• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Pasien Anak di RSUP H Adam Malik Medan dari Januari hingga Desember 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Pasien Anak di RSUP H Adam Malik Medan dari Januari hingga Desember 2009"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA

PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI

JANUARI HINGGA DESEMBER 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

FATHIRAH ‘AINA BT. ZUBIR

NIM : 070100405

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Pasien Anak di RSUP H Adam

Malik Medan dari Januari hingga Desember 2009

Nama : Fathirah ‘Aina bt. Zubir

NIM : 070100405

____________________________________________________________________

Pembimbing Penguji

(dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH) (dr. Selvi Nafianti, SpA)

NIP: 19740730 2001 12 2 003 NIP: 400048403

(dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes)

NIP: 19700819 1999 03 2001

Medan, 22 November 2010

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)

(3)

ABSTRAK

Latar belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyebab

utama kemasukan ke rumah sakit dan kematian pada anak-anak di negara di Asia Tenggara. Sehingga kini angka kejadian DBD masih terus tinggi.

Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi penyakit DBD pada pasien anak yang

dilaporkan di RSUP H Adam Malik dari Januari hingga Desember 2009.

Metode: Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan desain retrospektif. Populasi penelitian adalah semua pasien anak di RSUP H Adam Malik dan teknik sampling yang digunakan adalah

total sampling.

Hasil: Dari total 92 buah kasus, 47 orang (51,1%) adalah laki-laki dan 45

orang (48,9%) adalah perempuan. Balita mencatatkan sebanyak 4 buah kasus (4,3%), umur sekolah 55 kasus (59,8%) dan dewasa muda sebanyak 33 kasus (35,9%). Tiga buah kecamatan yang mempunyai prevalensi yang tinggi adalah Medan Tuntungan (22,8%), diikuti Medan Baru (17,4%), dan Medan Selayang (10,9%).

Kesimpulan: Secara keseluruhan jenis kelamin tidak mempengaruhi

prevalensi DBD pada anak, umur sekolah yaitu dari 5 hingga 14 tahun mencatatkan prevalensi tertinggi, dan kecamatan Medan Tuntungan merupakan kecamatan yang mempunyai kasus DBD terbanyak di Kota Medan bagi tahun 2009.

(4)

ABSTRACT

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the major caused

patients being admitted to the hospital and mortality rate among children in South East Asia. Up until now, the prevalence of DHF is still high.

Objective: In this study, the prevalence of DHF among children in RSUP H

Adam Malik Medan from January to December 2009 was assessed.

Method: This is a descriptive research with retrospective design. The

population being assessed was all children who had been admitted to RSUP H Adam Malik Medan and the sampling technique used is total sampling.

Hasil: From total 92 cases, 47 cases (51,1%) are boys and 45 cases (48,9%)

are girls. Children below 5 years of age have 4 cases (4,3%), school-age 55 cases (59,8%) and young adult have 33 cases (35,9%). The 3 subdistricts that have the most DHF cases in Kota Medan are Medan Tuntungan (22,8%), followed by Medan Baru (17,4%), and Medan Selayang (10,9%).

Results: Generally, there was no association between sex and DHF among

children, the school-aged children (age 5 to 14) has the highest cases of DHF, and the subdistrict Medan Tuntungan has the highest prevalence of DHF cases in Kota Medan for 2009.

(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan

hidayahNya, karena akhirnya berjaya menyiapkan hasil penelitian untuk Karya Tulis

Ilmiah ini yang berjudul “Prevalensi Demam Berdarah Dengue pada Pasien Anak di

RSUP H Adam Malik dari Januari hingga Desember 2009”.

Saya ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua

orang tua dan keluarga saya, yang tidak lelah mendoakan saya, memberikan

dukungan serta semangat kepada saya selama pembuatan hasil penelitian ini.

Selanjutnya saya ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing

saya, dr. Dewi Masyithah Darlan, yang telah meluangkan waktu untuk mendukung,

membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal hingga

hasil penelitian ini selesai.

Tidak lupa jutaan terima kasih diucapkan kepada dosen-dosen dari

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran USU yang telah memberikan panduan dan tunjuk ajar kepada penulis

sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Akhirnya penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat secara langsung atau tidak

langsung dalam proses pembuatan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih banyak

kekurangan dan hal yang harus disempurnakan, baik dari segi materi maupun

tatacara penulisannya. Oleh dengan itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan

hasil penelitian ini.

