• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI

B. Mekanisme Kerja Lembaga Penjamin Simpanan

Berdirinya suatu lembaga selalu terdapat situasi yang melatar belakanginya. Seperti halnya berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan, mempunyai hubungan dengan krisis perbankan sebagai bagian dari krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan.

Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan likuidasinya 16 (enam belas) bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan.

Untuk mengatasi krisis yang terjadi, Pemerintah menegeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.

Kemudian, perubahan sistem blanket ke limited guarantee (adanya batasan simpanan yang dijamin) harus dikemas dalam bentuk mengajak semua pihak untuk bersepakat bahwa yang diperlukan adalah perubahan pola fikir dan paradigma masyarakat. Pertama, dikalangan perbankan harus tumbuh semangat membangun

kepercayaan agar nasabahnya tetap setia. Harus diingat bahwa bank yang menjamin sisa penjaminannya. Hal kedua, nasabahpun harus terbiasa bahwa yang dijamin sebesar Rp. 100.000.000 atau Seratus Juta Rupiah oleh LPS. Jadi bukan berarti sisanya tidak dijamin karena selisihnya tetap dijamin oleh pihak bank. Ada semacam kekhawatiran bahwa dengan pemberlakuan limited guarantee akan menyebabkan pelarian nasabah simpanan dari bank kecil ke bank besar atau dari bank besar ke bank asing. Kekhawatiran tersebut tidak bisa diabaikan, akan tetapi jangan dijadikan ketakutan yang berlebihan. Kita pernah mengalami masa dimana simpanan sama sekali tidak dijamin, tetapi kenyataannya bank tetap tumbuh dan berkembang. Jadi hal yang terpenting ialah sampai sejauh mana perbankan dapat menumbuh-kembangkan kepercayaannya dimata para nasabah dan masyarakat luas. 27

Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan simpanan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan simpanan yang terbatas.

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 september 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan didefenisikan sebagai suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya dibentuk. Undang-undang

27

Krisna Wijaya , Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS: Berorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi, www.lps.go.id, 20 Juni 2007

ini berlaku efektif sejak tanggal 22 september 2005, dan sejak tanggal tersebut Lembaga Penjamin Simpanan dinyatakan resmi beroperasi.

Adapun bentuk, dasar hukum, fungsi, tugas, wewenang, dan kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah:

a. Bentuk dan Dasar Hukum Lembaga Penjamin Simpanan:

1. LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4420.

2. LPS adalah badan hukum bedasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, pasal 2 (ayat2).

3. LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksananakan tugas dan wewenangnya, pasal 2 (ayat3).

4. LPS bertanggung jawab kepada Presiden, pasal 2 (ayat4).

5. LPS berkedudukan di Jakarta dan dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia, pasal 3 (ayat1).

b. Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan, 28 sesuai dengan pasal 4 UU Lembaga Penjamin Simpanan, maka LPS mempunyai 2 fungsi yaitu:

1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Kedua fungsi tersebut diterapkan pada bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah. Pengaturan penjaminan untuk bank syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah sesuai UU

28

LPS dan bentuk simpanan di bank syariah yang dijamin. Dalam menjalankan fungsi turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan bekerjasama dengan Menteri keuangan, Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.

c. Tugas Lembaga Penjamin Simpanan.

Dalam menjalankan fungsinya, sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU LPS, LPS mempunyai tugas: 29

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakn pelaksanaan penjamianan simpanan. 2. Melaksanakan penjaminan simpanan.

3. Merumuskan dan mentapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan peneyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistemik.

5. Melaksanakan penanganan Bank gagal yang berdampak sistemik.

d. Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan sebagimana diatur dalam pasal 6 UU Lembaga Penjamin Simpanan adalah:

1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.

2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.

3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan.

4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada point empat.

6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

29

7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk betindak bagi kepentingan dan/atau nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.

8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.

