• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meditasi dan Manfaatnya Saat Menjelang Kematian

[14/06 2:10 pm] Johan:

Buat sahabat meditasi πŸ™πŸ»

Ceramah dari Sayadaw U Revata tentang Meditasi dan Manfaatnya Saat Menjelang Kematian Buddha mengatakan: β€œTidak ada hal lain yang lebih berbahaya selain daripada pikiran yang tidak terlatih, Saya tidak melihat hal apapun yang lebih bermanfaat selain daripada pikiran yang terlatih.

β€œβ€¦

Bhante Revata mengatakan: Banyak para yogi yang pada praktek meditasinya mengalami banyak kesulitan, dan mereka ingin menyerah saja. (Yogi adalah istilah utk orang yang berlatih meditasi) Kalau kita menghadapi situasi seperti itu, maka kita harus mengingat, Hal yang sulit dilakukan itu adalah sesungguhnya hal yang bermanfaat bagi kita, apa yang mudah dilakukan itu adalah sesungguhnya hal yang tidak bermanfaat bagi kita.

Betapa mudahnya menonton tv, Betapa mudahnya mendengarkan music, apakah anda senang kalau mendengarkan music dan menonton tv ? Itu hal yang mudah sekali dilakukan tetapi tidak membawa manfaat.

Pikiran yang tidak terlatih benar-benar sangat berbahaya sekali.

Bhante akan memberitahu kepada kita seberapa berbahayanya hal tersebut.

Selama anda memfokuskan pikiran anda kepada objek meditasi anda, pikiran anda sangat tidak ingin sekali untuk focus kepada objek tersebut.

Pikiran anda sangat ingin sekali mengembara,ingin mengambil objek ini, ingin mengambil objek itu. Sangat banyak sekali kegiatan-kegiatan, aktivitas-aktivitas dan memori-memori yang muncul di dalam pikiran kita. Apakah anda tahu ? Saat menjelang kematian kita , objek-objek yang

bermunculan itu munculnya secara acak sama seperti sewaktu kita berlatih meditasi, pikiran itu munculnya acak bisa objek ini, bisa objek itu, sangat bervariasi sekali munculnya.

Pada saat kita sedang tidak melakukan sesuatu apapun, jika pada saat itu kita ingin berpikir, biasanya objek apa yang kita pikirkan, Objek yang penuh kesenangan Inderawi/menikmati kesenangan inderawi atau Objek yang baik yang mendatangkan Kusala/manfaat ?

Dapatkah anda memberikan jawabannya ?

Kita lahir dengan nafsu keinginan, kita hidup dengan nafsu keinginan, kita mati dengan nafsu keinginan. Untuk mengejar kesenangan-kesenangan inderawi selama kita hidup. Menginginkan ini, Menginginkan itu, mengharapkan ini, mengharapkan itu, kita menghabiskan banyak waktu dalam hidup kita untuk mengejar kesenangan-kesenangan inderawi tersebut.

Karena alasan-alasan itulah, maka pikiran kita cenderung memikirkan objek-objek kesenangan inderawi. Kesenangan Inderawi itu seperti: melihat objek yang menyenangkan, mendengar objek pendengaran yang menyenangkan, mencium sesuatu bau yang harum, mengecap rasa enak (yang menyenangkan), merasakan sentuhan yang menyenangkan.

Karena alasan-alasan tersebutlah, maka pada saat menjelang kematian kita sangat susah sekali untuk bisa muncul pikiran yang baik. Pada saat kita menjelang kematian, objek apa yang kita ambil akan menentukan tempat tujuan kemana kita akan dilahirkan kembali.

Seperti yang anda ketahui, Betapa susahnya untuk bisa mempertahankan pikiran di objek yang baik/kusala, bahkan hanya untuk 5 menit saja.

Sekarang anda dalam kondisi sehat, kondisi kuat, memiliki pikiran yang mindfull, tetapi pada saat anda menjelang kematian, tubuh bisa menjadi sangat lemah, sangat gampang sakit ,

Bagaimana anda bisa mengambil objek yang anda inginkan di saat menjelang kematian ?

