• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 - Desember 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 - Desember 2014"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI

RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014

SKRIPSI

OLEH:

NOVRI IRAWATI

NIM 111501072

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI

RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NOVRI IRAWATI

NIM 111501072

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI

RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014

OLEH: NOVRI IRAWATI

NIM 111501072

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 4 Agustus 2015 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195110251980021001

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D.,Apt.

Pembimbing II, NIP 197802152008122001

Dra. Yusmainita, SpFRS., Apt. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 196205091992032002 NIP 197806032005012004

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc.,Apt. NIP 197803142005011002

Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat,

kasih, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Anak

Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 - Desember 2014”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(5)

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda M. Tobing dan Ibunda H. Panggabean, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Abangku tercinta Roy Marlinto Tobing dan Nando Hartanto Tobing serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabatku Janet, Maria, Sandhy, Margareth, Khadijah, Benny, Yupi, Tika, May, Lisbeth dan teman-teman mahasiswa/i FKK 2011 dan STF 2011 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Novri Irawati

(6)

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DEMAM BERDARAHDENGUE DI INSTALASI RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014

ABSTRAK

Latar Belakang: Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh padakeberhasilan penyembuhanyang diharapkan. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada anak - anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUPHaji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien anak yang terdiagnosis Demam Berdarah Dengue di rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 -Desember 2014 dan dianalisa secara deskriptif.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 1 kasus (3,45%) kategori dosis kurang, 6 kasus (20,70%) kategori dosis lebih, 10 kasus (34,50%) kategori indikasi tanpa obat, 9 kasus (31,05%) kategori obat tanpa indikasi, 1 kasus (3,45%) kategori interaksi obat, 2 kasus (6,90%) kategori kegagalan dalam menerima obat.

Kesimpulan: Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien anak di instalasi rawat inap rindu B RSUP HajiAdam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.

(7)

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED SECTION B DENGUE HAEMORRHAGIC

FEVER CHILDREN AT RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD OCTOBER 2014 - DECEMBER 2014

ABSTRACT

Background: Drug Related Problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and that actually or potentially interferes with a desire outcome.Dengue Hemorrhagic Fever is one of diseases that occur in children andhave a great chance to be the occurrence of DRPs.

Purpose: This study aims to identify DRPs in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.

Methods: This research was non experimental study using a descriptive prospective study. The research was conducted by collecting data from the medical records in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014 and analyzed in descriptive.

Results: The results show that52 patients who met the criteria there were total of around 29 cases of DRPs cases, with 1 cases (3.45%)was subdose categories, 6 cases (20.70%) was overdose categories, 10 cases (34.50%) was untreated indication categories, 9 cases (31.05%) was drug use without indication categorises, 1 cases (3.45%) was drug interaction categories, 2 cases (6.90%) was failure to receive medication categories.

Conclusion: potential DRPs in the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever high enough in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 7

2.1.1 Pengertian ... 7

2.1.2 Etiologi ... 7

(9)

2.1.4 Manifestasi klinis ... 11

2.1.5 Mekanisme Penularan ... 12

2.1.6 Diagnosa ... 13

2.1.7 Klasifikasi ... 14

2.1.8 Penatalaksanaan ... 14

2.1.9 Komplikasi ... 17

2.1.10 Pencegahan ... 18

2.1.11 Kriteria Memulangkan Pasien ... 19

2.2Drug Related Problems (DRPs) ... 20

2.2.1 Definisi DRPs ... 20

2.2.2 Klasifikasi DRPs ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.4 Sumber Data Penelitian ... 25

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.6 Analisa Data ... 26

3.7 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.8 Definisi Operasional ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 28

(10)

4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat

Keparahan ... 30

4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD ... 31

4.5 Drug Related Problems (DRPs) ... 35

4.5.1 Obat Salah ... 36

4.5.2 Dosis Kurang ... 36

4.5.3 Dosis Lebih ... 37

4.5.4 Indikasi Tanpa Obat ... 38

4.5.5 Obat Tanpa Indikasi ... 39

4.5.6 Interaksi Obat ... 41

4.5.7 Reaksi Obat Merugikan ... 44

4.5.8 Kegagalan Dalam Menerima Obat ... 44

BAB V. PENUTUP ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis - jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi ... 22

4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 28

4.2 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Lama Rawatan Inap ... 29

4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan ... 30

4.4 Distribusi Terapi Obat yang diterima Semua Pasien DBD ... 31

4.5 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat I ... 32

4.6 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat II ... 32

4.7 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat III... 33

4.8 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat IV ... 33

4.9 Kategori Drug Related Problems (DRPs)... 35

4.10 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang... 36

4.11 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih ... 37

4.12 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat ... 38

4.13 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Terapi Multi Obat .... 40

