• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.5 Mediasi Oleh Pemerintah : Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan

4.5.1 Pembentukan Tim Mediasi

Mengingat banyaknya kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai maka pada tahun 2012 Bupati Serdang Bedagai mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Serdang Bedagai momor 38/100/Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim Mediasi Penanganan Sengketa Tanah Di Kabupaten Serdang Bedagai. Pembentukan tim mediasi tersebut dilakukan karena penanganan kasus-kasus pertanahan secara Non Yustisi (di luar jalur hukum) di Kabupaten Serdang Bedagai sangat diperlukan kesamaan sudut pandang dalam penanganannya. Pemerintah melakukan upaya memfasilitasi pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari solusi penyelesaian konflik dan membentuk tim mediasi. Latar belakang pembentukan tim mediasi tersebut dapat dilihat juga dari pernyataan Ketua Tim Mediasi yaitu Pak Rudy dalam kutipan wawancara penelitian:

Latar belakangnya ya karena adanya beberapa kasus konflik pertanahan antara masyarakat ataupun kelompok tani dengan perusahaan perkebunan swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Konflik ini sudah berlangsung relatif cukup lama tanpa ada penyelesaian karena masyarakat enggan mengajukan gugatan melalui jalur hukum karena merasa tidak mampu melawan perusahaan-perusahaan besar. Selama ini tidak ada jalur yang dianggap tepat untuk mempertemukan pihak masyarakat dan perusahaan melakukan suatu perundingan untuk mencari solusi, oleh karena ini pemerintah kabupaten berinisiatif membentuk tim mediasi yang dimaksudkan dapat memfasilitasi para pihak yang berkonflik dengan harapan dapat dicari solusinya di luar pengadilan”.

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa tujuan utama dibentuknya tim mediasi tersebut adalah untuk memfasilitasi para pihak yang berkonflik dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi secara kekeluargaan. Penyelesaian

konflik di luar ranah hukum memang sangat diperlukan, mengingat masyarakat yang beranggapan bahwa untuk mengajukan kasus ke pengadilan akan memerlukan dana yang cukup besar dan masyarakat merasa tidak mampu untuk melawan perusahaan-perusahaan besar. Atas dasar inilah Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai berinisiatif membentuk tim mediasi penanganan masalah pertanahan sebagai alternatif penyelesaian masalah pertanahan di luar ranah hukum.

Dalam perekrutan anggota tim mediasi, pemerintah mengaku tidak memiliki kriteria khusus dalam perekrutan anggotanya karena anggota tim mediasi diambil berdasarkan tugas dan fungi atau kewenangan instansi-instansi yang terkait. Sekretariat Tim Mediasi Kabupaten Serdang Bedagai berkedudukan di Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Setdakab Serdang Bedagai. Susunan anggota tim mediasi juga sudah tercantum dalam lampiran Surat Keputusan Bupati dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan tersebut. Anggota tim mediasi tersebut melibatkan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun susunan tim mediasi penanganan sengketa tanah di Kabupaten Serdang Bedagai, adalah:

Pembina : 1.Bupati Serdang Bedagai.

2.Wakil Bupati Serdang Bedagai.

Pengarah : Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Ketua : Asisten Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Wakil Ketua I : Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Wakil Ketua II : Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Kabupaten Serdang Bedagai.

Sekretaris : Kepala Bagian Pemerintahan Dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Wakil Sekretaris : Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten

Serdang Bedagai.

Anggota : 1. Ketua Komisi A DPRD Serdang Bedagai.

2. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai.

5. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

7. Unsur Kepolisian Resort Kabupaten Serdang Bedagai.

8. Unsur Kepolisian Resort Kota Tebing Tinggi. 9. Unsur Dandim 0204 Deli Serdang.

10. Unsur Kejaksaan Negeri Sei Rampah.

11. Kepala Subbagian Fasilitasi dan Kerjasama Pada Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

12. Kepala Subbagian Perundang-undangan dan Dokumentasi Pada Bagian Hukum Setdakab Serdang Bedagai.

Staf Sekretariat : Seluruh Staf Bagian Pemerintahan Dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Anggota Tim Mediasi seluruhnya berasal dari Pemerintah Kabupaten yang juga bekerjasama dengan instansi vertikal seperti BPN (Badan Pertanahan Negara), Kejaksaan, Kepolisian, dan Kodim yang keseluruhannya tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) bekerjasama untuk menjadi fasilitator antara pihak yang berkonflik untuk mencari solusi secara musyawarah dan mufakat.

Wawancara yang dilakukan dengan salah satu anggota tim mediasi Pak Hanafi mengatakan bahwa:

“Fungsi dari tim mediasi ini hanya untuk memfasilitasi perundingan atau pertemuan antara pihak yang berkonflik saja, oleh karena itu keterlibatan pihak profesional dalam hal ini dibawa oleh masing-masing pihak yang

berkonflik seperti pengacara, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ataupun tenaga-tenaga teknis pengukur (ahli)”

Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan pihak independen ataupun profesional dalam proses mediasi hanyalah berasal dari pihak yang berkonflik, dalam tim mediasi tidak ada pihak independen dan hanya berasal dari elemen Pemerintah Kabupaten.

Pembentukan tim mediasi tersebut juga bersifat sukarela dan inisiatif dari pemerintah sendiri, hal ini dikarenakan beberapa kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai belum bisa diselesaikan. Selain itu, kedua belah pihak yang berkonflik juga membutuhkan pihak ketiga untuk melakukan pertemuan dalam rangka menyelesaikan permasalahan. Maka dari itu untuk menghindari konflik yang sangat beresiko dan mengancam stabilitas serta kondusifitas pemerintahan, dibentuklah tim mediasi sebagai pihak ketiga yang akan memfasilitasi para pihak yang berkonflik untuk sama-sama berdiskusi dan menemukan titik temu dari permasalahan tersebut.

Berdasarkan mediator ditinjau dari segi power, ruang lingkup, dan jenis negosiator, mediasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu mediasi internal dan mediasi eksternal. Mediasi internal adalah mediasi yang mediatornya berasal dari golongan atau kalangan sejajar dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan mediasi eksternal merupakan mediasi yang mediatornya berasal dari pihak-pihak yang lebih tinggi atau berada di luar ruang lingkup konflik. Menurut analisa penulis, mediasi yang dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai merupakan mediasi eksternal. Hal ini terlihat sangat jelas karena tim mediasi yang

berasal dari jajaran pemerintahan tersebut memiliki status dan jabatan tinggi dalam pemerintahan, sehingga tim mediasi tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kedua belah pihak yang berkonflik.

4.5.2 Tahapan Mediasi

Sebelum memasuki proses mediasi yang akan dilakukan, tim mediasi lebih dulu membuat pertemuan internal dengan seluruh anggota untuk membahas langkah apa yang akan dilakukan pada proses mediasi. Dalam hasil wawancara dengan Ketua Tim Mediasi Kabupaten Serdang Bedagai Bapak Rudy disimpulkan bahwa tahapan yang dilakukan dalam proses mediasi tersebut adalah:

1. Memanggil para pihak yang berkonflik.

2. Mendengarkan kronologis konflik yang disampaikan masing-masing pihak.

3. Meminta para pihak untuk membawa bukti atau saksi.

4. Melakukan sosialisasi tentang hak kepemilikan tanah. 5. Memberikan solusi atau saran bagi pihak yang berkonflik.

Tahapan yang telah disusun oleh tim mediasi tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang terbaik para pihak yang berkonflik nantinya. Tahapan tersebut juga sama seperti yang disampaikan oleh Boulle (1996) yang membagi proses mediasi ke dalam tiga tahapan, yaitu:

1. Tahapan Persiapan

Dalam tahapan ini, para mediator mengadakan pertemuan internal untuk pembagian tugas kemudian melakukan pengumpulan informasi tentang masalah yang akan diangkat dan melakukan pertemuan awal dengan pihak yang berkonflik dengan kesepakatan untuk menempuh mediasi.

