• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Limbah Pemanenan Kayu Di Lokasi Penebangan IUPHHK-Ha PT. Andalas Merapi Timber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Limbah Pemanenan Kayu Di Lokasi Penebangan IUPHHK-Ha PT. Andalas Merapi Timber"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI

PENEBANGAN IUPHHK-HA

PT. ANDALAS MERAPI TIMBER

Oleh:

WAHYUNI/ 051203003

TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber

Nama Mahasiswa : Wahyuni

NIM : 051203003

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si

NIP : 132 303 841 NIP : 132 259 571 Iwan Risnasari, S.Hut. M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

NIP : 132 287 853

(3)

ABSTRAK

WAHYUNI. Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber (AMT). Dibimbing oleh Bapak Luthfi Hakim dan Ibu Iwan Risnasari.

Tujuan penelitian ini untuk menghitung potensi limbah hasil pemanenan kayu, menghitung faktor eksploitasi, dan optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah. Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT. AMT Kecamatan Sangir, Kebupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat selama 1 bulan pada bulan Maret dan April 2009. Hasil penelitian menunjukkan besarnya Faktor Eksploitasi rata-rata adalah 0,74. Persentase limbah pemanenan kayu terbesar diperoleh dari jenis meranti sepat (Shorea palembanica) yaitu sebesar 21,05 % dan persentase terkecil yaitu diperoleh dari jenis meranti kulit buaya (Shorea platycladus) sebesar 8,48 %. Persentase limbah pemanenan kayu yaitu 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap limbah dari 120 batang, terdapat 54 batang yang berlimbah dan 66 batang tidak berlimbah. Terdapat Faktor penyebab limbah terdiri dari cacat alami sebesar 70,61 %, cacat mekanis sebesar 11,88 %, dan yang disebabkan faktor alam berupa kelerengan yaitu sebesar 17,51 %.

(4)

ABSTRACT

WAHYUNI. Potency of Logging Waste in felling area, Case Study at IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber (AMT). Supervised by Luthfi Hakim and Iwan Risnasari.

The aim of this research was to know potency of logging waste, exploitation factor, and optimalization of logging waste based log dimention. This research was done in IUPHHK-HA PT. AMT Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Provinci Sumatera Barat during 1 month in March 2009. Result of research show that the level of exploitation factor is 0,74. Logging waste precentage biggest from meranti sepat (Shorea palembanica) is 21,05 % and smallest percentage that is from meranti kulit buaya (Shorea platycladus)is 8,84 %. Logging waste percentage that is 45 % from overall of perception to waste from 120 bar, there are 54 bar which have waste and 66 bar do not have waste. Logging waste cause factor consist of natural handicap is 70,61 %, mechanical handicap is 11,88 %, and which caused by natural factor in the from of ramp that is 17,51 %.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Takengon pada tanggal 19 Januari 1987 dari ayah Drs. Syafaruddin Malik dan ibu (Alm) Diana, S.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jeumpa Bireuen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Praktikum Pengantar Inventarisasi Hutan tahun 2008, asisten Praktikum Pengeringan Kayu tahun 2008, asisten Praktikum Mekanika Kayu tahun 2008, dan asisten Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) tahun 2008 dan 2009. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Departemen Kehutanan USU sebagai anggota, Komunitas Pembibitan (KOMBIT) Departemen Kehutanan USU sebagai anggota, interpreter pada interpreter Communitiy-Pendidikan dan Interpretasi Lingkungan dan Alam Sekitar (IC-PILAR).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah limbah pemanenan kayu dengan judul Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah hasil pemanenan kayu di lokasi penebangan, menghitung faktor eksploitasi, dan memprediksi optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan di IUPHHK-HA PT. AMT.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber dan Tropical Forest Trust (TFT) yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2009

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA PT. Andalas Merapi Timber ... 4

Pemanenan Kayu ... 6

Limbah Pemanenan Kayu... 6

Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu ... 9

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pengumpulan Data ... 14

Data Primer ... 14

Data Sekunder ... 14

Pengolahan dan Analisa Data ... 14

Volume Log yang Diharapkan Termanfaatkan ... 15

Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan ... 15

Persentase Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan ... 16

Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan... 16

Faktor Eksploitasi ... 17

Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Kayu Tebangan dan Faktor Eksploitasi ... 18

Limbah Pemanenan Kayu... 20

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter Sortimen ... 23

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Panjang Sortimen ... 24

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter dan panjang Sortimen ... 25

Faktor Penyebab Limbah Pemanenan ... 26

Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. ... Letak

Areal Kerja IUPHHK-HA PT. AMT ... 5 2. ... Juml

ah sampel tiap petak tebangan ... 13 3. ... V

olume log yang diharapkan termanfaatkan dan volume log yang termanfaatkan ... 18 4. ... P

ersentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan berdasarkan jenis ... 21 5. ... P

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. ... Limb

ah pemanenan kayu pada lokasi penebangan ... 22 2. ... S

ebaran diameter sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan ... 24 3. ... S

ebaran panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan ... 25 4. ... S

ebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan ... 26 5. ... L

imbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan ... 27 6. ... L

imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (gerowong) ... 28 7. ... L

imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (mata kayu) ... 28 8. ... L

imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh factor alami (bengkok) ... 28 9. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (banir) .29 10. ... L

imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor mekanis (pecah) ... 29 11. ... P

ersentase limbah pemanen kayu berdasarkan faktor penyebabnya ... 30 12. ... T

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. ... Pe

rsentase Limbah Berdasarkan Jenisnya ... 38 2. ... Fa

ktor Eksploitasi Perjenis ... 38 3. ... Li

mbah Berdasarkan Faktor Penyebabnya... 38 4. ... Li

mbah berdasarkan Faktor Penyebabnya ... 39 5. ... Se

baran Diameter Limbah Pemanenan ... 39 6. ... Se

baran Panjang Limbah Pemanenan ... 40 7. ... Se

baran Panjang dan Diameter Limbah Pemanenan ... 40

8. D

ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti merah)………. ... 40 9. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti merah) ... 41 10. ... Da ta Limbah(meranti merah) ... 41 11. ... Fa

ktor Eksploitasi(meranti merah)... 42 12. ... D

(12)

