DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, dkk, 2002. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
Sihaloho, Cyrus, 2003. Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, PT
Raja Grafindo, Jakarta.
Soemitro, Rochmat.H, 1998. Asas Dan Dasar Perpajakan 2, PT Refika Aditama,
Bandung.
Hadi, H.Moeljo, 1994. Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undang, No.19 Tahun 2000. tentang Penagihan Pajak
Peraturan Perundang-Undang, No.28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan
Peraturan Perundang-Undang, No. 17 Tahun 2000, tentang Pajak Penghasilan.
Keputusan Menteri Keuangan No.554/KMK.04/2000, tentang Kriteria wajib pajak patuh yang dapat diberikan pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
Keputusan Menteri Keuangan No.562/2000, tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.
Ilyas, B.Wirawan, dkk, 2007. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Mardiasmo, 2004.Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
34
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTIK
A. GAMBARAN PAJAK SECARA UMUM
1. Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang
dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut Adriani (Waluyo,2002:4), pajak adalah iuran masyarakat kepada kas
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintah.
Menurut Soemitro (Mardiasmo,2004:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbul (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M dan Brock
Horacer (Waluyo,2002:5), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah.bukan akibat pelanggaran hukum namun wajib dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang
langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari
sektor privat kepada sektor publik.Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa
adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.Pertama, berkurangnya
kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan
barang dan jasa.Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
(Wirawan,2007:5) merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya
undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya serta melunasi
segala utang pajaknya dengan menggunakan surat paksa maupun penyitaan. Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus
berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi
Sementara menurut Soemahamidjaja (Wirawan,2007:5), Pajak adalah iuran
wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum. Ia mencantumkan istilah iuran wajib dengan
harapan terpenuhinya ciri pajak bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan
kerjasama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah
“paksaan”. Selanjutnya ia berpendapat terlalu berlebihan kalau khusus mengenai
pajak ditekankan pentingnya unsure paksaan karena dengan mencantumkan unsure
paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran masayarakat untuk melakukan
kewajibannya.
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakannya, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pengertian pajak sekarang ini sudah tidak lagi menggunakan istilah
“iuran wajib” namun sudah beralih dengan menggunakan istilah “kontribusi wajib”
yang lebih menekankan pada unsure partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat
2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2004:2) pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat
diharapkan dapat memberikan fungsi yang besar bagi negara dan kemakmuran
rakyat, yang dalam hal ini fungsi pajak tersebut dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut
pandang yakni sebagai berikut :
a. Fungsi anggaran (budgetair) yaitu Sebagai sumber pendapatan negara. Pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social ekonomi.
c. Fungsi stabilitas yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga
inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak
yang efektif dan efisien.
Namun hal demikian tidaklah mudah diterapkan atau ditanamkan pada setiap
anggota masyarakat.Masyarakat masih menganggap kalau pajak adalah beban dan
bukan kewajiban masyarakat sehingga wajib pajak masih merasa enggan untuk
sedikit dan tentu saja dapat merugikan negara dan sekaligus mengurangi pendapatan
dalam negeri.
3. Jenis-jenis Pajak
Menurut Mardismo (2004:5) pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat
memiliki jenis-jenis yang pembagiannya dapat ditinjau dari tiga segi,antara lain :
- Menurut Golongannya, dapat dibedakan atas :
a. Pajak Langsung, yaitu Pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Menurut sifatnya, dapat dibedakan atas :
a. Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa keadaan
diri wajib pajak
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
- Menurut Lembaga pengelolanya/pemungutnya, dibedakan atas :
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, yang dalam
hal sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan Barang yang tergolong mewah (PPnBM) Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB), dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang dalam
hal ini ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah, yang digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah, yang terdiri atas :
- Pajak Propinsi : Pajak Kenderaan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama
Kenderaan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kenderaan
Bermotor, dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan.
- Pajak Kabupaten : Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian
4. Subyek dan Obyek Pajak
Yang menjadi subyek pajak menurut pajak menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan adalah :
a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
b. Badan yang terdiri dari perseroan terbatas,perseroan komanditer , Perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan,
firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana
pensiun, dan bentuk usaha lainnya.
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
- Pengganti atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,honorarium, komisi, bonus,
- Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
- Laba usaha.
- Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
- Bunga termasuk premium, diskonto, dm imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
- Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis,dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
- Royalty.
- Selisih karena penilaian kembali aktiva.
- Premi asuransi.
Dan lain-lain yang termasuk dalm kategori obyek pajak menurut
B. GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK
1. Dasar-dasar Penagihan Pajak
1. Pengertian Penagihan Pajak
Menurut Soemitro (1998:76), Penagihan pajak adalah perbuatan yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi
ketentuan Undang-Undang Pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak.
Sedangkan menurut Hadi (1992:2), bahwa Penagihan adalah serangkaian
tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, berhubung wajib pajak tidak
melunasi baik sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang berlaku.
Dari defenisi penagihan yang dikemukakan oleh Hadi, terdapat emapat unsur
penagihan,yaitu :
- Serangkaian tindakan
Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkannya surat
teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan permohonan
jadwal waktu,tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang negara.
- Aparatur Direktorat Jenderal Pajak
Yaitu Jurusita Pajak Negara yang telah memenuhi syarat yang telah
ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat dan disumpah lebih
- Wajib pajak tidak melunasi sebagian/seluruh.
