• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI

Dalam dokumen Genesa Bahan Galian-complete2 (Halaman 35-39)

V. GENESA DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI

5.4. MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI

Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari rangkaian berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal, hingga normal hidrotermal seiring dengan berkurannya kedalaman. Intrusi calc-alkali atau alkali menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa hingga granodiorit atau diorit hingga senit. Batuan samping yang melarut ke dalam magma akan turut mempengaruhi komposisi magma danstruktur kemas magma. Umumnya deposit tembaga porfiri berukuran jauh lebih besar dari deposit hidrotermal lainnya. Bentuk deposit ini memperlihatkan bahwa struktur berskala besar ikut mengontrol mineralisasi dan kedalaman pembentukannya.

Gustafon dan Hunt, 1975, dalam Park dan Guilbert, 1986, yang menyelidiki proses pembentukan deposit tembaga porfiri di El Salvador Chili menyimpulkan tiga hal, yaitu :

1. Stok porfiri terbentuk di dalam atau di atas zona cupola dalam bentuk kompleks dike (dike swarm).

2. Transfer tembaga, logam lain dan sulfur ke dalam stok porfiri dan batuan samping terjadi karena adanya pemisahan fluida magma dan metasomatik secara menyeluruh.

3. Transfer panas dari magma ke batuan samping menyebabkan terjadinya sirkulasi airtanah.

Hampir semua deposit tembaga porfiri memiliki kondisi yang sama dengan kondisi di atas. Perbedaan proses tergantung pada kedalaman pembentukan, kehadiran airtanah, volume dan tingkatan magma, konsentrasi logam, sulfur, dan volatil lainnya. Gambar 5.4 menunjukkan bahwa mineralisasi awal (b) terjadi pada kondisi airtanah minimum dan invasi larutan magmatik ke batuan samping menyebabkan terjadinya alterasi K-feldspar dari pusat invasi ke arah luar, membentuk zona alterasi potasik dan

zona alterasi propilitik. Selanjutnya (c) invasi airtanah yang berkonveksi menghasilkan

larutan meteorik hidrotermal dan bersama dengan larutan magmatik hidrotermal yang

sudah ada sebelumnya disertai oleh penurunan temperatur yang tajam, membentuk serisit dan pirit yang memotong alterasi potasik-propilitik yang terbentuk duluan. Peristiwa ini menghasilkan zona altersi serisitisasi (phyllic) yang dikenal sebagai phyllic overprint. Tahap akhir (d) didominasi oleh larutan meteorik hidrotermal hingga normal hidrotermal membentuk zona alterasi argilik.

• Pembentukan zona alterasi yang lengkap sangat tergantung pada kandungan dan

suplai airtanah dari batuan samping.

5.4.1. PROSES PEMISAHAN TEMBAGA SELAMA KRISTALISASI MAGMA

Ringwood dan Curtis (1955) dalam Bown dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa kandungan tembaga dalam magma basal sekitar 200 ppm, sebaliknya dalam magma ultrabasa dan granitis kandungannya hanya sekitar 20 ppm. Selama difrensiasi magma basal, kandungan Fe, Co, dan Ni cenderung terbentuk duluan dalam fraksinasi kristalisasi, sedang tembaga belum terbentuk dalam silikat atau bentuk lainnya dan cenderung menjadi konsentrasi residu dalam fraksi larutan. Tembaga akan cepat terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur = tekanan parsial sulfur), fO2, dan pH larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk dengan baik pada kondisi fS2 rendah.

Demikian pula pembentukan tembaga sebagai elemen chalcophile (logam-S) berlangsung dengan baik pada pH tertentu.

Houghton (1974) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan pengaruh fS2 dan fO2 dalam pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari larutan silikat dan digantikan oleh oksigen kemudian membentuk logam S (chalcophile). Reduksi dalam

fO2 dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang kaya Fe-O. Dengan kata lain,

kelarutan sulfur dalam magma tergantung pada besarnya kandungan Fe2+. Kristalisasi fraksinasi akan meningkatkan fO2 dan tembaga dalam fraksi larutan, kemudian memisah dalam fase sulfida.

Pendinginan intrusi basa sangat jarang yang menghasilkan konsentrasi logam dalam fraksi hidrotermal. Hal ini karena kandungan air dalam magma primer sangat rendah. Magma basa baru bisa membentuk fluida hidrotermal setelah berasimilasi dengan material yang mengandung air. Jadi proses pengayaan untuk membentuk larutan bijih kurang efektif dalam magma basa dibanding dengan magma intermedit. Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan batuan beku intermedit. Hubungan genetik antara Cu-Mo dengan batuan intermedit terlihat pada penyebaran geografisnya seperti dalam zona alterasi-mineralisasi model Lowell-Guilbert yang akan dibahas kemudian. Zona tersebut menjelaskan bagaimana perubahan temperatur, tekanan, dan reaktifitas konveksi fluida dari pusat panas, dan sekaligus juga menerangkan bagaimana pergerakan fluida selama proses pendinginan berlangsung. Pembentukan bijih adalah

mekanisme difrensiasi logam yang terkonsentrasi dari normal magma. Dalam kasus

ini, asosiasi batuan bekunya akan menentukan kandungan logam yang terbentuk. 5.4.2. KONDISI MAGMATIK-HIDROTERMAL SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT

TEMBAGA PORFIRI

Kehadiran air atau fase aquatik dalam magma selama pembentukan tembaga porfiri merupakan hal yang sangat penting. Kontak air dengan magma yang sedang memisah terjadi dalam beberapa tahap. Fluida hidrotermal pertama yang memisah relatif kaya akan CO2 dibanding fluida yang memisah kemudian. Juga fraksi awal banyak mengandung klorida (NaCl>KCl>HCl>CaCl).