Apakah mudah untuk bisa menentukan objek yang anda inginkan pada saat menjelang kematian ? Tidaklah mudah.

Oleh karena itu, untuk bisa menghadapi kematian kita, kita perlu persiapan, dan persiapan itu adalah dengan melatih pikiran kita.

Tanpa persiapan, itu sangat tidak mungkin dan sangatlah sulit bagi kita menghadapi kematian. Seperti yang anda ketahui, banyak orang yang mempersiapkan kehidupan mereka, tetapi tidak mempersiapkan kematian mereka.

Semenjak kita muda, kita mempersiapkan diri kita dengan mengenyam pendidikan sampai tinggi, apa tujuan kita mengenyam pendidikan sampai tinggi, tidak lain adalah untuk bisa menjalankan kehidupan kita.

Kita berusaha menjadi terpelajar untuk kehidupan kita.

Setelah kita menjadi orang yang berpendidikan, kita mencari uang, menjalankan kehidupan kita, melakukan hal terbaik untuk menjadi apa yang kita mau.

Kita menghabiskan banyak waktu kehidupan kita sampai waktu menjelang kematian, hanya untuk melakukan dan mempersiapkan kehidupan kita.

Bagaimana menurut anda, Ada berapa banyak orang yang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian ?

Sangat sangat sedikit sekali.

Sedangkan apa yang akan anda (Para yogi) lakukan sekarang ini adalah persiapan untuk menghadapi kematian anda.

Hanya dengan berlatih dalam waktu yang sangat singkat, dan berhenti jangka waktu yang sangat panjang , sangat sulit sekali bagi kita untuk melatih pikiran.

Melatih pikiran itu adalah hal yang harus dilakukan sepanjang hidup kita, Apakah kita suka atau tidak suka,Karena pikiran itu akan menentukan ke arah mana dunia kita.

Bhante ulangi sekali lagi, baik anda suka atau anda tidak suka, baik anda ingin melatih atau anda tidak ingin melatihnya, anda memiliki pikiran yang tidak terlatih, anda harus melatihnya dengan berlatih meditasi secara benar.

Seperti Bhante mengutif ucapan Sang Buddha: β€œ Hal yang sulit dilakukan adalah hal yang bisa membawa manfaat bagi diri kita, Hal yang mudah dilakukan itu adalah hal yang tidak membawa

manfaat bagi diri kita. β€œ

Jadi siapakah anda ?

Orang yang suka melakukan hal yang sulit atau Orang yang suka melakukan hal yang mudah? Jadi Coba anda pertimbangkan. Banyak orang yang berpikiran bahwa mereka melakukan hal yang baik bagi kehidupan mereka, tapi sebenarnya itu tidak, sebenarnya mereka bukan melakukan hal yang baik bagi kehidupan mereka.

Jadi jika anda ingin melakukan hal yang baik bagi diri anda, anda harus melakukan hal yang sulit, hal yang memang akan membawa manfaat bagi anda.

Jadi berlatihlah dengan sungguh-sungguh dan dengan rajin.

Semoga anda bisa mengembangkan konsentrasi, Semoga anda bisa menembus dhamma sebagaimana apa adanya, Semoga anda bisa menjadi orang yang memang benar-benar melakukan kebaikan demi dirinya sendiri , semoga anda bisa mengakhiri penderitaan dalam kehidupan sekarang ini juga.

Sadhu sadhu sadhu.

"Mencari Jawaban Keberuntungan"

[15/06 12:31 am] Agus Amat:

Namo Buddhaya Renungan Malam

Saya seorang psikolog yang sering mendengar keluh kesah pasien saya, kadang ada hal-hal lucu, mengharukan, menyedihkan, membahagiakan sampai kisah-kisah menjijikan yang harus saya terima secara profesional.

Saya selalu membuat data setiap sesi pertemuan dengan pasien.

