II. Tinjauan Pustaka
1. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan stek
1.1. Faktor lingkungan
1.1.1. Media tumbuh
a. Media perakaran untuk stek
Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan
akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada
pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartman (1983) adalah yang
dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik, serta
bebas dari patogen yang dapat merusak stek.
Beberapa media perakaran stek yang dilakukan adalah tanah subsoil, tanah
topsoil, pupuk kandang, dan kompos. Pupuk kandang dapat memperbaiki sifat
fisik tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman didalam pembibitan. Peranan dari pupuk kandang ini dapat
mengembangkan beberapa unsur hara seperti fosfor, nitrogen, sulfur, dan
kalium, dan meningkatkan kapasitas tahan kation tanah. Disamping itu pupuk kandang
dapat melepaskan unsur P dari oksida Fe dan Al, dan dapat memperbaiki sifat - fisik
dan struktur tanah, serta dapat membentuk senyawa kompleks dengan unsur makro
dan mikro sehingga dapat mengurangi proses pencucian unsur.
b. Tanah
12
berpasir. Fraksi lempung tanah ini umumnya didominasi oleh mineral silikat tipe 1:1
serta oksidan dan hidroksida Fe dan Al, sehingga fraksi lempung tergolong
beraktivitas rendah dan daya memegang lengas juga rendah. Karena umumnya
memiliki kandungan bahan organik rendah dan fraksi lempungnya beraktivitas rendah
maka kapasitas tukar kation tanah (KTK) tanah Potsolik juga rendah, sehingga relatif
kuat memegang hara tanaman dan unsur hara mudah tercuci.
Tanah podsolik merah kuning atau Ultisol termasuk tanah bermuatan
terubahkan (Variable charge), sehingga nilai KTK dapat berubah bergantung nilai pH
nya. Peningkatan pH akan diikuti oleh peningkatan KTK, lebih mampu mengikat hara
K dan tidak mudah tercuci.
Hasil penelitian Sukarji dan Hasril, (1994) menunjukkan pada jenis tanah
Podsolik Merah Kuning, penggunaan tanah lapisan bawah (30-60 cm) dengan
kadar 67% (67% subsoil + 33% topsoil) dan 100% subsoil menghasilkan
pertumbuhan bibit yang kurang baik, sedangkan pada kadar 33% (33 % subsoil +
67 % topsoil) memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol
(100 % topsoil).
c. Pupuk Organik
Suwardjono, (2003) mengatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat
memperbaiki sifat fisik tanah sehinga, dapat menunjang pertumbuhan dan
perkembangan perakaran tanaman. Peranan dari pupuk kandang antara lain (1)
mengembangkan beberapa unsur hara seperti fosfor, nitrogen, sulfur, dan
kalium, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, (3) melepaskan unsur P dari
oksida Fe dan Al, (4) memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, dan (5)
13
mengurangi proses pencucian unsur.
Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat meningkatkan serapan
P karena setelah bahan organik terdekomposisi akan menghasilkan beberapa
unsur hara seperti N, P dan K serta menghasilkan asam humat dan fulvat yang
memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah
sehingga ketersediaan P akan meningkat (Hasanudin, 2003).
Menurut Soetedjo, (2004) bahwa pupuk organik kirinyu (Chromolaena
odorata) adalah kaya nitrogen. Dalam penelitian di laboratorium kandungan hara kirinyu (Chromolaena odorata) dalam daun adalah : N 5,2% , P 0,8%, K
2,89% , Ca 3,19%, Mg 0,71% Na 0,01% (Soetedjo, 2004). Dari data tersebut
bahwa Kirinyu (Chromolaena odorata) dapat digunakan dengan baik sebagai
pupuk organik baik di lahan pertanian maupun di pembibitan.Tingginya
kandungan N tersebut adalah dapat memacu peretumbuhan.
4.1.2. Cahaya
Dalam siklus hidupnya setiap tanaman memerlukan cahaya matahari yang
berperan dalam fotosintesis. Peranan utama cahaya matahari dalam fotosintesis
antara lain sebagai sumber energi, sebagai pengangkut elektron untuk
membentuk reduktan dalam bentuk NADPH, dan berperan dalam reduksi CO2
menjadi C6H12O6 (Ariffin, 1989).