4.14 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional ... 41

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ... 4

2.1 Hipotesis secondary heterologous infection... 10

2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD... 17

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Data Pasien Anak Demam Berdarah Dengue Periode

Oktober 2014 - Desember 2014 ... 49

2. Lembar Pengumpul Data Pasien ... 70

3. Surat Ijin Penelitian ... 72

4. Surat Keterangan Kelayakan Etik ... 73

(14)

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DEMAM BERDARAHDENGUE DI INSTALASI RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014

ABSTRAK

Latar Belakang: Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh padakeberhasilan penyembuhanyang diharapkan. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada anak - anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUPHaji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien anak yang terdiagnosis Demam Berdarah Dengue di rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 -Desember 2014 dan dianalisa secara deskriptif.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 1 kasus (3,45%) kategori dosis kurang, 6 kasus (20,70%) kategori dosis lebih, 10 kasus (34,50%) kategori indikasi tanpa obat, 9 kasus (31,05%) kategori obat tanpa indikasi, 1 kasus (3,45%) kategori interaksi obat, 2 kasus (6,90%) kategori kegagalan dalam menerima obat.

Kesimpulan: Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien anak di instalasi rawat inap rindu B RSUP HajiAdam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.

(15)

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED SECTION B DENGUE HAEMORRHAGIC

FEVER CHILDREN AT RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD OCTOBER 2014 - DECEMBER 2014

ABSTRACT

Background: Drug Related Problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and that actually or potentially interferes with a desire outcome.Dengue Hemorrhagic Fever is one of diseases that occur in children andhave a great chance to be the occurrence of DRPs.

Purpose: This study aims to identify DRPs in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.

Methods: This research was non experimental study using a descriptive prospective study. The research was conducted by collecting data from the medical records in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014 and analyzed in descriptive.

Results: The results show that52 patients who met the criteria there were total of around 29 cases of DRPs cases, with 1 cases (3.45%)was subdose categories, 6 cases (20.70%) was overdose categories, 10 cases (34.50%) was untreated indication categories, 9 cases (31.05%) was drug use without indication categorises, 1 cases (3.45%) was drug interaction categories, 2 cases (6.90%) was failure to receive medication categories.

Conclusion: potential DRPs in the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever high enough in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, demam berdarah dengue telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa negara. Di seluruh dunia 2,5 sampai 3 milyar orang diperkirakan berisiko terjangkit infeksi virus dengue. Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak dengan angka fatalitas kasus berkisar antara 1% sampai 10% (WHO, 2009).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Penyakit Demam Berdarah Dengue tersebut disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropoda Bome Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus famili Flaviviridae, dan memiliki 4 jenis serotipe, yaitu 1, 2, 3, DEN-4. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah (Depkes RI, 2011).

(17)

Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan di Kota Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus demam berdarah berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) cenderung meningkat dari tahun 1968 sampai tahun 2009, hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD (Depkes RI, 2010).

Penyakit demam berdarah dengue telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi, dan hal yang sama terjadi di Kota Medan. Hal ini didukung oleh Dinkes Sumut, 2009 yang menyatakan pada tahun 2008 kasus DBD di Sumatera Utara mencapai 4.454 dengan 50 kematian, dimana Kota Medan dinyatakan sebagai daerah endemis DBD, dengan penyebarannya sudah mencapai 21 kecamatan di Kota Medan (Dinkes Sumut, 2009).

(18)

Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan. DRPs terdiri dari delapan kategori yaitu obat tanpa indikasi, obat salah, indikasi tanpa obat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, interaksi obat, reaksi obat merugikan dan kegagalan dalam menerima obat (Cipolle, et al., 2012). Salah satu penyakit yang terutama terjadipada anak-anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs adalah DBD, hal ini disebabkan karena anak-anak merupakan segmen terbesar dari individu rentan dalam populasi yang berisiko (Yasin, et al., 2009).

Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien DBD menyebabkan peningkatan upaya penyembuhan dan meningkatnya jumlah obat baru yang digunakan untuk penyembuhan penyakit tersebut. Banyaknya obat yang beredar justru sering menimbulkan kebingungan antara praktisi medis. Hal tersebut menambah rumitnya pengobatan dan berdampak pada terjadinya kasus Drug Related Problems (DRPs). Pada kasus ini pasien anak lebih membutuhkan pemantauan ketat. Maka dari itu perlu adanya sebuah penelitian mengenai DRPs yang terjadi pada pasien anak (Lindell, 2014).