13. ... D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti cengkawang) ... 44 14. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti cengkawang) ... 44 15. ... Da ta Limbah (meranti cengkawang)... 44 16. ... Fa

ktor Eksploitasi (meranti cengkawang) ... 44 17. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti cengkawang) ... 45 18. ... D

ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti sepat)... 45 19. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti sepat) .... 45 20. ... Da ta Limbah (meranti sepat) ... 46 21. ... Fa

ktor Eksploitasi (meranti sepat) ... 46 22. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti sepat)... 46 23. ... D

ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya) ... 46 24. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya) ... 47 25. ... Da ta Limbah (meranti kulit buaya)... 47 26. ... Fa

ktor Eksploitasi (meranti kulit buaya) ... 47 27. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti kulit buaya) ... 47 28. ... D

ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti batu) ... 48 29. ... D

ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti batu) ... 48 30. ... Da ta Limbah (meranti batu) ... 49 31. ... Fa

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT. Andalas Merapi Timber (AMT) adalah salah satu perusahaan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) berdasarkan akte No. 86 tanggal 26 Desember 1978. Perkembangan selanjutnya PT AMT saat ini sedang menuju pengelolaan hutan secara lestari. Sebagai salah satu indikator pengelolaan hutan secara lestari adalah optimalisasi limbah pemanenan kayu.

Kegiatan pemanenan kayu untuk keperluan industri menghasilkan volume kayu yang lebih kecil bila dibandingkan dengan limbah yang dihasilkan berupa kayu yang tidak termanfaatkan. Sehingga masalah limbah pemanenan kayu perlu mendapat perhatian bagi pengusaha kehutanan. Limbah hasil pemanenan kayu berasal dari petak tebangan dan tempat pengumpulan sementara (TPn). Bahan baku untuk industri perkayuan sudah mulai menipis, sehingga perlu meminimalkan volume limbah pemanenan, yaitu dengan cara melakukan kegiatan pemanenan kayu yang tepat dan cermat dalam hal tenaga kerja, peralatan, cara kerja, organisasi kerja, pengawasan dan pemeliharaan peralatan.

(15)

pemanenan kayu terdapat pada petak tebangan. Upaya pengurangan limbah pemanenan dapat dilakukan dengan memanfaatakan limbah tersebut sebagai komponen bangunan yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia).

Optimalisasi limbah pemanenan kayu merupakan salah satu indikator menuju pengelolaan hutan secara lestari. Hal tersebutlah yang menjadi acuan PT AMT dalam upaya meminimalkan limbah pemanenan kayu sehingga sebisa mungkin dapat mencapai zero waste. Salah satunya adalah optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi limbah pemanenan kayu serta kebijakan optimalisasi pemanfaatan berdasarkan dimensi limbah.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menghitung potensi limbah hasil pemanenan kayu di lokasi penebangan IUPHHK-HA PT. AMT.

2. Menghitung faktor eksploitasi limbah pemanenan kayu.

3. Memprediksi optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah.

Manfaat

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain :

(16)

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan optimalisasi pengelolaan limbah pemanenan IUPHHK-HA PT. AMT untuk kebutuhan lokal.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

PT. Andalas Merapi Timber

PT. AMT mendapatkan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). IUPHHK diperoleh berdasarkan Forest Agreement (FA) dari pemerintah dengan keputusan No. FA/N/024/IV/1980, tanggal 21 April 1980 dan dengan SK Menteri Pertanian dengan No. 624/kts/Um/1980, tanggal 26 Agustus 1980. Luas kawasan PT AMT adalah 118.200 Ha, dengan areal 40.000 Ha terdapat di Muara Timpeh dan 78.200 Ha di Pasaman.

Setelah berakhirnya masa pengusahaan hutan tahap pertama tanggal 28 Agustus 2000, Berdasarkan SK Pembaharuan HPH/IUPHHK PT. AMT perpanjangan pengelolaan hutan tahap ke II oleh Menteri Kehutanan dengan Nomor 82/Kpts-II/2000 tanggal 22 Desember 2000, maka luas areal kerja PT. AMT adalah 28.840 Ha. Seluruh areal kerja berlokasi di Kecamatan Sungai Pagu, Kecamatan Sangir, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kecamatan Sangir Jujutan dan Sangir Batanghari di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat (PT. AMT, 2004).

(18)

Tabel 1. Letak Areal Kerja IUPHHK-HA PT. AMT

No. Deskripsi Keterangan

1. Luas Areal HPH/IUPHHK

28.840 ha (SK Menhut No. 82/Kpts-II/2000)

2. Batas Astronomi :

a. Bujur Timur 101001’ – 101016’ b. Lintang Selatan 01018’ – 01030’ 3. Batas Areal Kerja :

a. Sebelah Utara Hutan Lindung Batang Hari II

b. Sebelah Timur HPT yang dicadangkan untuk penambahan areal kerja PT. AMT (Sei Pemomongan Gadang)

c. Sebelah Selatan Desa Durian Tarung/Lubuk Gadang dan sebagian Hutan Lindung Batang Hari II d. Sebelah Barat Hutan Lindung Batang Hari II

4. Administrasi Pemerintahan

Propinsi Sumatera Barat Kabupaten Solok Selatan

Kecamatan Sangir, Sungai Pagu, Koto parik Gadang Diateh, Sangir Jujutan dan Sangir Batang Hari

5. Administrasi Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Sangir Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Selatan 6. Kelompok Hutan S. Batang Hari – S. Sangir

7. DAS / Sub DAS DAS Sungai Batanghari Hulu – Sungai Batang Sangir

(19)

Pemanenan Kayu

Pemanenan kayu diartikan sebagai proses kegiatan pemindahan hasil hutan berupa kayu dari hutan atau tempat tumbuhnya, menuju pasar atau tempat-tempat pemanfaatannya, sehingga kayu tersebut berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian pada hakikatnya pemanenan kayu adalah suatu proses produksi, dimana kayu bulat (log) merupakan produknya (Nugroho, 1999 dalam Widiyanti, 2005).

