• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Keausan Pahat

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-38)

Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan dan kerusakan pahat dapat disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat merupakan suatu faktor yang dominan atau gabungan dari beberapa faktor yang tertentu. Faktor-faktor penyebab tesebut antara lain:

a. Proses Abrasif

Permukaan dapat rusak atau aus karena adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama-sama dengan aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. Partikel-partikel keras dalam struktur besi tuang yang berupa karbida, oksida ataupun nitrida (juga dalam sturktur baja paduan Ni) akan mampu merusakkan permukaan pahat HSS yang sebagian besar strukturnya terdiri atas martensit atau pahat karbida dengan prosentase pengikat Cobalt yang cukup besar. Proses abrasif merupakan faktor dominan sebagai penyebab keausan pada pahat HSS dengan kecepatan potong yang relatif rendah (sekitar 10 s.d. 20 m/min). Bagi pahat karbida pengaruh proses abrasif ini tidak begitu mencolok karena sebagian besar struktur pahat karbida merupakan karbida– karbida yang sangat keras (Rochim, 1993).

Gambar 2.8 Metode keausan abrasif (Sumber: www.scribd.com, 2016)

Faktor yang berperan dalam kaitannya dengan ketahanan material terhadap keausan abrasif (abrasive wear) antara lain:

Kekerasan material (hardness)  Kondisi struktur mikro

 Ukuran abrasif  Bentuk abrasif

b. Proses Kimiawi

Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin dengan komposisi tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material pahat dengan benda kerja. Permukaan material benda kerja yang baru saja terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang telah terpotong) sangat kimiawi aktif sehingga mudah bereaksi kembali dan menempel pada permukaan pahat. Pada kecepatan potong yang rendah, oksigen dalam udara pada celah–celah diantara pahat dengan geram atau benda kerja mempunyai kesempatan atau peluang untuk bereaksi dengan material benda kerja sehingga akan mengurangi derajat penyatuan (afinitas) dengan permukaan pahat.

Gambar 2.9 Temperatur pada proses pemotongan (Sumber: Kalpakjian, 1992)

c. Proses Adhesi

Pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi, permukaan metal yang baru saja terbentuk akan menempel (bersatu seolah-olah dilas) dengan permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi disekitar mata potong pada bidang geram dan bidang utama pahat. Dengan demikian permukaan bidang geram dan bidang utama didekat mata potong tidak pernah mengalami gesekan langsung dengan aliran material benda kerja (geram). Kontak hanya mungkin terjadi pada daerah disebelah belakang daerah penempelan tersebut.

Gambar 2.10 Tekanan permukaan ujung pahat pada benda kerja (Sumber: ASM Handbook, Vol. 16, 1995)

Karena aliran metal yang kurang teratur pada kecepatan potong yang rendah dan bila daya adhesi atau afinitas antar material benda kerja dan material pahat cukup kuat maka akan terjadi proses penumpukan lapisan material benda kerja pada bidang geram didaerah dekat mata potong. Penumpukan lapisan material tersebut dalam proses permesinan terkenal dengan nama BUE (Built Up Edge) yang mengubah geometri pahat (sudut geram γo ) karena berfungsi sebagai mata potong yang baru dari pahat yang bersangkutan. BUE merupakan struktur yang dinamik, sebab selama proses pemotongan pada kecepatan potong rendah berlangsung, BUE akan tumbuh dan pada suatu saat lapisan atas atau seluruh BUE akan tergeser atau terkelupas dan berulang dengan proses penumpukan lapisan metal yang baru. BUE yang terkelupas sebagian akan terbawa geram dan sebagian lain akan menempel pada benda kerja pada bidang transien (yang akan terpotong pada langkah/siklus berikutnya) serta pada bidang yang telah terpotong (machined surface).

Gambar 2.11 Plot mekanisme keausan dan daerah pengoperasian yang aman (Sumber: ASM Handbook, Vol. 16, 1995)

d. Proses Difusi

Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara meterial benda kerja dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan timbulnya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan atom metal dan karbon dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju daerah dengan konsentrasi rendah. Kecepatan keausan karena proses difusi tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

Daya larut (solubility) dari berbagai fasa dalam struktur pahat terhadap material benda kerja

 Temperatur, dan

 Kecepatan aliran metal yang “melarutkan” e. Proses Oksidasi

Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila temperaturnya cukup tinggi dan tidak ada perlindungan terhadap serangan oksigen dalam atmosfir. Akibatnya struktur material pahat akan lemah dan tidak tahan akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan pendingin dalam batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya proses oksidasi.