Kepala Batas, 22 November 2010

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ....……….. i

ABSTRAK ………. ii

ABSTRACT ………... iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ………... viii

DAFTAR SINGKATAN ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

BAB 1 PENDAHULUAN ………... 1

2.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ……… 5

2.2. Penularan Penyakit DBD ……….. 5

2.3. Faktor Risiko Terjadinya Peningkatan Kasus DBD ………. 6

2.4. Patofisiologi DBD ………. 8

2.5. Manifestasi Klinis DBD ……… 9

2.6. Diagnosis ………... 11

2.7. Pengobatan ………... 12

2.8. Pencegahan DBD ……….. 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ……. 15

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………. 15

(7)

BAB 4 METODE PENELITIAN ……….. 17

4.1. Jenis Penelitian ………... 17

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 17

4.3. Populasi dan Sampel ………... 17

4.4. Teknik Pengumpulan Data ………... 18

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ………... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ………. 19

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 19

5.2. Karakteristik Individu ……… 19

5.3. Hasil Analisa Data ………. 20

5.3.1. Prevalensi Mengikut Jenis Kelamin ………. 20

5.3.2. Prevalensi Mengikut Tingkat Umur ………. 20

5.3.3. Prevalensi Mengikut Kecamatan Tempat Tinggal ………... 21

5.4. Pembahasan ………... 22

5.4.1. Prevalensi Mengikut Jenis Kelamin ………. 22

5.4.2. Prevalensi Mengikut Tingkat Umur ………. 23

5.4.3. Prevalensi Mengikut Kecamatan Tempat Tinggal ………... 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………... 26

6.1. Kesimpulan ………. 26

6.2 Saran ……… 26

DAFTAR PUSTAKA ………. 28

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka konsep prevalensi DBD di kalangan

anak-anak ……… 15

5.1 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut

jenis kelamin ……….. 20

5.2 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut

tingkat umur ……… 21

5.3 Persentase pasien anak menderita DBD berdasarkan

(10)

DAFTAR SINGKATAN

3M : Menguras, Menutup dan Mengubur

APC : Antigen Presenting Cell

CFR : Case Fatality Rate

DBD : Demam Berdarah Dengue

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

DHF : Dengue Hemorrhagic Fever

Ditjen PPM & PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Langsung

DKI Jakarta : Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DSS : Dengue Shock Syndrome

LPPD : Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Menkes : Menteri Kesehatan

Pemko Medan : Pemerintah Kota Medan

PPBB : Pemberantasan Penyakit Bersumber dari Binatang

PSJN : Pemberantasan Sarang Jentik dan Nyamuk

PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk

RI : Republik Indonesia

RSUP H Adam Malik : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

SK : Sistem Kesehatan

SPSS : Statistical Product and Service Solution

UU RI No.3 : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Lampiran SPSS

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Fakultas Kedokteran USU

(12)

ABSTRAK

Latar belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyebab

utama kemasukan ke rumah sakit dan kematian pada anak-anak di negara di Asia Tenggara. Sehingga kini angka kejadian DBD masih terus tinggi.

Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi penyakit DBD pada pasien anak yang

dilaporkan di RSUP H Adam Malik dari Januari hingga Desember 2009.

Metode: Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan desain retrospektif. Populasi penelitian adalah semua pasien anak di RSUP H Adam Malik dan teknik sampling yang digunakan adalah

total sampling.

Hasil: Dari total 92 buah kasus, 47 orang (51,1%) adalah laki-laki dan 45

orang (48,9%) adalah perempuan. Balita mencatatkan sebanyak 4 buah kasus (4,3%), umur sekolah 55 kasus (59,8%) dan dewasa muda sebanyak 33 kasus (35,9%). Tiga buah kecamatan yang mempunyai prevalensi yang tinggi adalah Medan Tuntungan (22,8%), diikuti Medan Baru (17,4%), dan Medan Selayang (10,9%).

Kesimpulan: Secara keseluruhan jenis kelamin tidak mempengaruhi

prevalensi DBD pada anak, umur sekolah yaitu dari 5 hingga 14 tahun mencatatkan prevalensi tertinggi, dan kecamatan Medan Tuntungan merupakan kecamatan yang mempunyai kasus DBD terbanyak di Kota Medan bagi tahun 2009.

(13)

ABSTRACT

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the major caused

patients being admitted to the hospital and mortality rate among children in South East Asia. Up until now, the prevalence of DHF is still high.

Objective: In this study, the prevalence of DHF among children in RSUP H

Adam Malik Medan from January to December 2009 was assessed.

Method: This is a descriptive research with retrospective design. The

population being assessed was all children who had been admitted to RSUP H Adam Malik Medan and the sampling technique used is total sampling.

Hasil: From total 92 cases, 47 cases (51,1%) are boys and 45 cases (48,9%)

are girls. Children below 5 years of age have 4 cases (4,3%), school-age 55 cases (59,8%) and young adult have 33 cases (35,9%). The 3 subdistricts that have the most DHF cases in Kota Medan are Medan Tuntungan (22,8%), followed by Medan Baru (17,4%), and Medan Selayang (10,9%).

