TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) .1 Pengertian .1 Pengertian
2.1.5 Mekanisme Penularan
Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya (Soegijanto, 2012).
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegyptiyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air
liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Soegijanto, 2012).
2.1.6 Diagnosa
Menurut WHO (1997) diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris.
Kriteria klinis:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah-merahan.
b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).
c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratoris:
a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.
2.1.7 Klasifikasi
Menurut WHO (2009) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya yaitu:
a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji turniquet positif.
b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Hadinegoro (2006) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.
Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah: a. Tirah baring.
b. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
a. Keadaan umum memburuk. b. Terjadi pembesaran hati.
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam (Hadinegoro, 2006).
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%,
Ringer’s lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam. Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan,
diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai (Hadinegoro, 2006).
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali 2. Koloid
a. Dekstran b. Plasma
Transfusi darah dilakukan pada pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena) dan pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Gambar 2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD (WHO, 2009). 2.1.9 Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi (Halstead, 2008).
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial,
serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2008).
2.1.10 Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion anti nyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid (Depkes RI, 2010).
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
1. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempat
-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan -tempat lainya seminggu sekali (M1), menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan dan lain-lain(M2), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan (M3).
2. Kimia
Cara memberantas jentik Ae.aegyptidengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan (larvasida) yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator .
3. Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar israeliensia (Depkes RI, 2011).