• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI LAYSA ASWITAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI LAYSA ASWITAMA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI

DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI

PROVINSI JAMBI

LAYSA ASWITAMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Laysa Aswitama

(4)

ABSTRAK

LAYSA ASWITAMA. Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti, Provinsi Jambi. Dibimbing oleh UJANG SUWARNA.

Limbah pemanenan merupakan bagian pohon yang sebenarnya dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan yaitu bagian batang yang sampai di logpond dan siap dipasarkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Limbah pemanenan Hutan Tanaman pada penelitian ini adalah sebesar 8.71 m3/ha, yang terdiri dari limbah kegiatan penebangan sebesar 5.44 m3/ha, limbah kegiatan penyaradan sebesar 2.48 m3/ha, limbah kegiatan pemuatan sebesar 0.79 m3/ha, serta limbah kegiatan pengangkutan sebesar 0 m3/ha. Persentase limbah kegiatan pemanenan pada Hutan Tanaman adalah 12.66% dari total potensi yang dimanfaatakan yang terdiri dari limbah penebangan sebesar 7.78%, limbah penyaradan sebesar 3.78%, limbah pemuatan sebesar 1.11%, dan limbah pengangkutan sebesar 0%. Besarnya faktor eksploitasi pada kegiatan pemanenan Hutan Tanaman berdasarkan limbah yang dihasilkan adalah sebesar 0.87.

Kata kunci: Hutan Tanaman, limbah pemanenan, faktor ekploitasi

ABSTRACT

LAYSA ASWITAMA. Logging Waste and Exploitation Factor at IUPHHK-HT Wirakarya Sakti Company, Jambi Province. Supervised by Ujang Suwarna.

Logging waste is actually part of the tree that can be used but for various reasons had to be abandoned in the woods. Exploitation factor is the ratio between the shaft which is part of the stem is used up in the logpond and ready to be marketed with the stem which is expected to be utilized. Logging waste in plantation forest in this research was 8.71 m3/ha, which consists of a waste of 5.44 m3/ha logging, skidding waste of 2.48 m3/ha, waste loading activities by 0.79 m3/ha, and waste transportation activities of 0 m3/ha. The percentage of waste in timber harvesting activities were 12.66 % of the total potential is used which consists of cutting waste by 7.78%, 3.78% skidding waste, waste landings amounted to 1.11%, and 0% for the transport of waste. The amount of exploitation factors on timber harvesting activities based on the waste generated is 0.87.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI

DI IUPHHK-HT PT. WIRAKARYA SAKTI

PROVINSI JAMBI

LAYSA ASWITAMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Ekploitasi di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti Provinsi Jambi

Nama : Laysa Aswitama NIM : E14090112

Disetujui oleh

Dr. Ujang Suwarna, S. Hut, M. Sc. F Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK- HT PT. Wirakarya Sakti, Provinsi Jambi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: Mama, Papa, Kakak, dan Adik atas doa, kasih sayang, serta dorongan moral dan material kepada penulis. Dr. Ujang Suwarna, S. Hut, M. Sc. F. selaku pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, arahan, dan nasehat berharga kepada penulis, mulai dari persiapan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. Prof Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS selaku penguji dari Depertemen Hasil Hutan. Segenap pimpinan serta staf PT. Wirakarya Sakti, khususnya Bapak Kishwen, Bapak Juli Purnawan, Bapak Suroto dan Bapak Ngatiran yang telah menyediakan lokasi dan fasilitas serta membantu proses pengumpulan data selama penelitian. Bagus Fatriya Sumaryatno, Agung Sudrajat, Muhammad Ahsan P. Igor, Ahmad Arif Hilman, Cecilya Budiaman, Bunga Mentari, Indri Febriani, Frida Ajeng Bayanti, Dinie Dianita Bakrie, Kristian Edo Zulfamy, dan Hafiz Furqonul Aziz atas Doa dan dukungan selama menjadi sahabat penulis. Seluruh teman-teman di Fakultas Kehutanan IPB khususnya teman-teman Manajemen Hutan angkatan 46 atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan lestari.

Bogor, Desember 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 9

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 5

Bahan 6

Alat 6

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 B

eberapa Hasil Penelitian Limbah Pemanenan Hutan Tanaman 5

2 B

eberapa Hasil Penelitian Limbah Pemanenan Hutan Alam 5 3

Spesifikasi Bahan Baku Serpih 8

4

Karakteristik Petak Contoh Penelitian untuk Kegiatan Penebangan dan

Penyaradan 10

5

Karakteristik Petak Contoh Penelitian untuk Kegiatan Pemuatan dan

Pengangkutan 11

6 P

otensi Limbah Penebangan 11

7

Potensi Limbah Penyaradan 13

8 P

otensi Limbah Pemuatan 14

9 K

etidaksesuaian Hasil Pengukuran 15

10 P

ersentase Limbah Pemanenan Tiap Kegiatan Pemanenan 16

DAFTAR GAMBAR

1 L

imbah Pemanenan pada Kegiatan Penebangan 12

2 P

ersentase Limbah Pemanenan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 P

erhitungan Faktor Eksploitasi Berdasarkan Indeks Tebang, Indeks

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanenan hutan adalah serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lainnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomis dan kebudayaan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan hutan antara lain penebangan, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan. Adapun tujuan dari pemanenan hutan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan kerja serta mengembangkan ekonomi regional.

Kegiatan pemanenan hutan mengakibatkan tingginya limbah kayu yang dihasilkan. Limbah tersebut dapat berupa tunggak, batang bebas cabang, serta limbah akibat pembuatan jalan sarad dan ditempat pengumpulan serta penimbunan kayu. Kesalahan teknis di lapangan merupakan salah satu faktor timbulnya limbah pemanenan. Limbah pemanenan ini biasanya sering diabaikan karena pemanfaatannya dianggap menyulitkan, padahal pemanfaatan limbah dapat memaksimalkan potensi tegakan.

Selain itu, limbah pemanenan kayu juga erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan kayu mutlak diperlukan untuk memberikan informasi tentang besaran faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perusahaan pengusahaan hutan dalam perencanaan target produksi.

Dari hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengukuran potensi limbah pemanenan kayu dan faktor eksploitasi di Hutan Tanaman

Perumusan Masalah

a. Seberapa besar potensi limbah kayu yang terjadi dari kegiatan pemanenan di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti

b. Seberapa besar faktor eksploitasi yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya limbah kayu akibat kegiatan pemanenan hutan di pengusahaan Hutan Tanaman serta menentukan besarnya angka faktor eksploitasi yang terjadi pada Hutan Tanaman.