2. Tahapan Pertemuan Mediasi

Pada tahap ini, mediator mendengarkan penyampaian masalah dari para pihak lalu mengidentifikasi hal-hal yang disepakati dan melakukan pembahasan masalah-masalah. Pada tahap ini juga akan dilakukan pengambilan keputusan akhir.

3. Tahapan Pasca Mediasi

Pada tahap terakhir setelah proses mediasi berakhir, akan dilakukan pengesahan kesepakatan dan dikenakan sanksi jika melanggar kesepakatan.

4.5.3 Proses Mediasi Oleh Pemerintah

Proses Mediasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai terhadap Masyarakat Desa Penggalian dengan PT. NPK (Nusa Pusaka Kencana) Bahilang hanya terfokus pada mengadakan pertemuan dan diskusi. Pertemuan mediasi yang dilakukan pada kasus tersebut sebanyak 6 (enam) kali dan diadakan di Aula Pangeran Bedagai Kantor Bupati Kabupaten Serdang Bedagai. Strategi yang dilakukan oleh tim mediasi untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan melakukan diskusi dan memberikan kesempatan bagi

pihak yang berkonflik untuk memberikan argumen mereka masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh Pak Rudy selaku ketua tim mediasi pada saat itu:

“Secara bergantian kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk mengurai permasalahan dan mengajukan argumentasi mereka yang disertai dengan bukti-bukti ataupun dokumen pendukung. Kemudian kami selaku tim mediasi meminta BPN (Badan Pertanahan Negara) memberikan tanggapan dan penjelasan atas keterangan-keterangan yang telah disampaikan para pihak yang berkonflik, kemudian secara bergantian anggota tim mediasi dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan saran apabila diperlukan peninjauan lapangan. Kemudian tim membuat suatu kesimpulan sementara dan mengajukan kepada para pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahan ini secara non litigasi.”

Hal ini menunjukkan bahwa tim mediasi menyarankan untuk menyelesaikan masalah ini secara non litigasi atau musyawarah. Dalam proses mediasi yang telah dilakukan, tim mediasi dapat dikatakan telah berhasil meredam konflik yang terjadi hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang tidak lagi menduduki lahan perkebunan sehingga pihak perusahaan tidak terganggu lagi dalam melakukan aktifitas perusahaannya, tetapi tidak berhasil menyelesaikan konflik karena masyarakat masih berusaha untuk mendapatkan lahan yang menurut mereka memang harus dibagikan tersebut.

Hasil dari proses mediasi yang telah dilakukan adalah tim mediasi mendesak BPN (Badan Pertanahan Negara) selaku instansi yang berwenang dan sah diakui oleh negara untuk melakukan pengukuran kembali atas lahan yang dipermasalahkan, dan hasilnya bahwa tanah yang dikelola oleh PT.NPK masih kurang dari luas HGU yang diberikan Pemerintah seluas 1.018, 74 Ha (seribu delapan belas koma tujuh puluh empat hektar) sehingga PT. NPK menganggap bahwa lahan seluas 286, 06 Ha (dua ratus delapan puluh enam koma enak hektar)

yang diklaim oleh kelompok masyarakat tersebut merupakan bukan tanggung jawab mereka. Akan tetapi masyarakat tidak menerima hasil pengukuran tersebut dengan alasan perusahaan telah bekerjasama dengan pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) untuk memanipulasi data hasil pengukuran.

Adapun bagan proses mediasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.2 : Skema Proses Mediasi

PROSES MEDIASI

Pemaparan Laporan Kasus Oleh Tim Mediasi

Pembukaan Oleh Tim Mediasi

Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik

Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik

Sesi Diskusi

Pemaparan Hasil Mediasi Oleh Tim Mediasi

Proses mediasi yang dilakukan sesuai dengan skema di atas dapat dijelaskan sebagai sebagai berikut:

 Pembukaan oleh Tim Mediasi : Pada proses ini, tim mediasi terlebih dahulu membuka forum mediasi secara dan membacakan apa saja yang akan dibahas dalam forum tersebut serta memastikan bahwa kedua belah pihak yang berkonflik sudah hadir di tempat.