Menurut Fitter dan Hay (1992), secara fisiologis cahaya mempunyai
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya pada metabolisme
secara langsung melalui fotosintesis, serta secara tidak langsung melalui
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, keduanya sebagai akibat respon
14
Cahaya yang berperan dalam fotosintesis jika dilihat dari sifat gelombangnya
adalah cahaya yang masuk dalam ukuran PAR (Photocintetic Active Radiation)
atau yang biasanya dikenal dengan cahaya tampak (vicible light). PAR ini hanya
menduduki 45 persen dari total radiasi matahari dan hanya radiasi dengan panjang
0,4 – 0,7 mikron yang aktif digunakan dalam proses Fotosintesis (Sugito, 1994)
Intensitas cahaya pada siang hari di dataran tinggi di Indonesia (1000 m
dpl) adalah sebesar 50.000 lux. Oleh karena itu untuk memperoleh intensitas
cahaya yang sesuai bagi tanaman gambir pada pembibitan diperlukan naungan
misalnya dengan paranet. Menurut Schmidt, (2002) , paranet berfungsi sebagai
pelindung bibit dari intensitas cahaya matahari, paranet berfungsi juga untuk
melindungi bibit dari curah hujan yang tinggi, angin, suhu yang fluktuatif (Schmidt,
2002).
Prastowo dan Roshetko, (2006) menyatakan bahwa fungsi naungan pada
bibit sewaktu kecil adalah mengatur sinar matahari yang masuk ke pembibitan,
menciptakan iklim mikro yang ideal bagi pertumbuhan awal bibit, menghindarkan
bibit dari sengatan matahari langsung yang dapat membakar daun – daun muda
serta menurunkan suhu tanah di siang hari, memelihara kelembaban tanah,
mengurangi derasnya curahan air hujan dan menghemat penyiraman air.
Pengaruh intensitas cahaya terhadap bibit.
Hasil penelitian pada tanaman anggrek menunjukkan, tanaman yang
mendapat intensitas cahaya 55%, menghasilkan daun terlebar, dan pembentukan
tunas terbaik dibandingkan tanaman yang mendapat perlakuan intensitas cahaya
65% dan 75% (Widiastoety dan Bahar, 1995). Hal ini didukung oleh hasil
15
pada intensitas cahaya 55% memberikan produksi bunga dan lebar daun tertinggi
serta pembentukan tunas terbaik, sedangkan naungan 75% menyebabkan tanaman
menghasilkan panjang tangkai bunga tertinggi.
Pada penelitian yang menggunakan bibit kayu bawang naungan yang
terbaik adalah pada kerapatan 55% memberikan pertumbuhan bibit yang lebih
baik dibanding dengan perlakuan tanpa paranet ,khususnya pada paranet tinggi
dengan diameter tanaman 30,05 cm dan 4,85 cm pada umur 3 bulan di persemaian
(Siahaan dkk , 2007).
Pemberian naungan pada berbagai stadia pertumbuhan pada berbagai
macam varietas tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per
tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, berat 100
biji, dan produksi biji kering. Pemberian naungan 20% memberikan hasil yang
lebih baik apabila diaplikasikan pada awal pengisian polong dibandingkan dengan
awal tanam atau awal berbunga (Herawati dan Saaludin, 1995).
Figa, ( 2007 ) menunjukkan bahwa tanaman pada bibit beringin yang
hidup tanpa naungan tanaman jauh lebih tinggi dari pada tanpa naungan serta
pertumbuhan yang relatif lambat. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
bibit beringin sangat dipengaruhi oleh cahaya.
Firman dan Ruskandi, (1995) menyatakan pengaruh naungan pada
penyambungan tanaman jambu mete menunjukkan bahwa tanaman yang
disambung di bawah paranet menghasilkan persentase tingkat keberhasilan
paling tinggi pada umur 4 bulan setelah penyambungan. Hal ini kemungkinan
disebabkan iklim mikro pada tempat tersebut berada dalam kondisi yang stabil,
16
batang atas.
Hasil penelitian Mansur, ( 2009 ) pengaruh pertumbuhan dan pembuahan
tanaman Vamili terhadap naungan menunjukkan bahwa naungan dengan
kerapatan (65-75) kurang baik untuk semua parameter pertumbuhan
vegetatif.Tingkat naungan terbaik adalah (35-5%) untuk klon 1 maupun klon 2.