• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB V"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

44 BAB V

SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA

5.1 Kebijakan Dinas Perhubungan dan Peran UPT Perparkiran

Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahap penting dalam

siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi hanya

dianggap berupa pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif

atau para pengambil keputusan, seolah olah tahap ini tidak begitu penting.

Namun pada kenyataannya jika melihat tahap yang dipaparkan oleh William

Dunn implementasi berfungsi sebagai “Pemantauan hasil dan dampak yang

diperoleh dari kebijakan”. Apabila meninggalkan dan tidak menganggap penting tahap implementasi maka suatu tujuan atau kebijakan tidak dapat

dilihat prosesnya dan dampak akhir kebijakan tersebut. Pada tahap ini

harusnya kebijakan dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan dan

dampak akhir akan terlihat memuaskan sesuai harapan.

Pada kota Salatiga, pemerintah daerah mengeluarkan produk kebijakan

yang mengatur bab perparkiran dalam peraturan daerah No 12 Tentang

Retribusi Jasa umum. Peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012.

Maka kebijakan ini yang harus menjadi dasar untuk mencapai sebuah tujuan.

Penulis menggunakan teori Edward III dalam melihat implementasi Peraturan

Daerah Kota Salatiga Nomor: 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum

Bab Perparkiran Kota Salatiga. Berikut penulis akan memaparkan uraian

mengenai pengimplementasian Peraturan Daerah Retribusi Jasa Umum

khususnya Bab Perparkiran :

1. Undang – undang No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum

Bab Perparkiran di bahas pada pasal 33 bab VII

2. Undang – undang tersebut hanya membahas besaran retribusi, dan cara

penghitungan restribusi

Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga

adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi

(2)

45

parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi harian, sistem

penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola dan juru parkir dalam

melaksanakan tugasnya1.

Pelaksanaan parkir dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan kota Salatiga

melalui perpanjangan UPT Perparkiran yang khusus bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan di lapangan. Pengelolaan parkir diserahkan kepada

paguyuban atau koordinator lapangan ditentukan oleh Dinas Perhubungan.

Dalam perencanaan pengelolaan parkir di tepi jalan umum, sistem yang

digunakan adalah Sistem Langsung yang dilakukan pemerintah daerah.

Petugas parkir dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada

petugas UPT Perparkiran terhadap setoran parkir, kelancaran lalu lintas

kendaraan, keamanan dan kenyamanan. Hal tersebut juga diharapkan

memberikan kenyaman dan keamanan bagi pengguna jasa parkir selama

berada di tempat parkir. Kemudian juru parkir menerima uang retribusi dari

pengguna jasa parkir sesuai dengan tarif yang ditentukan. Dalam pengaturan

kendaraan, setiap parkir dituntut untuk mengatur kendaraan agar tidak

mengganggu lalu lintas jalan.

Lokasi-lokasi parkir resmi sudah ditentukan oleh UPT Perparkiran kurang

lebih sebanyak 107 titik parkir2. Lokasi tersebut tentunya mendapatkan

persetujuan dari pengaju lokasi dan tindak lanjut dari UPT Perparkiran.

5.1.1 Kebijakan Tentang Parkir Dan Juru Parkir

Setiap kota atau daerah memiliki produk kebijakan yang mengatur

perparkiran. Kota Salatiga mengeluarkan kebijakan tentang parkir diatur

dalam peraturan daerah No 12 Tahun 2011 Bab VII pasal 33 Tentang

Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran yang bertuliskan :

Dengan nama retribusi pelayanan parkir di tepi jalan

umum dipungut retribusi atas pelayanan parkir di

tepi jalan umum yang disediakan pemerintah

1 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

2

(3)

46

Kebijakan ini hanya mengatur bahwa adanya biaya untuk

masyarakat yang menggunakan pelayanan parkir tepi jalan umum.

Sedangkan, kebijakan juru parkir dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan

melalui UPT Perparkiran dalam bentuk lembaran Surat Izin Juru Parkir.

Kewenangan UPT Perparkiran adalah melegitimasi mereka dengan

Surat Izin Juru Parkir. Produk yang dikeluarkan adalah selebaran Surat

Izin Juru Parkir. Isi surat izin juru parkir (lampiran) adalah mengatur

bagaimana tugas dan fungsi menjadi juru parkir berizin. Surat tersebut

dibuat oleh UPT Perparkiran dengan berbagai rujukan peraturan daerah

lainnya seperti :

1. UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

2. Peraturan Daerah Kota Salatiga No : 8 Tahun 2011 Tentang

Organisasi daan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga

3. Peraturan Walikota Salatiga No 55 Tahun 2011 Tentang Tugas

Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kota Salatiga

4. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 11 Tahun 2011 Tahun 2012

Tentang Pajak Retribusi

5. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 12 Tahun 2011 Tentang

Retribusi Jasa Umum dan,

6. Surat permohonan menjadi Juru Parkir

Sifat dari surat izin tersebut tidak berlaku lama, hanya berlaku 1

tahun dari tanggal permohonan. Apabila juru parkir masih ingin bekerja,

maka para juru parkir harus memperpanjang surat izin tersebut3. Surat

izin tersebut dikeluarkan ketika seseorang mengajukan menjadi petugas

parkir. Menjadi juru parkir tidak begitu sulit. Persyaratan tidak jauh

berbeda ketika membuat lamaran pekerjaan lainnya4. Proses – proses

3 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

4

(4)

47

yang mudah seperti inilah menjadikan salah satu faktor banyaknya

jumlah juru parkir di kota Salatiga.

5.1.2 Pelaksanaan Peran UPT Perparkiran Dalam Implementasi Kebijakan Perparkirn

Pelaksanaan peran UPT Perparkiran dalam mengelola parkir

menggunakan dasar UU No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa

Umum Bab Perparkiran. Peran tersebut dapat dijelaskan dengan

komunikasi yang dibangun antara UPT Perparkiran dengan juru parkir

dan juru parkir dengan masyarakat. Komunikasi yang dibangun

merupakan hal penting dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan

seperti apa yang dikatakan oleh Edwards III.

Hal utama dalam menjelaskan implementasi adalah komunikasi

sang implementator. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi

kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus

dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus

ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan

mengurangi distorsi implementasi. Dijelaskan oleh Edwards III bahwa

komunikasi merupakan hal terpenting dalam mengimplentasikan

peraturan daerah. Komunikasi sendiri memiliki tiga aspek yang

berkaitan, dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sebenarnya

analisis implementasi yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari

sumber daya manusianya. Berbicara mengenai komunikasi, berbicara

juga mengenai sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang

berkualitas dan kompeten dalam bidangnya akan memperlancar proses

implementasi peraturan daerah. Sifat – sifat implementator tidak jauh

dari komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.

Beberapa aspek didalamnya. Pertama, implementasi berkaitan

dengan komunikasi, impelementator diharuskan memiliki komitmen

yang baik. Kedua, implementasi berkaitan dengan kejujuran sang

(5)

48 lembaga yang diharuskan jujur pada suatu apapun, baik itu anggaran

untuk mengimplementasikan peraturan daerah atau non anggaran seperti

kejujuran dalam bertanggung jawab ketika mengaplikasikan peraturan

daerah. Ketiga, memiliki sikap demokratis, biasanya sikap demokratis ini

terlihat ketika sang implementator menghadapi permasalahan dan

mengambil keputusan ketika di lapangan.

Dalam hal komunikasi, informasi merupakan hal yang paling

utama. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan baik perancangan

peraturan masyarakat. Agar pemerintah dan masyarakat mampu

bersinergi pada sebuah tujuan kebijakan. Pada kasus tentang peraturan

daerah ini Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi peraturan daerah

terkait perparkiran hanya melalui tingkat RW5 dan situs online

salatiga.go.id. Melihat realita dilapangan, pemberitahuan informasi

tentang peraturan daerah ini dirasa tidak memberikan efek yang berlebih

dikarenakan pada dasarnya masyarakat sudah mengetahui bahwa ketika

mereka menggunakan fasilitas parkir akan dikenakan biaya retribusi. Hal

ini didapat oleh penulis dari petikan wawancara dengan salah satu

informan6 :

“wah kalo peraturan parkir tepi jalan umum itu

ya memang kewajiban kita sebagai pengguna parkir. Ga diberi karcis sama juru parkir pun kita udah tau kewajiban membayar. Itukan juga

bisa buat pendapatan kota”

Dari pernyataan diatas beberapa pengguna fasilitas parkir

menyadari tentang peraturan daerah ini. Mereka menyadari bahwa

retribusi yang dibayarkan merupakan pendapatan kota. Tetapi pada sisi

lainnya Dinas Perhubungan kota Salatiga terutama UPT Perparkiran

kurang memberikan informasi dan pengertian lebih kepada masyarakat

5

Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

6 Petikan obrolan dengan Mas Agus salah satu pengguna fasilitas parkir di titik Ada Baru pada

(6)

49

bagaimana seharusnya sikap masyarakat tentang perparkiran. Dalam

realitanya masyarakat hanya mengetahui kewajiban membayar tanpa

mengetahui dasar peraturan daerah bab perpakiran yang digunakan.