Yaitu utang pajak yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan pajak yang meliputi : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
- Menurut Undang-Undang Perpajakan
Yaitu merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Utang Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, utang pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk
sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak atau suratt sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Penaggung Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, penaggung pajak adalah
orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk
wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2000 tantang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa,
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang,
Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
II. Dasar Hukum Penagihan Pajak
a. Undang-Undang No.28 Tahun 2007 pasal 18 menyatakan bahwa Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
b. Undang-Undang No.19 Tahun 200 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
III. Tujuan Penagihan Pajak
Adapun tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah sebagai berikut :
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
- Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Memberikan kepercayaan terhadap wajib pajak untuk melaksanakan hak dan
45
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A. Kepatuhan Wajib Pajak
Wajib pajak digolongkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila
memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut (Keputusan Menteri Keuangan
No.544/KMK.04/2000).
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis
pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.
d. Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia, kecuali
bagi Wajib pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto
dengan mempergunakan norma penghitungan penghasilan neto, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 (dua puluh delapan) Undang-Undang Ketentuan Umum
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat wajar dengan pengecualian
sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal.
Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan
adalah merupakan tujuan dari penagihan pajak, sehingga bagi wajib pajak yang
tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukannya
penagihan pajak terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk
masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik ditingkat kepatuhannya (Hanantha
Bwoga,2005:66).
Dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada
wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
dan peraturan perpajakan yang berlaku maka konsekwensi logis yang diberikan
kepada wajib pajak yang tergolong tidak patuh adalah dengan melaksanakan
penagihan baik berupa tindakan penagihan pasif maupun tindakan penagihan aktif.
B. Mekanisme dan Prosedur Kerja Pelaksanaan Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.
Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum
juga dilunasi oleh wajib pajak yang bersangkutan, maka kepada wajib pajak tersebut
akan dilakukan tindakan penagihan pajak.
Tindakan penagihan pajak terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu :
Adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai
perpanjangantangan dari Direktorat Jenderal Pajak dengan cara dapat melakukan
pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya
yang dilakukan oleh wajib pajak, dan dilakukan melalui Surat Ketetapan Pajak (SKP,
SKPKB, SKPKBT) dan Surat Tagihan Pajak (STP).
Maksud pelaksanaan penagihan pasif ini adalah memberi kesempatan kepada
penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya, hal ini dimaksud untuk
mencegah penagihan pajak dengan surat pajak dan penyitaan. Selanjutnya bilamana
tindakan penagihan pasif ini telah dilakukan, namun wajib pajak belum juga melunsi
utang pajaknya, maka tindakan penagihan pasif akan beralihan ke penagihan aktif.
- Penagihan Aktif
Adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan
Pajak sebagai perpanjangantangan dari Direktorat Jenderal Pajak yang meliputi :
a. Surat Teguran
Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari dari
tanggal jatuh tempo pembayarn, akan diterbitkan Surat Teguran. Namun surat
teguran ini tidak dapat diterbitkan apabila terhadap penanggung pajak telah
disetujui untuk mengangsur taupun menunda pembayaran pajaknya.
b. Surat Paksa
Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal surat
Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan paenagihan pajak
Rp.75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi
dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa ini diberitahukan oleh
Jurusita Pajak.
c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa
diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak juga dilunasi oleh penanggung pajak,
maka Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani
biaya pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sebesar
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).
d. Pelaksanaan Lelang
Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
tindakan penyitaan utang pajak belum juga dilunasi oleh penanggung pajak,
maka akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media massa
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
e. Pelaksanaan Lelang
Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar
belum juga dilunasi oleh penaggung pajak setelah lewat 14 (empat belas) hari
sejak tanggal pengumuman lelang, maka akan segera diadakan pelelangan
Namun dalam Laporan Praktik Lapangan Mandiri (PKLM) ini, lebih
memfokuskan pada penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh
Jurusita Pajak Negara terhadap penanggung pajak yang belum melunasi utang
pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.
C. Jurusita Pajak Negara
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
562/KMK.04.2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Jurusita Pajak, bahwa yang dimaksud dengan Jurusita Pajak adalah
pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus,
pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan. Jurusita
Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri keuangan
untuk penagihan pajak pusat atau gubernur atau bupati/walikota untuk penagihan
pajak daerah. Jurusita Pajak ini berstatus sebagai Pegawai Negeri.
Kedudukan Jurusita Pajak adalah sangat strategis dalam unit organisasi
Direktorat Jenderal Pajak, Jurusita Pajak ini adalah ujung tombak dan benteng
terakhir dalam rangka pengamanan penagihan pajak negara. Berhasil tidaknya tugas
seorang Jurusita Pajak Negara tergantung sepenuhnya pada bobot, keterampilan,
keuletan, kejelian, mental yang dimiliki olehnya, apalagi Jurusita Pajak sepenuhnya
bertugas di lapangan dengan segala persoalan penagihan pajk yang beraneka ragam
coraknya dengan berbagai modus penghindaran dan perlawanan pasif dari para
Mengingat beratnya tugas dan peranan Jurusita Pajak dalam pengamanan
penagihan pajak negara, Maka untuk menjadi seorang Jurusita Pajak tidaklah mudah
dan tidak sembarangan orang melainkan harus dilakukan oleh orang yang
berkompeten sebagai Jurusita Pajak ysng terlebih dahulu harus dibekali dengan
kemampuan sebagai Jurusita Pajak melalui pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak
disamping harus memenuhi syarat-syarat lainnya menurut Peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak
adalah apabila telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Menurut Kepatuhan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04.2000 tentang
Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jursita Pajak).
a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat
dengan itu.
b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.
c. Berbadan sehat.
d. Lulus pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak, dan
e. Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian.