(19)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien DBD di instalasi rawat inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini obat-obat yang tercatat dalam rekam medis pada pasien DBD merupakan variabel pengamatandan DRPs kategori obat tanpa indikasi, obat salah, indikasi tanpa obat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, interaksi obat, reaksi obat merugikan dan kegagalan dalam menerima obat sebagai parameter.

Hubungan keduanya digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan Gambar 1.1.

Variabel Pengamatan Parameter

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel pengamatan dan parameter Obat - obat

yang digunakan pasien

DRPs Kategori 1. Indikasi tanpa obat 2. Obat tanpa indikasi 3. Obat salah

4. Dosis obat kurang 5. Dosis obat berlebih 6. Reaksi obat

merugikan 7. Interaksi obat 8. Kegaglan dalam

(20)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah penelitian ini adalah: a. Apakah terdapat kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak

DemamBerdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

b. Berapa banyak kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) apakah yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, yang menjadi hipotesis adalah:

a. Terdapat kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

b. KasusDrug Related Problems (DRPs) cukup tinggi persentasenya pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medaneriode Oktober 2014 - Desember 2014.

(21)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a.Mengetahui adanya kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

b. Mengetahui jumlah kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

c.Mengetahui kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pihak RSUP Haji Adam Malik Medan pada pengobatan selanjutnya guna meningkatkan mutu pelayanan pada pasien anak demam berdarah dengue.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan bahan referensi bagi perpustakaan Farmasi USU Medan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Pengertian

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya. Demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 2009).

2.1.2 Etiologi

a. Virus

(23)

b. Vektor

Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegyptidan subgenus stegomya. Aedes aegypti merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus juga diputuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae. aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri. Walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virusDengue, epidemi yang di timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti(WHO, 2009).

c. Pejamu

(24)

2.1.3 Patofisiologi dan Patogenesis

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit (Halstead, 2008).

Mekanisme tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "thesecondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun (Halstead, 2008).

(25)

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah (Halstead, 2008).

Gambar 2.1 Hipotesis secondary heterologous infection (Halstead, 2008).

(26)

2.1.4 Manifestasi klinis

Menurut Depkes (2010) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : a. Demam

Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.

b. Manifestasi pendarahan

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena ), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita demam berdarah dengue.

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus Dengue.

d. Renjatan (syok)

(27)

teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.

e. Gejala klinis lain

Gejala lainnya yang dapat menyertai adalah anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

2.1.5 Mekanisme Penularan

Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya (Soegijanto, 2012).

(28)

liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Soegijanto, 2012).

2.1.6 Diagnosa

Menurut WHO (1997) diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris.

Kriteria klinis:

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah-merahan.

b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

Kriteria laboratoris:

a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.

(29)

2.1.7 Klasifikasi

Menurut WHO (2009) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya yaitu:

a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji turniquet positif.

b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Hadinegoro (2006) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.

Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah: a. Tirah baring.

b. Pemberian cairan.

(30)

c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.

Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.

d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:

a. Keadaan umum memburuk. b. Terjadi pembesaran hati.

c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam (Hadinegoro, 2006).

Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%,

Ringer’s lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau

(31)

diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai (Hadinegoro, 2006).

Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:

1. Kristaloid.

a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali 2. Koloid

a. Dekstran b. Plasma

(32)

Gambar 2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD (WHO, 2009).

2.1.9 Komplikasi

Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi (Halstead, 2008).

(33)

serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2008).

2.1.10 Pencegahan

Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion anti nyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid (Depkes RI, 2010).

Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

1. Fisik

Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempat

(34)

air/tempayan dan lain-lain(M2), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan (M3).

2. Kimia

Cara memberantas jentik Ae.aegyptidengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan (larvasida) yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator .

3. Biologi

Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar israeliensia (Depkes RI, 2011).

2.1.11 Kriteria Memulangkan Pasien.

Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi: a. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.

b. Nafsu makan membaik.

c. Tampak perbaikan secara klinis. d. Hematokrit stabil.

e. Tiga hari setelah syok teratasi.

f. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml.

(35)

2.2 Drug Related Problems (DRPs)

2.2.1 Definisi DRPs

DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diharapkan. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan (disa bility) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).

2.2.2 Klasifikasi DRPs

Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar: a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien

tidak mendapatkan obat untuk kondisi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.

d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih.

(36)

g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat - obat, obat - makanan, obat - hasil laboratorium.

h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang diresepkan.

Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V5.01)mengelompokkan masalah terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical Care NetworkEurope., 2006) :

1.Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR) Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efeksamping atau toksisitas.