5.1.2.1 Kesiapan Staf Dalam Mengimplementasikan Kebijakan Perparkiran

Ketersedian jumlah staf yang cukup menjadi faktor penentu

suatu kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam

implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena

staff yang tidak mencukupi, tidak memadai, ataupun tidak

kompeten di bidangnya. Namun jumlah staff yang memadai

belum menjami keberhasilan implementasi suatu kebijakan, staff

harus mempunyai ketrampilan dan kompetensi dibidangnya

masing – masing.

Jumlah pegawai Dinas Perhubungan Kota Salatiga

terkhusus pada UPT Perparkiran adalah 4 orang7. Dengan

jumlah pegawai yang terbatas, para pegawai seluruhnya terlibat

dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut karena

UPT Perparkiran terfokus di pengelolaan parkir baik dari proses

pengadaan juru parkir hingga bab retribusi. Hal ini dijelaskan

oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut8 :

“Kita memang hanya berjumlah 4 orang saja. Ini

membuat kita semakin bekerja keras. Kerja keras dalam masalah penarikan retribusi kepada juru parkir dan juga biasanya dalam pembinaan juru parkir. Kita tidak pernah lupa untuk mengambil setoran mas, cuaca seperti apapun kita pasti

tarik’i.”

Dari pernyataan yang diberikan, menjelaskan bahwa dengan

kuantitas yang terbatas UPT Perparkiran masih melakukan

7 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

8

(7)

50

pekerjaan sesuai tanggung jawab mereka. Dengan pernyataan

bahwa mereka bekerja keras mengindikasikan para staff

memiliki komitmen yang tinggi terhadap aturan pada bidang

pekerjaan mereka. Kerja keras yang dimaksud adalah sikap dan

tanggung jawab yang ditunjukan lewat dengan aksi – aksi ketika bertugas menarik retribusi pada cuaca apapun.

Dalam proses kegiatan parkir tentunya ada beberapa

permaslahan yang selalu datang. Permasalahan seperti laporan

laporan yang datang dari masyarakat akan melihatkan kinerja

struktur birokasi. Kesiapan staf UPT Perparkiran dalam

menanggapi permasalahan dapat dilihat dari pernyataan yang di

utarakan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut :

“Kalo ada masalah tentang parkir, baik parkir liar

atau jukir tidak bekerja secara enak masyarakat kita tunggu untuk melapor, kalo ga lapor kita mau gimana, bisa lapor ke kami. Kita bakalan tindak tegas apabila ada jukir yang masih ngawur. Tapi

harus berdasar bukti dan laporan.”

Struktur birokasi dalam menerima laporan dan

menindaklanjuti laporannya dirasa bagus dikarenakan masih

saja banyaknya keluhan-keluhan tentang parkir oleh masyarakat

lewat media sosial yang tidak ditindaklanjuti. Seharusnya,

proses pengawasan berjalan terus menerus, dan tidak

semata-mata memikirkan masalah setoran retribusi saja. Pengawasan

bisa saja lewat sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh juru

parkir kepada pengguna parkir.

5.1.2.2 Kerja Sama Antara UPT Perparkiran Dengan Dinas Lain

Kerja sama disini adalah kerja sama antar dinas yang telah

diminta bantuan oleh UPT Perparkiran. Kerja sama yang dijalin

(8)

51

pemberdayaan juru parkir. Untuk penegakan peraturan pastinya

bekerja sama dengan Satpol PP. Sedangkan untuk

pemberdayaan atau pembinaan biasanya dari pihak kepolisian

tentang tatacara mengendalikan lalu lintas.

Minimnya jumlah personil yang dimiliki UPT Perparkiran

tidak menjadi halangan dalam mengelola perparkiran di kota

Salatiga. Pengelolaan parkir bukan hanya masalah retribusi saja

melainkan penertiban terhadap parkir liar dan pembinaan

maupun sosialisasi kepada juru parkir. Dengan minimnya

jumlah personil yang dimiliki, UPT Perparkiran bekerja sama

dengan dinas – dinas lainnya, seperti Satpol PP dan Polres kota Salatiga ikut terlibat sebagai pelaksana lapangan (razia titik

parkir liar). Bukan hanya razia saja tetapi juga ini sesuai

cuplikan wawancara dengan salah satu staff UPT Perparkiran

Bapak Ludi sebagai berikut9 :

“Untuk masalah penegakan tidak kita saja mas,

terkadang kita dibantu sama polres atau satpol pp, kalo sekarang ada pkl pasti ada parkir. Kita juga bekerja sama dengan polres untuk sosialisasi

dalam penegakan perda dan peraturan bekerja”

Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Mas Handa juru

parkir resmi yang bekerja di titik cungkup Jalan Yos Sudarso

sebagai berikut10 :

“Kadang kadang didatangkan semua, jadi satu memberi pembinaan kepada juru parkir bagaimana cara yang benar. Orang – orang terpilih diberi pelatihan tersendiri. Khususnya yang muda muda yang baru baru, kalo dulu kita pertama kali pelatihan itu di Poltas dikarenakan hubungannya langsung sama lalu lintas. Itu cuma

sekali.“

9 Wawancara dengan Bapak Ludi pada tanggal 10 Mei 2017

10

(9)

52

Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya

disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada

kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Kita ketahui dalam

pembuatan peraturan daerah ini melalui banyak fase, baik dari

fase perumusan hingga fase pengesahan. Melalui penjelasan ini

kita dapat menyimpulkan bahwa suatu peraturan daerah dari

proses penyusunan sampai pada tahap pengesahan melalui

beberapa tahap yang panjang sehingga tidak ada alasan lagi bagi

instansi terkait untuk tidak mengetahui dan memahami maksud

dan tujuan Peraturan Daerah No 12 Tahun 2011 ini dibuat. Hal

tersebut lebih dijelaskan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai

berikut11.

“Berkaitan dengan kerja sama dengan instansi lain untuk menunjang pekerjaan kita, kita dibantu oleh Satpol PP dan Polres Salatiga. Dinas dinas tersebut sudah tahu dan mengerti waktu kita ada public hearing.

Menurut penuturan dari kepala UPT Perparkiran dalam

mengelola parparkiran di Salatiga memang bekerja sama dengan

pihak – pihak lainnya. Pengelolaan bukan hanya soal retribusi, tetapi pengelolaan sumber daya manusia atau juru parkirnya

juga harus diperhatikan. Dengan jumlah personil yang hanya 4

orang memang kesulitan dalam menjangkau semua. Contoh

parkir liar biasanya UPT diberitahu oleh Satpol PP dan Polres.

Pada tahun ini juga UPT Perparkiran mendapat info dari Satpol

PP dan Polres tentang lokasi yang dijadikan parkir12. Sehingga

dengan bantuan dari dinas lain membantu UPT Perparkiran

menemukan lokasi baru yang berpotensi menjadi pendapatan

kota.

11 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

12

(10)

53 Gambar 4

Pembekalan dan pengarahan dari Polisi Lalu lintas

5.2 Model Pengelolaan Parkir Berizin di Kota Salatiga

Parkir berizin merupakan parkir paling kuat dalam hal legitimasi,

dikarenakan langsung dibawah kendali pemerintah kota atau UPT Perparkiran.

Parkir berizin ini berada pada 256 titik yang tersebar di berbagai lokasi.

