• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mazhab Shahabi

Dalam dokumen DALIL HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI DAN TI (Halaman 46-50)

B. DALIL-DALIL HUKUM YANG TIDAK DISEPAKATI 1. Istihsan

6. Mazhab Shahabi

a. Pengertian Mazhab Shahabi

Yang dimaksud dimaksud dengan mazhab shahabi adalah “pendapat sahabat Rasulullah SAW. Tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak di jelaskan secara tegas dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah”.

Sedangkan yang dimaksud dengan sahabat Rasulullah, seperti yang diemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, ahli hadis yang berkebangsaan Syiria, dalam karyanya Ushul hadis adalah setiap orang muslim yang hidup bergaul bersama Rasulullah dalam waktu yang cukup lama serta menimba ilmu dari Rasulullah. Misalnya Umar ni Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar bin Khattab, Aisyah, dan Ali bin Abi thalib. Mereka ini adalah diantara para sahabat yang banyak berfatwa tentang hukum islam.

Dalam hal ini, Abdul Karim Zaidan membagi pendapat sahabat ke dalam empat kategori:

1) Fatwa sahabat yang bukan merupakan hasil ijtihad.misalnya, fatwa Ibnu Mas’ud, bahwa minimal mas kawin sebanyak 10 dirham.

2) Fatwa sahabat yang disepakati secara tegas dikalangan mereka dikenal dengan ijma’ sahabat. Fatwa seperti ini menjadi pegangan bagi

generasi sesudahnya.

3) Fatwa sahabat secara perorangan yang tidak mengikat sahabat yang lain. Para mujtahid dikalangan sahabat memang sering berbeda pendapat dalam satu masalah, namun dalam hal ini fatwa seorang sahabat tidak mengikat(diikuti) sahabat yang lain.

4) Fatwa sahabat secara perorangan yang didasarkan oleh ra’yu dan ijtihad.

Menurut Wahbah az-Zuhaili beberapa pendapat itu dapat disimpulkan kepada dua pendapat, sebagai berikut:

Pertama, menurut kalangan Hanafiyah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan pendapat terkuat dari Ahmad Bin Hanbal, bahwa fatwa sahabat dapat dijadikan pegangan oleh generasi sesudahnya. Alasan mereka antara lain:

Firman Allah surah Ali Imran Ayat 110

 

  

  





110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Kedua, menurut salah satu riwayat dari Imam Ahmad Bin Hanbal, Mu’tazilah dan kalangan syai’ah bahwa fatwa sahabat tidak mengikat generasi sesudahnya.diantara alasan yang mereka kemukakan adalah:

a. Firman Allah QS.Al-Hasyr ayat 2 :

 

 

  

 



 

  

 

 



 

2. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama[1463]. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.

Yang dimaksud dengan ”mengambil pelajaran” dalam ayat tersebut menurut mereka adalah melakukan ijtihad. Dengan demikian ayat tersebut memerintahkan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad.sedangkan mengikuti pendapat sahabat berarti seorang mujtahid bertaqlid kepada sahabat itu yang bertentangan dengan kehendak ayat tersebut yang menyuruh mereka berijtihad.

7. Sad Azz-Zariyah

a. Pengertian Sad Az-Zariyah

Kata sad menurut bahasa “munutup” dan kata az-zariah berarti “wasilah” atau “jalan ke suatu tujuan”. Dengan demikian, sad az-dzariah secara bahasa berarti “menutup jalan kepada suatu tujuan”. Menurut istilah ushul fiqh, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, sad az-dzariah berarti menutup jalan yang membawa kebinasaan atau kejahatan.

Perbuatan-perbuatan yang menjadi wasilah kepada kebinasaan, lanjut Abdul karim zaidan, terbagi kepada dua macam :

1) Perbuatan yang keharamannya bukan saja karena ia sebagai wasilah bagi sesuatu yang diharamkan, tetapi esensi perbuatan itu sendiri adalah haram.oleh karena itu, keharaman perbuatan seperti itu bukan termasuk ke dalam kajian sad az-zariah.

2) Kedua, perbuatan yang secara esensial dibolehkan(mubah), namun perbuatan itu memungkinkan untuk digunakan sebagai wasilah kepada sesuatu yang diharamkan.Perbuatan seperti ini dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili terbagi 4 macam yaitu :

a. Perbuatan itu dapat dipastikan akan mengakibatkan kebinasaan. Misalnya menggali lubang di tempat yang gelap didepan pintu gerbang tempat lalu lintas orang umum yang dapat dipastikan menjebak siapa yang melaluinya.

b. Perbuatan itu mengandung kemungkinan, meskipun kecil, akan membawa kepada sesuatu yang dilarang. Misalnya, menggali sumur ditempat yang tidak biasa dilalui orang, atau menjual buanh anggur kepada orang yang tidak terkenal sebagai produsen khamar (minuman keras).

c. Perbuatan yang pada dasarnya adalah mubah, namun kemungkinannya akan membawa kepada kebinasaan lebih besar dibandingkan dengan kemaslahatan yang akan diraih. Contohnya, menjual senjata kepada musuh pada waktu perang.

d. Perbuatan yang pada dasarnya mubah karena mengandung kemaslahatan, tetapi disamping itu dilihat pada pelaksanaannya ada kemungkinan membawa kepada sesuatu yang dilarang. Misalnya semacam akad jual beli yang mungkin digunakan sebagai upaya meng-elak dari riba, dengan cara si A menjual suatu benda dengan harga satu juta rupiah dengan cara berutang kepada si B, dan ketika itu benda tersebut dibeli kembali oleh si A seharga delapan ratus ribu rupiah dengan cara tunai, sehingga hasilnya dengan perantaraan jual beli arloji, pihak B mengantongi uang delapan ratus ribu rupiah dan nanti pada waktu yang ditentukan harus dibayar sejuta rupiah . jual beli seperti ini dikenal dengan ba’i al-‘ainah.

Menurut Wahbah az-Zuhaili, para ulama sepakat tentang dilarangnya perbuatan seperti ini jika kelihatan tanda-tanda bahwa mereka berniat untuk melakukan riba, dan mereka berbeda pendapat dalam hal tidak kelihatan jelas tanda-tanda bahwa maksud kedua belah pihak melakukan jual beli tersebut sebagai helah untuk mengelak dari perbuatan riba.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penyajian makalah ini maka dapat kami simpulkan bahwa hukum islam itu ada yang disepakati dan ada juga yang tidak disepakati. Adapun hukum islam yang disepakati yaitu : Alqur’an, Hadis / Sunnah, Ijma’, Qiyas.

Dan hukum islam yang tidak disepakati : Mashlahah Mursalah, Istihsan, Uruf, Istishhab, Sya’u Mn Qablana, Sad az-Zari’ah, Mazhab Shahabi. Inilah hukum-hukum Islam yag ada baik yang disepakati maupun tidak menurut ilmu fiqh.

B. Saran

Untuk mengetahui hukum-hukum Islam yang tepat hendaklah kita benar-benar mengetahui apa yang menjadi landasan hukum itu. Saran pemakalah bahwa setiap perlakuan hendaklah kita memiliki dasar yang kuat agar tidak terjadi kekeliruan dikemudian hari dengan terus menggali pengetahuan.

Dalam dokumen DALIL HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI DAN TI (Halaman 46-50)

Dokumen terkait