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai usaha dalam meminimalkan limbah yang terjadi, sebagai usaha pemanfaatan limbah untuk berbagai keperluan dan juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanenan (meningkatkan faktor eksploitasi)

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap pembahasan selanjutnya. Agar pembahasan penelitian lebih terarah maka penulis memberikan batasan permasalahan pada penelitian ini. Adapun batasan masalah tersebut adalah:

1. Pada penelitian ini akan dibahas seberapa besar limbah dan faktor eksploitasi yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan seperrti penebangan, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan.

2. Data-data yang dianalisis adalah data limbah pemanenan dari setiap petak dan dari setiap kegiatan pemanenan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Hasil Hutan

Pemanenan kayu adalah suatu rangkaian kegiatan pemindahan kayu dari hutan ke tempat pengolahan melalui tahapan kegiatan penebangan, penyaradan, pengangkutan, dan pengujian (Conway 1978). Pemanenan hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Adapun tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan kerja dan mengembangkan ekonomi daerah. Dengan pengertian pemanenan hutan tersebut, maka kegiatan pemanenan kayu meliputi penebangan, penyaradan, muat dan bongkar, serta pengangkutan (Rahmat 2007).

Menurut Sukanda (1995) dalam Sari (2009) penebangan merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan dengan menggunakan empat prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan, meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk kayu bulat dari tiap pohon dan tidak menyulitkan kegiatan selanjutnya. Sebelum dilakukan penebangan, perlu dilakukan penentuan arah rebah yang tepat untuk mengatasi kerusakan yang mungkin akan timbul menjadi seminimal mungkin. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu yang sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakaan kerja dapat dihindari serta

(13)

3 dapat menekan terjadinya kerusakan lingkungan. Penyaradan adalah suatu kegiatan untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) yang terletak di pinggir jalan angkutan. Penyaradan merupakan tahap awal dari kegiatan pengangkutan. Tujuan dari kegiatan penyaradan adalah memindahkan kayu dengan cepat dan murah. Pemuatan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu dari tanah ke atas kendaraan angkut yang dilakukan di TPn maupun Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan istilah Major

Transportation.

Pengertian dan Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu

Limbah pemanenan merupakan bagian pohon yang sebenarnya dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah dinyatakan sebagai persen antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Sastrodimedjo dan Simarmata 1981).

Matangaran et al. (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan.

Hidayat (2000) menggolongkan limbah berdasarkan pada bentuk, pengerjaan kayu, dan tempat terjadi. Limbah yang berdasarkan pada bentuk antara lain berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun dari segi teknis memungkinkan, berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor, berupa sisa bagian pohon yakni dahan, ranting, maupun tunggak, berupa sisa bagian produksi atau akibat proses produksi. Limbah berdasarkan pengerjaan kayu antara lain limbah pemanenan dan limbah pengolahan kayu. Limbah berdasarkan tempat terjadi antara lain limbah yang terjadi di tempat penebangan, limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (TPn), dan limbah yang terjadi di tempat penimbunan kayu (TPK).

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah

Menurut Lembaga Penelitian Hasil Hutan (1980) dalam Puspitasari (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya limbah pemanenan hutan adalah teknik dan peralatan eksploitasi yang kurang tepat, manajemen pengusahaan hutan yang masih lemah, kesadaran dan keterampilan pelaksana yang masih perlu ditingkatkan dalam semua proses yang berhubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan, pengawasan yang masih perlu ditingkatkan.

Menurut Hidayat dan Hendalastuti (1999), limbah pemanenan kayu dipengaruhi secara nyata oleh adanya perbedaan kelas diameter. Sementara itu menurut Lim (1992) dalam Morizon (2013), terdapat hubungan yang sangat nyata

(14)

4

antara luas bidang dasar pohon yang ditebang dengan volume limbah yang terjadi. Semakin besar luas bidang dasar pohon yang ditebang maka semakin besar volume limbah yang dihasilkan.

Menurut Direktorat Pengolahan Hasil Hutan (1989) dalam Sari (2009) limbah pemanenan kayu terjadi karena kesalahan teknis, yaitu menebang terlalu tinggi sehingga menghasilkan limbah tunggak yang besar, pembagian batang pada umumnya disesuaikan dengan jenis dan kapasitas alat angkut bukan pada sortimen yang dibutuhkan industri, pohon-pohon yang rusak sebagai akibat penebangan dan penyaradan.

Potensi Limbah Pemanenan

Beberapa hasil penelitian mengenai limbah pemanenan pada pengusahaan Hutan Tanaman dan Hutan Alam menyebutkan besarnya limbah pemanenan yang terjadi. Untuk hasil penelitian limbah pemanenan Hutan Tanaman disajikan pada Tabel 1 dan hasil penelitian limbah pemanenan Hutan Alam disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Beberapa hasil penelitian limbah pemanenan Hutan Tanaman

Hutan Tanaman

Lokasi; Peneliti; Tahun Potensi Limbah (m3/ha) Faktor Eksploitasi

Kalsel; Hidayat & Hendalastuti;

1999 31.96 0.71

PT. INHUTANI II, Pulau Laut,

Kalsel; Rawenda 2004 27.45 −

IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada, Sumsel; Puspitasari; 2005

24.09 0.88

BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, PT. Perhutani Unit III, Jawa Barat; Fadhli; 2009

18.40 −

Tabel 2 Beberapa hasil penelitian limbah pemanenan Hutan Alam

Hutan Alam

Lokasi; Peneliti; Tahun Potensi Limbah (m3/ha) Faktor Eksploitasi

PT. Austral Byna Muara Teweh,

Kalteng; Butar-butar; 1991 114.30 −

PT. Narkata Rimba, Kaltim; Sukanda;

1995 84.46 −

PT. Salaki Summa; Partiani; 2010 34.5 0.75

PT. Indexim Utama, Kalteng;

Purnamasari; 2012 30.5 0.74

IUPHHK-HA PT. Diamond Raya

Timber, Riau; Morizon; 2013 Manual: 7.81

Mekanis: 19.75

Manual: 0.83 Mekanis: 0.71

(15)

5 Faktor Eklploitasi

Faktor Eksploitasi (FE) merupakan perbandingan antara banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standing

stock- nya yaitu sebesar 0.7 dan dimasukan dalam penentuan target produksi

(Matangaran et al. 2000). Menurut Dulsalam (1988), faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan yaitu bagian batang yang sampai di logpond dan siap dipasarkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Adapun bagian yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah dari batas tinggi tunggak yang diijinkan (1/3 dbh) untuk pohon yang tidak berbanir dan untuk pohon yang berbanir adalah setinggi banirnya sampai cabang pertama. Semakin besar faktor eksploitasi maka semakin besar target produksi tahunannya.