Results: Generally, there was no association between sex and DHF among

children, the school-aged children (age 5 to 14) has the highest cases of DHF, and the subdistrict Medan Tuntungan has the highest prevalence of DHF cases in Kota Medan for 2009.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan

masalah umum yang semakin membesar di negara-negara subtropik.

Penyakit ini merupakan penyakit yang endemik di lebih 100 buah

negara termasuklah Afrika, Amerika, Mediterranean Timur, Asia

Tenggara, dan Pasifik Barat. WHO menganggarkan mungkin terdapat

50-100 juta kasus penyakit Dengue di seluruh dunia setiap tahun, di

mana 250.000-500.000 kasus adalah Demam Berdarah Dengue dengan

24.000 kematian setiap tahun (Gibbons et al., 2002 yang dikutip oleh

Yong Y.K. et al., 2006).

Menurut WHO (1998) dalam Setiati T.E. et al. (2006), di Asia

Tenggara, dengan jumlah populasinya kira-kira 1,5 milyar, dianggarkan

kurang lebih 1,3 milyar penduduknya berisiko untuk terkena penyakit

DBD ini. Sehingga sekarang, DBD merupakan penyebab utama

kemasukan ke rumah sakit dan kematian di kalangan anak-anak di

negara-negara di Asia Tenggara.

Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 ketika

penyakit sedang menular di Surabaya dan Jakarta. Ketika epidemik

DBD berlaku pada 1998, sejumlah 47.573 kasus dilaporkan dengan

1527 kematian. Kasus-kasus ini dicatatkan dari 201 daerah dari total

304 buah daerah di Indonesia. Vektor utamanya adalah Aedes aegypti

dan banyak kejadian yang dilaporkan penularannya melalui vektor ini

(15)

Sejak itu, DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah

kasus dan luas daerah terjangkit. Daerah yang memiliki ketinggian

lebih dari 1000 meter dari aras laut terkecuali untuk berisiko terjangkit

penyakit DBD dari seluruh wilayah Indonesia. Antara faktor yang

mempengaruhi penyakit DBD adalah kondisi lingkungan, mobilitas

penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan atau alami di

tempat pembuangan akhir sampah ataupun di tempat lainnya,

penyuluhan dan perilaku masyarakat, selain itu: pengetahuan, sikap,

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan

pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) (Fathi et al.,

2005).

Pada tahun 2004, kasus DBD di Indonesia dilaporkan setiap bulan

dengan jumlah keseluruhannya sebanyak 78.690 dengan 954 kematian

(Case Fatality Rate, CFR=1,2%). Penularan tertinggi adalah di propinsi

DKI Jakarta (2768 kasus dengan CFR 0,76%) diikuti oleh Jabar (1863

kasus dengan CFR yang tinggi, yaitu 2,84%) (WHO, 2004).

Pada 2005, Indonesia mencatatkan jumlah kasus DBD tertinggi di

Asia Tenggara dengan 95.270 kasus dan kematian sebanyak 1298

(CFR=1,36%). Salah satu penyebab tingginya kasus DBD di Indonesia

adalah mungkin karena bencana alam yang berlaku sepanjang 5 tahun

kebelakangan telah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk

pembiakan Dengue (WHO, 2004).

Pada tahun 2006 dan 2007, sekali lagi Indonesia mencatatkan

jumlah kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dengan 1132 kematian

daripada 106.425 kasus pada tahun 2006 dan 1599 kematian daripada

188.115 kasus pada 2007 (WHO, 2008).

Pada 2006, propinsi-propinsi yang meningkat kasus DBD adalah

(16)

Gorontalo dan DKI Jakarta. Peningkatan yang tampak jelas di dua

propinsi yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat dengan peningkatan 4 kali

lipat dibandingkan pada tahun 2002. CFR setinggi 5% di propinsi

Sumatera Selatan. Propinsi dengan nilai CFRnya lebih dari 1 % adalah

Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu,

Banten, Jating, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi

Tengah dan Sulawesi Barat (WHO, 2004).

Propinsi Sumatera Utara mencatatkan sebanyak 4454 kasus dengan

49 kematian (CFR=1,1%) pada tahun 2008. Manakala pada tahun 2009,

4534 kasus dicatatkan dengan kematian sebanyak 57 orang dengan nilai

CFRnya 1,26%. Terdapat peningkatan kasus, angka kematian dan nilai

CFR pada tahun 2009 jika dibandingkan pada tahun 2008 (Kusriastuti

R., 2010).

Menurut LPPD Kota Medan (2008), penyakit DBD di Kota Medan

ditemukan sebanyak 1703 kasus pada tahun 2008. Jumlah ini dikatakan

menurun sebesar 11,16% jika dibandingkan dengan tahun 2007 yakni

sebanyak 1917 kasus. Namun angka kejadian penyakit ini kembali

meningkat menjadi 1940 kasus, di mana Kota Medan merupakan

kabupaten yang mencatatkan jumlah tertinggi kasus DBD di Sumatera

Utara pada tahun 2009.

Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue pada pasien anak yang

dilaporkan di RSUP H Adam Malik satu tahun kebelakangan ini yaitu

dari Januari hingga Desember 2009.

(17)

Berapakah prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) pada pasien

anak di RSUP H Adam Malik dari Januari hingga Desember 2009?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi penyakit DBD pada pasien

anak yang dilaporkan di RSUP H Adam Malik dari Januari hingga

Desember 2009.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah penyakit DBD ini lebih cenderung

mengenai anak laki-laki atau perempuan.

2. Untuk mengetahui pada tingkat umur berapakah anak-anak

sering dijangkiti penyakit DBD.

3. Untuk mengetahui kecamatan manakah di Medan yang

mencatatkan prevalensi DBD yang tertinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam

mengambil kebijakan lebih lanjut untuk menurunkan angka kasus

DBD di kecamatan yang terlibat.

2. Menjadi masukan untuk pengembangan penelitian yang serupa

yang berkelanjutan tentang prevalensi DBD pada pasien anak di

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Ditjen PPM & PL (2001) dalam Fathi. et al. (2005),

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit akibat

infeksi virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes,

dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak yang disertai manifestasi

perdarahan dan mempunyai tendensi untuk menimbulkan renjatan

(shock).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) dalam Pratiwi D.S.

(2009), kasus DBD ini cenderung meningkat dan penyebarannya

semakin luas sejak tahun 1968. Keadaan ini sangat berhubungan

dengan mobilitas penduduk, juga disebabkan hubungan tranportasi

yang semakin lancar serta virus Dengue dan nyamuk penularnya yang

semakin tersebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Selain itu,

tempat bagi nyamuk untuk bersarang semakin bertambah disebabkan

produksi sampah yang meningkat oleh karena kepadatan penduduk.

2.2 Penularan Penyakit DBD

Aedes aegypti sering dikaitkan dengan tempat tinggal manusia.

Larva vektor ini kebanyakan ditemukan di dalam wadah buatan yang

bisa menampung air misalnya ban-ban buangan, pasu-pasu bunga,

kolam terbiar, dan longkang, namun bisa juga dijumpai di tempat

penampungan air alamiah misalnya di dalam lubang pohon, tempurung

kelapa yang dibuang, daun pisang, pelepah daun keladi, dan

(19)

gelap yang tertutup seperti di dalam lemari dan di bawah tempat tidur.

Spesies Aedes aegypti ini selalunya aktif pada siang hari dengan waktu

puncaknya ketika awal pagi atau lewat siang. Nyamuk tersebut

dikatakan terinfeksi apabila ia menghisap darah dari orang yang

darahnya mengandung virus Dengue dan nyamuk tersebut menjadi

infeksius setelah periode inkubasi ekstrinsik obligatori selama 10

hingga 12 hari. Setelah menjadi infeksius, nyamuk itu bisa menularkan

virus Dengue dengan menghisap darah atau hanya dengan menggigit

kulit orang yang rentan (Perez J.G.R. et al., 1998).

2.3 Faktor Risiko Terjadinya Peningkatan Kasus DBD

Faktor-faktor yang bertanggung jawab mengakibatkan

peningkatan kasus Dengue dan DBD masing-masing sebagai masalah

kesehatan global adalah kompleks dan belum sepenuhnya difahami.

Walau bagaimanapun, kemunculan semula penyakit ini sangat erat

kaitannya dengan perubahan demografik dan masyarakat lebih 50 tahun

dahulu. Dua faktor utama adalah ketidakseimbangan pertumbuhan

populasi secara global dan urbanisasi yang tidak terancang dan terkawal

terutama di negara-negara tropikal yang sedang membangun.

Perumahan yang di bawah standar, kepadatan, penurunan kebersihan

air dan sistem pengurusan bahan buangan dengan urbanisasi yang tidak

terancang telah menciptakan kondisi yang ideal untuk peningkatan

penyakit yang ditransmisi oleh nyamuk di kawasan tropikal (Gubler

D.J., 1998).

Faktor ketiga terbesar adalah pengawalan nyamuk yang kurang

efektif di daerah di mana Dengue adalah endemik. Sejak 25 tahun lalu,

yang diberi perhatian adalah dengan melakukan penyemprotan

(20)

efektif. Sebagai tambahan, distribusi geografis dan kepadatan populasi

Aedes aegypti semakin meningkat, terutama di kawasan kota di daerah

tropik disebabkan meningkatnya bilangan habitat larva nyamuk di

lingkungan domestik. Tambahan pula kini diperkenalkan penggunaan

plastik nonbiodegradable dan penggunaan ban kendaraan yang mana

kedua-duanya ini meningkatkan lagi prevalensi penyakit DBD (Gubler

D.J., 1998).