9. Menjatuhkan sanksi administratif. e. Kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan

Sebagaimana diatur dalam pasal 81 UU Lembaga Penjamin Simpanan, modal Lembaga Penjamin Simpanan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam saham. Dalam UU Lembaga Penjamin Simpanan diatur bahwa modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp. 4 triliun dan sebesar-bearnya Rp. 8 Triliun. Jumlah modal awal pada saat pendirian LPS ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 ditetapkan bahwa modal awal LPS sebesar Rp. 4 Triliun yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Penentuan jumlah modal tersebut setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melaluui Komisi IX dalam Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan tanggal 23 Mei 2005. Rapat kerja menyetujui bahwa berdasarkan ketentuan bahwa Komisi IX pada prinsipnya sepakat mengenai penempatan modal pemerintah pada LPS yang dananya diambil dari rekening 502 setelah pemerintah menyampaikan rincian asumsi dan biaya operasionalnya secara lengkap. 30

Kekayaan LPS berbentuk investasi dan bukan investasi. Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004, LPS hanya dapat menempatkan

30

investasi pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia (SUN) dan atau Bank Indonesia (SBI). LPS tidak dapat menempatkan investasi pada bank atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk penyertaan modal semntara dalam rangka penyelamatan penanganan bank gagal. LPS dapat menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.

f. Dewan komisioner

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 62 UU LPS, tata kelola (grovermance) LPS berdasarkan UU LPS adalah one board system, yaitu Dewan Komisioner sebagai pimpian LPS yang bertanggung jawab untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan, sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan (operasional) tugas dan wewenang LPS. Organ LPS terdiri dari Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif. 31

Dewan Komisioner, sebagaimana diatur dalam pasal 65 UU LPS ditetapkan oleh Presiden dan memiliki kewenangan memutuskan hal-hal yang strategis, yang dipimpin oleh seorang Ketua Dewan komisioner.

Anggota Dewan Komisioner berjumlah 6 (enam) orang dan salah satu ditunjuk sebagai Kepala Eksekutif yang bertugas melaksanakan kegiatan opersional sehari-hari LPS.

Dalam melaksanakan tugasnya, sebagimana diatur dalam pasal 70 UU LPS, Dewan Komisioner wajib melakukan rapat secara berkala (Rapat Dewan Komisioner) untuk membahas hal-hal sebagai berikut: 32

1. Menatapkan kebijakan Penjaminan Simpanan Nasabah.

2. Menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan. 3. Mengevaluasi pelaksanaan Penjaminan Simpanan Nasabah dan

pelaksanaan peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan.

31

Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit, hal. 3.

32

4. Menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan kepada eksekutif, dan/atau

5. Hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS.

Anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan oleh Presiden. Berdasarkan Keputusan presiden nomor 161/M Tahun 2005, susunan Dewan komisioner LPS adalah sebagai berikut: 33

1. Ketua Dewan Komisioner : Rudjito 2. Anggota/Kepala eksekutif : Krisna Wijaya

3. Anggota : Markus Parmadi

4. Anggota : Pontas Riyanto Siahaan

5. Anggota : Maman H. Somantri

(ex-officio Bank Indonesia)

6. Anggota : Darmin Nasution

(ex-officio Departemen Keuangan)

g. Kepala Eksekutif dan Direksi

Sebagaimana diatur dalam pasal 77 UU LPS, pelaksanaan kegiatan operasional LPS sehari-hari dilakukan oleh Kepala Eksekutif, yang merupakan slah satu anggota Dewan Komisioner, dan dibantu oleh para Direktur untuk menjalankan fungsi penjaminan, manajemen risiko, hukum, keuangan, penyelamatan, likuidasi, dan administrasi. 34

Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner. Pada tahun 2006 ini, LPS baru memiliki 3 (tiga) orang Direktur.

Berikut merupakan susunan Kepala Eksekutif dan Direksi: Kepala Eksekutif : Krisna Wijaya

Direksi : 1. Firdaus Djaelani

2. Noor Cahyo 3. Mirza Mochtar 33 Ibid. 34 Ibid.

Dokumen terkait