Biasanya, lokasi parkir ini berada di pusat kota. Hal ini penulis mengambil

contoh di sepanjang jalan Jendral Sudirman dan Jalan Sukowati. Pada

dasarnya parkir merupakan sebuah sumber pendapatan asli daerah. Apabila

parkir ingin dijadikan sumber utama pendapatan kota Salatiga, maka dari itu

parkir harus beroperasi pada lingkup kota. Pernyataan tersebut yang

diungkapkan oleh bapak Agus Nur sebagai kepala UPT Perparkiran bahwa

parkir yang harus dikelola berada di jalan milik kota, bukan jalan provinsi. Hal

tersebut dijelaskan sebagai berikut13

:

“Kalau parkir itu, disemua wilayah kota Salatiga, bahkan jalan kecil pun bisa buat jadi pemasukan jika melaporkan. Kecuali jalan provinsi dan jalan nasional karna jalan provinsi dan jalan nasional itu dilarang untuk parkir karena untuk kelancaran lalu lintas.”

13

(11)

54

Pernyataan diatas menyatakan bahwa parkir dapat dijadikan sumber

pendapatan kota apabila lokasi tersebut melapor ke UPT Perparkiran.

Kemudian jika lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran sudah

dipastikan bahwa memiliki status yang berizin dan resmi. Salah satu tanda atau

bukti bahwa parkir tersebut berizin atau tidak bisa dilihat dari atribut juru

parkirnya dengan memakai id card atau tanda pengenal14.

Gambar 5

Juru parkir resmi kumpul di Dinas Perhubungan Kota Salatiga

5.2.1 Legitimasi Juru Parkir Berizin Oleh Struktur Birokrasi dan Masyarakat Kota Salatiga

Legitimasi parkir berizin ini bermula dari laporan-laporan lokasi

dan pengajuan juru parkir baru. Laporan – laporan tersebut dalam bentuk surat lamaran pekerjaan dan pemberitahuan tentang lokasi. Kemudian

pihak UPT Perparkiran melegitimasi mereka dengan Surat Izin Parkir.

Dalam proses mendapatkan legitimasi dari struktur birokrasi tidak begitu

sulit. Juru parkir diwajibkan mengirim lamaran atau proposal ke UPT

Parkir seperti yang dijelaskan mas Handa sebagai berikut :

14

(12)

55 “Kita harus punya lahan dulu, yang mau

diparkiri itu yang mana, trus kita membikin proposal atau seperti lamaran kerja ke dinas perhubungan. Dengan syarat syarat, fotocopy KTP surat lamaran kerja sama SKCK. Kalo sudah dibikin kartu anggota sama SK itu baru kita bisa kerja dititikyang kita tuju15”

Persyaratan-persyaratan diatas sangat mudah untuk mendapatkan

legitimasi dari pemerintah daerah. Persyaratan tersebut memudahkan para

juru parkir baru yang ingin mendapatkan perlindungan hukum dari

pemerintah daerah. Proses legitimasi berlanjut pada pembuatan Surat Izin

Juru Parkir yang dikeluarkan oleh UPT Perparkiran. Dari pernyataan

diatas, surat tersebut berlaku kurang lebih selama 1 tahun dari waktu

yang ditetapkan. Struktur birokasi tersebut sangat memudahkan bagi juru

parkir yang ingin membantu mengimplementasikan peraturan daerah.

Mengingat bentuk legitimasi yang dikeluarkan oleh UPT

Perparkiran adalah dengan Surat Izin Juru Parkir tentunya bentuk

legitimasi lain berasal dari masyarakat atau pengguna jasa dan fasilitas

umum tersebut. Bentuk - bentuk legitimasi tersebut bisa berupa anggapan

masyarakat terhadap lokasi yang digunakan aktivitas parkir. Bukan hanya

lokasi yang digunakan tetapi wujud legitimasi yang muncul adalah

anggapan pada penggunaan atribut – atribut yang digunakan oleh juru parkir. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa konsumen diberbagai

lokasi parkir sebagai berikut :

“Pengertian saya ketika melihat bapak juru

parkir tersebut memakai rompi dishub ya saya pikir dia resmi. Paling gampang kan kalo tidak terdaftar resmi ga mungkin dapat rompi itu. Lagipula lokasinya juga di tepi jalan umum. Oh iya, itu dia juga ada idcard. Kalau untuk masalah karcis yaa....mungkin kebiasaan

15

(13)

56

semua juru parkir yae tidak memberikan karcis ke pengguna parkir. Tapi menurut saya ya tidak papa lah tidak memakai karcis paling – paling formalitas. Kadang saya ditawari tapi ya saya tolak juga hehehe...16”

Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa adanya pengakuan dari

masyarakat bahwa juru parkir yang menggunakan atribut seperti

memakai rompi dan karcis merupakan parkir resmi yang dikelola oleh

Dinas Perhubungan. Pengakuan pengguna parkir merupakan legitimasi

yang tidak begitu kuat seperti legitimasi yang diberikan UPT

Perparkiran. Namun legitimasi seperti itu dibutuhkan untuk menguatkan

keberadaan juru parkir ketika bekerja. Penggunaan atribut seperti rompi

dan Idcard untuk menghilangkan anggapan masyarakat yang

menganggap parkir tersebut adalah parkir ilegal.

5.2.2 Mekanisme Pengelolaan Parkir Berizin

Pengelolaan parkir berizin ini tentunya dilakukan oleh UPT

Perparkiran. Perencanaan yang matang dalam eksekusinya sebenarnya

juga menjadi hal penting dalam mengimplementasikan peraturan daerah

No 12 Tahun 2011. Sebagaimana dituliskan diawal, perencanaan

merupakan langkah awal setelah keluarnya peraturan daerah. Dalam

peraturan daerah kota Salatiga tidak menyebutkan bagaimana

seharusnya dalam mengelola parkir dan juru parkirnya, tetapi hanya

membahas besaran retribusi.

Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir berizin di

kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak

boleh asal, tetapi melihat pertimbangan – pertimbangan yang ditakutkan nanti memunculkan hambatan dalam implementasi. Perencanaan dalam

pengelolaan parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi

16 Wawancara dengan Achmad Nur Wahid sebagai pengguna parkir lokasi Cungkup pada tanggal

(14)

57

harian, sistem penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola

dan juru parkir dalam melaksanakan tugasnya.

Juru parkir merupakan implementator kebijakan selain

staf/pegawai UPT Perparkiran. Tanpa juru parkir implementasi

kebijakan ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Para juru parkir

diharapkan memiliki kualitas bekerja pada bidangnya. Untuk segi

kuantitas, mengalami peningkatan dari tahun ketahun dikarenakan

mudahnya dari segi mendaftar menjadi juru parkir resmi17.

Dalam hasil wawancara yang diperoleh dari Kepala UPT

Perparkiran maupun beberapa juru parkir, untuk segi kualitas dalam

bekerja Kepala UPT Perparkiran mengakui bahwa sumber daya yang

dimiliki juru parkir masih kurang dalam mengimplementasikan

kebijakan. Salah satu cuplikan dari wawancara tersebut sebagai

berikut18 :

“Jadi jukir itu gini, SDM nya cara berpikirnya

gini, kalo kita lupa untuk menarik retribusi hari ini, ndak ditariki, dan dia pulang, ga ada ganti. Klo ditanya pagi hari, udah ilang dompet kosong. Itu bukan sering, tapi kebiasaan hehe... karena kan gini, pulang digagapi bojone ge blonjo sedino

entek”

Bukan hanya masalah setoran atau retribusi, para juru parkir juga

melalaikan keselamatan bekerja diri sendiri dan orang lain. Seperti

halnya ungkapan dari mas Heri yang bekerja di Ramayana. Hasil

wawancara tersebut sebagai berikut19 :

“Ga ada, ya cuma berbekal naluri aja, tinggal kerja udah itu tok. Kerja kan gampang, kalo motor kurang rapi tinggal angkat sama geser, beda kalo mobil jawane itu pakulinan (terbiasa)”

17

Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

18 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

19

(15)

58

Tak hanya itu, fakta yang sama ditemukan penulis dari berita

online yang diterbitkan oleh www.harian7.com. Dalam berita tersebut

menuliskan20 :

“Tujuan kegiatan ini, untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan juru parkir dalam bertugas di jalan demi keselamtan bersama. Harapan kami, para jukir ikut berperan dalam menjaga kelancaran arus lalu lintas dan ketertiban jalan – AKP Edy Sutrisno”

Pernyataan diatas dipertegas oleh Kepala Dinas Perhubungan

Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata dalam berita yang diposting

oleh salatigakota.go.id. Cuplikan berita tersebut sebagai berikut21 :

“Kepala Dishubkombudpar mengingatkan supaya

juru parkir mengarahkan pengguna parkir mulai sebelum sampai meninggalkan tempat parkir.

