaruhi susut pengeringan adalah :
a. Agregat
Agregat beraksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan lebih banyak
kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat
pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus
elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut.
b. Rasio air/semen
Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek susut.
c. Ukuran Elemen Beton
Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton
semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang
lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan mencapai
ke daerah terdalam.
d. Kondisi Kelembaban Sekitar
Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya
susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur
lingkungan juga merupakan salah satu faktor. Itulah sebabnya susut menjadi stabil
pada temperatur rendah.
e. Banyaknya Penulangan
Penyusutan pada beton bertulang lebih sedikit dibandingkan dengan beton polos.
f. Beban Tambahan
Efek ini bervariasi tergantung pada jenis beban tambahan yang diberikan pada
beton. Akselerator seperti kalsium klorida, yang digunakan untuk mempercepat
pengerasan beton, memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut
pengeringan, sdangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya mempunyai sedikit
pengaruh.
g. Jenis Semen
Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan
jenis-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau
mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.
h. Karbonasi
Susut karbonasi diakibatkan oleh reaksi antara karbondioksida (CO2) yang ada di
atmosfer dan yang ada di pasta semen. Banyaknya susut gabungan bergantung pada
urutan proses karbonasi dan pegeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka
susut yang akan terjadi lebih sedikit.
2.7.2 Baja
a. Baja Prategang
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan gaya
prategang dan memberikan gaya tarik pada beton prategang. Baja mutu tinggi untuk
sistem prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire),
untaian kawat (strand wire), batang (bar). Strand dibuat di pabrik degan memuntir
beberapa kawat bersama-sama, jadi mengurangi jumlah satuan yang harus dikerjakan
pada operasi penarikan.
Kehilangan tegangan akibat rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Pada beton
cukup besar, sehingga pemberian tegangan tekan pada beton akan lebih efektif bila
menggunakan baja mutu tinggi dengan kisaran lebih dari 1860 Mpa.
1. Tendon untuk tulangan prategang harus memenuhi salah satu spesifikasi sebagai
berikut :
a. Kawat yang memenuhi “ Spesifikasi untuk baja stress-relieved tanpa lapisan
untuk beton prategang”(ASTM A 421).
b. Kawat dengan relaksasi rendah, yang memenuhi “Spesifikasi untuk kawat baja
stress-relieved tanpa lapisan untuk beton prategang” termasuk suplemen “
Kawat dengan relaksasi rendah” (ASTM A 421).
c. Strand yang sesuai dengan “ Spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa
lapisan untuk beton prategang”(ASTM A416M).
d. Tulangan, yang sesuai :Spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan
untuk beton prategang” (ASTM A 722).
2. Kawat, strand dan batang tulangan yang tidak secara khusus tercakup dalam
ASTM A 421, ASTM A 416M, atau ASTM A 722, diperkenankan untuk
digunakan bila tulangan tersebut memenuhi persyratan minimum spesifikasi
tersebut di atas dan tidak mempunyai sifat yang membuatnya kurang baik
dibandingkan dengan sifat-sifat seperti terdapat pada ASTM A 421, ASTM A
416M, atau ASTM A 722.
Strand dengan tujuh kawat mempunyai sebuah kawat di tengah yang sedikit
lebih besar dari keenam kawat di sebelah luarnya yang membungkusnya dengan erat
dalam bentuk spiral dengan jarak merata antara 12 dan 16 kali diameter nominal
strand. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin menjadi strand.
a b
Gambar 2.3 Penampang strand. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan.
Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya
pemendekan pada beton yang disebabkan oleh pengaruh rangkak dan susut.
Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat
gesekan disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw in) atau
mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.
Untuk tujuan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif
kecil dibandingkan dengan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi
oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada tugas akhir ini,
direncanakan penggunaan paja strand sebagai tulangan prategang. Baja yang
digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis Uncoated Stress Relieve
Seven Wires Strands Low Relaxation.
b. Baja Non-Prategang
Pada beton prategang parsial diijinkan adanya tarik yang dibatasi sesuai nilai
PPR yang digunakan. Sama halnya dengan tulangan pada beton bertulang, tulangan
baja akan bekerja secara efisien dalam tarikan hanya setelah beton mengalami retak.
Sebelum beton retak, tegangan tarik masih terbatas, itupun jika masih ada.
Karena semua balok prategang didesain untuk tanpa retak dalam batas beban
kerja, maka tulangan baja kelihatannya sia-sia saja dipasang. Satu hal yang menarik
disini ialah meskipun tidak berfungsi dalam bats beban kerja, tulangan baja
umumnya sama efektifnya dengan kabel prategang disekitar beban batas.
Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain
batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian
(BJTD) yaitu batang tulangan yang yang permukaanya dikasarkan secara khusus,
diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau baja tulangan yang dipilin pada proses
produksinya. Pada tugas akhir ini digunakan baja non prategang dengan permukaan
kasar dan dengan mutu 390 Mpa.
c. Relaksasi Baja
Relaksasi baja adalah kehilangan prategang apabila kawat-kawat atau strand
mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Relaksasi baja tergantung pada
tingkat tegangan pada baja dan bertambah secara konsisten ketika tegangan pada
baja bertambah. Pada suatu sistem prategang sering kali terjadi kehilangan prategang
akibat relaksasi baja. Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang
konstan dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka terlihat gaya prategang
pada baja tersebut akan berkurang perlahan, besarnya kehilangan tergantung suhu
dan waktu.
Baja terbagi menjadi dua jenis, berdasarkan nilai relaksasinya, yaitu baja
prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Baja prategang
relaksasi rendah umumnya sering digunakan untuk pemakaian jangka panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi relaksasi baja adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Suhu
Suhu juga berpengaruh terhadap relaksasi baja. Perubahan temperatur yang besar
dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis baja, tetapi perubahan yang tidak signifikan
(kurang dari 10oC) tidak banyak berpengaruh pada sifat-sifat tersebut. Penambahan
temperatur biasanya dapat mengurangi kekuatan, modulus elastisitas dan relaksasi
baja. Pengurangan temperatur akan berakibat kebalikannya serta mengakibatkan
berkurangnya daktilitas baja.
2. Kelelahan
Kelelahan adalah ketahanan material baja terhadap perubahan dan pengulangan
tegangan. Tegangan yang berulang ini terjadi akibat bekerjanyua beban hidup pada
struktur. Ketahanan baja terhadap kelelahan dinyatakan dengan kurva yang
menghubungkan batasan tegangan dan jumlah pengulangan hingga keruntuhan.
3. Korosi
Pengaruh korosi pada baja prategang lebih berbahaya daripada baja nonprategang.
Hal ini disebabkan karena korosi dapat mengurangi luas penampang baja. Pada baja
prategang pengurangan penampang lebih berbahaya, karena tegangan yang bekerja
lebih tinggi daripada baja nonprategang.