Pada kenyataannya, volume kayu yang dimanfaatkan lebih kecil dibandingkan volume kayu yang ditebang, sehingga terdapat banyak kayu yang tidak terangkut di petak tebangan dan di tempat pengunpulan kayu (TPn) berupa limbah (Muhdi, 2003). Menurut McMinn, et al. (1987) bahwa pada kebanyakan operasi penebangan menghasilkan banyak jumlah kayu yang tertinggal pada tempat tebangan. Kegiatan pemotongan tersebut menghasikan sisa kayu yang tidak dapat diperdagangkan lagi. Limbah tersebut menghasilkan sisa sumber daya pada lokasi pemanenan.

Limbah Pemanenan Kayu

Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Sastrodimejo dan Simarmata, 1978 dalam Muhdi, 2006).

(20)

dan sumber kayu lain selama proses pemanenan kayu dan sisa kayu ditinggalkan pada tempat pemanenan kayu. Simarmata dan Haryono (1986) dalam Muhdi (2006) mengartikan limbah pemanenan kayu sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak akibat penebangan dan penyaradan.

Jenis limbah pemanenan meliputi tunggak, bagian atas batang, dan bagian batang yang tidak dapat digunakan (Xu dan Carraway, 2005). Simarmata dan Sinaga (1982) dalam Muhdi (2006) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu meliputi :

a. Bagian tunggak di atas batas yang diperkenankan.

b. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas cabang.

Limbah kayu dari pemanenan kayu dan pada saat pengolahan terbagi menjadi dua sumber yaitu : (a) Limbah kayu dihutan dan (b) Limbah kayu utama yang dihasilkan dari pengolahan (McKeever dan Falk, 2004). Berdasarkan pekerjaannya, Widarmana et al. (1973) dalam Muhdi (2006) membedakan limbah kayu menjadi :

1. Limbah pemanenan (logging waste), yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan kayu.

(21)

Berdasarkan Muhdi (2006) bahwa terjadinya logging waste dibedakan sebagai berikut :

1. Limbah yang terjadi di tempat tebangan (felling area)

Limbah yang terjadi di tempat tebangan biasanya berupa cabang-cabang, ranting-ranting yang berdiameter > 10 cm. Kelebihan tunggak dan tinggi yang dibenarkan (25-50 cm dari permukaan tanah) dan potongan-potongan atau tatal-tatal akibat pembagian batang (bucking).

2. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (log deck)

Limbah yang terjadi di log deck biasanya berbentuk batang yang tidak memenuhi syarat-syarat kayu ekspor baik kualitas maupun ukurannya. Misalnya kayu yang bengkok, pecah, busuk dan sebagainya. Pada sistem pemanenan yang melakukan pembagian batang (bucking) di log deck, limbah yang terjadi berupa batang-batang pendek, yaitu sisa-sisa pembagian batang tersebut.

3. Limbah yang terjadi di log pond

Limbah ini umumnya terjadi pada pemanenan kayu rimba di luar pulau Jawa. Limbah di sini terutama disebabkan karena penolakan kualita oleh pihak pembeli. Kayu-kayu tersebut mungkin disebabkan terlalu lama disimpan di log pond sehingga kayu menjadi pecah-pecah, busuk atau terkena jamur.

(22)

cabang di atas 10 cm, log pond 6,8 % dalam bentuk batang dan log yard 1,9 % dalam bentuk batang.

Lempang, et al. (1995) dalam Muhdi (2006) menjelaskan cara untuk menentukan faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang yang dimulai dari batas tunggak yang diijinkan sampai cabang pertama. Bagian batang yang ditinggalkan adalah bagian batang sampai cabang pertama (bebas cabang) yang karena sesuatu hal akibat pemanenan kayu menjadi limbah.

Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu

Umumnya limbah pemanenan yang dihasilkan melalui proses pemanenan kayu memiliki diameter yang relative besar. Sehingga limbah pemanenan kayu tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006) bahwa dalam pemakaian kayu untuk konstruksi bangunan harus memenuhi syarat mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan : mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai melebihi umur pakainya, serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan pamakainya dalam konstruksi.

(23)

Selain itu disyaratkan kadar air, kerapatan dan sebaginya perlu pula diperhatikan (Abdurachman dan Hadjib, 2006).

Dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat diperkirakan kebutuhan akan bahan chip kayu dan kayu bakar akan sangat mendesak. Mungkin dalam waktu 10 atau 20 tahun mendatang limbah eksploitasi, akibat kecerobohan dan yang tidak terhindarkan, akan memadai untuk diangkut ke tempat-tempat pengolahan atau pusat distribusi. Dengan demikian masalah mengurangi besar limbah eksploitasi menjadi ringan (Suparto, 1999).

Berdasarkan Departemen Kehutanan, Direktoran Jenderal Pengusahaan Hutan Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 Tanggal 6 Oktober 1990, tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan bahwa Kayu limbah pembalakan yang dapat dipungut berbentuk kayu bulat berupa tunggak, bagian batang yang cacat/rusak, bagian batang di atas cabang, cabang dan ranting bersumber dari pohon yang ditebang sesuai perijinan yang sah (RKT) HPH atau IPK) di luar ukuran sortimen kayu bulat untuk pertukangan, kayu serpih dan sortimen khusus lainnya dengan ukuran diameter lebih kecil dari 30 cm (panjang tanpa batasan) atau panjang kurang dari 2 meter (diameter tanpa batasan).