2.Masalah pemilihan obat (Drug choice problem)

Masalah pemilihan obat berarti pasien memperoleh obat yang salahuntuk penyakitdan kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan tapiindikasi tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obatyang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.

3.Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)

Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebihbesar atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.

4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem) Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan atau tidakmenggunakan obat sama sekali atau menggunakan yang tidakdiresepkan. 5. Interaksi obat (Interaction)

(37)

6. Masalah lainnya (Others)

Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yangkurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas(memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak diketahuipenyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium.

Adapun kasus masing - masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis - Jenis DRPs dan Penyebab yang mungkin terjadi

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs

Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru

b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi obat

c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi

d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi kesehatan baru dapat dicegah dengan pengggunaan obat profilaksis

Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi

b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau hasil pengobatan

c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok

d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati tanpa terapi obat

e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug therapy dapat digunakan

f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan dapat menghindari reaksi yang merugikan dengan pengobatan lainnya

Obat tidak tepat a. Pasien alergi

b. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif untuk indikasi pengobatan

c. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi penggunaan obat

d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain yang lebih murah

e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman f. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap

(38)

Dosis obat terlalu rendah a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan

b. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat range terapeutik yang diharapkan

f. Waktu profilaksis (preoperasi) antibiotik diberikan terlalu cepat

g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien

h. Terapi obat berubah sebelum terapeutik percobaan cukup untuk pasien

i. Pemberian obat terlalu cepat

Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang berbahaya bagi pasien

b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien

c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien

d. Efek dari obat diubah inhibitor enzim atau induktor obat lain

e. Efek obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain

f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain

Dosis obat terlau tinggi a. Dosis terlalu tinggi

b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapeutik yang diharapkan

c. Dosis obat meningkat terlalu cepat

d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat

e. Dosis dan interval tidak tepat

Ketidakpatuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian

b. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan

c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal

d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti

e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif yang bersifat prospektif yaitu penelitian yang dilakukan berupa pengamatan langsung dengan melakukan pencatatan terhadap perkembangan subjek dalam kelompok studi amatan (Follow Up Research).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap rindu B - Anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan pada bulan Oktober 2014 - Desember 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh penderita rawat inap di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 dengan diagnosis demam berdarah dengue yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997.

Sampel penelitian adalah penderita rawat inap di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 dengan diagnosis demam berdarah dengue yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

- Kriteria Inklusi :

(40)

dengan diagnosis demam berdarah dengue yang dirawat di ruangan rindu B - Anak berusia 0 - 18 tahun tanpa maupun dengan penyakit penyerta dengan data rekam medis yang lengkap.

- Kriteria eksklusi:

Pasien dengan diagnosis demam berdarah dengue yang dirawat selain di ruangan rindu B - Anak berusia 0 - 18 tahun, tanpa maupun dengan penyakit penyerta dan pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4 Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkas rekam medis pasien anak dengan diagnosis penyakit demam berdarah dengue di instalasi rawat inap rindu B - Anak RSUP Haji Adam Malik, data SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) dan lembar pengumpul data pasien.

3.5Teknik Pengumpulan Data

(41)

3.6 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan melihat kesesuaian kondisi vital pasien, hasil laboratorium serta terapi yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel maupun diagram.

3.7 Alur Pelaksanaan Penelitian

Adapun gambaran pelaksanaan penelitian adalah seperti Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian Data rekam medis pasien

Data dikelompokkan berdasarkan kriteria inklusi

Identifikasi DRPs

 Penentuan Indikasi tanpa obat

 Penentuan Obat tanpa indikasi

 Penentuan Obat salah

 Penentuan dosis obat kurang

 Penentuan dosis obat berlebih

 Penentuan interaksi obat

 Reaksi Obat Merugikan

 Penentuan kegagalan dalam terapi obat

Analisis Data

(42)

3.8 Definisi Operasional

a. Pasien pediatrik adalah pasien anak berumur 0 - 18 tahun yang merupakan subjek penelitian.

b. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

c. DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun operasional berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien.

d. Terapi simptomatik adalah terapi untuk meringankan gejala yang timbul, berupa pemberian obat-obatan oral maupun parenteral.

e. Terapi suportif adalah terapi pengobatan yang mendukung terapi utama, berupa pemberian cairan oral maupun larutan intravena (infus).

f. Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) adalah banyaknya kejadian DRP dalam pengobatan terkait dosis maupun obat.

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Berdasarkan pengambilan data selama bulan Oktober 2014 - Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan, jumlah pasien anak yang terdiagnosis DBD adalah 85 orang pasien dan yang memenuhi kriteria inklusi terdapat 52 orang pasien. Data Pasien dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 33.