Kehadiran air dalam magma menurunkan temperatur kristalisasi. Burnham (1967) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa pada saat magma yang tidak jenuh mengintrusi lapisan permeabel yang mengandung fluida, perbedaan tekanan akan menyebabkan migrasi fluida tersebut. Jika tekanan fluida lebih besar dibanding tekanan hidrostatik, volatil akan keluar dari magma hingga tekanan kembali normal. Magma bisa jenuh dengan komponen volatil hanya jika tersedia cukup suplai fluida dari batuan samping, pada saat tekanan lebih besar dari tekanan litostatik. Sirkulasi konveksi fluida dapat terjadi karena perbedaan temperatur, kerapatan fluida dekat magma, dan masuknya fluida dingin dari sekitar magma. Pola sirkulasi dikontrol oleh permeabilitas batuan samping. Perbedaan temperatur yang besar bisa menyebabkan terjadinya pemusatan dan kristalisasi besar-besaran secara serentak dalam magma. Pada saat kristalisasi berlangsung pada suatu kisaran temperatur, pemisahan kristal komponen non volatil menyebabkan bertambahnya konsentrasi volatil dalam fraksi cairan dan selanjutnya menambah tekanan gas dalam larutan. Jika tekanan gas selama pendinginan dan kristalisasi lebih besar dari tekanan batas, akan menyebabkan terjadinya vesikulasi.

3 3 10 2 5 3 10 8

Proses pendinginan magma basa yang miskin air menyebabkan terjadinya breksiasi

berskala besar. Bersamaan dengan bertambahnya permeabilitas, memungkinkan air

meteorik ber-konveksi dan masuk ke dalam zona intrusi, sehingga redistribusi dan konsentrasi bijih dapat terbentuk.

5.4.3. PERUBAHAN GEOKIMIA SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT

Pendinginan larutan hidrotermal dan reaksi dengan batuan samping meningkatkan kandungan K+, Na+, dan Ca+ dari larutan klorida. Replasemen plagioklas pada temperatur tinggi menjadi ortoklas dihasilkan dari subtitusi Ca+ dan Na+ menjadi K+. Alterasi dan presipitasi kuarsa (silisifikasi) diikuti oleh pembentukan molibdenit dan kemudian pada temperatur lebih rendah diikuti oleh logam-logam dasar sulfida lainnya. Pengendapan logam sulfida dalam jumlah tertentu tergantung pada keaktifan logam dan sulfur dalam larutan.

Alterasi batuan samping umumnya digunakan untuk menginterpretasi lingkungan kimia-fisika deposit bijih. Zona alterasi tersebut menunjukkan bahwa fluida pembawa bijih mulai bermigrasi keluar dari stok porfiri pada temperatur 500o – 700o

C.

Pada beberapa daerah tembaga porfiri, pola-pola struktur membantu dalam menentukan pola pengendapan bijih hidrotermal. Bukaan pada batuan (opening in rock) dapat menunjukkan berapa tingkatan pengendapan. Umumnya bukaan yang pertama pada deposit porfiri menunjukkan alterasi yang menghasilkan K-feldspar, muskovit, biotit, dan kumpulan Cu-Fe-S dengan kadar sulfur rendah.

Proses kimia yang penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi, metasomatis kation dan metasomatis anion. Dalam hal ini, yang paling penting adalah hidrolisis atau metasomatis ion H+. Beberapa perubahan geokimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

- Serisitisasi ortoklas :

3KalSi3O8 + 2H+ → Kal2AlSi3O10(OH)2 +2K+ + 6SiO2

- Kloritisasi biotit :

2K(Mg,Fe) AlSi O (OH) + 4H+ - Kloritisasi albit :

→ Al(Mg,Fe) AlSi O (OH) + (Mg,Fe)2+

+ 2K++ 3SiO2

2+ 3+ 2+ 3+

2NaAlSi3O8 + 4(Mg,Fe) + 2(Fe,Al) + 10H2O → (Mg,Fe)4 ((Fe,Al)2 Si2O10(OH)8 + 4SiO2 + - Serisitisasi klorit :

3+

2Na + 12H+

+ +

2Al(Mg,Fe)5AlSi3O10(OH)8 + 5Al

- Silisifikasi serisit :

+ 3Si(OH)4 + 3K

+ 2H → 3Kal2AlSi3O10(OH)2 + 10(Fe,Mg)2+ + 12 H2O

Kal2AlSi3O10(OH)2 + 3Si(OH)4 + 10H+ → 3Al3+

+ K+ + 6SiO2 + 12H2O

Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa secara kualitatif, sedikit atau banyak selama proses alterasi dapat dihasilkan ion H+. Meyer dan Hemley (1967) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) mencatat bahwa ion H+ jumlahnya kecil dalam alterasi propilitik dan K-feldspar, kemudian bertambah banyak dalam alterasi serisitisasi dan argilik.