“Parkir terutama di Jl Jendral Sudirman sering

dikeluhkan oleh masyarakat lewat media sosial. Oleh karena itu saya menghimbau supaya juru parkir benar benar melaksanakan tugas dengan baik, yaitu mengarahkan tke tempat parkir sampai meninggalkan tempat parkir, jangan hanya

menarik retribusi terus ditinggal.”

Pada proses implementasi baik keselamatan atau kelancaran

bekerja yang dilakukan oleh juru parkir, masih saja ada kelalaian. Sikap

bekerja tersebut melenceng dari apa yang sudah dihimbaukan dan yang

sudah diatur dinas UPT Perparkiran maupun langsung dari kepala Dinas

Perhubungan.

Pengorganisasian merupakan kegiatan mendasar dari manajemen.

Dilaksanakan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki termasuk unsur

manusia. Pengorganisasian merupakan suatu fungsi untuk mempermudah

20

www.harian7.com/2016/04/sebanyak-45-juru-parkir-di-salatiga.html diakses pada tanggal 30

April 2017 pukul 16.00 WIB

21www.salatigakota.go.id/InfoBerita.php/id=1592& diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 1

(16)

59

melakukan pekerjaan dengan mempersatukan pekerjaan masing-masing

dengan kata lain menspesialisasi agar pekerjaan semakin efektif dan

efisien. Adapun pembagian pembagian kerja seperti dalam menarik

retribusi parkir dari juru parkir.

Dalam penarikan retribusi tiap harinya, anggota UPT Perparkiran

melakukan pekerjaan keliling ke setiap lokasi parkir. Bukan hanya

pembagian tugas saja pada internal UPT Perparkiran, tapi pengelolaan

agar efektif dan efisien dalam bekerja juga diterapkan pada juru parkir.

Dalam membantu UPT Perparkiran, setiap lokasi parkir wilayah di

Salatiga memiliki paguyuban dengan beberapa koordinator lapangan.

Bagan 5.1

Bagan Koordinator Tiap Wilayah

Sumber : Analisis Data Primer

Bisa disimpulkan bahwa dalam pengorganisasian yang dilakukan

UPT Perparkiran bukan hanya pada sisi internal saja, tetapi

pengorganisasian juga dilakukan dilapangan untuk mengatasi berbagai

problematika atau hambatan dalam bekerja. Pembagian kerja yang

efektif dan efisien telah dilakukan oleh UPT Perparkiran kota Salatiga. UPT PERPARKIRAN

Koordinator Wilayah Utara

Koordinator Wilayah Tengah

Koordinator Wilayah Selatan

(17)

60

Pengawasan merupakan pengendalian dari awal, baik mulai

perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Pengawasan sangat

penting untuk proses pengelolaan sendiri. Dengan demikian control

mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegiatan agar tertuju kepada

sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam

melakukan pengawasan parkir, UPT Parkir kota Salatiga biasanya

melakukan pembekalan pembekalan yang sifatnya insidentil ataupun

sudah direncanakan dan masuk anggaran. Hal tersebut dijelaskan oleh

Kepala UPT Parkir sebagai berikut.

”Kita insidentil, baik itu yang masuk anggaran, itu

contohnya pengawasan tanggal 17 oktober Tahun

kemarin, kemudian bulan puasa seperti ini.”

Kemudian pengawasan dilakukan oleh UPT Parkir lewat aduan -

aduan langsung dari masyarakat. hal ini diperjelas dari petikan obrolan

yang menjelaskan bahwa22 :

“Kalo tidak ada aduan dari masyarakat langsung kita mau gimana mas, kalo hanya lewat sosial media contohnya facebook kita juga capek. Disamping personil terbatas, apalagi tidak langsung. Seperti kurang jelas informasinya.

Nanti kita lagi yang kena.”

Pengawasan juga dilakukan biasanya pada bulan ramadhan. Hal ini

sering kali terjadi kenakalan dari juru parkir sendiri, baik menaikkan

harga karcis. hal tersebut diceritakan oleh Bapak Didik sebagai berikut23

:

“Karo pertengahan bulan romadon nak arep hari raya. Itu pasti alasannya apa? Ya pertama dari temen temenku sendiri, temenku kurang memahami kurang halus melayani konsumen. Istilahnya memanfaatkan kesempatan dalam

22 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

23

(18)

61

kesempatan juga, wah arep poso, tarif dinaikkan. Tapi kalo misal itu ketauan dishub, itu juga

bakalan kena hukuman”

Untuk pengelolaan tahap controlling, UPT Parkir sudah

semaksimal mungkin. Pengawasan tersebut dilakukan baik langsung

atau tidak langsung. Pengawasan tidak langsung bisa melalui sosial

media dan laporan – laporan masyarakat. Kemudian pengawasan langsung dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan

mencari tahu apakah ada penyelewengan yang dilakukan oleh juru

parkir. Pada tahap pengawasan, implementator melakukan dengan baik.

UPT Perparkiran tidak lupa untuk mengingatkan dan memberi

pengarahan kurang lebih 3 bulan sekali baik dari Dinas Perhubungan

maupun dinas dinas lainnya.

5.2.3 Alur Pengelolaan Retribusi

Rencana awal tiap tahunnya adalah penentuan lokasi baru,

mengingat dari tahun ke tahun meningkat. Ini merupakan sumber-sumber

pendapatan daerah. Penentuan lokasi baru mempertimbangkan banyak

hal. Hal ini disampaikan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut24 :

“Yang pertama tujuan pendapatan, nah yang

sulit, pertahun targetnya itu nambah terus. Pertama, rame yang jelas, bukan rame pengunjung tetapi rame yang menggunakan fasilitas parkir. Kedua, kalau masyarakat

mengajukan ya bisa kita kelola”

Penentuan lokasi parkir ternyata tidak mudah, mengingat adanya

problematika seperti yang dikatakan Bapak Agus Nur selaku Kepala

UPT Perparkiran. Masalah lokasi parkir tidak hanya tentang ramai dan

mampu stabil berbulan – bulan. Salah satu contoh masalah penentuan parkir adalah sebagai berikut :

24

(19)

62 “Memang ada beberapa kasus seperti contoh

Singkong Keju D9, dia memiliki lahan sendiri, tetapi parkirnya meluap hingga jalan kampung, nah dari sini ada 2 kewajiban sebenarnya, baik itu membayar pajak dan retribusi, tapi kebanyakan kalau sudah membayar pajak retribusi mundur. Coba saja dek tanya juru parkirnya, sudah setor kesini belum, itu sampai sekarang sepengetahuan saya belum setor,

memang juru parkirnya resmi”

Dari hasil wawancara dengan kepala UPT Perparkiran diatas bisa

disimpulkan bahwa perencanaan tentang lokasi baru untuk parkir cukup

matang dengan mempertimbangkan beberapa aspek, sehingga UPT

Perparkiran tidak gegabah dalam menentukan lokasi parkir baru.

Perencanaan lokasi baru tidak lepas dari dari perencanaan penentuan

target harian. Penentuan target tiap lokasi besarnya berbeda-beda. Ada

beberapa alasan yang menjadikan target harian berbeda seperti halnya di

lokasi parkir jalan Yos Sudarso (Cungkup). Pernyataan tersebut

disampaikan oleh mas Handa sebagai berikut25 :

“Kalo untuk titik ini target dari perhubungan

itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari,

tempat saya dan dhawet itu 10 rb”

Pernyataan tersebut hampir sama maknanya dengan pernyataan yang

diungkapkan oleh Bapak Didik yang bekerja di Jalan Jendral Sudirman26.

“Satu orang ditarget oleh dishub, itu macem -macem eneng sing sedino 50, sedino 26 yo ono, sing sedino 20 yo ono. Maksutnya itu dibagi per shift, misal setoran 20 ribu shift pagi

10 ribu shift siang 10 ribu.”

25 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017

26

(20)

63

Untuk lokasi wilayah selatan di Jalan Sukowati, Bapak Sepanjang

Mulya juga mengungkapkan demikian27.