Secara garis besar faktor eksploitasi dipengaruhi oleh kondisi medan dan tegakan, teknik eksploitasi, orientasi pemanfaatan kayu, dan jenis kayu. Pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah eksploitasi. Semakin besar limbah eksploitasi yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah eksploitasi yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan (Dulsalam 1995).

Menurut Dulsalam dan Simarmata (1985) dalam Morizon (2013), kelas diameter menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap besarnya faktor eksploitasi. Semakin besar diameter batang maka semakin besar limbah pemanenan kayu, sehingga faktor eksploitasi semakin kecil.

METODE

Penentuan petak contoh dilakukan dengan mengikuti kegiatan yang berlangsung di lapangan. Petak contoh yang dipilih adalah dua petak tebang. Pengukuran limbah pemanenan pada kegiatan penebangan dan penyaradan dilakukan pada petak contoh yang dipilih secara purposive dengan membuat 6 petak contoh berukuran 25x25 m pada setiap petak tebang, untuk limbah pemuatan dan limbah pengangkutan dilakukan pada TPn terpilih.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi:

1. Data volume limbah yang terdiri dari:

a. Limbah penebangan yang meliputi limbah tunggak dan limbah batang kayu (sortimen). Limbah tunggak yaitu tunggak yang tingginya > 10 cm. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, serta tinggi kelebihan tunggak. Limbah batang kayu (sortimen) yaitu kayu berdiamter ≥ 6 cm dan panjang ≤ 2.6 m yang berserakan di petak tebang, kayu diluar tumpukan, kayu rusak (retak, pecah, atau terbelah). Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, serta panjang sortimen.

(16)

6

b. Limbah penyaradan yaitu limbah yang terjadi akibat kegiatan penyaradan (memindahkan kayu dari petak tebang ke TPn), terdiri dari batang (sortimen) yang berserakan pada jalur sarad dan sortimen yang masih berada di tumpukan tetapi tidak ikut disarad ke TPn. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, serta panjang sortimen.

c. Limbah pemuatan yaitu limbah yang terjadi di TPn akibat dari kegiatan pemuatan kayu ke alat angkut. Teknis pengukuran dengan menghitung jumlah sortimen kayu yang ditinggalkan di TPn setelah kegiatan pemuatan.

d. Limbah pengangkutan yaitu limbah yang terjadi akibat kegiatan pengangkutan berupa sortimen yang jatuh di sepanjang jalan angkutan. Teknis pengukurannya dengan menghitung volume sortimen pada alat angkut sebelum berangkat menuju TPK/ pabrik dan menghimpun data volume sortimen yang sampai di pabrik dengan alat angkut yang sama dari TPn asal.

2. Data untuk penentuan faktor eksploitasi diperoleh dari data volume pohon yang dapat dimanfaatkan, serta data volume sortimen yang sampai di TPK.

Data sekunder merupakan data tambahan yang diperoleh untuk mendukung penelitian, yang diperoleh melalui wawancara dan atau pengutipan data dari perusahaan. Data sekunder yang dimaksud terdiri dari:

a. Data volume pohon berdiri (standing stock) b. Kondisi umum lokasi penelitian

c. Luas dan letak petak tebang d. Potensi hutan

e. Sistem pemanenan kayu yang digunakan f. Kebijakan bagi batang yang diberlakukan

Bahan

Untuk bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tunggak dan batang kayu Acacia mangium.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pita ukur, pita diameter, alat tulis, tally sheet, kalkulator, laptop dan kamera.

(17)

7 Prosedur Analisis Data

Setelah kegiatan penebangan, dilakukan pengukuran tunggak serta batang/ sortimen yang tidak dipindahkan ke tumpukan sortimen dan perhitungannya yang akan digunakan sebagai volume kayu limbah. Pengukuran volume batang kayu dengan menggunakan rumus empiris Brereton, yaitu:

Keterangan: V = Volume Limbah (m3)

Vi = Volume sortimen ke-i (i= 1.2.3...) Dp = Diameter pangkal sortimen (cm) Du = Diameter ujung sortimen (cm) P = Panjang sortimen (m)

Π = Konstanta (3.14)

Besarnya limbah pemanenan kayu diukur dengan menjumlahkan semua komponen kayu menjadi limbah, yaitu kayu yang berdiameter ≥ 6 cm yang tidak terpakai atau tidak terangkut ke perusahaan kayu. Potensi limbah pemanenan adalah perbandingan antara volume total limbah yang terjadi dengan potensi total kayu yang dipanen (Abidin 1994). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan: V= L+P

L= Volume limbah total (m3)

P= Volume kayu yang dimanfaatkan (m3)

Faktor eksploitasi ditentukan melalui pendekatan indeks tebang, indeks sarad, dan indeks angkut (Abidin 1994) serta melalui pendekatan persentase limbah. Secara matematis adalah sebagai berikut:

1. Fe= 100% - %limbah total

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Wirakarya Sakti secara geografis terletak antara 0o 45’ 00” – 01o 36’ 00” LS dan 102o 46’ 00” - 103o 49’ 00” BT. Luas areal IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti adalah 293. 812 Ha yang diperoleh dari beberapa tahap perijinan, antara lain:

1. SK Menhut No 744/ Kpts- II/ 1996 dengan luasan 78. 249 Ha 2. SK Menhut No 64/ Kpts- II/2001 dengan luasan 191. 130 Ha 3. SK Menhut No 288/ Menhut- II/ 2004 dengan luasan 233. 251 Ha 4. SK Menhut No 346/ Menhut- II/ 2004 dengan luasan 293. 812 Ha (PT. Wirakarya sakti 2012).

PT. Wirakarya Sakti merupakan pemasok bahan baku pulp bagi PT. Lontar Papyrus. Kayu yang diangkut harus sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati antara PT. Wirakarya Sakti dan PT. Lontar Papyrus, adapun standar tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Spesifikasi Bahan Baku Serpiha

Kriteria Keterangan

Jenis Acacia mangium

Panjang Kayu 1.5-2.6 meter

Diameter Kayu ≥ 6 cm termasuk kulit

a

Sumber. PT Wirakarya Sakti 2012

Tanah yang terdapat di PT. Wirakarya Sakti adalah tanah mineral dan tanah gambut. Tanah mineral mempunyai jenis tanah ultisol, inceptisol, dan spodosol, sedangkan tanah gambut mempunyai jenis tanah histosol. Jenis tanah yang

(19)

9 mendominasi di PT. Wirakarya Sakti adalah tanah gambut atau jenis tanah histosol.

