• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.4 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Tanpa Izin UPT Perparkiran

5.4.1 Mekanisme Pengelolaan dan Legitimasi Kebijakan Pengelolaan

5.4.1 Mekanisme Pengelolaan dan Legitimasi Kebijakan Pengelolaan

Mekanisme pengelolaan parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran tentunya berbeda dengan parkir lainnya. Pengelolaan ini datang dari kesepakatan antara juru parkir dengan warga, biasanya tokoh penting di wilayah tersebut. Seperti kesepakatan antara ketua RT atau ketua RW dengan pemilik lahan dan juru parkir. Pada kenyataannya penulis menemui fakta dilapangan bahwa pada titik parkir di jalan Pattimura dikelola oleh RT setempat, RT 02 Krajan. Pada model parkir ini biasanya kekuatan dipegang oleh tokoh masyarakat bukan dari UPT Perparkiran.

Awal mula menjadi juru parkir memiliki ciri khas yang berbeda dari parkir yang lainnya. Pada model ini persyaratan tidak terlalu mengikat seperti parkir berizin pada umumnya. Persyaratan – persyaratan tersebut hanya sebuah formalitas semata seperti kartu tanda penduduk39. Kartu pengenal ini diharapkan mampu mengidentifikasi juru parkir ketika

39

75

nanti menghadapi suatu permasalahan. Awal mula menjadi juru parkir warga tanpa izin UPT ini bermula dari tawaran – tawaran yang akhirnya melakukan transaksi jual beli lahan. Pernyataan tersebut diuraikan oleh mas JS sebagai juru parkir sebgai berikut40. :

“Selama iki, ga ono syarat syarat khusus, ora ribet, mung modal nekat gelem kerjo we dadi. Yo kui aku kae nawakke awakku. Mbiyen ki pertama aku ki kumpul mbe konco-konco, konco pitik, konco manuk, crito-crito eneng

lahan sing meh di “dol” soale butuh duit, dadi

tak genteni. Mergo kui parkir ilegal, aku gentenine sak karepku dewe. Dadi kancaku kerjo parkir kono kui meh leren kerjone, lha meh memberikan pekerjaan kui neng aku, tapi aku kudu ngei pesangon kasarane, dadi kui sing di jenengke nggenteni lahan. Selama 3 tahun aku kerja, ora ono masalah karo wong kampung, mergo aku setor 75 rb kui neng RT ne, dadi kasarane aku kebal mergo dekengan pak RT kono, sing penting duit lancar. Untuk jam kerja aku mulai kerja setengah 6 sampe jam 10 aku sudah pulang, walaupun kerja bisa sampe jam 12”

Dari awal mula terjadi proses perparkiran sudah kontras dari peraturan yang ditetapkan oleh UPT Perparkiran yang mengatakan bahwa transaksi jual beli lahan itu dilarang. Pengelolaan ini berlanjut pada sisi seseorang atau tokoh yang memiliki power di wilayah tersebut. Ketua RT 02 Krajan merupakan salah satu orang yang memiliki power tersebut. Mas JS mengutarakan bahwa selama bekerja tidak pernah menuai masalah atau kritikan dari masyarakat setempat.

Pertama dilihat dari jawaban yang diuraikan bahwa kekuatan terbesar dibelakang juru parkir adalah Ketua RT. Disini ketua RT memegang kuasa atas penerimaan retribusi tiap bulannya. Menurut pengakuannya retribusi ini menjadi pendapatan wilayah tersebut dan

40

76

dijadikan sebagai kas RT wilayah tersebut. Meskipun tidak dengan sepengetahuan UPT Perparkiran, legitimasi model parkir seperti ini dikeluarkan oleh warga setempat. Peraturan dan konsekwensi akan diterima juru parkir.

Berlanjut pada pengelolaan berikutnya adalah sistem kerja, sistem kerja ini tidak melihat waktu seperti parkir lainnya. Mas JS menerangkan tiap harinya ia bekerja hanya beberapa jam saja. Penulis lebih dalam bertanya bagaimana relasi yang terjalin antara UPT Perparkiran dengan parkir model warga ini. Dari pengakuan Mas JS selama hampir 3 tahun bekerja tidak ada keterikatan dengan UPT Perparkiran. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :

“Durung tau. Sakjeke aku kerjo 3 tahun neng kono durung tau di tekani wong UPT Perparkiran opo dishub- belum pernah, selama aku kerja 3 tahun disana belum pernah

didatangi oleh UPT parkir apa dishub”

Pernyataan yang diungkapkan oleh Mas JS bisa disimpulkan bahwa parkir tersebut memang tidak ada keterikatan ataupun perhatian dari UPT Perpakiran.