 Pemaparan Laporan Kasus oleh Tim Mediasi : Disini tim mediasi akan memaparkan laporan kasus yang akan dibahas pada forum, dalam hal ini Ketua Tim Mediasi bertindak sebagai pemapar dan menjelaskan kembali apa tujuan diadakannya forum mediasi tersebut.

 Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik : Kedua belah pihak yang berkonflik dalam hal ini Masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK diberikan kesempatan untuk menyampaikan kronologi konflik versi mereka masing-masing.

 Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik : Pada tahap ini tim mediasi meminta para pihak yang berkonflik untuk menunjukkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tuntutan mereka. Tim mediasi dalam hal ini juga memeriksa keabsahan bukti yang diberikan oleh para pihak berkonflik.

 Sesi Diskusi : Pada sesi diskusi, tim mediasi memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang berkonflik untuk saling mengajukan pertanyaan terkait konflik yang sedang terjadi. Tim mediasi dalam hal ini

bertindak sebagai penengah dan memberikan solusi apa yang akan diberikan kepada pihak berkonflik.

 Pemaparan Hasil Mediasi : Setelah sesi diskusi berakhir, kemudian tim mediasi membacakan kembali apa saja yang telah dibahas dalam forum kemudian memberikan solusi dari tuntutan pihak yang berkonflik.

Proses mediasi tersebut telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali dan berjalan buntu. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Penggalian, mereka menyampaikan bahwa pada sesi diskusi suasana kerap kali menjadi panas dikarenakan setiap bukti yang mereka tunjukkan selalu disalahkan oleh tim mediasi dan dianggap tidak sah. Oleh karena itu suasana forum mediasi yang seharusnya berjalan tertib dan lancar malah menimbulkan kisruh dan tidak mendapatkan hasil.

Tim Mediasi sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah dituntut untuk bersikap netral dan tidak memihak, selaku tim mediasi mereka merasa sudah bersikap netral dalam melakukan proses mediasi. Hal senada juga disampaikan oleh pihak perusahaan seperti pada kutipan wawancara dengan Pak Supriadi berikut ini:

“Menurut saya tim mediasi sudah bersikap netral, karena tugas mereka memang hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dengan kami. Tim mediasi juga sudah melakukan usaha yang maksimal dan kami memberikan saran jika memang masyarakat merasa dirugikan silahkan mengajukan masalah tersebut ke pengadilan saja.”

Hal yang kontras dan tidak senada malah disampaikan oleh masyarakat Desa Penggalian, mereka merasa bahwa tim mediasi belum bersikap netral karena

terkesan membela pihak perusahaan, seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara dengan Pak Wendi selaku Ketua KTM (kelompok tani menggugat) Kab. Serdang Bedagai :

“Kalau menurut saya mereka kurang netral, karena setiap mereka meminta bukti dari kami seperti pada waktu mediasi tahun 2013 dilakukan di kantor bupati, disitu dihadiri juga anggota dewan, nah kami sudah saling tunjuk-tunjukan peta sebagai bukti malah mereka tidak menerima peta tersebut karena tidak sah katanya.”

Masyarakat juga menganggap bahwa proses mediasi yang dilakukan hasilnya begitu-begitu saja, tidak ada kemajuan sehingga mereka merasa jenuh dan merasa bahwa mediasi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah mereka. Dalam hal ini, menurut analisa penulis tim mediasi memang belum bersikap netral. Tim Mediasi dalam hal ini sudah bertentangan dengan Teori Mediasi Boulle yang mengatakan bahwa mediasi adalah sebuah proses pengambilan keputusan dimana para pihak dibantu oleh mediator, dan mediator berupaya untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka inginkan bersama. Tim mediasi tidak dapat membantu para pihak untuk mencapai hasil yang mereka inginkan bersama karena masyarakat merasa dirugikan akan hasil mediasi tersebut.

Dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Desa Penggalian pada saat penelitian, diketahui bahwa sebenarnya masyarakat sudah tidak menginginkan lagi proses mediasi tersebut dilakukan karena tidak pernah mendapatkan kejelasan tentang tuntutan mereka. Masyarakat Desa Penggalian malah mengharapkan agar pemerintah membentuk Tim Penyelesaian Konflik

Pertanahan saja, dan membubarkan Tim Mediasi Penanganan Sengketa Tanah tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Pak Syahrin:

“Kami sudah merasa sangat jenuh dengan proses ini, tidak ada hasilnya, setiap akhir mediasi pasti merasa hanya berkata “ya, nanti kami usahakan” apanya yang diusahakan, buktinya sampai sekarang kami tidak mendapat jawaban akan tuntutan kami. Saya rasa tim mediasi tersebut lebih baik dibubarkan dan bentuk tim baru yang lebih fokus untuk menyelesaikan konflik pertanahan saja.”

Hal senada juga disampaikan oleh Pak Wendy selaku Ketua Kelompok Tani Menggugat (KTM) Kab.Serdang Bedagai yang mengatakan bahwa:

“Tim mediasi ini sendiri sudah berjalan selama tiga tahun, dan kalau melihat sepak terjangnya memang tidak pernah memberikan solusi. Jadi lebih baik dibubarkan, nah kalaupun berani Pemkab Sergai itu membentuk Tim Penyelesaian Konflik Sengketa Tanah, itu yang kami harapkan. Apalagi sekarang di pemerintah pusat sudah ada Menteri Agraria, kalaulah bersinerji antara Pemkab Sergai dengan pusat kita yakin akan ada win win solution dalam konflik pertanahan tersebut, jadi tidak ada pihak yang dirugikan seperti ini.”

Proses mediasi dapat dikatakan berhasil apabila dapat mengurangi ketegangan antara kedua belah pihak yang berkonflik dan mendamaikan tuntuan pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Untuk mendamaikan tuntutan, tim mediasi sebenarnya membutuhkan keahlian khusus (skill) dalam menemukan strategi yang dapat membuat setiap pihak yang berkonflik mengurangi tuntutannya dan menerima hasil dari proses mediasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun dalam kasus antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK ini, tim mediasi dapat dikatakan tidak berhasil untuk mendamaikan tuntutan masyarakat terhadap PT.NPK, bahkan saran yang diberikan oleh tim mediasi untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan jika masyarakat merasa dirugikan juga terkesan tidak ditanggapi oleh masyarakat.

Menurut analisa penulis tim mediasi tidak berhasil melakukan pendekatan terhadap masyarakat, hal ini merupakan kelemahan dari tim mediasi yang dibentuk oleh pemerintah. Struktur keanggotaan tim mediasi yang telah diatur oleh pemerintah sesuai dengan SK (Surat Keputusan) Bupati Serdang Bedagai tersebut adalah salah satu kelemahan tim mediasi karena dalam struktur pemerintahan suatu jabatan (kedudukan) seseorang tidak dapat diperkirakan masa jabatannya. Pergantian struktur anggota tim mediasi yang kerap kali berubah sesuai dengan perubahan jabatan dari anggotanya, menjadikan aktor-aktor baru tersebut dituntut untuk mempelajari kembali kasus-kasus yang mungkin belum terselesaikan sebelumnya. Hal ini juga yang menjadikan masyarakat merasa bahwa pemerintah terkesan tidak serius untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. 4.5.4 Jenis Mediasi Yang Dilakukan

Lewicki (1999) menggolongkan pelaksanaan mediasi ke dalam tiga jenis yaitu content mediation, issue identification, dan positive framming of the issue.