Kondisi geologi untuk areal IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti dibagi menjadi daerah datar, datar agak cekung melandai ke arah pantai, sungai, dan daerah dataran tinggi, dan daerah bergelombang hingga berbukit. Untuk daerah datar, datar agak cekung melandai ke arah pantai, sungai, dan daerah dataran tinggi mempunyai kelerengan 0%-5% dengan ketinggian 0-15 m dari permukaan laut (mdpl), sementara untuk daerah bergelombang hingga berbukit mempunyai kemiringan 5%-25% dengan ketinggian dibawah 50 mdpl.

Areal IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti mempunyai iklim tipe B (Basah) dan tipe iklim C dengan awalnya beriklim tipe A. Daerah IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti dapat dikatakan sebagai daerah basah karena curah hujan di areal hutan cukup tinggi meskipun suhu terkadang sangat panas.

PT. Wirakarya Sakti mempunyai tiga jenis tanaman pokok yaitu Eucalyptus,

Acacia mangium, dan Acacia crassicarpa. Selain tanaman pokok, PT. Wirakarya

Sakti juga mempunyai tanaman unggulan dan tanaman kehidupan. Tanaman unggulan adalah tanaman yang sengaja ditanam oleh perusahaan yang sudah dikuasai teknik silvikulturnya oleh perusahaan dengan nilai ekonomi yang tinggi. Contoh tanaman unggulan antara lain: Meranti, Pulai, Jabon, Sungkai, Bulian, Jelutung dan kacang-kacangan. Tanaman kehidupan adalah tanaman kayu yang diperuntukkan bagi masyarakat. Contoh tanaman kehidupan antara lain: Nangka, Kemiri, Durian, Sukun, dan Pisang.

Tahapan Pemanenan Kayu

Tahapan pemanenan kayu di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti diawali dengan kegiatan microplanning, lalu dilanjutkan dengan kegiatan slashing,

felling, delimbing, cut to length, stacking, dan extraction.

Microplanning adalah perencanaan secara terperinci dalam suatu petak

kompartemen yang akan dilakukan kegiatan penebangan. Tahapan pokok

microplanning antara lain, persiapan peta kerja, pembuatan layout jalan blok,

pembagian felling coupe dan jalur tebang, rencana jalan sarad pada peta, penentuan lokasi TPn, dan penandaan kawasan lindung.

Slashing adalah kegiatan pembersihan areal yang akan dilakukan

penebangan, yaitu dengan menebas gulma dan anakan kayu berdiameter < 6 cm. Areal yang sudah di slashing akan sangat memudahkan bagi operator chainsaw dalam melakukan penebangan dan yang lebih penting lagi adalah faktor keselamatan bagi operator chainsaw itu sendiri.

Felling adalah penebangan kayu dengan menentukan arah rebah tebangan

dan disertai dengan teknik penebangan yang benar. Penebangan dengan sistem terarah dan dilakukan secara sistematis pada setiap coupe tebangan akan sangat membantu proses kegiatan selanjutnya, dan bagi para pekerja lebih aman karena tidak khawatir akan tertimpa kayu, karena penebangan dilakukan pada felling

coupe yang sudah ditentukan. Untuk mendapatkan hasil tebangan yang maksimal,

(20)

10

Delimbing adalah pembersihan kayu dari cabang dan ranting yang kemudian

dilanjutkan dengan membagi batang (cut to length) menjadi potongan-potongan panjang tertentu (sesuai dengan standar yang berlaku). Setiap pembagian batang harus dimulai dari pangkal.

Manual stacking adalah penumpukan secara manual potongan-potongan kayu pada jalur yang telah dirancang/ ditentukan. Penempatan tumpukan kayu di letakkan di kiri dan kanan jalur skid track (45o terhadap jalur skid track) dengan tujuan untuk memudahkan saat proses extraction. Ukuran tumpukan minimum adalah 2 x 2.4 x 1.2 meter atau minimal volume tumpukan adalah 3 ton.

Extraction adalah penarikan tumpukan-tumpukan kayu pada jalur yang telah dirancang ke TPn. Tahapan dari kegiatan extraction antara lain, skidder mundur ke arah tumpukan dan chokerman sudah siap untuk mengikat tumpukan ke skidder, selanjutnya skidder membawa tumpukan kayu ke TPn.

Karakteristik Petak pada Kegiatan Pemanenan

Limbah pemanenan yang terjadi dibedakan berdasarkan tahapan pemanenan yang dilakukan, yaitu kegiatan penebangan, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan pembagian blok. Setiap blok terdiri dari beberapa petak. Adapun karakteristik petak contoh penelitian disajikan pada Tabel 4 untuk kegiatan penebangan dan penyaradan, sedangkan untuk kegiatan pemuatan dan pengangkutan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4 Karakteristik petak contoh penelitian untuk kegiatan penebangan dan penyaradan

a

Ton/Ha= m3/ha x 0.86 (Faktor Konversi yg ditetapkan di PT. Wirakarya Sakti)

Keterangan Petak A Petak B

No Petak BLB0014601 BLB0014800

Blok Belimbing Belimbing

Luas (Ha) 17.16 26.26 Tahun Tanam 2007/2008 2007/2008 Jarak Tanam (m) 3x2 3x2 DBH (cm) 10.7 10.7 Tinggi Rata-rata (m) 13 13 Jumlah Pohon/ha 912 1072 Angka Bentuk 0.56 0.56 Volume/ha (m3/ha) 59.67 70.14 Volume Total (m3) 1023.95 1841.87

Total Produksi (m3/ha) 43.02 58.51

(21)

11 Tabel 5 Karakteristik petak contoh penelitian untuk kegiatan pemuatan dan

pengangkutan

Keterangan TPn X TPn Y

Alat A Alat B Alat C Alat D

Blok Belimbing Belimbing Benar Benar

Petak BLB0015200 BNR0000800

Luas Petak (ha) 12.95 29.57

Luas TPn (m2) 1200 2900

Total Produksi (m3/ha) 35.7 65.24

No Polisi BH 8156 EU BH 8049 EL BH 8157 EU BH 8137 EU

Tinggi (m) 1.82 2.22 1.92 1.94

Panjang (m) 8.5 7 8.5 8.5

Lebar 2.6 2.6 2.6 2.6

Volume Alat (m3) 26.95 27.07 28.43 28.73

Potensi Limbah pada Kegiatan Pemanenan

Potensi Limbah Penebangan

Pada petak A dengan luas areal tebang sebesar 17.16 ha terdapat volume limbah sebesar 91.21 m3. dengan limbah sortimen sebesar 79.04 dan limbah tunggak sebesar 12.17 m3. Pada petak B dengan luas areal tebang sebesar 26.26 ha terdapat volume limbah sebesar 146.37 m3. dengan limbah sortimen sebesar 132.31 m3 dan limbah tunggak sebesar 14.06 m3. Besarnya limbah penebangan dari kedua petak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Potensi limbah penebangan