(24)
(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penebangan RKT tahun 2009 IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber, Padang. PT. AMT terletak di daerah Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dimulai pada tanggal 6 Maret 2009 sampai dengan 4 April 2009.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pita ukur dengan ukuran 50 meter yang digunakan untuk mengukur panjang limbah, phiband untuk pengukuran diameter limbah kayu, kompas, kamera, parang, tally sheet, alat-alat tulis dan alat-alat hitung. Sedangkan bahan atau objek penelitian ini adalah tegakan hutan sesudah kegiatan pemanenan serta kayu-kayu hasil penebangan di lokasi tebangan.

Metode Penelitian

(26)

satu bulan penuh dengan asumsi 25 hari kerja efektif, sehingga total sampel yang akan diperoleh dapat mewakili potensi limbah pada lokasi tebangan. Selama batas waktu tersebut data primer yang dikumpulkan berupa pengamatan dan pengukuran pada lokasi penebangan terhadap 4 petak tebangan. Pengamatan dan pengukran dilakukan secara acak terhadap 4 petak tersebut dan dapat ditabulasikan pada Tabel 2

Tabel 2. Jumlah sampel tiap petak tebangan

No. Petak Tebangan Jumlah Kayu Keterangan

1 Petak 55 25 Luas = 92 Ha

2 Petak 56 27 Luas = 83 Ha

3 Petak 73 25 Luas = 100 Ha

4 Petak 74 43 Luas = 97 Ha

Jumlah 120 batang Sumber : data primer penelitian (2009).

(27)

Pengumpulan Data

Data Primer

Data primer didapatkan dengan cara melakukan pencatatan data secara langsung di areal penelitian. Jenis data primer yang dikumpulkan meliputi :

1. Data total volume log yang diharapkan termanfaatkan

2. Data volume log yang tidak termanfaatkan (limbah pemanenan kayu di lokasi penebangan).

Pengukuran data primer meliputi :

1. Pengukuran total volume log yang diharapkan termanfaatkan.

Volume log yang diharapkan termanfaatkan menunjukkan volume log setelah kegiatan penebangan yang masih berada pada lokasi penebangan yang diharapkan dapat termanfaatkan seluruhnya.

2. Pengukuran volume log yang tidak termanfaatkan.

Volume log yang tidak termanfaatkan adalah volume log yang ditinggalkan pada lokasi penebangan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kesalahan cacat alami kayu, cacat mekanis, dan faktor alam yaitu kelerengan. Volume log yang tidak termanfaatkan dapat disebut sebagai limbah pemanenan kayu yang berada pada lokasi penebangan.

Data Sekunder

(28)

geografi, topografi, iklim, variasi, vegetasi dan satwa yang terdapat di dalam hutan, serta kondisi demografi di sekitar wilayah pengusahaan hutan.

Data sekunder lainnya yang juga penting yaitu spesifikasi alat (chainsaw dan alat penyaradan/traktor) yang digunakan selama penelitian pemanenan tersebut dilaksanakan.

Pengolahan dan Analisa Data

Volume log yang diharapkan termanfaatkan

Perhitungan volume log yang diharapkan termanfaatkan pada lokasi penebangan dilakukan dengan menggunakan rumus Brereton (Muhdi, 2006) :

V = ¼ [ { (du + dp )/2 }/100]2 x t

Keterangan : V : Volume (m3)

: 3,14

dp : Diameter Pangkal (cm) du : Diameter Ujung (cm) t : Panjang (m)

Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan

(29)

dengan panjang mulai dari 1,6 m dan lebih besar disesuaikan untuk pemanfaatan log berdasarkan SNI 03-0675-1989 dan SNI 03-2445-1991.

Limbah yang berasal dari cabang, ranting, dan pucuk tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran disebabkan jarang untuk dapat dimanfaatkan. Sehingga dapat memakan waktu dan biaya dalam pengukuran, sedangkan limbah tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan pada saat penelitian adalah limbah yang mungkin untuk dimanfaatkan.

Persentase Limbah Pemanenan kayu di Lokasi Penebangan

Persentase limbah pemanenan kayu adalah perbandingan antara volume limbah pemanenan kayu terhadap volume total pemanenan kayu (volume batang ditambah volume limbah pemanenan kayu). Persentase limbah pemanenan kayu dapat dihitung dengan rumus (Muhdi, 2003) :

% Limbah = 100% 2

1

X V

V

Keterangan :

V1 : Volume limbah pemanenan kayu yang tidak termanfaatkan V2 : Volume total pemanenan kayu yang diharapkan dapat

dimanfaatkan (volume limbah pemanenan + volume log yang diangkut)

Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan

(30)

Faktor Eksploitasi

Menurut Elias (2002) dalam Widiyanti (2005), Faktor Eksploitasi adalah perbandingan volume kayu yang dapat diproduksi dari sebatang pohon yang ditebang dengan volume batang pohon berdiri sampai dengan cabang pertama dari pohon yang sama. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pohon berdiri namun dilakukan pengukuran dimensi terhadap kayu yang sudah ditebang sampai dengan cabang pertama.