Gambar 2.12 Mekanisme keausan oksidasi (Sumber: www.scribd.com, 2016)

f. Proses Deformasi Plastik

Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan (compressive stress) merupakan sifat material pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan yang diderita ujung atau pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari terjadinya proses deformasi plastik. Pahat HSS jauh lebih lemah dibandingkan dengan pahat karbida, sehingga kekerasan benda kerja yang dapat dipotong dengan HSS.

g. Proses Keretakan dan Kelelahan

Umur pahat mungkin sangat singkat karena diakibatkan oleh patahnya pojok pahat sebelum timbul tanda terjadinya keausan. Hal ini umumnya terjadi bila pojok pahat menderita beban kejut (impact load) seperti halnya yang sering terjadi pada proses permulaan pemotongan dengan gerak makan atau kedalaman potong yang besar. Untuk itu perlu dipilih pahat dari jenis yang lebih ulet (ductile, misalnya pahat karbida dengan prosentasi Co yang besar atau dipilih pahat HSS) atau digunakan geometri yang cocok (sudut penampang dan atau sudut miring yang besar dengan sudut potong utama yang kecil dan radius pojok yang besar).

Retak yang sangat lembut (micro crack, retak rambut) dapat terjadi pada mata potong atau pojok pahat. Retak tersebut makin lama makin besar (menjalar) sampai akhirnya terjadi konsentrasi tegangan (stress concentration) yang sangat besar sehingga pahat akan patah. Gejala ini sering disebut sebagai kelelahan (fatique). Kelelahan dapat dianggap sebagai kelelahan mekanik atau kelelahan termik ataupun gabungan dari kedua hal tersebut. Kelelahan mekanik disebabkan oleh beban yang berfluktuasi misalnya dalam proses freis atau proses bubut dengan permukaan benda kerja yang tidak rata (hasil tuang atau tempa). Kelelahan termik terjadi karena tegangan yang berfluktuasi yang disebabkan oleh variasi temperatur (proses ekspansi dan kontraksi). Mata potong tersebut akan sangat panas sewaktu memotong dan mendingin dengan cepat sewaktu meninggalkan permukaan benda kerja untuk kemudian memanas kembali sesuai dengan siklus pemotongan. Dengan demikian, pemakaian cairan pendingin dalam proses freis perlu

dipertimbangkan dengan betul (mungkin perlu mungkin juga tidak tergantung pada faktor mana yang paling dominan sebagai penyebab keausan/kerusakan suatu jenis pahat). 2.7 JENIS MATERIAL

Secara garis besar material bahan dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu bahan logam (Ferrous Metal) dan bahan bukan logam (Non Ferrous Metal).

Gambar 2.13 Diagram fasa fe-fe3c (Sumber: Surdia & Saito, 2000) 2.7.1 Bahan Logam (Ferrous Metal)

Pada umumnya dapat dibagi kedalam: besi tuang yang terdiri dari kandungan karbon yang relatif tinggi dan baja yang biasanya dengan 1% C atau kurang. yang kemudian dapat dibagi atas baja karbon dengan kandungan karbon rendah, menengah dan tinggi, paduan baja rendah dan tinggi, dan baja perkakas.

a. Baja Karbon (Carbon Steel)

Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja,seperti: dan elemen sisanya seperti dan . Dan dengan pengerjaan akhir, pengerolan, penempaan dan perlakuan panas. Baja karbon biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan, pengerolan, dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid

adalah ferrite dan pearlite. Dan hypo eutectoid adalah cementite dan pearlite. b. Baja Paduan (Steel Alloy)

Baja paduan adalah paduan dari besi dan karbon yang berisi elemen paduan satu atau lebih, yaitu , atau paduan spesifik yang mencapai , dan lain-lain (Timoshenko, 1958).

Baja paduan dapat menghasilkan kekuatan, kegetasan, dan keuletan yang lebih baik dari baja karbon. Baja paduan sesuai untuk tegangan tinggi dan beban kejut. Pengaruh paduan elemen dan baja paduan adalah sebagai berikut:

1. : menghasilkan keuletan, tahan korosi, dan kekerasan yang lain. 2. : tahan korosi, keuletan, dan kemampuan pengerasan.