Tabel 4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

No Karakteristik Jumlah

pasien (orang) persentase (%)

1 Jenis Kelamin

Laki-laki 23 44,23

Perempuan 29 55,76

2 Usia (tahun)

0-6 17 32,7

7-12 20 38,5

13-18 15 28,8

(44)

besar penderita DBD terjadi pada kelompok usia 5 -14 tahun (WHO, 2009). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua kelompok usia pasien mempunyai risiko yang sama untuk menderita penyakit DBD.

4.2 Profil Demografi Pasien Berdasarkan Lama Rawatan Inap

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 52 pasien, lama rawat inap tertinggi adalah lama rawatan selama 5 hari yang terjadi pada 15 pasien (28,85%). Tabel 4.2 Profil Demografi Pasien Berdasarkan Lama Rawatan Inap

Lama Rawatan Jumlah

pasien (orang) persentase (%)

1 hari 1 1,92

2 hari 3 5,77

3 hari 6 11,54

4 hari 9 17,31

5 hari 15 28,85

6 hari 7 13,46

7 hari 5 9,61

>7 hari 6 11,54

Total 52 100

Pada Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia telah disebutkan bahwa masa kritis DBD berlangsung 3 - 4 hari dihitung mulai panas hari pertama. Namun apabila ditangani lebih cepat pasien akan cepat kembali normal dan sembuh setelah fase kritis lewat. Jumlah trombosit akan meningkat kembali setelah pasien diberi cairan dalam jumlah cukup dan setelah sembuh jumlah trombosit darah bisa normal kembali dengan cepat (Kepmenkes, 2011).

(45)

Semakin lama masa rawat inap pasien maka semakin besar biaya perawatan di rumah sakit (Meilyana, 2010).

4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi derajat keparahan pada saat masuk RS penderita paling banyak terjadi adalah pada pasien DBD Derajat I (46,2%).

Tabel 4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan

(WHO, 2009) Derajat keparahan DBD berhubungan dengan status gizi anak. Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi, anak yang menderita DBD sering mengalami mual, muntah dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat

Derajat hati,batuk, nyeri kepala, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet positif

24 46,2

Derajat II

Demam, mual, muntah,nyeri kepala, batuk, kejang, diare, terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit (petekie), perdarahan gusi dan perdarahan saluran cerna. kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah

10 19,2

Derajat IV

Seperti derajat III disertai syok berat (profound syock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

2 3,8

(46)

badan sehingga status gizinya menjadi kurang, jika pemenuhan nutrisi kurang maka tingkat derajat keparahan DBD anak akan semakin parah (Safitri, 2012). 4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD

Tabel 4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD

Terapi Obat Pasien

(47)

O. Terapi Suportif

Tabel 4.5 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 24 Pasien DBD Derajat I

Derajat

Keparahan Golongan Terapi Obat

Jumlah pasien

(orang)

persentase (%) Derajat I Analgetik

non-narkotik

Tabel 4.6 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 16 Pasien DBD Derajat II

Derajat

Keparahan Golongan Terapi Obat

Jumlah pasien

(orang)

persentase (%) Derajat II Analgetik

non-narkotik

Parasetamol 15 93,75

Novalgin 1 6,25

Gastrointestinal Ranitidin 2 12,5

Antasida 1 6,25

Antibiotik Sefadroksil 3 18,75

Sefotaksim 1 6,25

Antiansietas Stesolid 1 6,25

Antidotum Kalsium glukonat 1 6,25

Antihistamin Setirizin 1 6,25

Caladine 1 6,25

Antiasma Salbutamol 1 6,25

(48)

Tabel 4.7 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 10 Pasien DBD Derajat III

Derajat

Keparahan Golongan Terapi Obat

Jumlah

Tabel 4.8 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 2 Pasien DBD Derajat IV

Derajat

Keparahan Golongan Terapi Obat

Jumlah

Terapi Suportif Ringer Laktat 2 100

(49)