Fe = Vph

Vp

Keterangan :

Fe : Faktor Eksploitasi

Vp : Volume kayu yang diproduksi dari pohon yang ditebang sampai dengan TPn (m3)

Vph : Volume batang pohon berdiri sampai dengan cabang pertama (m3)

Pemaafaatan Limbah Pemanenan Kayu

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volume Kayu Tebangan dan Faktor Eksploitasi

Kegiatan penebangan yang baik adalah yang tidak menyisakan limbah pemanenan. Pengukuran terhadap volume kayu tebangan adalah suatu kegiatan untuk dapat memprediksi besaran limbah yang tertinggal di lokasi penebangan. Volume log yang diharapkan termanfaatkan, volume log termanfaatkan, dan faktor eksploitasi dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Volume log yang diharapkan termanfaatkan dan volume log yang termanfaatkan

Meranti Merah

(Shorea leprosula) 186.5 138.2

III-IV III

0.74 2

Meranti Cengkawang

(Shorea parvifolia) 104.15 83.67

III-V III

0.80 3

Meranti Sepat

(Shorea palembanica) 149.52 97.81

III-V IV

0.65 4

Meranti Kulit Buaya

(Shorea platycladus) 63.18 44.73

II II

0.71 5

Meranti Batu

(Hopea mengarawan) 104.63 83.73

II-I II

0.80

Jumlah 607.98 448.14

Sumber : data primer penelitian (2009).

(32)

Rata-rata Fe yang diperoleh adalah 0,74 dengan Fe terbesar diperoleh dari jenis meranti cengkawang dan meranti batu yaitu sebesar 0,80. Sedangkan untuk nilai Fe terkecil diperoleh dari jenis meranti sepat yaitu sebesar 0,65. Berdasarkan Widiyanti (2005) bahwa besarnya nilai Fe menunjukkan melalui sistem pemanenan yang ada seberapa besar kayu yang dapat dimanfaatkan, setelah mempertimbangkan kondisi topografi lapangan. Nilai Fe yang rendah dapat mengindikasikan bahwa semakin banyak volume pohon yang seharusnya termanfaatkan menjadi limbah pemanenan. Semakin tinggi nilai Fe maka akan semakin baik. Karena kondisi ini mengindikasikan semakin minimnya limbah kayu yang dihasilkan.

Hasil nilai Fe yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 0,74 menunjukkan nilai Fe yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Widiyanti (2005) di areal PT. Inanta Timber yaitu sebesar 0,85. Perbedaaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi topografi lapangan. Demikian juga nilai Fe yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Elias (2002) dalam Widiyanti (2005) yang dilakukan di areal PT. Kiani Lestari yaitu sebesar 0,90. Besarnya faktor eksploitasi yang diperoleh pada penelitian tersebut dapat disebabkan oleh kondisi topografi lapangan yang mudah serta sistem pengelolaannya sebagai HPHTI.

(33)

1. Efisiensi pemanenan kayu

Efisiensi pemanenan kayu terutama sekali dipengaruhi oleh sistem dan teknik kegiatan pemanenan kayu. Teknik pemanenan kayu tidak terlepas dari tahapan penebangan yang merupakan komponen dari kegiatan pemanenan kayu, dan tidak terlepas dari kegiatan penentuan arah rebah pohon, pelaksana penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan dan pengangkutan. Teknik penebangan yang baik, yang mengusahakan pembuatan arah rebah yang tepat dan pembuatan teknik rebah yang serendah mungkin dapat meminimalisasi tingkat kerusakan kayu di lokasi penebangan.

2. Kerusakan biologis

Kerusakan biologis merupakan salah satu hal yang paling banyak menimbulkan masalah limbah pemanenan kayu setelah sistem dan teknik pemanenan kayu yang kurang tepat.

Limbah Pemanenan Kayu

Menurut Sastrodimejo dan Simarmata (1978) dalam Muhdi (2006) Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan.

(34)

suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemanenan kayu. Limbah-limbah yang diamati dan diukur pada lokasi penebangan adalah sisa-sisa kayu yang tertinggal pada lokasi penebangan dengan dimensinya dapat dimanfaatkan. Sedangkan untuk limbah dengan ukuran kecil tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran disebabkan sudah tidak dapat termanfaatkan lagi. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Besarnya persentase limbah pada lokasi penebangan dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan berdasarkan

jenis Meranti Kulit Buaya

Meranti Batu

Sumber : data primer penelitian (2009).

(35)

yang lebih baik tersebut dapat disebabkann oleh penerapan RIL pada kegiatan pemanenan kayu pada IUPHHK-HA PT. AMT. Salah satu contoh limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan.

(36)

dan juga berguna untuk mengurangi kegiatan illegal logging pada areal kerja IUPHHK PT. AMT.

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter Sortimen

Hasil pengamatan dan pengukuran sortimen limbah pemanenan pada lokasi penebangan diklasifikasikan berdasarkan kelas diameter limbah. Sebaran sortimen yang paling banyak dengan kelas diameter 41 cm hingga 61 cm yaitu sebanyak 19 sortimen dan persentasenya sebesar 35,19 %, sedangkan kelompok sortimen yang paling sedikit adalah kelas diameter diatas 100 cm dengan jumlah 11 sortimen dan dengan persentasenya sebesar 20,37 %. Jumlah sortimen yang memiliki limbah pemanenan yaitu sebanyak 54 sortimen sedangkan sortimen selebihnya adalah sortimen yang diamati tanpa limbah.

(37)

Gambar 2. Sebaran diameter sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan.

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Panjang Sortimen

Hasil pengamatan dan pengukuran limbah pemanenan kayu pada lokasi penabangan untuk sebaran panjang sortimen. Sebaran sortimen yang paling banyak dengan kelas panjang 1,6 m hingga 2,6 m yaitu sebanyak 27 sortimen dan persentasenya sebesar 50 %, sedangkan kelompok sortimen yang paling sedikit adalah dengan kelas panjang 2,6 m hingga 3,6 m dengan jumlah 9 sortimen dan dengan persentasenya sebesar 16,67 %.

(38)

Gambar 3. Sebaran panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan.

Gambar 3 menunjukkan besarnya persentase sebaran panjang sortimen limbah pemanenan yang terdapat pada lokasi penebangan. Persentase yang paling besar ditunjukkan dengan panjang 1,6 m hingga 2,6 m yaitu sebesar 50 %.

Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter dan Panjang Sortimen

(39)

Gambar 4. Sebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan.