1. Content Mediation merupakan jenis mediasi yang dilakukan dimana mediator berusaha mengembalikan situasi negosiasi ke dalam tahap tawar-menawar agar negosiator berpeluang kembali mencapai kesepakatan. Mediator hanya berfungsi untuk mengarahkan negosiator untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi itu sendiri sehingga diharapkan akan dicapai kata mufakat.

2. Issue Identification merupakan mediasi yang dijalankan dengan memprioritaskan isu yang akan diselesaikan sehingga kedua pihak sama-sama fokus dalam satu isu dan mencari solusi penyelesaiannya.

3. Positive Framing of The Issue yaitu mediasi yang dilakukan dengan cara memfokuskan pada hasil yang ingin dicapai oleh pihak-pihak negosiator. Dengan memfokuskan hasil maka diharapkan masing-masing pihak memperoleh titik terang dan kesamaan pandangan dalam menyelesaikan masalah sehingga mencapai kesepakatan.

Dari hasil temuan di lapangan melalui hasil wawancara dengan tim mediasi, dapat disimpulkan bahwa proses mediasi yang telah dilakukan antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang adalah Content Mediation, dimana pada jenis mediasi ini fungsi mediator adalah untuk mengarahkan para pihak yang berkonflik untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi yang dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kata mufakat. Hal ini terlihat dari pernyataan Ketua Tim Mediasi yaitu Pak Rudy yang didapatkan dari hasil wawancara:

“Fungsi kami sebagai mediator dalam proses ini memang untuk mendengarkan kembali apa akar permasalahan mereka, seperti yang saya katakan sebelumnya kami hanya sebagai fasilitator yang merngarahkan mereka untuk mencapai kesepakatan secara musyawarah mufakat.”

Hal senada juga disampaikan oleh Pak Chairin selaku Sekretaris Tim Mediasi saat dilakukan wawancara terpisah dengan ketua tim mediasi, mengatakan bahwa:

“Sebagai pihak ketiga atau kita sebut sebagai mediator dalam hal ini kami memang berusaha agar proses mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan yang diperoleh berdasarkan kata mufakat. Jadi kami mendengarkan apa saja yang sebenarnya diinginkan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak berlarut-larut.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa tim mediasi berusaha agar akhir dari proses mediasi tersebut menghasilkan sebuah keputusan

yang sama-sama diinginkan oleh kedua belah pihak berkonflik dan menghasilkan kata mufakat. Tetapi pada kenyataannya, masyarakat masih saja merasa bahwa mereka dirugikan dalam proses mediasi dan belum menghasilkan kata mufakat. Tim Mediasi juga mengatakan bahwa selama proses mediasi dilakukan, ada beberapa kendala yang dialami salah satunya adalah masyarakat yang tidak dapat memberikan bukti otentik. Seperti yang disampaikan oleh anggota tim mediasi, Pak :

“Pada saat proses mediasi dilakukan, kami meminta para pihak untuk menunjukkan bukti mereka masing-masing. Disini kami kewalahan karena masyarakat bersikeras tidak mau mengakui hasil pengukuran tanah yang telah dikeluarkan oleh BPN Sumut, sementara di Indonesia hasil pengukuran tanah yang diakui adalah hasil yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang yaitu Badan Pertanahan Negara jadi kami juga berpegang pada keputusan tersebut.”

Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa hasil dari proses mediasi tersebut memang mengalami kebuntuan dan tidak bisa menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang. Kurangnya kepercayaan masyarakat dengan hasil pengukuran ulang yang dilakukan oleh BPN (Badan Pertanahan Negara) menjadikan permasalahan tersebut berjalan alot tanpa menemukan titik temunya. Karena hal ini juga, pihak perusahaan merasa mediasi sudah tidak perlu lagi dilakukan dan menyarankan jika masyarakat masih merasa dirugikan agar mengajukan kasus tersebut ke pengadilan saja.

Dalam hal ini menurut analisa penulis, tim mediasi oleh pemerintah tidak

Dokumen terkait