Sebenarnya banyak keluh kesah- saya menyebutnya begini karena tidak ingin mengganti kata tersebut dengan problem, seperti pada umumnya - yang saya hadapi setiap hari dan saya coba terapkan penyelesaiannya dengan teori-teori selama 8 tahun di bangku kuliah hingga meraih gelar master.

Lyla Danielle - bukan nama sesungguhnya, memiliki paras pucat pasi ketika bertemu saya. Rambutnya panjang diikat dan sekeliling matanya dibingkai hitam radius 3 cm sebagai pertanda insomnia parah.

Sebenarnya mayoritas pasien saya memiliki paras yang hampir sama, hanya saja kasus Lyla membekas cukup dalam di hati saya karena sebagai psikolog saya menghadapinya dengan cukup unik dan harus saya tambahkan bahwa saya berhasil menyelesaikannya dengan baik.

2 tahun lamanya Layla dianggap orang sakit jiwa. Ketika berhadapan dengan saya, ia berlutut dan memohon ampun atas dosa yang sedemikian besar, ia berteriak bahwa dirinya menyebabkan 178 orang meninggal dan mukzizat itu bohong belaka.

Sekilas melihat, saya merasa ia tidak dapat saya tangani. Secara ilmu medis, ia membutuhkan bimbingan ahli saraf.

Riwayat hidupnya cukup mencengangkan

Lyla mantan atlit senam yang berprestasi. Lulus S2 dalam bidang ilmu kimia. Orang tuanya tadinya hanya orang miskin yang tinggal gypsy, mengikuti kelompok sirkus dari satu tempat ke tempat lain. Suatu hari ayahnya memutuskan untuk tinggal menetap dan berladang. Ladang gandum mereka panen luar biasa hingga mampu menyekolahkan 3 anak ke Universitas .

Kejadian itu berawal ketika Lyla hendak menuju airport untuk terbang menemui Tom suaminya di luar kota. Ia kesal luar biasa dengan si Junk Food, panggilan sekantor untuk Bobby, supervisornya yang selalu melahap hamburger setiap jam, menyuruhnya foto copy. Ia harus antri karena

mesinnya rusak.

Setelah membuang waktu berharganya, Lyla lari sambil menuntun kopernya mencari taksi kosong. Lagi-lagi tak ada taksi kosong. Ia bertarung diantara para karyawan lainnya yang juga ingin segera

Lyla benar-benar tak ingin tertinggal pesawat, walaupun pesawat berikutnya hanya berjarak 30 menit. Lebih sebal lagi ketika ban taksi yang ditumpanginya pecah dan sejauh mata memandang hanya ada barisan mobil yang tidak bergerak sama sekali alias macet total.

Dengan segenap kekuatan Lyla berlari 15 menit menenteng koper dan akhirnya tiba hingga berhasil naik penerbangan yang dikejarnya

Lyla duduk di sofa sambil terkaget-kaget ketika mendengar berita mengenai pesawat berikutnya yang hampir ia tumpangi mengalami kecelakaan akibat cuaca buruk. Sebenarnya pesawat itu tidak perlu menghadapi cuaca buruk, tetapi karena 1 orang penumpang yang terlambat pada pesawat sebelumnya, pihak pesawat dengan bijaksana memberi dispensasi selama 15 menit untuk menunggu dan penumpang itu adalah Lyla.

Setelah kejadian itu, Lyla terus menyalahkan dirinya. Semua orang berusaha menghibur bahwa itu adalah mukzizat dan harus disyukuri. Tetapi hati Lyla tidak ingin menerima itu. Apabila memang mukzizat mengapa hanya dirinya yang mendapatkannya, sementara 178 orang lainnya bernasib sial.

Apabila itu pertolongan mengapa begitu kejam menghukum 178 dan hanya menolong 1 orang? Pikirannya terus melayang berkecamuk dihantui perasaan bersalah. Ia takut untuk tidur, takut kalau 178 roh gentayangan menuntut tanggung jawabnya, takut keluar rumah kalau-kalau keluarga dari 178 korban menuntut balas.