Jenis Limbah Volume (m3) Volume Total (m3) Rata-rata (m3) Potensi Limbah (m3/ha) Total Potensi (m3/ha) Rata-rata (m3/ha) A B A B Sortimen 79.04 132.31 211.35 105.67 4.60 5.03 9.64 4.82 Tunggak 12.17 14.06 26.23 13.11 0.70 0.53 1.24 0.62 Total 91.21 146.37 237.58 118.78 5.30 5.56 10.88 5.44

Dari kedua petak tersebut dapat dilihat bahwa besarnya rata-rata limbah yang terjadi pada kegiatan penebangan adalah sebesar sebesar 5.44 m3/ha , yang terdiri dari limbah sortimen sebesar 4.82 m3/ha dan limbah tunggak sebesar 0.62 m3/ha. Limbah penebangan yang terjadi dalam penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan limbah penebangan yang terjadi di IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan yang dilakukan oleh Puspitasari (2005)

(22)

12

menyebutkan bahwa rata-rata limbah penebangan yang terjadi adalah sebesar 3.47 m3/ha yang terdiri dari limbah sortimen sebesar 2.39 m3/ha dan limbah tunggak sebesar 1.08 m3/ha. Perbedaan limbah penebangan ini dikarenakan faktor penyebab terjadinya limbah di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti yaitu kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan sehingga para pekerja masih kurang memperhatikan kelebihan tunggak yang diperkenankan, yaitu 10 cm dari permukaan tanah. Kegiatan slashing atau pembersihan gulma juga sangat mempengaruhi kelebihan tunggak tersebut. Jika slashing tidak dilakukan dengan benar maka pengukuran tinggi tunggak yang diperkenankan tidak akan sesuai. Masih banyaknya tunggak yang melebihi tinggi yang ditentukan tentu saja dapat menyebabkan kerugian untuk pihak perusahaan. Selain itu PT. Musi Hutan Persada juga menerapkan sistem penalti untuk setiap limbah yang dihasilkan, untuk setiap 1 sortimen limbah kayu dikenakan penalti sebesar Rp. 500.- sehingga para pekerja lebih berhati-hati dalam melakukan penebangan.

Limbah penebangan juga disebabkan oleh kegiatan cut to length atau kegiatan bagi batang. Dalam kegiatan bagi batang operator kurang memperhatikan ketentuan yang berlaku, seringkali operator hanya mengandalkan pengalaman dalam memperkirakan panjang sortimen. Selain kegiatan bagi batang, limbah juga ditimbulkan oleh pohon yang baru ditebang dan menimpa sortimen yang sudah dibagi batang. Oleh karena itu pihak perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan dan pengawasan kembali kepada operator mengenai prosedur penebangan yang berlaku.

Perbandingan besarnya limbah penebangan berupa limbah tunggak dan limbah sortimen dari kedua petak dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Limbah Pemanenan pada Kegiatan Penebangan

Potensi Limbah Penyaradan

Pengamatan dan pengukuran limbah pada jalan sarad dilakukan pada petak yang sama dengan petak penebangan yaitu pada petak A (BLB0014601) dan petak B (BLB0014800). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran lapangan PT. Wirakarya Sakti, dimana limbah yang terjadi pada jalan sarad terdiri dari sortimen yang terjatuh dari alat sarad.

(23)

13 Limbah penyaradan yang berasal dari petak A adalah sebesar 33.92 m3 dan petak B sebesar 78.55 m3. Besarnya limbah pada masing-masing petak dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Potensi limbah penyaradan

Petak Luas (ha) Volume Limbah (m3) Potensi Limbah (m3/ha)

A 17.16 33.92 1.97

B 26.26 78.55 2.99

Total 112.47 4.96

Rata- rata 56.23 2.48

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa limbah yang terjadi pada petak B (78.55 m3) lebih besar dari limbah yang terdapat pada petak A (33.92 m3). Hal ini berkaitan dengan tingginya tunggak pada areal penyaradan di petak B yang menyebabkan alat yang dioperasikan tidak mudah untuk bergerak dengan leluasa untuk mengambil sortimen dalam tumpukan. Dengan adanya tunggak yang terlalu tinggi ini menyebabkan produktivitas penyaradan menurun, karena operator sarad harus waspada dan berhati-hati dalam menjalankan alat sarad agar alat yang dioperasikan tidak terbalik karena menginjak tunggak yang tinggi tersebut. Selain itu limbah penyaradan ini juga diakibatkan oleh operator yang kurang memperhatikan pengikat tumpukan sortimen yang akan dibawa oleh skidder, sehingga tali pengikat menjadi longgar dan menyebabkan beberapa kayu berjatuhan. Oleh karena itu operator harus lebih memperhatikan cara pengikatan tali yang benar agar tali tidak mudah longgar dan tidak menyebabkan kayu berjatuhan dari alat sarad.

Rata-rata limbah yang di dapatkan di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan rata-rata limbah penyaradan yang di dapatkan oleh Puspitasari (2005). Rata-rata limbah penyaradan yang didapat di IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada sebesar 2.6 m3/ha sedangkan rata-rata limbah yang di dapatkan di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti sebesar 2.48 m3/ha. Faktor penyebab limbah penyaradan di IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada juga disebabkan akibat tingginya tunggak pada areal penebangan yang menyebabkan alat sarad (forwarder) sulit untuk menjangkau kayu yang akan dibawa menuju TPn.