Jurusita Pajak diberhentikan apabila :
a. Meninggal dunia.
b. Pensiun.
d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas.
e. Melakukan perbuatan tercela.
f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak, atau
g. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
Menurut Pasal 4 (empat) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa, Sebelum memangku
jabatan, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau
kepercayaannya oleh Pejabat Kantor Pelayanan Pajak tempat ia bertugas. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan penagihan pajak seorang
Jurusita Pajak harus bekerja secara jujur dan bertanggungjawab serta profesional
dalam mengadakan pendekatan dengan para penanggung pajak.
Tugas dan wewenang serta kewajiban Jurusita Pajak :
- Tugas Jurusita Pajak (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.
2. Memberitahukan Surat Paksa.
3. Jurusita Pajak bertugas melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak
berdasarkan Surat perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
4. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
- Wewenang Jurusita Pajak (Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1. Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari ,
laci, dan tempat-tempat lain untuk menemukan obyek sita di tempat usaha
dan melakukan penyitaan di tempat tinggal penaggung pajak, atau tempat
lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita.
2. Meminta bantuan kepolisian, kejaksaan, Departemen yang membidangi
hukum dan perundang-undangan, Pemerintah daerah setempat, Badan
Pertanahan Nasional (BPN), Pengadilan Negeri (PN), bank atau pihak
lain dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak.
- Kewajiban Jurusita Pajak :
1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.
2. Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
3. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh
Jurusita, saksi-saksi dan penanggung pajak.
4. Menempelkan salina Berita Acara Pekasanaan Sita (BAPS) pada barang
yang disita atau tempat barang yang disita berada dan atau ditempat umum,
kecuali jika barang yang disita sesuai dengan tidak dapat ditempeli salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
5. Menempelkan segel sita pada barang yang disita.
D. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan
Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penyitaan barang-barang milik wajib
pajak/penanggung pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000
tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Dengan Surat Paksa adalah
sebagai berikut :
1. Pengeluaran Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
a. Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang
diterbitkan oleh pejabat, dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka
waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada
penaggung pajak.
b. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib pajak/Penanggung
pajak atau aktiva milik perusahaan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan
dan mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita
tersebut.
-Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.
-Laporan keuangan wajib pajak (Neraca dan Daftar R/L).
-Laporan Pemeriksaan pajak.
2. Dalam ketentuan sita supaya diikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Sita dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan dilakukan oleh sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat, antara lain :
-Warga Negara Indonesia.
-Sudah mencapai usia 21 tahun.
-Dikenal oleh Jurusita Pajak.
-Dapat dipercaya.
b. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :
- Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.
-Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
-Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
c. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
Penanggung Pajak dan saksi-saksi (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2000).
3. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) merupakan pemberitahuan kepada
penanggung pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang penaggung pajak
telah berpindah dari penanggung pajak kepada pejabat. Oleh karena itu, dalam
setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita
tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama penanggung pajak, nama dan jenis
barang yang disita, dan tempat penyitaan.
4. Penolakan dan tidak hadirnya penanggung pajak/wajib pajak dalam penyitaan
a. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS), Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan
tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani
oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)
tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 12 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).
b. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun penanggung pajak tidak hadir,
sepanjang salah seorang saksi berasal dari pemerintah daerah setempat,
sekurang-kurangnya setingkat kepala kelurahan atau kepala desa (Pasal 12
ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).
c. Barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada pemerintah daerah
setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita demikian juga dengan
barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada pemerintah daerah
setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut.
d. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, Berita
Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan
kekuatan mengikat (Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000).
e. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dapat ditempelkan pada barang
bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat
barang-barang bergerak dan atau tidak bergerak yang disita berada, atau di
tempat-tempat umum (Pasal 12 ayat (7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).
f. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada ;
-Penanggung Pajak.
-Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar.
-Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk tanah yang kepemilikannya sudah
terdaftar.
-Pemerintah daerah dan Pengadilan negeri setempat, untuk tanah yang
kepemilikannya belum terdaftar.
-Direktorat Jenderal Laut untuk kapal.
5. Kekayaan wajib pajak/penanggung pajak yang dapat disita.
Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang berada
di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk
yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa barang bergerak
termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, saldo rekening koran,
berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau
barang tidak bergerak termasuk tanah dan bangunan (Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000).
Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. Penempelan
segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan.
Segel sita memuat sekurang-kurangnya : Kata “disita”, Nomor dan tanggal Berita
Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan Larangan untuk memindahtangankan,
meminjamkan, ataupun merusak barang yang disita.
Menurut Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000) tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Penyitaan harta kekayaan penanggung pajak
ini meliputi :
a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan
dengan cara membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang
disita dalam satu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita
(BAPS).
b. Penyitaan terhadap uang tunai, dilaksanakan dengan cara menghitung terlebih
dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya sebagai lampiran Berita
Acara Pelaksanaan Sita, membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan
c. Penyitaan terhadap harta berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,
dilaksanakan dengan cara :
- Meminta pemblokiran kepada bank disertai salinan surat paksa dan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
- Bank memblokir dan membuat berita acara pemblokiran serta
mengirimkannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
- Jurusita memerintahkan penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada
bank agar memberitahukan saldo kekayaannya kepada Jurusita Pajak.