Ada dua macam pasien yang saya sering kewalahan hadapi. Tipe pertama adalah yang terlalu polos hingga tak mengerti apa yang saya sampaikan serta tipe yang memiliki pendidikan tinggi hingga memiliki semua dalih yang saya kemukakan.

Lyla adalah tipe kedua, ia brilian, cerdas, tangguh dan penuh pembelaan. Kepalanya bagaikan perpustakaan yang menampung seluruh isi dunia.

Kasus Lyla yang cukup unik membuka pandangan saya untuk lebih memacu saya belajar. Suatu hari saya mengajak ngobrol teman putri saya yang berkulit hitam, ia mahasiswa pindahan dari Thailand. "Wah, kamu hebat ya! Saya salut kamu terpilih program pertukaran pelajar ini." "Karma jodoh ini sudah saya punya sejak lama, hari ini kita berkumpul, juga bukan serta merta karena kita harus bertemu." jawab anak itu.

"Apa maksud karma jodoh?"

"Begini," jawabnya diplomatis, "Hari ini saya bertemu anda sebagai sahabat, karena pada kehidupan sebelumnya kita bersahabat. Kalau dahulu saya pernah menyakiti anda, pasti di kehidupan ini anda akan bertemu saya sebagai penjahat, perampok dan lain sebagainya. Kalau kehidupan lalu saya berhutang pada anda, maka pada kehidupan ini kita akan bertemu sebagai pesaing bisnis, musuh dan sebagainya. Penjelasannya logis kan ?"

Saya memang pernah belajar tentang kehidupan lampau, juga tentang filsafat Buddhisme yang mirip dengan ilmu psikologi.

Saya mulai belajar dan memperdalam.

Semakin saya belajar, semakin saya merasa mendapatkan jawaban misteri kehidupan ini.

Saya ajak Lyla mengunjungi suatu tempat meditasi Buddhis dan belajar Buddhisme kepada bhiksu pimpinan tempat tersebut.

Bhiksu itu menjawab dengan mudah keluh kesah Lyla, " Keberuntungannya 2 tahun lalu bukan karena lucky semata, tetapi banyak perbuatan baik yang sering ia lakukan pada kehidupan ini maupun lampau. 178 orang yang meninggal harus mengalami kecelakaan karena memiliki karma kumulatif yang tidak baik, mungkin dahulu Lyla juga ikut melakukannya. Namun karena banyak kebajikan dan penyesalan akan kesalahannya, Lyla selamat dari kecelakaan itu. Bukan karena kekejaman memilih 1 orang selamat lalu mengorbankan 178 lainnya."

"Ada orang yang bersahabat selama 40 tahun, tahun ke 41 ia meninggal dunia karena ditikam sahabatnya sendiri. Ini karena pada hidup lampau ia mengkhianati sahabatnya.

Ada orang yang baru berkenalan 3 bulan langsung berjodoh menjadi suami istri. Ada yang sudah mencari kemana-mana walau paras cantik tetap tidak memiliki pasangan. Ini semua bukan karena kebetulan atau sekedar hibah kepada beberapa orang, kutukan kepada sebagian lainnya,

melainkan diri kita sendiri yang menanam, kemudian menuainya."

"Penyesalan tanpa perbuatan akan percuma, menyesal akan karma buruk yang pernah diperbuat dan melimpahkan kebajikan serta memberikan doa kepada mereka yang telah meninggal dunia akan membawa berkah agar mereka terlahir di alam yang baik."

Jujur saja, saya tercengang dengan jawaban dramatis, jawaban yang mampu menjawab segala keheranan kosmologis dan melampaui mistis, menghilangkan prasangka dan kerabunan non logis. Saya pelajari profil bhiksu tersebut, dengan salut saya acungkan jempol. Usia 13 memasuki

kehidupan biara, menempuh pendidikan SMU dan telah menjalani kebhiksuan selama 20 tahun. Ia tidak memiliki gelar bergengsi apapun, hidup sederhana dan makan seadanya

Intermezo

Majalah Buddhis Indonesia Edisi ke 6 tahun 2005

EMPAT JENIS KUDA DAN EMPAT JENIS

Dokumen terkait