Potensi Limbah Pemuatan

Tempat pengumpulan kayu (TPn) juga menjadi salah satu sumber terjadinya limbah pemanenan, yang diakibatkan oleh kegiatan pemuatan sortimen dari TPn ke atas alat angkut. Limbah yang terjadi di TPn berbentuk sortimen yang busuk, dan rusak. Bentuk limbah lainnya adalah sortimen utuh dengan kondisi dan kualitas cukup baik, tetapi merupakan sisa pengangkutan yang jumlahnya sedikit, sehingga ditinggalkan begitu saja di TPn. Proses pengukuran dilakukan dengan

(24)

14

mendatangi TPn yang sudah dibuat. Besarnya limbah pada masing-masing TPn dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Potensi limbah pemuatan

TPn Luas Areal (ha)

Luas TPn (m2)

Sortimen yang ditinggalkan Potensi Limbah (m3/ha) Jumlah batang Volume (m 3 ) X 12.95 1200 320 12.80 0.98 Y 29.57 2900 454 18.16 0.61 Total 774 30.96 1.59 Rata-rata 387 15.48 0.79

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah volume total limbah pemuatan dari dua lokasi TPn dengan jumlah sortimen yang ditinggalkan sebanyak 774 sortimen adalah sebesar 30.96 m3 dengan potensi limbah rata-rata sebesar 0.79 m3. Perhitungan limbah pemuatan menggunakan asumsi perusahaan, yaitu bahwa suatu sortimen memiliki volume sebesar 0.04 m3. Dengan demikian perhitungan volume limbah TPn dengan menghitung banyaknya sortimen yang ditinggalkan ataupun rusak. Sebagian besar faktor yang mempengaruhi terjadinya limbah pemuatan pada kedua TPn adalah terlalu lamanya kayu ditumpuk yang mengakibatkan kayu rusak dan lapuk sehingga kayu ditinggalkan.

Rata-rata volume limbah pemuatan pada penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata volume limbah pemuatan yang didapatkan oleh Puspitasari (2005) hal ini dikarenakan posisi TPn berada pada lokasi yang datar sehingga alat muat mudah untuk diposisikan dan tidak ada sortimen yang tercecer. Selain itu di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti semua alat angkut tersebar ke semua TPn sehingga tidak adanya antrian alat angkut pada satu TPn saja seperti di IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada.

Ketidaksesuaian Pengukuran pada Kegiatan Pengangkutan

Limbah pada jalan angkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn ke TPK. Pengukuran dan pengamatan limbah pada jalan angkutan dilakukan dengan menyusuri disepanjang jalan angkutan tempat kayu diangkut, dan juga melihat hasil perhitungan pada faktur angkutan.

Proses pemuatan dan pengangkutan kayu di PT. Wirakarya Sakti dilakukan secara mekanis yaitu alat angkutan kayunya menggunakan Logging

Truck dengan satu kali pengangkutan mampu mengangkut 25 ton kayu, serta alat

muat dan bongkarnya adalah Excavator.

Dengan melihat pada data faktur angkutan dan ikut langsung dalam kegiatan pengangkutan, besarnya nilai limbah yang dihasilkan bukan diakibatkan oleh kayu yang berjatuhan disepanjang jalan menuju TPK, melainkan diakibatkan oleh ketidaksesuaian hasil pengukuran operator dalam mengukur volume Logging

(25)

15 dengan supir Logging Truck, jarang sekali ditemukan kayu yang jatuh dari atas

Logging Truck, ini dikarenakan perusahaan selalu melakukan perawatan jalan

sehingga kondisi jalan selalu dalam kondisi yang baik. Selain itu, para supir juga selalu berhati-hati dalam membawa Logging Truck.

Rata-rata nilai ketidaksesuaian hasil pengukuran adalah sebesar 0.27 m3 atau 0.23 ton untuk setiap alat angkut. Nilai konversi 1 m3 kayu adalah sebesar 0.86 ton (PT. Wirakarya Sakti 2012). Ketidaksesuaian hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Ketidaksesuaian hasil pengukuran

TPN Alat Angkut

Volume dan Berat

Selisih Vol. dan Berat

(m3)

Pengukuran Awal Pengukuran Akhir

m3 tona m3 tona X A 26.95 23.18 26.71 22.97 0.24 B 27.07 23,28 26.87 23.11 0.20 Y A 28.43 24.45 28.07 24.14 0.36 B 28.73 24.71 28.45 24.47 0.28 Total 111.18 95.61 110.1 94.69 1.08 Rata-rata 27.79 23.90 27.52 23.67 0.27 a

Konversi 1 m3 kayu = 0.86 ton (PT. Wirakarya Sakti 2012)

Persentase Limbah pada Kegiatan Pemanenan

Besarnya persentase limbah pemanenan Hutan Tanaman adalah sebesar 12.66% dari seluruh potensi kayu yang dimanfaatkan. Besarnya persentase ini dapat pula menunjukkan besarnya tingkat pemanfaatan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan. Tiap-tiap kegiatan pemanenan berpotensi untuk terjadinya limbah.

Limbah terbesar terjadi pada kegiatan penebangan yaitu sebesar 7.78%. Besarnya limbah penyaradan adalah sebesar 3.78% merupakan potensi limbah terbesar kedua dari kegiatan pemanenan ini, kegiatan pemuatan adalah sebesar 1.11% dan yang terakhir adalah limbah akibat kegiatan pengangkutan yaitu sebesar 0%. Dengan melihat potensi dan volume limbah yang telah dijelaskan, diharapkan perusahaan membuat keputusan apakah limbah tersebut akan dimanfaatkan atau tetap ditinggalkan di hutan sebagai limbah.

Besarnya potensi limbah pemanenan untuk tiap kegiatan pemanenan dapat dilihat pada Tabel 10.

(26)

16

Tabel 10 Persentase limbah pemanenan tiap kegiatan pemanenan

Jenis Limbah

Volume Kayu yang

dimanfaatkan Volume Limbah Persentase Limbah (%) Total (%) m3 m3/ha m3 m3/ha Penebangan Sortimen 1432.91 66 105.67 4.82 6.87 7.78 Tunggak 1432.91 66 13.12 0.62 0.91 Penyaradan Sortimen 1432.91 66 56.24 2.48 3.78 3.78 Pemuatan Sortimen 1377.55 64.8 15.48 0.79 1.11 1.11 Pengangkutana Sortimen 1377.55 64.8 0 0 0 0 TOTAL 8.72 12.66 a

Pada kegiatan pengangkutan tidak terdapat limbah kayu

Gambar 2 Persentase Limbah Pemanenan

Limbah yang masih mungkin untuk diambil dan dimanfaatkan selanjutnya diarahkan untuk dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Melalui pengujian

(27)

17 teknis dan ekonomis dapat dipilih untuk dimanfaatkan bagi produk-produk tertentu, misalnya kayu-kayu limbah tebangan yang berdiameter 10 cm ke atas dapat dimanfaatkan untuk bahan baku serpih, kotak, tiang, dan lain-lain (Widarmana et al 1973 dalam Sari 2009).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya limbah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: limbah yang terjadi tidak dapat dihindari (faktor alam) dan limbah yang dapat dihindari (faktor teknis) (Sari 2009). Pengamatan di lapangan menunjukkan limbah umumnya lebih banyak terjadi akibat faktor teknis. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk menekan terjadinya limbah adalah dengan memberikan insentif melalui perbaikan tingkat upah dan penghargaan bagi tenaga kerja yang berprestasi, sehingga merangsang pekerja untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Hal ini juga didukung dengan peningkatan pengawasan dilapangan, sehingga kegiatan berlangsung efektif.