3. : menghasilkan ketahanan, oksida temperature tinggi, menaikkan temperature kristis. Pada perlakuan panas, meningkatkan kecenderungan dekaburisasi dan gravitasi.

c. Baja Perkakas (Tool Steel)

Baja perkakas sama seperti baja paduan karbon tinggi, dengan sifat tahan aus dan kejut, keras, tangguh dan ulet yang didapat dari perlakuan panas, dan pabrifikasi. Baja perkakas biasanya dikombinasikan dengan besi dari satu atau lebih elemen.

Tabel 2.1 Unsur dan komposisi baja perkakas

No Unsur Komposisi (%) 1 C (Carbonium) 0,8 – 1,3% 2 Mn (Manganium) 0,2 – 1,6% 3 Si (Sillicium) 0,5 – 2,0% 4 Mo (Molybdenum) 0,8 – 5,0% 5 Cr (Chromium) 0,25 – 1,4% 5 Co (Cobalt) 0,75 – 1,2%

Kekerasan dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan, dari di atas temperatur kritis ke temperatur transformasi kebutuhan (sekitar ), (Sudjana, 1996).

d. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Sifat terpenting adalah ketahan korosi, yang berhubungan dengan lapisan tipis yang terbentuk di atas permukaan. Lapisan tersebut hanya tahan terhadap oksidasi seperti asam nitrit, tapi tidak pada penyerongan bahan, seperti asam hidrochloris, dan banyak garam halogen.

e. Besi Tuang (Cast Iron)

Ada 5 jenis besi tuang, diantaranya besi tuang kelabu besi tuang ulet, lunak, paduan tinggi dan putih. Dan yang paling terkenal besi tuang kelabu dan ulet. Variasi jenis di atas ditentukan kandungan karbon. Sifat mekanik besi tuang, yaitu:

 Kekuatan tarik, yang dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan dalam cetakan.

 Kekuatan tekan, kekuatan tekan besi tuang kelabu biasanya 3-5 kali kekuatan tariknya dan tegangan gesernya sama dengan tegangan tariknya.

 Modulus Elastisitas, dalam menentukan modulus elastisitas dari besi tuang kelabu biasanya digunakan slope dari kurva defleksi pembebanan pada 25% tegangan tarik sehingga dianjurkan memilih besi tuang dengan modulus elastisitas yang rendah pada aplikasi yang membutuhkan ketahanan kenaikan temperatur yang tiba-tiba.

 Kekerasan, kekerasan besi tuang kelabu bervariasi dengan tegangan tariknya. Komposisi besi tuang

Utama : Fe (besi)

Paduan : C (karbon) = 2.75 – 4.00% Si (silikon) = 0.75 – 3.00% Mn (mangan) = 0.25 – 1.50% P (posfor) = 0.02 – 0.75%

Tabel 2.2 Properti besi tuang kelabu

Tabel 2.3 Klasifikasi besi tuang kelabu

Besi tuang kelabu (grey cast iron) mengandung unsur graphite yang berbentuk serpihan sehingga memiliki sifat mampu mesin (machinability) serta masuk dalam jajaran British Standards, yang membedakan jenis dari besi tuang kelabu ialah nilai tegangannya Angka kekerasan dari besi tuang ini ialah antara 155 HB sampai 320 HB tergantung tingkatannya. besi tuang kelabu (grey cast iron) digunakan dalam pembuatan crankcases, machine tool bed, brake drums, cylinder head dan lain-lain. Besi tuang kelabu (grey cast iron) dapat diberi perlakuan panas (heat treatment) untuk menghilangkan tegangan dalam setelah proses pengecoran yakni dengan “stress

Gambar 2.14 Bentuk struktur besi tuang kelabu (Sumber: Teknikmesin.org, 2015)

antara 500°C hingga 575°C, dengan holding time sekitar 3 jam diikuti dengan pendinginan secara perlahan-lahan. Proses lain dalam perlakuan panas (heat

treatment) yang memungkinkan untuk dilakukan pada besi tuang kelabu ini ialah

pelunakan (anealing), dengan proses ini akan terjadi perbaikan pada strukturnya sehingga dimungkinkan untuk proses machining secara cepat, untuk proses anealing ini dilakukan dengan memberikan pemanasan pada temperatur anealing yakni 700°c dengan waktu pemanasan (holding time) setengah hingga dua jam, dimana akan terbentuk structure pearlite tertutup dalam kesatuan ferrite matrix, namun demikian tingkat kekerasan akan tereduksi sebesar 240 HB sampai 180 HB ( Teknikmesin.org, 2015 ).

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-38)

Dokumen terkait