“Kalau untuk roda 2 itu per shift ya pagi sama

siang itu 23 ribu. Kalau malam dari jam 5 sampai jam 9 itu 29 ribu. Untuk mobil 26 ribu

itu pagi dan siang sorenya 34 ribu. “

Dari ketiga tempat yang berbeda, bisa disimpulkan adanya faktor

yang mempengaruhi perbedaan tarif perhari yang disetorkan ke UPT

Perparkiran. Pernyataan ini didukung oleh Kepala UPT Perparkiran

sebagai berikut :

“keramaian utama, unsur manusianya kita

perhitungkan, kalo hanya menimbang hasil brutonya saja kasihan para juru parkir.”

Dari setiap pernyataan yang penulis temukan dalam penelitian, dapat

disimpulkan planing dalam mengelola lokasi baru untuk parkir berizin

tidak lepas dari perencanaan atau penentuan target harian. Dalam hal ini

planning tentang penentuan target yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran

dalam mengelola parkir cukup bagus, karena mempertimbangkan unsur

kemanusiaan dan tidak memikirkan hasil bruto saja.

Dalam penyetoran retribusi parkir kota Salatiga, juru parkir

bertugas menarik retribusi dari masyarakat yang menggunakan fasilitas

parkir baik yang menggunakan fasilitas parkir tepi jalan umum maupun

parkir khusus. Dari penarikan retribusi tersebut, juru parkir menyetorkan

hasil tersebut kepada petugas UPT Perparkiran sesuai dengan target

harian yang sudah ditentukan. Kemudian setelah diterima UPT

Perparkiran langkah selanjutnya adalah menjumlah retribusi tiap harinya.

Pada realisasinya, juru parkir tetap stay dilokasi parkir dan petugas

dari UPT Perparkiran berkeliling dengan tugas masing – masing sesuai zona wilayah yang sebelumnya ditentukan. UPT Perparkiran melakukan

27

(21)

64

dengan tugas dengan tanggung jawab yang besar meskipun dengan

berbagai kondisi dan situasi. Sifat komitmen UPT Perparkiran terlihat

pada sebuah tugas yang diberikan, terlihat dari perilaku UPT Perparkiran

yang mengabaikan situasi tersebut dan terus menarik retribusi dari juru

parkir. Mereka juga menyadari bahwa retribusi ini merupakan pendapatan

asli daerah yang memang seharusnya terkelola dengan baik.

”Kita ini tugasnya kan yang ambil setoran, kita cuma berempat. bukan juru parkir yang setor ke kita, kalo untuk pekerjaan ambil setoran dari juru parkir ini kadang kita agak mengalami kesulitan, kita ambil itu jam 10 pagi , jam 2 siang, sama jam 8 malam mas. Kita harus keliling walau cuaca ga mendukung. Dan kita ini keliling kurang lebih 70 titik. Tapi dari atasan ga mau tau yang jelas kita pagi jam 8 setor ke kantor utama hasil hari kemarin28”

Berikut ini adalah bagan alur penarikan retribusi pada model parkir

berizin

Bagan 5.2

Alur Penarikan Retribusi

Sumber : Analisis data Primer

Bagan diatas menggambarkan alur retribusi yang berasal dari juru

parkir. Pada realitanya, juru parkir menunggu staff UPT Perparkiran

datang untuk menarik retribusi. Kemudian pagi hari staff UPT

Perparkiran melakukan penghitungan dan mencatat hasil untuk disetorkan

ke kas daerah. Terkadang staff perparkiran menemukan berberapa

hambatan seperti target yang masih kurang, kemudian waktu penarikan

28

Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

UPT Perparkiran Kas Daerah Kota Salatiga

(22)

65

juru parkir tidak berada dilokasi. Konskwensi-konskwensi tersebut

diterima oleh staf UPT perparkiran, dalam mengatasinya terkadang

mereka rela menambah dengan uang milik pribadi. Selain itu solusi lain

adalah meminta kembali kekurangan setoran di hari berikutnya29.

5.2.4 Relasi Juru Parkir Dengan UPT Perparkiran

Mengingat adanya pengorganisasian pada parkir berizin berarti ada

pula koordinator yang memudahkan dalam pekerjan, baik menghadapi

permasalahan atau membantu dalam mengelola parkir. Koordinator per

wilayah ini memiliki fungsi sebagai jembatan dalam menghubungkan

juru parkir dengan UPT Perparkiran. Hal ini dipaparkan oleh sekretaris

paguyuban wilayah selatan Bapak Didik Rahmanto30.

“Apabila itu ada orang yang selalu

menyeleweng, setoran minus minus terus, paling ketua parkir ngehubungine ke ketua paguyuban, iki pie personilmu kok ngene kerjane. Sebagai ketua paguyuban menjembatani.

Hubungan antara juru parkir dengan UPT Perparkiran dapat

digambarkan sebagai berikut :

Bagan 5.3

Hubungan Juru Parkir dengan UPT Perparkiran

Sumber : Analisis Data Primer

29 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

30

Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017

UPT Perparkiran

Koordinator Koordinator Koordinator

(23)

66 Keterangan :

: hubungan secara langsung

- - - : hubungan secara tidak langsung

Melihat alur relasi diatas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara

juru parkir dengan UPT Perparkiran digambarkan dengan garis putus – putus yang berarti relasi antara kedua subjek ini antara langsung dan

tidak langsung. Sebagai contoh konkrit adalah pengawasan langsung

terhadap juru parkir ketika bekerja. Untuk garis langsung (bukan putus – putus) dapat dijelaskan dengan contoh ketika melakukan pendataan juru

parkir, pengambilan aspirasi dari juru parkir.

Dilihat dari bagan diatas tentunya juga memiliki konsekwensi

dalam berelasi. Ada masalah-masalah yang muncul seperti lokasi,

retribusi atau masalah lainnya. Masalah retribusi terkadang terjadi pada

hubungan langsung Kepala UPT Perparkiran dengan juru parkir

melakukan negosiasi ulang tentang target apabila lokasi tersebut dirasa

mampu melebihi target harian dan sebaliknya. Tetapi masalah retribusi

ini juru parkir tetap bersikukuh mempertahankan target harian dengan

berbagai alasan, seperti contoh di lokasi wilayah Salatiga tengah.

Adapula ingin menurunkan target harian yang dirasa terlalu tinggi, salah

satu juru parkir wilayah salatiga selatan melakukan negosiasi dengan

UPT Perparkiran yang melewati koordinator wilayah tetapi tidak

menemukan hasil bagi juru parkir.

5.3 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Dengan Izin UPT Perparkiran

Model kedua untuk sistem pengelolaan parkir di Salatiga adalah parkir

warga dengan izin UPT Perparkiran. Pada bagian ini akan membahas tentang

model lainnya yaitu parkir yang di kelola oleh warga tetapi memiliki izin dari

UPT Perparkiran. Maksut dari model ini adalah, secara legalitas baik untuk

(24)

67

oleh dua pihak. Pertama, pihak UPT Perparkiran memiliki kewajiban

mengelola retribusi dan memberikan legitimasi terhadap juru parkir dengan

surat izin juru parkir. Kedua, pihak warga setempat yang hanya memiliki hak

untuk mengelola sebagian retribusi yang biasanya disepakati dengan juru

parkir. Lokasi – lokasi parkir ini ditemukan di beberapa tempat, seperti titik Cungkup jalan Yos Sudarso dan jalan Monginsidi.

5.3.1 Mekanisme Pengelolaan

Pengelolaan parkir warga dengan izin UPT Perparkiran ini

tentunya dilakukan oleh warga dan UPT Perparkiran. Sebagaimana

dituliskan diawal, pengelolaan ini melibatkan dua lapisan, baik warga

setempat dan pemerintah kota atau UPT perparkiran. Terdapat dua lokasi

yang akan dianalisis pada bagian ini yakni : jalan Monginsidi dan jalan

Yos Soedarso.

Jalan Monginsidi merupakan model parkir warga yang memiliki

izin dari UPT Perparkiran. Perencanaan yang dilakukan oleh warga dan

UPT Perparkiran untuk parkir ini tidak begitu rumit. Pertama

perencanaan soal lokasi yang dilakukan oleh warga dengan memiliki

inisiatif sendiri untuk melaporkan bahwa akan ada lokasi baru untuk

kegiatan parkir. Kedua untuk perencanaan target harian untuk disetorkan

ke UPT Perparkiran dan retribusi untuk warga setempat.