- Bila Penaggung pajak tidak memberi kuasa, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
meminta Menteri Keuangan memerintahkan bank memberitahukan saldo
kekayaan penaggung pajak.
- Setelah saldo diketahui, Jurusita Pajak menyita dan membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS) dan menyampaikan salinannya kepada penanggung
pajak dan bank.
- Bila utang pajak belum dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta
pencabutan pemblokiran setelah dikurangi jumlah yang disita.
d. Penyitaan terhadap obligasi, saham yang diperdagangkan di bursa efek,
dilakukan dengan cara :
- Direktur Jenderal Pajak atau jabatan yang ditunjuk meminta secara tertulis
menyebutkan nama dan nomor rekening untuk memblokir dan alasan
pemblokiran.
- Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) memerintahkan kustodian
membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan
kepada pejabat yang berwenang mendapatkan keterangan dan menyampaikan
kepada Dirjen Pajak serta salinannya disampaikan kepada ketua Bapepan dan
Penanggung Pajak sebagai pemegang rekening.
- Jurusita Pajak melakukan penyitaan atas efek kepada kustodian, dan
membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
- Bila penanggung pajak tidak hadir Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)
ditandatangani Jurusita dan saksi-saksi.
- Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada penanggung
pajak dan salinannya kepada Ketua Bapepam dan Kustodian.
- Bila dlunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta pencabutan
- Efek yang disita dijual di bursa efek melalui perantaran pedagang efek
anggota bursa atas permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
e. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksanakan dengan cara :
- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai
nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam
- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari
penanggung pajak kepada pejabat.
f. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan dengan cara :
- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai
nominal atau perkiraan nilai lainnya dari piutang yang disita dalam suatu
daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak piutang atas nama dari penaggung
pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak
dan pihak yang berkewajiban membayar utang.
g. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya, dilakukan dengan cara :
- Melakukan inventarisasi dan rincian jumlah penyertaan modal pada
perusahaan lain.
- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
- Membuat akta persetujuan pengalihan hak penyertaan modal, dan salinannya
disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.
h. Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh kejaksaan atau kepolisian,
- Jurusita Pajak akan menyita barang bukti tersebut bila proses pembuktian
telah selesai setelah terlebih dahulu menyampaikan surat paksa dengan
dilampiri surat pemberitahuan bahwa barang tersebut merupakan obyek sita.
- Sebelum obyek sita dikembalikan kepada penanggung pajak, kejaksaan atau
kepolisian memberitahukan kepada pejabat yang menerbitkan surat paksa.
- Walaupun barang yang disita telah dikembalikan kepada penanggung pajak,
penyitaan tetap dilaksanakan.
i. Penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada bank, dilakukan dengan cara :
- Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan
kepada penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar
memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut
kepada Jurusita.
- Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, maka
pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk
memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak
yang tersimpan pada bank dimaksud kepada pejabat.
- Setelah saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank
- Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan pimpinan bank yang
bersangkutan.
- Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada
penanggung pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.
- Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
- Dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka
atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh
pejabat kepada bank.
- Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan,
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,
pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan
harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank ke kas negara atau
ke kas daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita.
- Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari berakhir, penanggung pajak
dapat mengajukan permohonan kepada pejabat untuk menggunakan barang
sitaan dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
- Pencabutan sita dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan surat
pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat dan tembusannya disampaikan
6. Barang-barang milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan/tidak
boleh disita.
Tidak semua harta kekayaan penanggung pajak dapat disita sebagai jaminan
atas pelunasan utang pajaknya, tentunya ada beberapa jenis harta kekayaan wajib
pajak yang dikecualikan dari penyitaan menurut undang-undang, yang diatur dalam
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, meliputi :
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan
penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang berada di rumah.
c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas.
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak
dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan
keilmuan.
e. Peralatann penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
7. Batas waktu penyitaan
Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 disebutkan bahwa
pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat
8. Biaya Penyitaan
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakannya (KUP) bahwa jumlah biaya penagihan pajak dengan
penyitaan yang harus dibayar oleh penanggung pajak adalah sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah), dimana hal ini berbeda dengan Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) lama yang hanya mengenakan biaya
penyitaan sebesar Rp 75.000.00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Biaya penagihan
pajak ini dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak (SSBP).
9. Penyitaan tambahan
Penyitaan tambahan dilaksanakan apabila (Pasal 21 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa).
- Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak karena penyitaan akan tetap dilaksanakan sampai
dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak.
- Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak.
10.Pencabutan Sita (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
a. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan pajak
atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau gubernur atau
bupati/walikota.
b. Pencabutan sita dilaksanakan berdasarkan surat pencabutan sita yang
diterbitkan oleh pejabat.