Faktor Penyebab Limbah Pemanenan

Perbedaan persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dipengaruhi beberapa faktor penyebab terjadinya limbah. Menurut Sularso (1996) dalam Muhdi, 2003 ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi besarnya

(40)

Gambar 5. Limbah pada lokasi penebangan yang ditinggalkan karena faktor kelerengan

Hasil penelitian Yudiarto (1997) dalam Widiyanti (2005) juga menyatakan bahwa pada limbah pemanenan terdapat kecenderungan bahwa besarnya limbah pemanenan kayu sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor teknis pelaksanaan metode penebangan dan permintaan pasar. Semakin terampil seorang operator, maka limbah yang ditimbulkan akan semakin kecil, sehingga bagian kayu yang termanfaatkan akan semakin besar. Hal ini sangat menguntungkan karena akan meminimalisasi limbah pemanenan kayu dan peningkatan nilai ekonomis kayu.

(41)

Gambar 6. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (gerowong)

Gambar 7. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (mata kayu)

Gerowong

Mata Kayu

(42)

Gambar 9. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (banir) Cacat mekanis yang terjadi pada limbah pemanenan kayu dapat disebabkan teknik pelaksanaan metode penabangan oleh operator tebang. Cacat mekanis yang terjadi dapat berupa pecah pada log sehingga ditinggalkan pada lokasi penebangan. Gambar limbah yang diakibatkan oleh cacat mekanis berupa pecah dapat dilihat pad Gambar 10

Gambar 10. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor mekanis (pecah).

Banir

(43)

Penyebab yang terakhir terjadinya limbah pemanean pada lokasi penebangan yaitu faktor alam yang disebabkan oleh kemiringan medan. Data yang diperoleh dari PT. AMT mengenai kemiringan medan pada areal kerja PT. AMT menunjukkan bahwa sebagian besar dari areal kerja memiliki kemiringan lereng curam dengan persentase kemiringan antara 25 % sampai 40 % sebesar 57,66 % dari keseluruhan areal kerja PT. AMT. Hal tersebut menunjukkan limbah yang terjadi pada lokasi penebangan disebabkan oleh faktor alam, sehingga sulit untuk menyarad kayu dengan kemiringan medan curam.

Faktor terbesar penyebab terjadinya limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah cacat alami yaitu sebesar 70,61 %, dengan jumlah sortimen yaitu sebanyak 40 sortimen. Kemudian untuk faktor penyebab limbah yang disebabkan oleh faktor alam yaitu sebesar 17,51 %. Sedangkan faktor terkecil penyebab terjadinya limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah cacat mekanis sebesar 11,88 %. Persentase limbah berdasarkan faktor penyebabnya dapat dilihat dari Gambar 11 dan Tabel 5

(44)

Tabel 5. Persentase limbah pemanenan kayu berdasarkan faktor penyebabnya

(45)

Hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan terhadap faktor penyebab terjadinya limbah diperoleh persentase terkecil dari faktor mekanis. PT. AMT telah mulai melaksanakan penerapan RIL (reduce impact logging) Suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak pemanenan kayu terhadap lingkungan (sistem pemanenan kayu ramah lingkungan). Salah satunya yaitu meminimalilsasikan limbah pemanenan kayu. Teknik penebangan dan pembagian batang oleh operator sudah dilaksanakan semaksimal mungkin. Salah satunya yaitu penebangan dengan menyisakan tonggak yang lebih kecil (gambar 12). Pemotongan batang yang dilakukan pada lokasi penebangan adalah memotong batang pada batas cabang pertama untuk meminimalkan limbah pemanenan.

Gambar 12. Tonggak yang ditinggalkan pada lokasi penebangan.

(46)

Limbah pemanenan yang dihasilkan pada lokasi penebangan adalah sebesar 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap 120 batang. Jumlah pohon yang menghasilkan limbah adalah sebesar 54 dan 66 pohon lainnya adalah tidak berlimbah. Hal tersebut menunjukkan banyaknya pohon yang menghasilkan limbah.

Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, dan meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi lokal dan regional. Hal tersebut merupakan arti penting dalam pengelolaan secara lestari.

Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu

Limbah pemanenan kayu yang diperoleh pada lokasi penebangan dapat dimanfaatkan seluruhnya. Berdasarkan Departemen Kehutanan, Direktoran Jenderal Pengusahaan Hutan Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 Tanggal 6 Oktober 1990, tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan bahwa Kayu limbah pembalakan memiliki sortimen khusus lainnya dengan ukuran diameter lebih kecil dari 30 cm (panjang tanpa batasan) atau panjang kurang dari 2 meter (diameter tanpa batasan).

(47)

Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung yang mensyaratkan ukuran panjang minimal yang dapat digunakan adalah 1 meter, maka kayu yang di atas 1 meter atau kurang dari 2 meter masih dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan. Begitu juga dengan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung panjang kayu yang minimal yaitu 0,8 m dapat digunakan.

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah sebesar yaitu 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap limbah dari 120 batang, terdapat 54 batang yang berlimbah dan 66 batang tidak berlimbah. Persentase limbah pemanenan kayu terbesar diperoleh dari jenis meranti sepat yaitu sebesar 21,05 % dan persentase terkecil yaitu diperoleh dari jenis meranti kulit buaya sebesar 8,48 % dengan rata-rata limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan perjenisnya yaitu sebesar 14,84 %. Faktor eksploitasi yang diperoleh untuk limbah pemanenan kayu yaitu sebesar 0,74. Faktor penyebab limbah terdiri dari cacat alami sebesar 70,61 %, cacat mekanis sebesar 11,88 %, dan yang disebabkan factor alam berupa kelerengan yaitu sebesar 17,51 %. Seluruh sortimen limbah yang diperoleh secara keseluruhan dapat dimanfaatkan berdasarkan pada SNI 03-2445-1991 tentang Spesifikasi Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung dan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai limbah pemanenan kayu secara keseluruhan dari mulai kelebihan tunggak, cabang, ranting, dan pucuk untuk dapat diketahui nilai manfaat yang dapat diperoleh.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Hadjib, N., 2006. Pemanfaatan Kayu Rakyat untuk Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148 Budiaman. A., Rawenda, dan Gustian. R., 2005. Limbah Pemanenan di Petak

