• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penyitaan barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

1. Pengeluaran Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

a. Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh Jurusita

Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh pejabat, dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penaggung pajak.

b. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib pajak/Penanggung

pajak atau aktiva milik perusahaan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita tersebut.

-Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.

-Laporan keuangan wajib pajak (Neraca dan Daftar R/L).

-Laporan Pemeriksaan pajak.

2. Dalam ketentuan sita supaya diikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Sita dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan dilakukan oleh sekurang-kurangnya

2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat, antara lain :

-Warga Negara Indonesia.

-Sudah mencapai usia 21 tahun.

-Dikenal oleh Jurusita Pajak.

-Dapat dipercaya.

b. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :

- Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.

-Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

-Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

c. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

3. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) merupakan pemberitahuan kepada

penanggung pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang penaggung pajak telah berpindah dari penanggung pajak kepada pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan

tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama penanggung pajak, nama dan jenis barang yang disita, dan tempat penyitaan.

4. Penolakan dan tidak hadirnya penanggung pajak/wajib pajak dalam penyitaan

a. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS), Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

b. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun penanggung pajak tidak hadir,

sepanjang salah seorang saksi berasal dari pemerintah daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat kepala kelurahan atau kepala desa (Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

c. Barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada pemerintah daerah

setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita demikian juga dengan barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut.

d. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, Berita

Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tetap sah dan mempunyai

kekuatan mengikat (Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

e. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dapat ditempelkan pada barang

bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang-barang bergerak dan atau tidak bergerak yang disita berada, atau di tempat-tempat umum (Pasal 12 ayat (7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

f. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada ;

-Penanggung Pajak.

-Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar.

-Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk tanah yang kepemilikannya sudah

terdaftar.

-Pemerintah daerah dan Pengadilan negeri setempat, untuk tanah yang

kepemilikannya belum terdaftar.

-Direktorat Jenderal Laut untuk kapal.

5. Kekayaan wajib pajak/penanggung pajak yang dapat disita.

Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat

berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau barang tidak bergerak termasuk tanah dan bangunan (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan. Segel sita memuat sekurang-kurangnya : Kata “disita”, Nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan Larangan untuk memindahtangankan, meminjamkan, ataupun merusak barang yang disita.

Menurut Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000) tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Penyitaan harta kekayaan penanggung pajak ini meliputi :

a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan

dengan cara membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam satu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

b. Penyitaan terhadap uang tunai, dilaksanakan dengan cara menghitung terlebih

dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya sebagai lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita, membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan menempel segel sita dan menitipkannya pada penanggung pajak atau pada bank.

c. Penyitaan terhadap harta berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,

dilaksanakan dengan cara :

- Meminta pemblokiran kepada bank disertai salinan surat paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

- Bank memblokir dan membuat berita acara pemblokiran serta

mengirimkannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

- Jurusita memerintahkan penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada

bank agar memberitahukan saldo kekayaannya kepada Jurusita Pajak.

- Bila Penaggung pajak tidak memberi kuasa, Kepala Kantor Pelayanan Pajak

meminta Menteri Keuangan memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penaggung pajak.

- Setelah saldo diketahui, Jurusita Pajak menyita dan membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS) dan menyampaikan salinannya kepada penanggung pajak dan bank.

- Bila utang pajak belum dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta

pencabutan pemblokiran setelah dikurangi jumlah yang disita.

d. Penyitaan terhadap obligasi, saham yang diperdagangkan di bursa efek,

dilakukan dengan cara :

- Direktur Jenderal Pajak atau jabatan yang ditunjuk meminta secara tertulis

menyebutkan nama dan nomor rekening untuk memblokir dan alasan pemblokiran.

- Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) memerintahkan kustodian

membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan kepada pejabat yang berwenang mendapatkan keterangan dan menyampaikan kepada Dirjen Pajak serta salinannya disampaikan kepada ketua Bapepan dan Penanggung Pajak sebagai pemegang rekening.

- Jurusita Pajak melakukan penyitaan atas efek kepada kustodian, dan

membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Bila penanggung pajak tidak hadir Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)

ditandatangani Jurusita dan saksi-saksi.

- Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada penanggung

pajak dan salinannya kepada Ketua Bapepam dan Kustodian.

- Bila dlunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta pencabutan

- Efek yang disita dijual di bursa efek melalui perantaran pedagang efek

anggota bursa atas permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

e. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksanakan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai

nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita :

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari

penanggung pajak kepada pejabat.

f. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai

nominal atau perkiraan nilai lainnya dari piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak piutang atas nama dari penaggung

pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

g. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya, dilakukan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan rincian jumlah penyertaan modal pada

perusahaan lain.

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat akta persetujuan pengalihan hak penyertaan modal, dan salinannya

disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.

h. Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh kejaksaan atau kepolisian,

- Jurusita Pajak akan menyita barang bukti tersebut bila proses pembuktian telah selesai setelah terlebih dahulu menyampaikan surat paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan bahwa barang tersebut merupakan obyek sita.

- Sebelum obyek sita dikembalikan kepada penanggung pajak, kejaksaan atau

kepolisian memberitahukan kepada pejabat yang menerbitkan surat paksa.

- Walaupun barang yang disita telah dikembalikan kepada penanggung pajak,

penyitaan tetap dilaksanakan.

i. Penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada bank, dilakukan dengan cara :

- Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan

kepada penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita.

- Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, maka

pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada pejabat.

- Setelah saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank

- Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan pimpinan bank yang bersangkutan.

- Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada

penanggung pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.

- Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah

penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

- Dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka

atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh pejabat kepada bank.

- Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan,

penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank ke kas negara atau ke kas daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita.

- Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari berakhir, penanggung pajak

dapat mengajukan permohonan kepada pejabat untuk menggunakan barang sitaan dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

- Pencabutan sita dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan surat

pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat dan tembusannya disampaikan kepada pimpinan bank yang bersangkutan.

6. Barang-barang milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan/tidak boleh disita.

Tidak semua harta kekayaan penanggung pajak dapat disita sebagai jaminan atas pelunasan utang pajaknya, tentunya ada beberapa jenis harta kekayaan wajib pajak yang dikecualikan dari penyitaan menurut undang-undang, yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, meliputi :

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan

penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah.

c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas.

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak

dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

e. Peralatann penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

7. Batas waktu penyitaan

Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 disebutkan bahwa pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.

8. Biaya Penyitaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakannya (KUP) bahwa jumlah biaya penagihan pajak dengan penyitaan yang harus dibayar oleh penanggung pajak adalah sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), dimana hal ini berbeda dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) lama yang hanya mengenakan biaya penyitaan sebesar Rp 75.000.00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Biaya penagihan pajak ini dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSBP).

9. Penyitaan tambahan

Penyitaan tambahan dilaksanakan apabila (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa).

- Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan

pajak dan utang pajak karena penyitaan akan tetap dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

- Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

10.Pencabutan Sita (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa).

a. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau gubernur atau bupati/walikota.

b. Pencabutan sita dilaksanakan berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat.

c. Surat pencabutan sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak dan instansi terkait, diikuti dengan pengembalian barang yang disita kepada penanggung pajak.

E. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan pada Seksi Penagihan Untuk Mengurangi

Dokumen terkait