c. Surat pencabutan sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan. Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada
penanggung pajak dan instansi terkait, diikuti dengan pengembalian barang
yang disita kepada penanggung pajak.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA UTARA I KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI
STP Surat Tegoran Surat Paksa SPMP Blokir dan Sita Lelang Pencegahan Penyanderaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 BINJAI Pedesaan WP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal pelunasan Kehutanan WP nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP
nominal pelunasan Pertambangan Migas WP
nominal pelunasan
0 0 0 0 0 0 0 0
2 LANGKAT Pedesaan WP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal
pelunasan -Kehutanan WP
nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP
nominal pelunasan Pertambangan Migas WP
nominal pelunasan
0 0 0 0 0 0 0 0
3 Rekapitulasi Pedesaan WP
KPP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal pelunasan Kehutanan WP nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP
nominal pelunasan Pertambangan Migas WP
nominal pelunasan
0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber Data : Kantor Pe Pelayanan Pajak Pratama Binjai
66 Jumlah
Jumlah
[image:34.610.114.539.182.674.2]Jumlah
Tabel 1 LAPORAN KEGIATAN PENAGIHAN PBB
BULAN MEI TAHUN 2015
Tabel 2
( dalam satuan rupiah )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kotamad Pedesaaan - - - - - -Binjai Perkotaan - - - - - -Perkebunan 795,401,440 - - 795,401,440 - -Kehutanan - - - - -
-Pertambangan Non Migas
- - - - - -Pertambangan Migas 4,762,199,093 - - 4,762,199,093 - -Jumlah 5,557,600,533 - - 5,557,600,533 - -2 Kabupat Pedesaaan - - - - - Langkat Perkotaan - - - - - Perkebunan 21,205,656,078 - 3,249,154,111 17,956,501,967 - -Kehutanan - - - - -
-Pertambangan Non Migas
- - - - - -Pertambangan Migas 77,984,906,096 - - 77,984,906,096 - -Jumlah 99,190,562,174 - 3,249,154,111 95,941,408,063 - -3 Rekapitu Pedesaaan - - - - - KPP Prat Perkotaan - - - - - Binjai Perkebunan 22,001,057,518 - 3,249,154,111 18,751,903,407 - -Kehutanan - - - - -
-Pertambangan Non Migas
- - - - - -Pertambangan Migas 82,747,105,189 - - 82,747,105,189 - -Jumlah 104,748,162,707 - 3,249,154,111 101,499,008,596 - -Ket D D
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG DAN KEGIATAN PENAGIHAN PBB BULAN APRIL 2015
F. Kendala-kendala yang dihadapi Oleh Jurusita Pajak dalam Melaksanakan Penagihan Pajak dengan Penyitaan
Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan penyitaan ini, tentunya juga
tidak luput dariberbagai kendala yang sering dihadapi oleh Jurusita Pajak pada saat
berhadapan dengan para wajib pajak/penanggung pajak di lapangan.
Kendala tersebut dapat berupa :
1. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib
pajak/penanggung pajak.
Pada waktu pelaksanaan penyitaan ada kemungkinan ataupun bahkan
seringkali Jurusita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolehkan masuk ke
dalam rumah wajib pajak/penanggung pajak yang barang-barangnya akan disita.
Sering dijumpai di lapangan bahwa pada saat akan melakukan penyitaan,
Jurusita Pajak hanya diperbolehkan menunggu di dekat pagar rumah, tanpa
dipersilahkan untuk masuk kerumah sekalipun cuaca kurang mendukung.
2. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/penanggung pajak.
Dalam hal ini Jurusita Pajak diizinkan masuk ke dalam rumah tetapi tidak
diperkenankan menyita barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak.
Dalam kondisi seperti ini Jurusita Pajak berupaya memberikan
akan selalu berakhir dengan penjualan barang-barang (lelang), dengan catatan
apabila wajib pajak/penanggung pajak bersedia melunasi utang pajaknya.
Namun bilamana Jurusita Pajak sudah berupaya semaksimal mungkin
memberikan pengertian dan penjelasan mengenai maksud penyitaan tersebut
namun tetap juga mendapat perlawanan atau bahkan mendapat ancaman dari
wajib pajak/penanggung pajak, maka Jurusita Pajak berwewenang melaporkannya
kepada kepolisian dan meminta bantuan aparat kepolisian untuk mengambil
tindakan tegas terhadap wajib pajak/penanggung pajak.
3. Wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita
Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).
Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita
Pajak, para saksi dan wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya yang bertindak
sebagai penyimpanan barang. Apabila wajib pajak/penanggung pajak atau
wakilnya menolak untuk ikut menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita
(BAPS) tersebut maka Jurusita dapat mengambil tindakan sebagai berikut :
- Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat
membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang.
- Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) secara hukum dianggap sah serta tetap
mempunyai kekuatan yang mengikat (Pasal 12 ayat (6) Undang-Undang
4. Kesulitan dalam mengidentifikasi barang-barang wajib pajak/penanggung pajak
yang akan dijadikan sebagai obyek sita.
Pada waktunya melakukan penyitaan, selalu terbentur pada masalah obyek sita,
harta kekayaan wajib pajak/penanggung pajak sudah tidak ditemukan lagi atau
sudah dipindahtangankan sehingga ketika akan dilakukan penyitaan terhadap
barang-barang tersebut wajib pajak/penanggung pajak menolak dengan alasan
barang-barang tersebut sudah bukan miliknya lagi.
Dalam hal ini wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya harus dapat
menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa barang-barang tersebut
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yakni sebagai berikut :
1. Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah
merupakan tujuan utama dari pelaksanaan penagihan pajak, sehingga bagi wajib
pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah akan dilaksanakan
tindakan penagihan pajak seperti yang dilaksanakan oleh seksi penagihan pada
Kantor Pelayanan Pajak Binjai dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta
untuk mengurangi tunggakan pajak pada tahun 2015, yakni sebagai berikut :
a.Penagihan Pasif, dilaksanakan melalui Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Penagihan Aktif , dilaksanakan melalui Surat Teguran, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pelaksanaan Penyitaan,
Pengumuman Lelang, Pelaksanaan Lelang.