Sepanjang jalan Monginsidi, kegiatan parkir dikelola warga

setempat (lokasi kiri jalan dari perempatan jalan Diponegoro). Hal

tersebut diutarakan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai Ketua RT 03 yang

sekaligus berperan sebagai pengelola retribusi parkir. Awal mula lokasi

tersebut dapat dikelola oleh warga dijelaskan oleh bapak Tri Wahyudi

sebagai berikut31 :

“Pengelolaanya disini tidak khusus dan tidak

ribet. Mungkin nek kulo critakke ngeten, kulo

31

(25)

68

tau krungu krungu ting jakarta tukang parkir do gelut sampe paten patenan. Kulo ndelok jalan monginsidi mulai rame, dibanding tahun tahun lalu nggih, ditambah niki jalan monginsidi enten warung warung, enten warnet. Nah berawal dari situ, kulo ada pikiran, nah mungkin nak jaluk sek pie, dari pada ngko dijaluki wong wong kono, do wani ngontrak, contohe jensud, nopo ramayana kui. Nah iki tak jaluk sek kaliyan dinas perhubungan. Pemikiran kulo kanggo bocah bocah sing nganggur neng kene, ting rt kulo lah. Ndelalah kepala kui pak Agus Nur niku pirso rawuh ting mriki. Mriki kan enten kempalan tiap tanggal 10. Nggih ngei keterangan dari dinas perhubungan. Nah dari situ kita minta apa njaluk, kanggo warga warga sing nganggur nganggur kui. Awale ngoten.”

Perencanaan awal menjadikan lokasi baru untuk parkir yang

dikelola oleh warga merupakan mempunyai tujuan untuk memberikan

lapangan pekerjaan bagi warga sekitar yang sedang tidak memiliki

pekerjaan. Ada proses yang dilewati oleh warga sekitar untuk

mendapatkan izin dari UPT Perparkiran adalah dengan mencoba

bernegosiasi. Hal tersebut dipaparkan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai

berikut32 :

“Emang kudu mriko ting dinas perhubungan njaluk, tulung nyuwun niki dikelola dengan konsekwensi kita mendapatkan sedikit retribusi untuk kas. Kami membuat proposal dan

dikirimkan kesana.”

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, perjuangan warga

untuk mengelola parkir dapat diterima oleh UPT Perparkiran. Sikap sikap

demokratis yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran melihatkan bahwa

32

(26)

69

tidak ada kekakuan peraturan yang mengharuskan semua diambil alih

oleh pemerintah kota.

Kemudian lokasi kedua adalah Jalan Yos Sudarso. Pada titik ini

penulis menemui mas Handa yang setiap harinya bekerja menjadi juru

parkir. Mas handa bekerja sejak tahun 2006 kurang lebih 11 tahun

berprofesi menjadi juru parkir. Mas Handa bercerita banyak tentang awal

mula bekerja menjadi juru parkir. Baik dari membuka titik parkir hingga

sekarang. Menurut penuturan Mas Handa total juru parkir yang bekerja di

lokasi tersebut berjumlah 8 orang.

Penulis menemukan realitas tentang sistem kerja yang diterapkan

di titik tersebut. Sistem kerja diberlakukan untuk lokasi ini. Sistem kerja

dibuat oleh juru parkir sendiri dengan kesepakatan bersama. Adanya

sistem kerja yang sudah diatur tentu ada sistem setoran yang bisa dilihat

di lokasi Cungkup. Juru parkir memiliki 2 tanggung jawab yaitu Pertama,

kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi

untuk kampung. Hal tersebut dijelaskan oleh Mas Handa sebagai

berikut33 :

“Untuk sistem kerja, karena disini sistem

swadaya kita kerjanya gantian, tidak ada shift, contohnya sehari kerja sehari libur, itu untuk wilayah saya, 2 warung (andalan kita, sama pakman). Tempatnya Coklat sama Dhawet, itu pagi dan sore itu yang kerja 2 orang, trus untuk warung yang sebelah barat warung ayam goreng itu, kerjanfa 2 orang juga cuman seminggu kerja seminggu libur. Kalo untuk setoran, target sudah ditentukan oleh dishub sendiri. Kalo diwilayah cungkup ini setoran atau target perharinya sebesar 25 rb, itu khusus pemerintah. Ada lagi RT sama RW nominal untuk RT dan RW itu sama, 1000 rupiah perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi kalo dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70 rb sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya 40

33

(27)

70

rb itu juga sudah dipotong setoran. Kalo untuk titik ini target dari perhubungan itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari, tempat saya dan

dhawet itu 10 rb.”

Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja.

Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut

ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut

diungkapkan sebagai berikut34 :

“Ini kesadaran kita karena diberi lahan

pekerjaan. Kita dari juru parkir sepakat untuk memberikan kontribusi ke kampung. Tarif - tarif itu, berlaku buat 2 bulan sebelumnya, untuk bulan ini belum ada, karena ada pergantian RW. katanya akan dibawa ke rapat RW apakah ada penentuan untuk kontribusi atau tidak. Jika ada berapa nominalnya dan jika tidak kita pasti memberikan kontribusi

kekampung atas dasar kesadaran kita.”

Pada mekanisme pengelolaan parkir warga yang berizin ini tidak

jauh berbeda seperti parkir berizin yang dikelola pemerintah. Hanya saja,

bentuk pengelolaan sumber daya juru parkir tidak seperti pemerintah

daerah yang memberikan program penyuluhan, sosialiasi bekerja dan

sebagainya.

5.3.2 Legitimasi Kebijakan Pengelolaan dan Relasi

Pada awalnya pemahaman masyarakat akan perparkiran begitu

kurang. Seakan akan siapa yang menggunakan wilayah tersebut harus

masuk ke RW atau RT setempat. Mereka ingin mendapatkan hasil

perparkiran yang berada di wilayah mereka walaupun seharusnya

dipegang penuh oleh UPT Perparkiran. Biasanya, pemahaman dari warga

34

(28)

71

sekitar yang kurang dalam memahami peraturan daerah. Hal tersebut

dijelaskan oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut :

“Jadi salah persepsi, aturan itu dibuat buat dilaksanakan. Yang salah persepsi itu RT sama RW, kenapa mumpet - mumpet, itu lho kadang menjadi faktor yang menghambat untuk menambah PAD. Lha wong duit ke pemerintah nanti juga baliknya ke masyarakat lagi. Nah kalo itu masih berpikiran bukan kekeliruan sampai kapanpun ya tetep aja stagnan seperti ini”

Langkah berikut yang ditempuh oleh UPT Perparkiran adalah

dengan cara sosialisasi di tingkat RW. Izin yang diperoleh dari UPT

Perparkiran memberikan angin segar untuk masyarakat setempat. Bentuk

legitimasi dari UPT Perparkiran hanya sebuah kesepakatan dan hanya

sebatas mengetahui. Selain itu aturan dari UPT Perparkiran tidak boleh

diganggu35.

5.3.3 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

Alur retribusi pada model perparkiran ini memiliki 2 tanggung

jawab. Pertama, bertanggung jawab ke UPT Perparkiran dengan target

harian yang ditentukan. Kedua, bertanggung jawab kepada warga

setempat dengan kesepakatan bersama. Alur retribusi ke UPT

Perparkiran tidak berbeda dengan parkir model berizin.

Jalan Monginsidi

Sistem setoran pada lokasi ini, juru parkir memiliki 2 tanggung

jawab, baik setoran perhari untuk UPT Perparkiran, dan perbulan untuk

35

(29)

72

kas lingkungan36. Hal tersebut lebih diterangkan oleh bapak Tri Wahyudi

bahwa :

“Kulo mboten menerapkan adminsitrasi sing rumit. Tapi setiap orang, menyisikan 1 motor, per hari 1000 rp. Setiap tanggal 10 mereka kontribusi ke kita dan itu dititipkan lewat saya. Itu tidak masuk RW hanya untuk kas RT saja.

Dari pernyataan diatas bisa dijelaskan bahwa di Jalan Monginsidi

menerima kontribusi parkir adalah kurang lebih tiga puluh ribu rupiah

perbulannya. Di monginsidi sendiri memiliki 3 titik parkir yang

menyetorkan retribusinya.