Faktor keempat yang berperan dalam peningkatan kasus Dengue

dan DBD ini adalah meningkatnya perjalanan udara (air travel), di

mana menyediakan mekanisme yang ideal untuk transportasi Dengue

dan banyak patogen lain ke seluruh dunia. Kebanyakan pariwisata

mendapat infeksi dari negara yang dilawatinya namun hanya

menunjukkan tanda setelah pulang ke negara asal, menyebabkan virus

Dengue ini tersebar luas ke merata tempat di seluruh dunia sekaligus

menambah strain baru untuk virus ini (Gubler D.J., 1998).

Faktor kelima yang menyumbang kepada epidemik Dengue ini

adalah kekurangan infrastruktur kesehatan di kebanyakan negara dalam

30 tahun lalu. Kekurangan narasumber menyebabkan kurangnya ahli

terlatih yang faham dan boleh memikirkan tentang cara pencegahan dan

program kontrol untuk penyakit yang tersebar melalui vektor ini.

Secara kebetulan, kesehatan umum telah mengubah polisi untuk

memilih menggunakan metode pengawalan nyamuk berteknologi tinggi

yang dipercayai paling efektif daripada mencegah penularan dengan

mengurangi sumber pembiakan larva melalui kebersihan lingkungan

(Gubler D.J., 1998).

Menurut Anwar (2000) yang dikutip dalam Kusumawati Y. et al.

(2007), bahwa faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya

(21)

tentang tanda atau gejala; (2) cara penularan dan pencegahan penyakit

DBD; (3) kebiasaan tidur siang; (4) kebiasaan menggantung pakaian;

(5) kebiasaan membersihkan tempat penampungan air; (6) kebiasaan

membersihkan halaman di sekitar rumah; (7) tempat penampungan air

di dalam atau di luar rumah yang terbuka; dan (8) tempat

penampungan air di dalam atau di luar rumah yang positif jentik.

Semua faktor-faktor tersebut menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan dengan kejadian DBD.

2.4 Patofisiologi DBD

a) Sistem vaskuler

Hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah yang ditimbulkan

oleh kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler akibat

peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi

primer DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Dikutip dari Gubler

D.J. (1998) dalam Soegijanto H.S. (2006), pada kasus-kasus berat

terjadi penurunan volume plasma lebih dari 20% dan hal ini didukung

dengan penemuan efusi pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemi

pada post mortem. Tidak terjadi lesi destruktif yang menetap pada

vaskuler menunjukkan kelainan vaskuler hanya bersifat sementara yang

diakibatkan oleh suatu mediator respon tubuh. Tiga faktor yang terlibat

dalam perubahan hemostasis pada DBD dan DSS adalah perubahan

vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi.

b) Sistem respon imun

Reaksi tubuh terhadap masuknya virus menimbulkan manifestasi

klinis demam Dengue. Virus yang masuk akan berkembang biak di

dalam sistem sirkulasi darah yang selanjutnya diikuti dengan viremia

(22)

bereaksi dengan menangkap virus dan makrofag menjadi APC (Antigen

Presenting Cell). Antigen yang dipaparkan oleh makrofag tersebut akan

mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit

lebih banyak virus. Selanjutnya sel helper akan mengaktifasi sel

T-sitotoksik untuk melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Selain

itu, sel T-helper juga mengaktifkan sel B yang akan memproduksi

antibodi antara lain antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, dan

antibodi fiksasi komplemen. Pada umumnya antibodi yang muncul

adalah IgG dan IgM yang mulai terbentuk pada infeksi primer, dan

pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat

(booster effect) (Soegijanto H.S., 2006).

Antibodi terhadap virus dapat ditemukan di dalam darah sekitar

demam hari kelima, kemudian akan meningkat pada minggu pertama

sampai ketiga, dan menghilang setelah 2 hingga 3 bulan. Kinetik kadar

IgG berbeda dengan kinetik kadar IgM, oleh karena itu antibodi IgG

harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi

primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14, sedang pada

infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari ke-2. Oleh karena

itu diagnosis dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah sakit hari ke -5, diagnosis infeksi

sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan

antibodi IgG dan IgM yang cepat (Gubler D.J. et al., 1994 dalam

Soegijanto H.S., 2006).

Hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus

heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita

DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus

(23)

dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai

tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Chen K. et

al., 2009)

2.5 Manifestasi Klinis DBD

Ciri-ciri yang terdapat pada penderita penyakit DBD adalah

demam yang muncul secara tiba-tiba, biasanya berlangsung selama 2

hingga 7 hari, dan banyak lagi tanda dan gejala yang tidak spesifik.