2. Dalam melaksanakan tugasnya di lapangan Jurusita Pajak menemui beberapa
kendala yang berskala kecil maupun besar, yang dapat berupa :
- Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak.
- Wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita
Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan
- Kesulitan dalam mengidentifikasi barang-barang wajib pajak yang akan
B. SARAN
1. Dalam menumbuhkan, membina dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratam Binjai agar senantiasa di upayakan melalui
pendekatan-pendekatan persuasif kepada wajib pajak yakni melalui penyuluhan
dan sosialisasi akan pentingnya fungsi dan peranan pajak bagi pembangunan
negara, Sehingga para wajib pajak diharapkan menjadi wajib pajak yang patuh
dan setia membayar pajak secara tepat waktu sehingga dapat terwujud
masyarakat yang sadar dan peduli pajak.
2. Agar bagi wajib pajak yang tergolong kurang patuh/belum memiliki kesadaran
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya tetap dilaksanakan proses hukum
melalui penagihan pasif maupun penagihan aktif, Secara khusus dengan
penyitaan namun tetap berpedoman sesuai dengan prosedur dan mekanisme
penagihan pajak dan senantiasa mengacu pada Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku.
3. Sebagai pelaksana tindakan penagihan pajak yang mempunyai tugas dan peranan
dalam pengamanan pajak negara, maka diharapkan kepada Jurusita pajak agar
meningkatkan kualitas dan profesionalismenya dan bekerja sesuai dengan
prosedur penagihan pajak yang telah ditetapkan. Serta harus konsekwen dalam
melaksanakan penyitaan sekalipun harus mendapatkan perlawanan dari
pajak tetap mendapat perlindungan hukum, jadi tidak perlu ragu-ragu dalam
18 BAB II
GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA BINJAI
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai didirikan pada tanggal 1 April
1994, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 dengan wilayah kerja sebagai berikut:
1. Kotamadya Binjai
2. Kabupaten Langkat
3. Kabupaten Deli Serdang
a. Kec. Labuhan Deli
b. Kec. Sunggal
c. Kec. Pancur Batu
d. Kec. Hamparan Perak
e. Kec. Sibolangit
f. Kec. Kotalimbu
4. Kabupaten Karo
Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama
pelayananan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai
memiliki wilayah kerja yang meliputi 28 kecamatan, antara lain sebagai berikut:
1) Kota Binjai
a. Kec. Binjai Timur
b. Kec. Binjai Kota
c. Kec. Binjai Utara
d. Kec. Binjai Barat
e. Kec. Binjai Selatan
2) Kabupaten Langkat
a. Kec. Pangkalan Susu
b. Kec. Gebang
c. Kec. Hinai
d. Kec. Secanggang
e. Kec. Sawit seberang
f. Kec. Babalan
g. Kec. Sei Lepan
h. Kec. Stabat
i. Kec. Sirapit
j. Kec. Binjai
k. Kec. Besitang
m. Kec. Wampu
n. Kec. Pematang Jaya
o. Kec. Brandan Barat
p. Kec. Kuala
q. Kec. Selesai
r. Kec. Bahorok
s. Kec. Kutambaru
t. Kec. Padang Tualang
u. Kec. Sei Bingai
v. Kec. Batang Serangan
w. Kec. Salapian
B. Rencana Strategis dan Penetapan Perjanjian Kinerja
Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan
di Kantor Pelayanan Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak membuat suatu rencana
strategis DJP tahun 2012 hingga tahun 2014 yang dituangkan dalam sebuah
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-334/PJ/2012 tanggal 23 November
2012 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan dokumen
perencanaan yang berisi visi, misi, nilai tujuan, sasaran, strategi, program dan dicator
kinerja Direktorat Jenderal Pajak untuk periode 3 (tiga) tahun terhitung dari tahun
Secara umum sasaran utama yang ingin diraih Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Binjai adalah mengumpulkan penerimaan negara secara optimal sesuai
target yang dimandatkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yaitu
sebesar Rp.295.610.000.000 dan diusahakan pada tahun 2013 ini penerimaan pajak
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan
serta pertumbuhan realisasi penerimaan pajak meningkat. Selain itu diharapkan agar
tingkat kepuasan atas pelayanan perpajakan dan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak
lebih tinggi serta terjadi peningkatan dalam efektivitas dan efisiensi SDM system
informasi,serta pengelolaan anggaran yang lebih optimal, sasaran-sasaran tersebut
maka akan mendukung tercapainya visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
1.Visi dan Misi DJP
Visi adalah gambaran keadaan organisasi yang ingin di capai di masa datang
yang merupakan arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi.Visi Direktorat
Jenderal Pajak adalah “menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah asia tenggara”.
Visi tersebut merefleksikan citacita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
menjadi suatu institusi yang menyelenggarakan sistem administrasi modern yang
efektif dan efisien. Sehingga mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa
segalaeksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan mampu
selalumemegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemahkan
dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji. Selain itumemiliki kompetensi
di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi,
kewenangan serta norma-norma profesi, etika dan sosial. Sedangkan misi adalah
pernyataan fundamental tentang alasan atas tujuan keberadaan organisasi,
menerangkan mengapa organisasi itu ada, cara yang digunakan atau aktivitas utama
yang di jalankan organisasi untuk melakukan fungsinya. Misi Direktorat Jenderal
pajak adalah “menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat”.