Jalan Yos Sudarso Cungkup

Sistem setoran lokasi Cungkup ini untuk 2 pihak. Pertama,

kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi

untuk kampung. Hal ini ditemukan dari hasil wawancara dengan Mas

Handa sebagai berikut37 :

“Kalo untuk setoran, target sudah ditentukan

oleh dishub sendiri. Kalo diwilayah cungkup ini setoran atau target perharinya sebesar 25 rb, itu khusus pemerintah. Ada lagi RT sama RW nominal untuk RT dan RW itu sama, 1000 rupiah perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi kalo dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70 rb sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya 40 rb itu juga sudah dipotong setoran. Kalo untuk titik ini target dari perhubungan itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari,

tempat saya dan dhawet itu 10 rb.”

36 Wawancara dengan Bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017

37

(30)

73

Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja.

Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut

ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut

diungkapkan sebagai berikut38 :

“Ini kesadaran kita karena diberi lahan pekerjaan.

Kita dari juru parkir sepakat untuk memberikan kontribusi ke kampung. Tarif - tarif itu, berlaku buat 2 bulan sebelumnya, untuk bulan ini belum ada, karena ada pergantian RW. katanya akan dibawa ke rapat RW apakah ada penentuan untuk kontribusi atau tidak. Jika ada berapa nominalnya dan jika tidak kita pasti memberikan kontribusi

kekampung atas dasar kesadaran kita.”

Dari hasil data diatas alur pengelolaan dan konsekwensi

retribusi dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Bagan 5.4

Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi Parkir Warga Dengan Izin UPT

Sumber : Analisa data primer

Ada hubungan antara warga atau lingkungan kepada UPT

Perparkian, biasanya sesorang yang memiliki power seperti ketua RW

dan pengelola titik tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dapat

dicontohkan pada kasus Jalan Monginsidi yang bekerja sama dengan

UPT Perparkiran untuk memberikan masukan atau penyuluhan tentang

38

Wawancara dengan Handa pada tanggal 26 April 2017 Juru Parkir

(31)

74

pengelolaan parkir. Pada alur pengelolaan diartikan bahwa, UPT

Perparkiran menarik retribusi ke juru parkir dan juru parkir menyetor ke

warga atau lingkungan setempat.

5.4 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Tanpa Izin UPT Perparkiran

Model berikutnya adalah model parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran.

Model ini bertumpu pada pengelolaan retribusi dan aturan tersebut ditetapkan

bersama antara juru parkir dengan warga setempat. Model seperti banyak

dijumpai dimana pun, pengemasan model parkir ini terkadang tidak dapat

dilihat dengan mudah oleh masyarakat biasa. Salah satu model parkir ini dapat

dijumpai di salah satu titik yang berada di jalan Pattimura. Jalan – jalan yang dikelola pemerintah sebenarnya mampu mendorong pendapatan daerah apabila

hasil retribusi parkir tidak masuk ke kantong – kantong pribadi atau kelompok. Terkadang pada prakteknya pemahaman masyarakat begitu kurang

tentang bab retribusi jasa umum.

5.4.1 Mekanisme Pengelolaan dan Legitimasi Kebijakan Pengelolaan

Mekanisme pengelolaan parkir warga tanpa izin UPT Perparkiran

tentunya berbeda dengan parkir lainnya. Pengelolaan ini datang dari

kesepakatan antara juru parkir dengan warga, biasanya tokoh penting di

wilayah tersebut. Seperti kesepakatan antara ketua RT atau ketua RW

dengan pemilik lahan dan juru parkir. Pada kenyataannya penulis

menemui fakta dilapangan bahwa pada titik parkir di jalan Pattimura

dikelola oleh RT setempat, RT 02 Krajan. Pada model parkir ini biasanya

kekuatan dipegang oleh tokoh masyarakat bukan dari UPT Perparkiran.

Awal mula menjadi juru parkir memiliki ciri khas yang berbeda

dari parkir yang lainnya. Pada model ini persyaratan tidak terlalu

mengikat seperti parkir berizin pada umumnya. Persyaratan – persyaratan tersebut hanya sebuah formalitas semata seperti kartu tanda penduduk39.

Kartu pengenal ini diharapkan mampu mengidentifikasi juru parkir ketika

39

(32)

75

nanti menghadapi suatu permasalahan. Awal mula menjadi juru parkir

warga tanpa izin UPT ini bermula dari tawaran – tawaran yang akhirnya melakukan transaksi jual beli lahan. Pernyataan tersebut diuraikan oleh

mas JS sebagai juru parkir sebgai berikut40. :

“Selama iki, ga ono syarat syarat khusus, ora ribet, mung modal nekat gelem kerjo we dadi. Yo kui aku kae nawakke awakku. Mbiyen ki pertama aku ki kumpul mbe konco-konco, konco pitik, konco manuk, crito-crito eneng

lahan sing meh di “dol” soale butuh duit, dadi

tak genteni. Mergo kui parkir ilegal, aku gentenine sak karepku dewe. Dadi kancaku kerjo parkir kono kui meh leren kerjone, lha meh memberikan pekerjaan kui neng aku, tapi aku kudu ngei pesangon kasarane, dadi kui sing di jenengke nggenteni lahan. Selama 3 tahun aku kerja, ora ono masalah karo wong kampung, mergo aku setor 75 rb kui neng RT ne, dadi kasarane aku kebal mergo dekengan pak RT kono, sing penting duit lancar. Untuk jam kerja aku mulai kerja setengah 6 sampe jam 10 aku sudah pulang, walaupun kerja bisa sampe jam 12”

Dari awal mula terjadi proses perparkiran sudah kontras dari

peraturan yang ditetapkan oleh UPT Perparkiran yang mengatakan bahwa

transaksi jual beli lahan itu dilarang. Pengelolaan ini berlanjut pada sisi

seseorang atau tokoh yang memiliki power di wilayah tersebut. Ketua RT

02 Krajan merupakan salah satu orang yang memiliki power tersebut.

Mas JS mengutarakan bahwa selama bekerja tidak pernah menuai

masalah atau kritikan dari masyarakat setempat.

Pertama dilihat dari jawaban yang diuraikan bahwa kekuatan

terbesar dibelakang juru parkir adalah Ketua RT. Disini ketua RT

memegang kuasa atas penerimaan retribusi tiap bulannya. Menurut

pengakuannya retribusi ini menjadi pendapatan wilayah tersebut dan

40

(33)

76

dijadikan sebagai kas RT wilayah tersebut. Meskipun tidak dengan

sepengetahuan UPT Perparkiran, legitimasi model parkir seperti ini

dikeluarkan oleh warga setempat. Peraturan dan konsekwensi akan

diterima juru parkir.

Berlanjut pada pengelolaan berikutnya adalah sistem kerja, sistem

kerja ini tidak melihat waktu seperti parkir lainnya. Mas JS menerangkan

tiap harinya ia bekerja hanya beberapa jam saja. Penulis lebih dalam

bertanya bagaimana relasi yang terjalin antara UPT Perparkiran dengan

parkir model warga ini. Dari pengakuan Mas JS selama hampir 3 tahun

bekerja tidak ada keterikatan dengan UPT Perparkiran. Hal tersebut

dijelaskan sebagai berikut :

“Durung tau. Sakjeke aku kerjo 3 tahun neng kono durung tau di tekani wong UPT Perparkiran opo dishub- belum pernah, selama aku kerja 3 tahun disana belum pernah

didatangi oleh UPT parkir apa dishub”

Pernyataan yang diungkapkan oleh Mas JS bisa disimpulkan bahwa

parkir tersebut memang tidak ada keterikatan ataupun perhatian dari UPT

Perpakiran.

5.4.2 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

Dijelaskan diawal bahwa pengelolaan ini berbasis dan tertuju pada

warga. Alur setoran dan konskwensi ini mengalir ke arah warga atau

tokoh yang menaungi. Penulis menemui salah satu juru parkir yang tidak

terdaftar resmi di UPT Perparkiran. Penulis berbincang bincang dan

mencari tahu bagaimana pengelolaan juru parkir liar, apakah sama,

ataukah memiliki perbedaan jauh. Penulis menemui salah satu juru parkir

liar yang bekerja di Jl Patimura Kota Salatiga. Pada bagian ini penulis

menerangkan salah satu pengelolaan parkir liar di Salatiga

Sistem setoran juga berbeda dari parkir pada umumnya. Juru parkir

(34)

77

pendapatan berbeda dari parkir lainnya. Parkir liar ini tidak memiliki

tanggungan harian yang harus disetor. Juru parkir bertanggung jawab

kepada lingkungan sekitar, hal ini dijelaskan Mas JS sebagai berikut 41:

“Pertama lokasine aku parkir disamping persis

Jl Patimura. Hargane kui Rp. 500.000 per 5 bulan sekali kui khusus buat pemilik toko, kalo masalah setoran kui masuknya kekampung, sebesar Rp. 75.000 per bulan. Untuk masalah pendapatan kalau aku, tinggal pendapatan perhari dapat berapa, ibarat perhari entuk Rp.