Tebangan Pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di Pt Inhutani II dan Perum Perhutani KPH Banten. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume 18

McKeever. D. B., Falk. R. H., 2004. Woody Residues and Solid Waste Wood Available for Recovery in the United State, 2002. Fores Product Laboratory. Madison USA

McMinn, J.W., Clark, A., dan Loggins, T. J., 1987. Pre-Harvest Estimations of Logging Residues in Middle Georgia. Research Division Georgia Forestry Commission. Georgia

Muhdi, 2003. Limbah Kayu Akibat Teknik Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura. Jakarta

Muhdi, 2006. Limbah Pemanenan. Karya Tulis Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Muhdi dan Hanafiah. D. S., 2007. Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal di Hutan Alam (Studi Kasus di Areal HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Jakarta

PT. AMT. 2004. Rencana Kerja Karya Tahunan Upaya Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Tahun 2004. Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat

Standar Nasional Indonesia, 1989. Spesifikasi Ukuran Kusen Pintu Kayu, Kusen Jendela Kayu, Daun Pintu Kayu dan Daun Jendela Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung SNI 03-0675-1989.

Standar Nasional Indonesia, 1991. Spesifikasi Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung SNI 03-2445-1991.

Suparto, R. S., 1999. Bunga Rampai Pemanenan Kayu Gagasan, Pemikiran, dan Karya Tulis. IPB Press. Bogor

(50)

& Co Ltd, Natal SUMUT. Skripsi Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Tidak dipublikasikan

(51)
(52)

Lampiran 1. Persentase Limbah Berdasarkan Jenisnya No. Jenis

Volume Log yang diharapkan Termanfaatkan (m3)

Volume Limbah (m3)

Persentase Limbah (m3)

1 MM 186.5 23.37 12.53

2 MCK 104.15 16.92 16.25

3 MSP 149.52 31.47 21.05

4 MKB 63.18 5.36 8.48

5 MB 104.63 16.62 15.88

Jumlah 607.98 93.74 74.19

Lampiran 2. Faktor Eksploitasi Perjenis No. Jenis

Volume Diharapkan Termanfaatkan (Vph) (m3)

Volume Termanfaatkan

(Vp) (m3) Fe

1 MM 186.5 138.2 0.74

2 MCK 104.15 83.67 0.80

3 MSP 149.52 97.81 0.65

4 MKB 63.18 44.73 0.71

5 MB 104.63 83.73 0.80

Lampiran 3. Limbah Berdasarkan Faktor Penyebabnya

No. Jenis Cacat Jumlah Sortimen (batang) Volume (m3) Persentase (%)

1 Cacat Alami 40 66.19 70.61

2 Cacat Mekanis 5 11.14 11.88

3 Faktor Alam 9 16.41 17.51

(53)
(54)

Lampiran 5. Sebaran Diameter Limbah Pemanenan No.

Kelas Diameter

(cm) Jumlah Sortimen (batang) Persentase (%)

1 41 - <61 cm 19 35.19

2 61 - <81cm 12 22.22

3 81 - <101 cm 12 22.22

4 ≥ 101 cm 11 20.37

Jumlah 54 100

Lampiran 6. Sebaran Panjang Limbah Pemanenan

No. Kelas Panjang Jumlah Sortimen (batang) Persentase (%)

1 1.6 - <2.6 m 27 50

2 2.6 - <3.6 cm 9 16.67

3 ≥ 3.6 cm 18 33.33

Jumlah 54 100

Lampiran 7. Sebaran Panjang dan Diameter Limbah Pemanenan

No. Kelas Panjang Kelas Diameter Jumlah Sortimen (batang) Persentase (%)

1 1.6 - <2.6 m 41 - <61 cm 10 18.51

61 - <81cm 6 11.11

81 - <101 cm 7 12.96

≥ 101 cm 4 7.4

2 2.6 - <3.6 cm 41 - <61 cm 3 5.5

61 - <81cm 1 1.8

81 - <101 cm 2 3.7

≥ 101 cm 3 5.5

3 ≥ 3.6 cm 41 - <61 cm 6 11.11

61 - <81cm 5 9.5

81 - <101 cm 3 5.5

≥ 101 cm 4 7.4

(55)

Lampiran 8. Data Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah

(56)

15 6 MM 74 63 68.5 11.2 4.13

16 528 MM 61 52 56.5 17.1 4.29

17 24 MM 70 60 65 11 3.65

18 2750 MM 55 46 50.5 18.2 3.65

19 1187 MM 85 60 72.5 25 10.32

20 1397 MM 58 44 51 21.31 4.35

Jumlah 138.20

Lampiran 10. Data Limbah (meranti merah)

No. No.Pohon Jenis D.Pangkal D.Ujung D.Rata-Rata Panjang (m) Volume (m3)

1 2251 MM 45.5 42 43.75 2.05 0.31

2 4310 MM 71 53.5 62.25 9.8 2.98

3 3782 MM 45.5 41 43.25 4 0.59

4 1655 MM 129.5 83.5 106.5 3.2 2.85

5 8982 MM 51.5 52 51.75 2.08 0.44

6 895 MM 44 42 43 9.58 1.39

7 774 MM 135 104 119.5 1.9 2.13

8 126 MM 84 83 83.5 1.7 0.93

9 310 MM 56 46 51 1.63 0.33

10 183 MM 55 48 51.5 3.15 0.66

11 796 MM 140 104 122 1.6 1.87

12 201 MM 54 58 56 1.7 0.42

13 117 MM 93.5 84.5 89 1.92 1.19

14 1435 MM 60 58 59 2.53 0.69

15 6 MM 85 80 82.5 4.7 2.51

16 528 MM 53 50 51.5 4.1 0.85

17 24 MM 86 75 80.5 1.97 1.00

18 2750 MM 45 43 44 4.9 0.75

19 1187 MM 98 88 93 1.65 1.12

20 1397 MM 45 43 44 2.3 0.35

(57)