Menurut Elias (2002) upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi/ menekan limbah yang terjadi dalam pemanenan kayu antara lain adalah:

1. Meningkatkan keterampilan para karyawan, terutama operator penebang dan penyarad melalui kursus atau latihan kerja

2. Memperbaiki sistem manajemen, terutama dalam hal pengawasan dari pimpinan dan koordinasi kerja di lapangan.

3. Mendirikan industri kayu terpadu yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakunya.

4. Melaksanakan studi kelayakan tentang alternatif sistem pengangkutan kayu limbah yang ekonomis dan alternatif pemanfaatan limbah pemanenan kayu, termasuk pemasarannya.

5. Perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan pemanenan kayu terutama pada kegiatan penebangan dan penyaradan yang disesuaikan dengan konsep RIL (Reduce Impact Logging) yaitu menekan atau meminimalkan kerusakan akibat pemanenan kayu yang dilakukan mulai dari saat perencanaan, pada saat proses pelaksanaan dan sesudah proses pemanenan kayu selesai, dengan memanfaatkan teknik-teknik perencanaan, teknik-teknik pelaksanaan, teknologi/ teknik baru pemanenan kayu dan penerapan prinsip-prinsip ilmiah keteknikan hutan yang dikombinasi dengan pendidikan dan pelatihan. Teknik RIL yang dapat dilakukan terdiri dari:

a. Penebangan terkontrol bertujuan agar pohon rebah pada posisi yang memudahkan penyaradan dan proses melaksanakan kegiatan tersebut dikenal sebagai directional felling. Arah rebah harus pada posisi membentuk sudut 30o- 60o terhadap jalan sarad (pola sirip tulang ikan).

b. Teknik penebangan ini terdiri dari teknik penebangan pohon normal, pohon miring atau condong, pohon berbanir dan pohon miring berbanir (pembuatan takik rebah dan takik balasnya)

c. Penyaradan terkontrol adalah penyaradan yang dilakukan di atas jaringan jalan sarad yang sudah direncanakan yang dibuat sebelum penebangan dan winching. Tujuannya adalah agar kegiatan penyaradan dilakukan secara sistematis, efisien dan dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi. Penyaradan terkontrol pada umumnya terdiri dari tahapan kegiatan perencanaan jaringan jalan

(28)

18

sarad dan arah rebah pohon, pembukaan dan konstruksi jalan sarad,

winching dan penyaradan. Agar penyaradan terkontrol dapat

berhasil dengan baik, perlu diterapkan teknik perencanaan jalan sarad, teknik pembukaan jalan sarad, teknik konstruksi jalan sarad, teknik winching dan teknik penyaradan.

Faktor Eksploitasi

Faktor eksploitasi dari kegiatan pemanenan dapat diperoleh dari persentase limbah yang dihasilkan. Berdasarkan volume limbah yang telah diperoleh serta persentase yang didapatkan dapatlah diketahui besarnya faktor eksploitasi pada Hutan Tanaman. Faktor eksploitasi yang didekati dari besarnya limbah pemanenan adalah sebesar 87.34% (0.87) yang di dapat dengan mengurangi persentase limbah yang di dapatkan dengan 100%, yang berarti bahwa tingkat pemanfaatan dari kegiatan pemanenan yang dilakukan adalah sebesar 0.87.

Besarnya faktor eksploitasi yang didekati dengan besarnya indeks tebang, indeks sarad, serta indeks angkut adalah sebesar 0.87. Nilai indeks tebang didapatkan dari rasio volume siap sarad dan volume pohon berdiri. Nilai indeks sarad didapatkan dari rasio volume siap angkut dan volume batang siap sarad. Sedangkan untuk nilai indeks angkut didapat dari rasio volume batang sampai di TPK dan volume kayu siap angkut. Besarnya nilai indeks tebang sebesar 0.92, indeks sarad sebesar 0.95, serta indeks angkut sebesar 1.00.

Menurut Sianturi et al (1984) dalam Purnamasari (2012) persentase pohon yang dimanfaatkan ditambah persentase limbah sama dengan 100% (1.00), semakin besar nilai faktor eksploitasi maka semakin besar target produksi tahunan. Berdasarkan dua pendekatan yang dilakukan mengenai faktor eksploitasi pada kegiatan pemanenan di HT dapat diartikan bahwa nilai pemanfaatan pada IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai faktor eksploitasi yang di dapatkan. Meskipun nilai pemanfaatan cukup tinggi, kegiatan evaluasi masih tetap perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan produksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah pemanenan pada HT adalah sebesar 8.71 m3/ha, yang terdiri dari limbah kegiatan penebangan sebesar 5.44 m3/ha, limbah kegiatan penyaradan sebesar 2.48 m3/ha, limbah kegiatan pemuatan sebesar 0.79 m3/ha, serta limbah kegiatan pengangkutan sebesar 0 m3/ha. Persentase limbah kegiatan pemanenan adalah 12.66% dari total potensi yang dimanfaatkan yang terdiri dari limbah penebangan sebesar 7.78%, limbah penyaradan sebesar 3.78%, limbah TPn sebesar 1.11%, dan limbah pengangkutan sebesar 0%. Fokus perbaikan kinerja di khususkan pada kegiatan penebangan, karena kegiatan penebangan menghasilkan

(29)

19 nilai limbah yang tinggi. Besarnya faktor eksploitasi pada kegiatan pemanenan berdasarkan limbah yang dihasilkan adalah sebesar 0.87.

Saran

Untuk mengurangi dan menekan terjadinya limbah dalam kegiatan pemanenan kayu, perlu diadakan peningkatan keterampilan tenaga kerja terutama operator penebangan melalui pelatihan kerja. Meskipun nilai pemanfaatan kayu cukup tinggi, kegiatan evaluasi dan pengawasan masih tetap perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan produksi. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah apakah bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan dan bagi masyarakat sekitar hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin R. 1994. Pengendalian manajemen pengusahaan hak pengusahaan hutan. Bahan Penataran Manager Logging. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Dulsalam. 1988. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Sumatera Barat, Kalimantan

Barat dan Kalimantan Selatan. Vol. V. No. 2. Bogor (ID): LPHH.