40.000 ya itu hasilku”

Alur pengelolaan dan konskwensi ini menuju warga setempat.

Hubungan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai

berikut :

Bagan 5.5

Bagan Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

Sumber : Analisis Data Primer

Alur pengelolaan dan konskwensi retribusi diatas tentunya juga

akan menghadapi permasalahan. Jika melihat alur, kekuasaan penuh di

tangan pengelola, baik RW atau perorangan/pribadi. Jadi jika terjadi

perselisihan, masalah dengan pihak manapun, seperti pengelola dan

Ketua RT/RW berperan dalam menyelesaikan konflik.

41

Wawancara dengan mas JS pada tanggal 23 April 2017

Warga/Lingkungan

(35)

78 5.5 Sistem Pengelolaan Parkir Khusus

Salatiga memiliki beberapa model pengelolaan, baik berizin, parkir warga

dan parkir khusus. Pada bagian ini penulis mengambil salah satu lokasi parkir

yang bersifat khusus, lokasi tersebut adalah Ramayana. Parkir Ramayana

merupakan merupakan parkir khusus diantara parkir yang lainnya. Dijelaskan

oleh Bapak Heri bahwasanya status parkir ini didapat dari dulu, segi historis

yang sangat kuat hingga sekarang. Bapak Heri selaku juru parkir bekerja dari

jaman Bapak Totok Mintarto menjabat sebagai walikota. Secara historis parkir

ini didapatkan karena kerja sama menjadi tim sukses waktu pilwalkot42.

Seiring berjalannya waktu, model pengelolaan parkir Ramayana ini

semakin tertata rapi. Bapak Heri yang bekerja dari awal menceritakan ada

sistem kerja yang diterapkan dan disepakati bersama. Paguyuban Pulung

Mandiri adalah paguyuban juru parkir yang berada di Ramayana. Tugas dan

fungsi paguyuban ini tidak jauh berbeda dengan paguyuban parkir berizin.

Untuk mengelola parkir yang ada di Ramayana dibentuklah paguyuban juru

parkir dengan nama Pulung Mandiri dengan nama pengurusnya yaitu : 1)

Bapak Totok Kaji, 2) Mas Yono, 3) Bapak Kamto, 4) Bapak Darno

(meninggal dunia digantikan anaknya)

Paguyuban tersebut bukan hanya untuk menjadikan pengelolaan lebih

mudah. Tetapi, paguyuban tersebut juga memiliki program kerja tersendiri

seperti : 1) Arisan sosial, 2) Ada KTA sendiri, 3) Ada jamsostek. Tetapi

berjalannya waktu program – program yang berjalan semakin lama semakin hilang hal ini dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut43 :

“Bagus dulu itu, terus sekarang ga jalan, ga kaya

dulu, pemasukannya berkurang. Sekarang uda sepi. Kalo dulu pemasukannya untuk muter itu bisa, kalo sekarang ga bisa. Dulu sempet jalan itu hampir 5- 6 tahun berjalan. “Ga bisa kalau untuk menambah juru parkir baru, itu turun temurun. Contohnya aku ya disitu terus sampe tutup

42 Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017

43

(36)

79

ramayana. Gabisa diganti orang, memang pertemanan awal dari perkerjaan ini. Dikasih Bapak walikota itu dari awal buka ramayana

sampai sekarang”

Suatu lokasi parkir pasti membutuhkan sumber daya manusia agar mampu

dikelola dengan baik. Dalam bagian ini penulis menjelaskan dan memberi

informasi atas sistem perekrutan Parkir Ramayana. Secara histori parkir ini

memiliki pengurus yang mengatur. Dalam aturan tersebut, perekrutan juru

parkir tidak sembarangan. Perekrutan tersebut menimbang beberapa hal. Baik

dari segi kekeluargaan, maupun kerabat dekat. Dari penjelasan diatas bisa

disimpulkan bahwa tidak mudah menjadi bagian juru parkir di Ramayana.

Adanya faktor – faktor tersebut membuat perekrutan juru parkir Ramayana berbasis modal sosial. Sedangkan untuk jumlah juru parkir sendiri hingga saat

ini berjumlah 22 orang. Pada dasarnya sistem setor yang diterapkan adalah,

staff UPT melakukan rolling atau keliling menarik rertribusi per lokasi.

Berbeda dengan sistem setor yang dilakukan di Ramayana. Sistem setor

retribusi dilakukan dengan cara juru parkir setiap shiftnya setor ke pengurus

terlebih dulu. Setelah itu pengurus menyetor ke UPT Perparkiran.

Penentuan tarif dan target harian juga berbeda dari lokasi lainnya yang

langsung dibawah arahan UPT Perparkiran. Penentuan tarif parkir Ramayana

dilakukan dengan cara musyawarah antara pengurus dan juru parkir. Bapak

Heri menjelaskan bahwa44 :

“Kalau untuk tarif itu, ya pengelola atau pengurus itu. Itu sempat dirapatkan sama pekerja, mobilnya 3000 rb dan motor 2000.

Karcis juga dari pihak pengelola”

Model setoran adalah penggunaan karcis. Jumlah karcis yang terpakai

merupakan patokan, penghitungannya adalah 50% untuk juru parkir dan 50%

44

(37)

80

disetorkan ke pengurus45. Sistem kerja atau jadwal juru parkir juga diatur oleh

pengurus. Sehingga penataan semacam ini diharapkan mampu merapikan

tatanan pekerjaan. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Heri sebagai berikut :

”Karcis itu satu bendel isinya 100 lembar. Brati kalau mobil 300.000. tidak bisa habis dalam sehari, paling habis berapa, ga nyampe. Kira kira 2-3 hari. Setiap kita datang ambil karcis, sisanya berapa kita kembalikan sama setoran. Misal karcis habis 20 ya kita setor 30.000. kan setengah setengah 1500. Ada peraturan dari pengurus, setiap hari selasa itu pergantian dari yang pagi ganti yang sore. Dari buka jam 9 itu sampai jam 3. Nanti jam 3 sore sampai tutup.

Setiap satu minggu.”

Alur komunikasi yang ditunjukan oleh model parkir khusus ini dapat

digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Bagan 5.6

Alur Komunikasi Parkir Khusus

Sumber : Analisis Data Primer

Komunikasi mengaharuskan semua elemen terlibat dalam aktivitas parkir.

Seperti contoh kepala UPT Perparkiran yang memberikan otonomi kepada

pengurus tentang pengelolaan, retribusi dan atribut-atribut lainnya. komunikasi

yang dilakukan oleh pengurus Ramayana kepada juru parkir dulu lewat acara

45

Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 30 April 2017 Pengurus

Juru Parkir

(38)

81

rapat rutin tetapi sekarang hanya sekedar ketemu dan lewat grup WA atau

BBM46. Dalam melaksanakan aturan atau perintah dari UPT Perparkiran

komunikasi selalu dijalankan agar parkir terkelola dengan baik.

46

Gambar

Gambar 4 Pembekalan dan pengarahan dari Polisi Lalu lintas
Gambar 5 Juru parkir resmi kumpul di Dinas Perhubungan Kota Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.. UU Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan

Mekanisme pelaksanaan uji hedo- nik yang telah dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Memberikan penje- lasan tentang maksud dan tujuan peneli- tian dan

FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN & SUBKOMPONEN DALAM INVESTIGASI INSIDEN KLINIS.. FAKTOR KONTRIBUTOR EKSTERNAL DILUAR

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar

(RIBA), robot nurse yang membantu pasien untuk mobilisasi dalam ruangan (DO-U-MI),robot nurse untuk melayani pasien yang tidak bisa bepergian jauh namun butuh konsultasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Inspektorat Daerah Provinsi Lampung sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah memiliki peran dalam perencanaan

Langkah-langkah mencari artikel menggunakan search engine Disusun Sebagai Kelengkapan RPL.Prodi DIII Keperawatan. Program Percepatan Pendidikan

Keunggulan dari sambungan V-Joint adalah sebagai berikut : mempunyai kekuatan sambungan yang sangat baik , arah rotasi ke pulley tidak perlu diperhatikan , dapat