Misi tersebut merupakan suatu pernyataan tujuan keberadaan, tugas, fungsi,
peranan dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak sebagai penghimpun
penerimaan negara di bidang perpajakan.
2. Tujuan
Tujuan adalah pernyataan tentang hasil yang ingin dicapai organisasi dalam
jangka panjang atau menengah dan merupakan penjabaran dari visi dan harus
konsisten dengan misi organisasi. Adapun tujuan dari kantor pelayanan Pajak
Pratama Binjai adalah :
b. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui pengawasan dan penegakan
hukum.
c. Peningkatan efektifitas dan efesiensi organisasi melalui reformasi dan
modernisasi.
d. Penigkatan profesionalisme dan integritas Sumber Daya Manusia.
Keempat tujuan tersebut mengarah pada pencapaian tujuan eksternal dan
internal.Tujuan eksternal mengarahkan segenap perhatian kepada wajib pajak
meliputi peningkatan pelayanan perpajakan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak
melalui pengawasan dan penegak hukum. Sedangkan tujuan internal mengarahkan
kepada pengembangan sumber daya internal DJP meliputi peningkatan
profesionalisme dan integritas sumber daya manusia Pengembangan sumber daya
internal meliputi pengembangan organisasi, proses bisnis,teknologi informasi,
anggaran, dan sumber daya manusia.
3. Sasaran
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan dan merupakan pernyataan tentang
hasil yang ingin dicapai organisasi dalam jangka waktu relatif pendek dan
merupakan tujuan yang bersifat operasional. Sasaran merupakan bagian integrasi
dalam proses perencanaan strategis. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai
dalam periode 1 (satu) tahun.
Dalam rangka mencapai tujuan DJP yang telah ditetapkan, diperlukan
tertentu. Sasaran merupakan tujuan yang bersifat operasional yang memenuhi kriteria
SMART, yaitu :specific (spesifik), measurable (terukur), achievable (dapat dicapai),
relevan (berkaitan), dan time phase (berdasarkan jangka waktu).
Berdasarkan hal tersebut diatas sasaran strategis beserta inisiatif strategis
Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut :
a. Sasaran Strategis 1 yaitu Penataan Struktur Organisasi yang Efektif.
b. Sasaran Strategis 2 yaitu Sistem Manajemen yang Handal.
c. Sasaran Strategis 3 yaitu Peningkatan Kapasitas Lembaga.
4. Kebijakan
Kebijakan merupakan ketentuan yang telah ditetapkan untuk dijadikan
pedoman dari petunjuk dalam pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya
kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran,tujuan,visi,dan misi.
Demi tercapainya tujuan dan sasaran berdasarkan visi dan misi yang telah
ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai telah mengambil
langkah-langkah sebagaimana tertuang dalam kebijakan yang dijadikan pedoman,petunjuk
dan pegangan bagi setiap kegiatan yang dilaksanakan yaitu :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan
b. Mengamankan pencapaian rencana penerimaan pajak
C. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratam Binjai
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di jalan Jambi Nomor
1 Rambung Barat, Binjai Selatan.Kantor pemerintah ini mempunyai kewajiban untuk
memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam
membayar pajak.
KPP Pratam Binjai dikepalai oleh seseorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak
yang terdiri atas Kepala Kantor, Sub Bagian Umum, dan beberapa seksi yang
dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi agar dapat lebih jelas dan
transparan tentang keadaan dari KPP Pratama Binjai. Maka disini, penulis akan
menggambarkan tentang struktur organisasi.
D. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
Struktur organisasi adalah wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama
dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi sangat
penting untuk terlaksana fungsi pengorganisasi dengan baik sebab dengan adanya
srtruktur organisasi akan terlihat jelas tugas dan wewenang dari setiap bagian yang
terdapat dalam hierarki organisasi dan akan memudahkan setiap karyawan untuk
menjalankan untuk dan fungsinya.
Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
adalah sebagai berikut :
Tugasnya adalah mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan,
dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak tidak langsung
lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Tugas :
a. Penerimaan dan penyampaian dokumen di KPP.
b. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Sub bagian umum.
c. Pelaksanaan pelantikan, sumpah dan serah terima jabatan serta
pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
d. Permintaan pengujian kesehatan pegawai.
e. Pembuatan kartu tanda pengenal pemeriksa.
f. Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekanisme langsung kepada
rekanan.
g. Pemusnahan dukumen, pemyusun laporan berkala KPP dan pembuatan
laporan tahunan
h. Penyusunan laporan/daftar relisasi anggaran belanja.
3. Seksi Pelayanan
Tugas:
b. Penatausahaan surat, dokumen dan laporan Wajib Pajak pada Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT).
c. Perubahan identitas Wajib Pajak.
d. Penyelesaian permohonan pengukuhan pengusaha kena pajak.
e. Penerbitan surat teguran penyampaian SPT Masa dan SPT tahunan PPh.
f. Pelaksanaan pemenuhan permintaan kofirmasi dan klarifikasi.
g. Penyelesaian pemindahan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama lama.