5.4.2 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

Dijelaskan diawal bahwa pengelolaan ini berbasis dan tertuju pada warga. Alur setoran dan konskwensi ini mengalir ke arah warga atau tokoh yang menaungi. Penulis menemui salah satu juru parkir yang tidak terdaftar resmi di UPT Perparkiran. Penulis berbincang bincang dan mencari tahu bagaimana pengelolaan juru parkir liar, apakah sama, ataukah memiliki perbedaan jauh. Penulis menemui salah satu juru parkir liar yang bekerja di Jl Patimura Kota Salatiga. Pada bagian ini penulis menerangkan salah satu pengelolaan parkir liar di Salatiga

Sistem setoran juga berbeda dari parkir pada umumnya. Juru parkir liar memiliki tanggungan perbulan, bukan perhari. Sedangkan sistem

77

pendapatan berbeda dari parkir lainnya. Parkir liar ini tidak memiliki tanggungan harian yang harus disetor. Juru parkir bertanggung jawab kepada lingkungan sekitar, hal ini dijelaskan Mas JS sebagai berikut 41:

“Pertama lokasine aku parkir disamping persis

Jl Patimura. Hargane kui Rp. 500.000 per 5 bulan sekali kui khusus buat pemilik toko, kalo masalah setoran kui masuknya kekampung, sebesar Rp. 75.000 per bulan. Untuk masalah pendapatan kalau aku, tinggal pendapatan perhari dapat berapa, ibarat perhari entuk Rp.

40.000 ya itu hasilku”

Alur pengelolaan dan konskwensi ini menuju warga setempat. Hubungan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Bagan 5.5

Bagan Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

Sumber : Analisis Data Primer

Alur pengelolaan dan konskwensi retribusi diatas tentunya juga akan menghadapi permasalahan. Jika melihat alur, kekuasaan penuh di tangan pengelola, baik RW atau perorangan/pribadi. Jadi jika terjadi perselisihan, masalah dengan pihak manapun, seperti pengelola dan Ketua RT/RW berperan dalam menyelesaikan konflik.

41

Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017

Warga/Lingkungan

78 5.5 Sistem Pengelolaan Parkir Khusus

Salatiga memiliki beberapa model pengelolaan, baik berizin, parkir warga dan parkir khusus. Pada bagian ini penulis mengambil salah satu lokasi parkir yang bersifat khusus, lokasi tersebut adalah Ramayana. Parkir Ramayana merupakan merupakan parkir khusus diantara parkir yang lainnya. Dijelaskan oleh Bapak Heri bahwasanya status parkir ini didapat dari dulu, segi historis yang sangat kuat hingga sekarang. Bapak Heri selaku juru parkir bekerja dari jaman Bapak Totok Mintarto menjabat sebagai walikota. Secara historis parkir ini didapatkan karena kerja sama menjadi tim sukses waktu pilwalkot42.

Seiring berjalannya waktu, model pengelolaan parkir Ramayana ini semakin tertata rapi. Bapak Heri yang bekerja dari awal menceritakan ada sistem kerja yang diterapkan dan disepakati bersama. Paguyuban Pulung Mandiri adalah paguyuban juru parkir yang berada di Ramayana. Tugas dan fungsi paguyuban ini tidak jauh berbeda dengan paguyuban parkir berizin. Untuk mengelola parkir yang ada di Ramayana dibentuklah paguyuban juru parkir dengan nama Pulung Mandiri dengan nama pengurusnya yaitu : 1) Bapak Totok Kaji, 2) Mas Yono, 3) Bapak Kamto, 4) Bapak Darno (meninggal dunia digantikan anaknya)

Paguyuban tersebut bukan hanya untuk menjadikan pengelolaan lebih mudah. Tetapi, paguyuban tersebut juga memiliki program kerja tersendiri seperti : 1) Arisan sosial, 2) Ada KTA sendiri, 3) Ada jamsostek. Tetapi berjalannya waktu program – program yang berjalan semakin lama semakin hilang hal ini dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut43 :