Lampiran 11. Faktor Eksploitasi (meranti merah)

No. No.Pohon Jenis Vp Vph Fe

1 2251 MM 3.37 3.55 0.95

2 4310 MM 3.84 8.18 0.47

3 3782 MM 5.92 6.58 0.90

4 1655 MM 9.13 16.21 0.56

5 8982 MM 4.97 5.5 0.90

6 895 MM 3.43 5.41 0.63

7 774 MM 13.82 23.96 0.58

8 126 MM 13.25 14.53 0.91

9 310 MM 6.31 6.41 0.98

10 183 MM 6.00 6.21 0.97

11 796 MM 17.87 27.14 0.66

12 201 MM 7.68 7.85 0.98

13 117 MM 8.79 11.07 0.79

14 1435 MM 3.44 4.14 0.83

15 6 MM 4.13 6.88 0.60

16 528 MM 4.29 5.15 0.83

17 24 MM 3.65 5.47 0.67

18 2750 MM 3.65 4.37 0.84

19 1187 MM 10.32 13.11 0.79

(58)
(59)

Lampiran 13. Data Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah Lampiran 14. Data Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti cengkawang)

Lampiran 15. Data Limbah (meranti cengkawang)

No. No.Pohon Jenis D.Pangkal D.Ujung D.Rata-Rata Panjang (m) Volume (m3)

Lampiran 16. Faktor Ekslpoitasi (meranti cengkawang)

(60)

Lampiran 17. Data Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti

Lampiran 18. Data Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti sepat)

(61)

Lampiran 20. Data Limbah (meranti sepat)

Lampiran 21. Faktor Eksploitasi (meranti sepat)

No. No.Pohon Jenis Vp Vph Fe

(62)

Lampiran 23. Data Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya)

No. No.Pohon Jenis DR.Pangkal DR.Ujung D.Rata-Rata Panjang (m) Volume (m3)

Lampiran 24. Data Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya)

Lampiran 25. Data Limbah (meranti kulit buaya)

No. No.Pohon Jenis D.Pangkal D.Ujung D.Rata-Rata Pajang (m) Volume (m3)

Lampiran 26. Faktor Eksploitasi (meranti kulit buaya)

No. No.Pohon Jenis Vp Vph Fe

1 1326 MKB 5.77 6.07 0.95

2 1323 MKB 5.77 6.41 0.90

3 73 MKB 20.06 37.4 0.54

4 769 MKB 13.13 13.3 0.99

Lampiran 27. Data Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti kulit buaya)

No. No.Pohon Jenis DR.Pangkal DR.Ujung D.Rata-Rata Panjang (m) Volume (m3)

1 907 MKB 62 45 53.5 23.7 5.33

2 474 MKB 58 42 50 21.2 4.16

(63)

Lampiran 28. Data Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah

(64)

Lampiran 30. Data Limbah (meranti batu)

Lampiran 31. Faktor Eksploitasi (meranti batu)

(65)

Lampiran 32. Data Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti batu)

No. No.Pohon Jenis DR.Pangkal DR.Ujung

D.Rata-Rata Panjang Volume

1 1300 MB 74 64 69 23 8.60

2 244 MB 77 70 73.5 19.4 8.23

3 760 MB 90 71 80.5 21 10.69

4 761 MB 65 57 61 23.2 6.78

5 3675 MB 61 46 53.5 23.2 5.22

6 2992 MB 61 43 52 21.5 4.57

7 2409 MB 63 49 56 27 6.65

8 1034 MB 60 48 54 22.7 5.20

9 1578 MB 76 60 68 24 8.72

(66)

Lampiran 33. Peta Rencana Kerja IUPHHK-HA PT. AMT

PETA RENCANA KERJA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER

(67)

Gambar

Tabel 2. Jumlah sampel tiap petak tebangan
Tabel 3. Volume log yang diharapkan termanfaatkan dan volume log yang termanfaatkan
Tabel 4. Persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan berdasarkan jenis
Gambar 1. Limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nakata Rimba (NR) kerusakan terbesar berasal dari intensitas pemanenan tertinggi yaitu 17 pohon/ha dengan kerusakan 35.43% dengan jumlah pohon sebelum pemanenan 748 pohon/ha dan

Budiaman (2000) menyatakan bahwa 43 % dari limbah pemanenan di hutan alam dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lanjutan dan 44 % diantaranya digunakan sebagai bahan

kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; (2) Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm

Penelitian ini bertujuan untuk megindetifikasi jenis-jenis limbah pemanenan kayu, menghitung potensinya, menghitung faktor eksploitasi, dan melihat berpengaruh atau tidak diameter

Penelitian ini bertujuan untuk megindetifikasi jenis-jenis limbah pemanenan kayu, menghitung potensinya, menghitung faktor eksploitasi, dan melihat berpengaruh atau tidak diameter

Semakin banyak limbah kayu yang ditinggalkan atau tidak dimanfaatkan dan dibiarkan membusuk di dalam hutan maka semakin besar emisi karbon yang dihasilkan dari proses

Semakin banyak limbah kayu yang ditinggalkan atau tidak dimanfaatkan dan dibiarkan membusuk di dalam hutan maka semakin besar emisi karbon yang dihasilkan dari proses

Limbah pemanenan kayu adalah bagian dari pohon yang ditebang yang tidak dapat dimanfaatkan karena adanya cacat dan rusak berdiameter kecil serta panjang