Berdasarkan tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 dari 24 pasien yang didiagnosa DBD Derajat I, 16 pasien DBD Derajat II, 10 pasien yang didiagnosa DBD Derajat III dan 2 pasien DBD Derajat IV sebagian besar terapi obat yang digunakan dalam penanganan kasus DBD adalah parasetamol yang merupakan golongan obat analgetik-non narkotik. Berdasarkan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, parasetamol merupakan obat lini pertama dan sebagai terapi simptomatik untuk mengatasi demam tinggi. Hal ini disebabkan efek samping antiplatelet parasetamol hampir tidak ada dibandingkan obat antipiretik lainnya seperti asetosal, ibuprofen yang berisiko memicu pendarahan dan memperparah keadaan pasien (Nugroho, 2012). Selain itu, terdapat juga pemberian antibiotik pada penanganan kasus DBD. Dalam Guidlines for Diagnosis, Treatment. Prevention and Control of Dengue tahun 2009, telah dijelaskan untuk pemberian antibiotik tidak perlu diberikan kepada pasien DBD, karena tidak dapat membantu. Hanya diberikan jika terjadi infeksi serius bakteri E.coli yang menyebabkan diare dan juga mengatasi bakteri Streptococcus pyrogenes yang menyebabkan nyeri otot dan sendi (WHO, 2009).

(50)

Sesuai dengan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, larutan yang direkomendasikan untuk pasien DBD antara lain Ringer Laktat, Asetat, NaCl 0,9% sebagai cairan kristaloid dan Dekstran, Gelatin, Hydroxy Ethyl starch (HES) sebagai cairan koloid. Pada dasarnya penggunaan cairan infus Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dekstran dan HES adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan atau elektrolit pada tubuh pasien DBD. Namun fungsinya berbeda -beda, untuk infus Ringer Laktat dan NaCl 0,9 % banyak digunakan untuk pengganti elektrolit yang hilang sedangkan Hydroxy Ethyl Starch (HES) digunakan sebagai pengganti elektrolit Na+ dan Cl- serta menyuplai kalori untuk pasien yang keadaannya lemas (Kepmenkes, 2012).

4.5 Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, et al., 1990).

Tabel 4.9 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

No Kategori DRPs Jumlah

Kasus

Persentase (%)

1 Obat Salah 0 0

2 Dosis Obat Kurang 1 3,45

3 Dosis Obat Berlebih 6 20,70

4 Indikasi Tanpa Obat 10 34,50

5 Obat Tanpa Indikasi 9 31,05

6 Interaksi Obat 1 3,45

7 Reaksi Obat Merugikan 0 0

8 Kegagalan Dalam Menerima Obat 2 6,90

(51)

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total pasien yang mengalami kasus DRPs adalah 22 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 29 kasus (42,31%). Kasus terbanyak terjadi pada kategori Indikasi tanpa obat dengan 10 kasus (34,50%) dan diikuti kategori Obat tanpa indikasi dengan 9 kasus (31,05%) dan kategori Dosis obat berlebih dengan 6 kasus (20,70%).

4.5.1 Obat Salah

Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak efektif, kontra indikasi dengan kondisi pasien. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus obat salah. Angka kejadian DRPs pada kategori obat salah yaitu 0%.

4.5.2 Dosis Obat Kurang

Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang. Jumlah angka kejadian DRPs pada Dosis Obat Kurang adalah 1 kasus. Kasus terjadi pada pasien usia 6 tahun diberi Parasetamol 200 mg per oral seharusnya diberi dosis tidak kurang dari 250 mg.

Tabel 4.10 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang

(52)

4.5.3 Dosis Obat Berlebih

Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih. Jumlah angka kejadian DRPs pada Dosis Obat Berlebih adalah sebanyak 6 kasus. Satu kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Furosemid 40 mg per oral 3 x sehari seharusnya diberi dosis maksimal 40 mg/hari. Tiga kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Parasetamol 500 mg 3 x sehari seharusnya diberi dosis maksimal 250 mg 3 x sehari. Dua kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Seftriakson injeksi 1000 mg/hari seharusnya diberi dosis 280 -700 mg/hari dan Seftriakson injeksi u 2000 mg/hari seharusnya diberi dosis maksimal 1200 mg/hari.

Tabel 4.11 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih

(53)

4.5.4 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut. Jumlah angka kejadian DRPs pada Indikasi Tanpa Obat adalah sebanyak 10 kasus. Empat kasus terjadi pada pasien yang mengalami mual dan muntah, tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Tiga kasus terjadi pada pasien yang mengalami diare tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Dua kasus terjadi pada pasien yang mengalami batuk berdahak tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Satu kasus terjadi pada pasien yang mengalami sesak nafas tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut.

Tabel 4.12 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat

(54)

4.5.5 Obat Tanpa Indikasi

(55)

pada pasien yang diberi terapi multi obat (polifarmasi). Sedangkan keempat kasus selanjutnya terjadi pada pasien yang diberi terapi antibiotik yang penggunaannya tidak rasional dengan kondisi pasien.