Dulsalam. 1995. Usaha untuk meminimalisasi limbah eksploitasi dalam rangka peningkatan nilai produksi. Makalah Penunjang Dalam Ekspose Penelitian Hasil Hutan. Bogor (ID): LPHH.

Elias. 2002. Reduce Impact Logging buku I. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Hidayat A, Hendalastuti R. 1999. Kajian Efisiensi Kayu Mangium (Acacia

mangium): Studi Kasus di Hutan Tanaman di Pulau Laut, Kalimantan Selatan.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 22(1): 14-15. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.

Hidayat A. 2000. Penelaahan tingkat efisiensi pemanenan akasia (Acacia

mangium) pada Hutan Tanaman PT. INHUTANI II, Pulau Laut-Kalimantan

Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Matangaran JR, Togar LT, Tjetjep UK, Yovi. 2000. Studi pemanfaatan limbah pembalakan untuk bahan baku industri dalam rangka pengembangan dan pemasaran hasil hutan. Laporan akhir. Bogor (ID): Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB. Morizon. 2013. Limbah Pemanenan Kayu dn Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA

PT. Diamond Raya Timber Provinsi Riau [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Partiani T. 2010. Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di Hutan Alam PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Purnamasari DR. 2012. Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan Pada Limbah Pemanenan Kayu di IUPHHK-HA PT. Indexim

(30)

20

Utama, Kalimantan Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Puspitasari D. 2005. Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi Pada Pengusahaan Hutan Tanaman Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rahmat A. 2007. Kajian Teknis Pengeluaran Limbah Pemanenan Hutan Tanaman dengan Metode Pengikatan Manual Uji Coba di Hutan Tanaman PT. INHUTANI II, Pulau Laut-Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sari RM. 2009. Identifikasi dan Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu Studi kasus di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sastrodimedjo S, Simarmata SR. 1981. Limbah Eksploitasi. Di dalam: Prosiding Diskusi Industri Perkayuan tahun 1981: Jakarta, 1981. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(31)

21 Lampiran 1 Perhitungan Faktor Eksploitasi Berdasarkan Indeks Tebang, Indeks

Sarad, dan Indeks Angkut

Petak

Volume pohon yg dimanfaatkan

(m3)

Volume Limbah

Penebangan (m3) Volume Siap Sarad (m

3 )a

A 1023.95 91.21 932.74

B 1841.87 146.37 1695.49

a

Volume siap sarad= Vol. Pohon berdiri-Vol. Limbah penebangan

TPn Volume Siap Sarad (m3) Volume Limbah Sarad (m3) Volume Limbah TPn (m3)

Volume Siap Angkut (m3)b

X 932.74 33.92 12.8 886.02

Y 1695.49 78.55 18.16 1598.77

b

Volume siap angkut= Vol. Siap sarad-Vol. Limbah Tpn

Indeks Tebang= vol siap sarad/vol pohon yang dimanfaatkan

Indeks Tebang A = 932.74/ 1023.95 = 0.91 Indeks Tebang B = 1695.49/ 1841.87 = 0.92

Indeks Tebang Rata-rata = (Indeks Tebang A+ Indeks Tebang B)/ 2 = (0.91+ 0.92)/2 = 0.92

Indeks Sarad= vol siap angkut/vol batang siap sarad

Indeks Sarad X = 886.02/ 932.74 = 0.95 Indeks Sarad Y = 1598.77/ 1695.49 = 0.94

Indeks Sarad Rata-rata = (Indeks Sarad X+ Indeks Sarad Y)/ 2 = (0.96+0.95)/ 2 = 0.95

Indeks Angkut = Vol. Batang sampai di TPK/ Vol. Siap angkut Indeks Angkut = 1.00

Faktor Eksploitasi = Indeks tebang x Indeks sarad x Indeks angkut = 0.92 x 0.95 x 1.00

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 16 Juni 1992 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan H. Hamim Setiaji dan Hj. Sri Sudarmi.

Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Yaspen Tugu Ibu 1 Depok dan pada tahun yang sama lulus seleksi SNMPTN. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Bendahara Umum UKM Karate IPB tahun 2009-2011. Ketua Divisi Kesekretariatan Forest Management Students Club (FMSC) 2011-2012. Panitia PEMIRA Fakultas Kehutanan IPB tahun 2010. Panitia IPB Karate Cup tahun 2011. Panitia Temu Manajer (TM) jurusan Manajemen Hutan tahun 2011. Panitia Ecologycal Social Mapping (ESM) tahun 2012. Selama di IPB penulis telah mengikuti beberapa lomba yaitu Kejuaraan Nasional Karate di UIN tahun 2011.

Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti, Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti, Provinsi Jambi” di bawah bimbingan Dr. Ujang Suwarna S. Hut, M. Sc. F.

Gambar

Tabel 1 Beberapa hasil penelitian limbah pemanenan Hutan Tanaman
Tabel 3 Spesifikasi Bahan Baku Serpih a
Tabel 4 Karakteristik petak contoh penelitian untuk kegiatan penebangan dan   penyaradan
Tabel 6  Potensi limbah penebangan
+5

Referensi

Dokumen terkait

leadership.฀ Dubrin฀ has฀ put฀ together฀ a฀ comprehensive฀ offering฀ that฀ presents฀ a฀ multidimensional฀ viewpoint฀ on฀ lead- ership.฀ Topics฀ ranging฀

Akibat dengan latar belakang keluarga orang tua siswa di SDN Medalem tersebut tentu saja membuat pemikiran mereka pasti lebih memilih menyekolahkan anaknya di

Demikian juga dengan tumbuhan wlingen mempunyai kemampuan untuk menyerap zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang terdapat pada dasar media sehingga kombinasi kedua

Penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung pada PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Padang, dengan

Suruhanjaya Pilihan Raya, mengikut kehendak- kehendak Fasal (2) Perkara 113 Perlembagaan Persekutuan, telah mengkaji semula pembahagian Negeri Sarawak kepada Bahagian-Bahagian

Guru PAUD yang mempunyai kualifikasi akademik S1 pendidikan lain yang relevan, seperti PGSD, BK, PLB, dan PLS tidak mendapatkan bekal yang cukup tentang pengembangan keterampilan

Kedudukan hukum karyawan PT PLN (Persero) terhadap perjanjian sewa beli rumah negara sangat lemah, oleh karena peralihan tanah dan bangunan digunakan dengan memakai perjanjian sewa

Kemampuan mahasiswa yang mencapai kategori sangat baik sebanyak 10 mahasisiwa dengan skor nilai 82-95 dengan persentase sebesar 26,31%, kategori baik sebanyak 14 mahasiswa dengan