4. Seksi Pengolahan Data dan informasi (PDI)
Tugas:
a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi PDI.
b. Penatausahaan alat keterangan.
c. Pembentukan bank data.
d. Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan (SPH) kirim ke Kantor
Pelayanan Pajak lainnya.
e. Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,
perkembangan ekonomi dan keuangan.
f. Penerbitan SPT Bunga Penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat
g. Pembuatan Usulan Pencegahan dan Penyanderaan terhadap wajib pajak
tertentu.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (I.II.III)
Seksi Pengawasan dan Konsultasi atau yang bisa disebut seksi Waskon,
terbentuk setelah kantor pelayanan pajak melakukan modernisasi, dimana pembagian
seksi berorientasi pada fungsi seksi. Fungsi umum dari seksi waskon adalah
melakukan pengawasan dan konsultasi terhadap wajib pajak dalam menjalankan
kewajiban perpajakannya.Pada KPP Pratama Binjai seksi ini dibagi menjadi 3 bagian
yaitu Seksi Waskon I, Waskon II, dan Waskon III. Tugas dari ketiga seksi tersebut
dasarnya sama, yang membedakan hanyalah pembagian wilayah kerjanya. Hal
bertujuan mempermudah dan membantu tugas fungsi KPP Pratama Binjai.
Tugas :
a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi pengawasan
dan konsultasi.
b. Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
c. Penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SMPIB).
d. Penyelesaian permohonan perubahan metode pembukuan.
e. Penetapan wajib pajak patuh.
f. Penyelesaian pemohonan pembetulan ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak
g. Penyesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi PBB di KPP.
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Tugas :
a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan.
b. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian kantor.
c. Penerbitan surat himbauan untuk ber-NPWP.
d. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian lapangan.
e. Penyelesaian permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan
PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonton SBI yang diterima
atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
f. Penyelesaian permohonan penundaan pengambilan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) dan mutasi sebagian atau seluruhnya objek dan
subjek pajak PBB.
g. Penerbitan daftar nominatif untuk usulan Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak (SP3) PSL, Ekstensifikasi dan lain-lain.
7. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Tugas :
b. Penyelesaian usulan pemeriksaan.
c. Penyelesaian usulan pemeriksaan bukti permulaan.
d. Penatausahaan laporan pemeriksa pajak dan nota perhitungan.
e. Pengamatan KPP, pemeriksaan kantor, pemeriksaan lapangan dan
penyelesaian usulan pemeriksaan dan lain-lain.
8. Seksi Penagihan
Tugas :
a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi penagihan.
b. Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak
c. Penyelesaian permohonan penundaan pembayaran pajak.
d. Penagihan pajak seketika dan sekaligus.
e. Penerbitan dan penyampaian surat teguran penagihan
f. Penghapusan piutang Pajak.
g. Penerbitan STP bunga penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat
Keputusan Pencabutan Sita Pemeriksaan kantor.
h. Penyelesaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
E. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2.1
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 51
Perempuan 26
Sumber : KPP Binjai, 2015
2. Berdasarkan Jabatan
Tabel 2.2
Jabatan Jumlah
Kepala Kantor 1
Kasi/Kasubag 1
Fungsional 1
Account Representative 23
Pelaksana 36
3. Bedasarkan Seksi
[image:58.610.108.532.171.497.2]Tabel 2.3
Seksi Jumlah
Subbag Umum 8
Seksi Pelayanan 11
Seksi PDI 9
Seksi Waskon I 6
Seksi Waskon II 10
Seksi Waskon III 10
Seksi Penagihan 5
Seksi Ekstensifikasi 6
Seksi Pemeriksaan 8
Seksi Fungsional 1
Sumber : KPP Binjai 2015
Total seluruh karyawan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai saat
4. Berdasarkan golongan
Tabel 2.4
Golongan Jumlah
IV 4
III 38
II 35
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Sebagai Negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah
menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang
ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat
Indonesia secara adil dan makmur.
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus
dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik materil maupun spiritual Waluyo,(2002:1). Untuk merealisasikan tujuan
tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah
satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan
menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak sehingga
jumlah penerimaan pajak selalu diupayakan untuk meningkat setiap tahun
sejalan dengan peningkatan volume dan dinamika pembangunan itu sendiri.
Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi
kepentingan bersama.
Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu
kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya karena menurut pasal 23A
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-undang”. sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau
membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan upaya
hukum yang bersifat mengikat dan memaksa sesuai dengan ketentuan dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan pemungut pajak, negara Indonesia menganut Self
Assessment System, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang,
sehingga melalui system ini administrasi perpajakan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami
oleh anggota masyarakat sebagai wajib pajak (Cyrus,2003:11).
Ditengah gencarnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk
meningkatkan penerimaan pajak, Yang dalam praktiknya sering kali dijumpai
adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar
pajaknya, sehingga untuk melakukan penagihan pajak ditempuh dengan upaya
hukum yang bersifat mengikat dan memaksa yaitu dengan melakukan tindakan
penagihan aktif berupa penyampaian Surat teguran, Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang
yang akan dilaksanakan menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang
tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya.
Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak
tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat
dikenakan penyitaan atas hartanya.
Penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam
rangka menagih pajak, adanya penyitaan barang memiliki wajib pajak ini
mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti
semula sebab hak kepemilikannya sudah diambil alih oleh negara sebagai
barang sitaan atas utang pajak yang belum dilunasi Soemitro, (1998:93).
Dilihat dari akibat-akibat penagihan pajak dengan surat paksa dan
dengan proses penyitaan yang sangat tidak menyenangkan itu, maka penagihan
pajak dengan penyitaan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang.
Dibutuhkan landasan yuridis khusus yang dapat menjadi landasan hukum bagi
penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan. Adapun landasan yuridis