Pada fase akut serangan penyakit ini, agak sukar untuk membedakan

DBD dengan demam Dengue yang biasa dan penyakit-penyakit lain

yang terdapat di negara tropikal. Tidak ada tanda patognomonik untuk

penyakit DBD pada fase akut (Gubler D.J., 1998).

Penderita DBD biasanya dikenal dengan gejala bintik-bintik atau

ruam merah pada kulit yang apabila diregangkan malah terlihat lebih

jelas bintik-bintiknya. Hal itu memang telah menjadi salah satu tanda

bahwa seseorang itu telah digigit nyamuk Aedes aegypti (Departemen

Kesehatan RI, 2005 dalam Pratiwi D.S., 2009). Berikut adalah beberapa

gejala DBD agar kita lebih berwaspada dan berupaya untuk

menanganinya:

a) Demam

DBD dimulai dengan demam tinggi secara tiba-tiba yang

terus-menerus berlangsung selama 2 hingga 7 hari. Pada hari ke-3, panas

mungkin turun yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7

mendadak turun. Jika suhu tubuh tetap tinggi setelah hari ke-3, tes

(24)

dengan cepat dan tepat dalam waktu kurang dari 7 hari, penderita dapat

meninggal dunia.

b) Tanda-tanda perdarahan

Perdarahan dapat terjadi di semua organ berupa Uji Torniquet

(Rumple Leede) positif, petekie, purpura, ekimosis, perdarahan

konjungtiva, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena, dan

hematuri.

Untuk membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk,

regangkan kulit, jika bintik merah pada kulit tersebut hilang maka

bukan petekie. Petekie sering ditemukan terutama pada hari-hari

pertama demam.

Jika terdapat 10 atau lebih petekie pada kulit seluas 1 inci persegi

(2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku

(fossa cubiti), maka Uji Torniquet dikatakan positif.

c) Pembesaran hati (hepatomegali)

Selalunya ditemukan pada permulaan penyakit. Pembesaran hati

tidak sejajar dengan tingkat keparahan penyakit dan sering ditemukan

nyeri tekan tanpa disertai ikterus.

d) Renjatan (shock)

Antara tanda-tanda renjatan adalah seperti kulit teraba dingin dan

lembap terutama pada ujung-ujung ekstremitas. Selain itu penderita

menjadi gelisah, sianosis di bibir, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak

teraba dan penurunan tekanan darah, sistolik bisa menurun hingga di

bawah 80 mmHg.

Renjatan disebabkan karena perdarahan, atau karena kebocoran

plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang terganggu.

(25)

Penderita dikatakan mengalami trombositopeni jika jumlah

trombosit kurang daripada 100.000/mm3 dan biasanya ini ditemukan di

antara hari ke-3 hingga 7 sakit. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan

sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau

menurun. Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita

DBD, bila normal maka diulang tiap hari sampai suhu turun.

f) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Pemeriksaan hematokrit secara teratur perlu dilakukan karena

penderita DBD selalunya mengalami peningkatan hematokrit yang

merupakan tanda terjadinya perembesan plasma. Pada umumnya

peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan trombosit.

g) Gejala klinis lain

Gejala klinis lain seperti nyeri otot, anoreksia, lemah, mual,

muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang. Pada beberapa

kasus terjadi hiperpireksia yang disertai kejang dan penurunan

kesadaran sehingga sering didiagnosis sebagai ensefalitis. Keluhan

sakit perut yang hebat seringkali timbul mendahului perdarahan

gastrointestinal dan renjatan.

(Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam Pratiwi D.S., 2009)

2.6 Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO (1997) yang dikutip oleh Chen K. et

al. (2009), diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya

bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung

positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;

(26)

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.

• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997 dalam Chen K. et

al., 2009), yaitu:

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit

dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,

tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur.

2.7 Pengobatan

Masih tidak ada pengobatan yang bisa memendekkan jangka

waktu demam Dengue, DBD ataupun sindrom renjatan Dengue

(Dengue Shock Syndrome). Obat yang diberikan hanyalah simptomatik,

yaitu obat penurun panas (antipiretik) dan obat tahan sakit (analgetik)

untuk nyeri otot dan nyeri kepala. Cairan diberi secara intravena untuk

(27)

mungkin diperlukan jika berlaku perdarahan yang berat. Oksigen perlu

diberikan kepada penderita yang mengalami renjatan (shock) (Gale

Encyclopedia of Medicine, 2008).

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas

adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan

(Depkes RI, 2001). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan keluarga jika

ada salah satu atau lebih anggota keluarganya diduga DD atau DBD

yakni member minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah

dimasak seperti air susu, teh atau oralit. Untuk menurunkan demam,

beri kompres air dingin atau air es dan berikan obat penurun panas

(misalnya parasetamol) dengan dosis untuk anak-anak sebanyak 10-20

mg/kg dalam 1 hari dan untuk dewasa 3x1 tablet tiap hari. Setelah itu

jangan lupa dibawa segera ke dokter atau petugas puskesmas pembantu

atau bidan desa atau perawat atau ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat

(Depkes RI, 1995).