Dalam hubungan antara larutan hidrotermal dan kumpulan mineral sulfida, oksida, dan alterasi batuan samping, parameter yang paling penting adalah fO2, fS2, dan pH

4

5.4.4. PERPINDAHAN BIJIH

Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase aquatik) dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Karena itu, pada proses pengendapan bijih hidrotermal, sifat larutan dan stabilitas mineral merupakan dasar yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan tertentu mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul dalam jumlah besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam dapat berkisar antara 1 – 104ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara total kandungan sulfur dengan total logam berat (heavy metal) cukup tinggi. Kenyataan bahwa kandungan sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam) sangat besar dapat terlihat dari ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa deposit tembaga porfiri. Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung alkali klorida (ditambah CO2, NH3, dan CH4) dan kandungan garamnya kadang sampai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida selama transportasi. Berdasarkan pH dan fO2, hanya lima jenis sulfur yang stabil dalam larutan aquatik,

2- 2- -

-yaitu SO4 , S , HS , H2S, HSO4 . Pada kondisi asam dengan temperatur rendah, sulfur

-yang paling penting untuk pembentukan logam kompleks adalah HSO4 (pH 2), sebaliknya S2- adalah basa kuat (pH 13) yang penting sebagai media transport bijih pada temperatur tinggi, dan selanjutnya pada temperatur sekitar 250oC, pH larutan berkisar antara pH 6-8 dimana pada kondisi ini SO

2-paling penting.

, HS-, H2S merupakan sulfur yang

Data kelarutan tembaga dalam larutan aquatik masih sedikit diketahui. CuFeS2 larut dalam air murni pada temperatur 350oC dan dalam air yang jenuh H2S pada temperatur di atas 200oC dengan tekanan 200 atm. Covelit larut H2S pada temperatur 200oC dengan tekanan 43 atm. Selanjutnya pada temperatur rendah dimana kandungan sulfur rendah, maka senyawa kompleks klorida adalah merupakan agen transport tembaga yang penting.

Pengendapan senyawa kompleks sulfida disebabkan oleh :

1. Pendinginan sebagai akibat dari pergerakan fluida di sepanjang daerah dengan perbedaan temperatur yang besar,

2. Percampuran dengan air meteorik, dan 3. Reaksi dengan batuan samping.

5.4.5. STUDI PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI

Studi pembentukan deposit tembaga porfiri dilakukan dengan isotop oksigen dan hidrogen yang sangat penting untuk :

1. Menentukan asal dan kejadian air dalam deposit bijih hidrotermal, dan 2. Perkiraan temperatur pembentukan tembaga porfiri.

Studi isotop oksigen dan hidrogen didasarkan pada prinsip bahwa kandungan 18O dan H dalam semua air alam berbeda. Analisa isotop oksigen dan hidrogen yang dihubungkan dengan kerangka geologi deposit tembaga porfiri menunjukkan adanya dua pola larutan yang berbeda tapi saling terkait (lihat gambar 5.3), yaitu :

1. Larutan magmatik hidrotermal internal (magmatic hydrotermal solution) dibawah tekanan litostatik yang tinggi dan terbentuk selama kristalisasi tahap akhir, dan 2. Sirkulasi meteorik-hidrotermal eksternal (external meteoric-hydrothermal circulation)

Gambar 5.5 Skema yang memperlihatkan pengaruh magmatik-hidrotermal dan meteorik hidrotermal dihubungkan dengan model Lowell-Guilbert (Taylor, 1974, dalam Bowen dan Gunatilaka, 1977).

Pada tahap awal kedua sistem tersebut dapat saling berinteraksi, tapi kadang sistem internal telah berhenti sementara sistem eksternal masih berpengaruh kuat. Akibatnya terjadi invasi sistem eksternal ke bagian dalam dan membentuk zona serisit-pirit dan argilik yang terletak dibagian luar zona potasik. Kedudukan utama kalkopirit dalam sistem deposit tembaga porfiri adalah pada daerah interaksi kedua sistem tersebut di atas atau pada daerah antara zona potasik dan zona serisitisasi. Zona mineralisasi tembaga porfiri tersebut disebut kulit bijih (ore shell).

Roedder (1971) dalam Imay (1978) yang melakukan penelitian tentang inklusi fluida pada deposit tembaga porfiri menemukan bahwa distribusi inklusi fluida sangat khas. Inklusi pada zona inti umumnya memiliki salinitas yang tinggi yang diperkirakan berasal dari magmatik primer pada temperatur sekitar 500oC. Sedang pada zona luar, inklusi fluida memiliki salinitas rendah yang diperkirakan karena adanya percampuran dengan air meteorik pada temperatur sekitar 200o – 350oC.

Dalam dokumen Genesa Bahan Galian-complete2 (Halaman 35-39)