Tabel 4.13 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Terapi Multi Obat

Derajat Nomor Pemberian Multi

Keterangan Persentase

(56)

Tabel 4.14 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional

Derajat Keparahan

Nomor

Pasien gejala pasien Pemberian obat

Obat

(57)

Tabel 4.15 Analisis DRPs Kategori Interaksi Obat

Derajat

Keparahan Pemberian Obat

Interaksi tab, Ranitidin inj, Ringer laktat infus NaCl infus, Ranitidin inj,

Ringer laktat infus Laktat infus, Stesolid inj

tidak ada

interaksi tidak ada - Antasida sirup, Ranitidin

inj, Ringer laktat infus

tidak ada

infus, Ringer Laktat infus

tidak ada Grade II Parasetamol tab, Ringer

(58)

Ranitidin inj, Ringer laktat infus

tidak ada

interaksi tidak ada - Grade III Parasetamol tab, Ringer

laktat infus Setirizin tab, NaCl infus,

Parasetamol sirup, inj, Ringer laktat infus, Widahes infus laktat infus, Setirizin tab

tidak ada

(59)

Epinefrin inj, NaCl infus,

Ringer laktat infus Grade IV Ringer laktat infus,

Seftriakson inj

4.5.7 Reaksi Obat Merugikan

Reaksi obat merugikan adalah obat yang diberikan mempunyai efek samping yang memberatkan kondisi pasien. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus reaksi obat merugikan. Angka kejadian DRPs pada kategori reaksi obat merugikan yaitu 0%.

4.5.8 Kegagalan Dalam Menerima Obat

(60)
(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

a. Terdapat kejadian DRPs pada pasien anak demam berdarah dengue di instalasi rawat inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.

b. Total kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 berjumlah 29 kasus.

c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 adalah kategori indikasi tanpa obat (34,50%).

5.2 Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Cipolle R.J., Strand L.M., dan Morley P.C. (2012). Pharmaceutical Care Practice: The Patient Centered Approach to Medication Management Services. 3rd edition. New York: McGraw-Hill. Halaman 149-175. Depkes RI. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.

Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Halaman 5, 7.

Depkes RI. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Halaman 18, 75, 77, 78, 79.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2009). Data Kasus Demam Berdarah (DBD) Per Kab/Kota. Medan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2013). Profil Kesehatan Pr ovinsi Sumatera Utara tahun 2012. Medan. Halaman 39, 40.

Ditjen Yan Medik RSUP. H. Adam Malik. (2011). Standar Pelayanan Medik RSUP. H. Adam MalikMedan. Halaman 170.

Hadinegoro, S.R. (2006). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia . Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Halstead, Scott. (2008). Dengue: Tropical Medicine Science and Practice. Volume 5. USA: Imperial College Press. Halaman 16, 17.

IAI. (2012). Informasi Spesialite Obat Indonesia . Volume 47. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 5, 36, 67, 81, 138, 234, 246, 420, 479.

Iriani, Y. (2012). Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue Anak di Kota Palembang. Majalah Sari Pediatri.13(6): 378-383.

Lindell, O.L. (2014). Use of Medicines in Children – A Perpective on Drug Related Problems. Finlandia: University of Eastern Finland. Halaman 14. Meilyana, F., Djais, J., dan Garna, H. (2010). Status Gizi Berdasarkan Subjective Global Assessment Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Lama Pera watan Pasien Ra wat Inap Anak, jurnal sari pediatri 12(3): 162-167. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:

(63)

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. (2006).PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical care research 5(1): 3-4. Safitri, L., Hasanuddin., dan Burhnuddin, H. (2012). Hubungan Status Gizi

Dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue Pada Anak di RSUP DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar. 1(5): 1-6.

Soegijanto, Soegeng. (2012). Demam Berdarah Dengue (Edisi Kedua). Surabaya: Airlangga University Press.

Strand, L.M dan Helper, D.D. (1990). Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical Care. American Journal of Hospital Pharmacy. 1(47): 533-543.

Taralan, T. (2012). Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman 161, 188, 204, 212.

Yasin, N.M., Sunowo. J., dan Supriyanti, E. (2009). Drug Related Problems (DRPs) dalam pengobatan Dengue Hemorragic Fever (DHF) pada pasien pediatri, Ma jalah Farmasi Indonesia . 20(1): 27-34.

WebMD. (2015). Drug Ineractions Checker . http://www.webmd.com/interaction-checker. Diakses tanggal 01 April 2015.

Wibowo, K. (2011). Pengaruh Transfusi Trombosit Terhadap Ter jadinya Perdarahan Masif pada Demam Berdarah Dengue. 12(1): 404-408. World Health Organization. (2009). Dengue Haemorrhagic Fever:

Diagnosis,Treatment, Prevention and Control. Edisi kedua. Genewa: WHO Press. Halaman 19,21.