2.8 Pencegahan DBD

Masyarakat umumnya memilih fogging atau penyemprotan

sebagai cara untuk memberantas penyakit DBD. Padahal untuk

melakukan fogging tersebut diperlukan beberapa prosedur yang sulit

yang melibatkan Rumah Sakit terdekat. Hal ini karena fogging yang

terlalu sering tidak baik untuk kesehatan (Departemen Kesehatan RI,

2005 dalam Pratiwi D.S., 2009 ).

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan fogging

(pengasapan) pada mulanya dianggap oleh masyarakat sebagai cara

yang paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit demam berdarah.

Hal tersebut ternyata tidak selalu benar, karena pemberantasan nyamuk

(28)

nyamuk dewasa yang infektif, yaitu nyamuk yang di dalam tubuhnya

telah mengandung virus Dengue dan siap menularkan pada orang lain.

Sedangkan cara mengatasi / mencegah terjangkitnya penyakit Demam

Berdarah Dengue yang paling penting adalah menanamkan

pengetahuan terhadap masyarakat, agar masyarakat berperilaku hidup

sehat, yaitu menjaga kebersihan lingkungan yang dapat menjadi sarang

& tempat berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk Aedes

aegypti. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit,

yaitu memutus mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi

nyamuk dewasa (Kusumawati Y. et al., 2007).

Gerakan 3M merupakan salah satu cara untuk memberantas

nyamuk Aedes aegypti, yaitu dengan memberantas jentik-jentiknya di

tempat berkembangbiaknya. Setiap keluarga harus melaksanakan 3M

ini sekurang-kurangnya sekali seminggu secara teratur karena

kebanyakan tempat membiaknya adalah di rumah-rumah dan

tempat-tempat umum. Tindakan yang dilakukan antaranya adalah menguras

bak mandi sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat

tempat penampungan air, mengganti air vas bunga atau tanaman air

seminggu sekali, mengganti air tempat minum burung, menimbun

barang-barang bekas yang dapat menampung air, menabur bubuk abete

atau altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras

atau di daerah yang air bersih sulit didapat sehingga perlu

penampungan air hujan, dan memelihara ikan di tempat-tempat

penampungan air (Kusumawati Y. et al., 2007).

Sejak kebelakangan ini, cara terefektif untuk memberantas DBD

selain 3M adalah melalui PSJN (Pemberantasan Sarang Jentik dan

Nyamuk). Upaya dalam menerapkan PSJN ini ditempuh dengan

(29)

dengan pembinaan ratusan Kader Wamantik (Siswa Pemantau Jentik)

dan Bumantik (Ibu Pemantau Jentik) yang bertugas memantau 10

rumah di sekitarnya menyangkut keberadaan jentik di rumah mereka,

tidak lupa juga memberikan penyuluhan. Selain itu ikanisasi, abatesasi

(temephos), dan fogging dengan syarat dan persetujuan dari Rumah

Sakit sekitar (Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam Pratiwi D.S.,

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka konsep prevalensi DBD pada pasien anak.

3.2 Definisi Operasional

Judul penelitian: Prevalensi DBD pada Pasien Anak di RSUP H

Adam Malik Medan mulai Januari tahun 2008 hingga Desember tahun

2009.

• Definisi Operasional : Prevalensi adalah proporsi kasus yang sakit dalam suatu populasi pada suatu saat atau kurun waktu

(Sastroasmoro S., 2008).

• Cara Ukur : Observasi rekam medis di RSUP H Adam Malik. Kriteria DBD yang diambil adalah adanya demam 2 hingga 7 hari,

manifestasi perdarahan misalnya petekie, trombositopenia (jumlah

trombosit <100.000/mm3), dan peningkatan jumlah hematokrit

>20% sesuai umur. Karakteristik penderita:

- Jenis kelamin - Tingkat umur

- Tempat tinggal mengikut kecamatan

Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD)

(31)

• Alat Ukur : Rekam medis • Hasil Ukur :

Tabel 3.1. Hasil Ukur

Jenis kelamin o Lelaki

o Perempuan

Tingkat umur o Balita (0-4 tahun)

o Umur sekolah (5-14 tahun)

o Dewasa muda (15-18 tahun) (Kliegman R.M. et al., 2007)

Kecamatan di

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan desain retrospektif, di mana penelitian ini

akan mendeskripsikan prevalensi penyakit DBD pada pasien anak di

RSUP H Adam Malik mulai Januari hingga Desember tahun 2009.

4.2Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan Mei hingga

September 2010, yaitu selama 5 bulan yang bertempat di RSUP H

Adam Malik.