“Bagus dulu itu, terus sekarang ga jalan, ga kaya

dulu, pemasukannya berkurang. Sekarang uda sepi. Kalo dulu pemasukannya untuk muter itu bisa, kalo sekarang ga bisa. Dulu sempet jalan itu hampir 5- 6 tahun berjalan. “Ga bisa kalau untuk

menambah juru parkir baru, itu turun temurun. Contohnya aku ya disitu terus sampe tutup

42 Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017

43

79

ramayana. Gabisa diganti orang, memang pertemanan awal dari perkerjaan ini. Dikasih Bapak walikota itu dari awal buka ramayana

sampai sekarang”

Suatu lokasi parkir pasti membutuhkan sumber daya manusia agar mampu dikelola dengan baik. Dalam bagian ini penulis menjelaskan dan memberi informasi atas sistem perekrutan Parkir Ramayana. Secara histori parkir ini memiliki pengurus yang mengatur. Dalam aturan tersebut, perekrutan juru parkir tidak sembarangan. Perekrutan tersebut menimbang beberapa hal. Baik dari segi kekeluargaan, maupun kerabat dekat. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa tidak mudah menjadi bagian juru parkir di Ramayana. Adanya faktor – faktor tersebut membuat perekrutan juru parkir Ramayana berbasis modal sosial. Sedangkan untuk jumlah juru parkir sendiri hingga saat ini berjumlah 22 orang. Pada dasarnya sistem setor yang diterapkan adalah, staff UPT melakukan rolling atau keliling menarik rertribusi per lokasi. Berbeda dengan sistem setor yang dilakukan di Ramayana. Sistem setor retribusi dilakukan dengan cara juru parkir setiap shiftnya setor ke pengurus terlebih dulu. Setelah itu pengurus menyetor ke UPT Perparkiran.

Penentuan tarif dan target harian juga berbeda dari lokasi lainnya yang langsung dibawah arahan UPT Perparkiran. Penentuan tarif parkir Ramayana dilakukan dengan cara musyawarah antara pengurus dan juru parkir. Bapak Heri menjelaskan bahwa44 :

“Kalau untuk tarif itu, ya pengelola atau pengurus itu. Itu sempat dirapatkan sama pekerja, mobilnya 3000 rb dan motor 2000.

Karcis juga dari pihak pengelola”

Model setoran adalah penggunaan karcis. Jumlah karcis yang terpakai merupakan patokan, penghitungannya adalah 50% untuk juru parkir dan 50%

44

80

disetorkan ke pengurus45. Sistem kerja atau jadwal juru parkir juga diatur oleh pengurus. Sehingga penataan semacam ini diharapkan mampu merapikan tatanan pekerjaan. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut :

”Karcis itu satu bendel isinya 100 lembar. Brati kalau mobil 300.000. tidak bisa habis dalam sehari, paling habis berapa, ga nyampe. Kira kira 2-3 hari. Setiap kita datang ambil karcis, sisanya berapa kita kembalikan sama setoran. Misal karcis habis 20 ya kita setor 30.000. kan setengah setengah 1500. Ada peraturan dari pengurus, setiap hari selasa itu pergantian dari yang pagi ganti yang sore. Dari buka jam 9 itu sampai jam 3. Nanti jam 3 sore sampai tutup.

Setiap satu minggu.”

Alur komunikasi yang ditunjukan oleh model parkir khusus ini dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Bagan 5.6

Alur Komunikasi Parkir Khusus

Sumber : Analisis Data Primer

Komunikasi mengaharuskan semua elemen terlibat dalam aktivitas parkir. Seperti contoh kepala UPT Perparkiran yang memberikan otonomi kepada pengurus tentang pengelolaan, retribusi dan atribut-atribut lainnya. komunikasi yang dilakukan oleh pengurus Ramayana kepada juru parkir dulu lewat acara

45

Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017 Pengurus

Juru Parkir

81

rapat rutin tetapi sekarang hanya sekedar ketemu dan lewat grup WA atau BBM46. Dalam melaksanakan aturan atau perintah dari UPT Perparkiran komunikasi selalu dijalankan agar parkir terkelola dengan baik.

46

Dokumen terkait