(64)

Lampiran 1. Data Pasien Anak Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober -Desember 2014

PASIEN UMUR DERAJAT LAMA NAMA OBAT BENTUK REGIMEN TANGGAL

KEPARAHAN RAWAT SEDIAAN DOSIS

1 15 th DHF I 5 hari Aspilets tab 80 mg Tablet 1 x 80 mg 10/10/2014

11 bl Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 10/10/2014

20 hr Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 1 x injeksi 10/10/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 10/10/2014

Aspilets tab 80 mg Tablet 1 x 80 mg 11/10/2014

Furosemid tab 40 mg Tablet 3 x 40 mg 11/10/2014

Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 2 x injeksi 11/10/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x infus 11/10/2014

Aspilets tab 80 mg Tablet 1 x 80 mg 12/10/2014

Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 12/10/2014

Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 2 x injeksi 12/10/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 12/10/2014

Aspilets tab 80 mg Tablet 1 x 80 mg 13/10/2014

Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 13/10/2014

Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 2 x injeksi 13/10/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 3 x infus 13/10/2014

Aspilets tab 80 mg Tablet 1 x 80 mg 14/10/2014

Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 14/10/2014

Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 2 x injeksi 14/10/2014

2

8 th 1bl 17 hr

DHF II 5 hari

(65)

PASIEN UMUR DERAJAT Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 19/10/2014

(66)

PASIEN UMUR DERAJAT Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x infus 28/10/2014

(67)

PASIEN UMUR DERAJAT KEPARAHAN

LAMA

RAWAT NAMA OBAT

BENTUK SEDIAAN

REGIMEN

DOSIS TANGGAL

6

2 th 8 bl

DHF III 7 hari Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 250 mg 29/10/2014 Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 1 x injeksi 29/10/2014

30 hr Parasetamol Syr 60 ml Syrup 1 x 1,5 cth 29/10/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x infus 30/10/2014

Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 250 mg 30/10/2014

Ranitidin inj 50 mg / 2ml, amp @ 2 ml Injeksi 1 x injeksi 30/10/2014

kalsium glukonat - kalsium glukonat Iinjeksi 1 x injeksi 30/10/2014

Seftriakson serb. inj. 1000 mg / vial Injeksi 1 x injeksi 30/10/2014

Parasetamol Syr 60 ml Syrup 1 x 1,5 cth 30/10/2014

7 14 th DHF I 2 hari Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 26/10/2014

2 bl Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x infus 26/10/2014

25 hr kalsium glukonat - kalsium glukonat Injeksi 1 x injeksi 26/10/2014

8 10 th DHF II 5 hari Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 29/10/2014

10 bl Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 29/10/2014

18 hr Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 29/10/2014

9 3 th DHF II 5 hari Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x infus 03/11/2014

11 bl O2 nasal inhalasi 1-2 L/menit 03/11/2014

26 hr parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 250mg 03/11/2014

cefotazim 500 mg/12 jam inj injeksi 2 x injeksi 03/11/2014

novalgin inj injeksi 1 x injeksi 03/11/2014

parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 200 mg 03/11/2014

(68)
(69)

PASIEN UMUR DERAJAT Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 07/11/2014

Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 08/11/2014

Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 08/11/2014

14 11 th DHF II 3 hari Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 11/11/2014

10 bl Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 2 x injeksi 11/11/2014

19 hr Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 300 mg 12/11/2014

Caladine talk serbuk secukupnya 12/11/2014

(70)

PASIEN UMUR DERAJAT Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 15/11/2014

17 hr Setirizin 10 mg Obat 1 x 10 mg 16/11/2014

(71)

PASIEN UMUR DERAJAT Seftriakson serb. inj. 1000 mg / vial Injeksi 2 x injeksi 19/11/2014

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar 1.1 Skema hubungan variabel pengamatan dan parameter
Gambar 2.1 Hipotesis secondary heterologous infection (Halstead, 2008).
Gambar 2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD  (WHO, 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Menurut Spencer dan Brown (2006) menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur, dimana kadar estrogen dan progesteron

Untuk mencapai level 3 ( defined process) , mengacu pada standarisasi COBIT maka setiap organisasi harus memiliki mekanisme dan prosedur yang jelas mengenai tata

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta

Setak dan Yang et.al memberikan beberapa metode untuk pemilihan supplier, diantaranya AHP ( Analytical Hierarchy Process ), ANP ( Analytic Network Process ),

Berdasarkan kodisi tersebut, kajian mengenai perubahan kerapatan vegetasi dan persepsi masyarakat pantai terhadap alih fungsi mangrove menjadi kawasan wisata dengan

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program