4.3Populasi dan Sampel

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua anak-anak yang

mendapatkan pengobatan di RSUP H Adam Malik mulai Januari

hingga Desember tahun 2009. Jumlah populasi diambil dari data rekam

medis dari Departemen Anak RSUP H Adam Malik.

a) Kriteria Inklusi

- Semua pasien anak yang dirawat inap

b) Kriteria Eksklusi

- Semua pasien anak yang dirawat jalan

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total

sampling, yaitu keseluruhan populasi adalah sampel karena perlu

(33)

mengetahui dari jumlah tersebut persentase anak-anak yang menderita

penyakit DBD.

4.4Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data tentang prevalensi penyakit DBD pada

pasien anak diperoleh melalui data rekam medis, kemudian dari rekam

medis dilihat apakah penyakit DBD cenderung mengenai anak laki-laki

atau perempuan, pada tingkat umur berapakah anak-anak sering

dijangkiti DBD, dan di kecamatan manakah di Medan yang mencatatkan

prevalensi DBD tertinggi.

4.5Pengolahan dan Analisa Data

Pada penelitian ini, variabel jenis kelamin dan variabel kecamatan

akan dikelompokkan mengikut skala nominal, sedangkan variabel umur

akan dikelompokkan mengikut skala ordinal. Ketiga-tiga variabel ini

akan dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi. Analisis statistik ini akan dilakukan dengan bantuan

(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihat rekam

medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah

sakit ini terletak di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, di kelurahan

Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Sesuai dengan SK Menkes

No. 335/Menkes/SK/VIII/1990, RSUP H Adam Malik merupakan rumah

sakit kelas A yang juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah

pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Acheh,

Sumatera Barat, dan Riau. Rumah sakit ini mulai berfungsi sejak tanggal

17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat

inap mulai berfungsi tepatnya pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah sakit ini

mulai beroperasi secara total pada tanggal 21 Juli 1993 yang diresmikan

olen mantan Presiden RI, H. Soeharto.

5.2Karakteristik Individu

Terdapat karakteristik khas dalam penelitian ini yaitu penelitian ini

difokuskan khas pada pasien anak saja yaitu dari usia 0 hingga 18 tahun

menurut UU RI No. 3 Tahun 1997. Pada tahun 2009, jumlah pasien anak

yang menderita Demam Berdarah Dengue adalah sebanyak 92 dan dari

(35)

5.3Hasil Analisa Data

5.3.1 Prevalensi mengikut jenis kelamin

Pada tahun 2009, jumlah pasien anak yang menderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) adalah sebanyak 92 orang. Di bawah adalah

prevalensi pasien menurut jenis kelamin.

Gambar 5.1 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut jenis kelamin

Jenis kelamin diklasifikasikan kepada 2 kelompok, yaitu laki-laki

dan perempuan. Seperti yang telah dinyatakan di atas, daripada sejumlah

92 orang anak yang menderita DBD, sebanyak 47 orang (51.1%) adalah

laki-laki, sementara 45 orang (48.9%) lagi adalah perempuan.

5.3.2 Prevalensi mengikut tingkat umur

Di bawah adalah jumlah pasien anak yang menderita DBD pada

tahun 2009 mengikut tingkat umur.

(36)

Gambar 5.2 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut tingkat umur

Seperti yang dapat dilihat dari diagram di atas, menurut Kliegman

R.M. et al. dalam Nelson Textbook of Pediatrics anak dibagi kepada 3

kelompok yaitu 0 sampai 4 tahun adalah balita, usia 5 hingga 14 tahun

adalah umur sekolah dan 15 sampai 18 tahun adalah dewasa muda. Dari

pengelasan tersebut, dapat dilihat kelompok balita mencatatkan

prevalensi terendah yaitu sebanyak 4 orang (4.3%) saja, sementara

kelompok umur sekolah mencatatkan prevalensi tertinggi dengan jumlah

55 orang (59.8%) dari keseluruhan 92 kasus.

5.3.3 Prevalensi mengikut kecamatan tempat tinggal

Di bawah adalah jumlah pasien anak yang menderita DBD pada

tahun 2009 mengikut daerah tempat tinggal.

4.3%

(37)

Gambar 5.3 Persentase pasien anak menderita DBD berdasarkan kecamatan tempat tinggal

Di Medan terdapat sebanyak 21 buah kecamatan. Namun,

penelitian ini membagikan kepada hanya 14 buah kecamatan termasuk

lain-lain. Dari jumlah keseluruhan 92 buah kasus, kecamatan yang

mencatatkan jumlah pasien terendah ada 3, yaitu kecamatan Medan Kota,

Medan Timur dan Medan Labuhan dengan serendah 1 orang (1.1%)

manakala kecamatan yang mencatatkan jumlah pasien tertinggi yaitu

setinggi 21 orang (22.8%) adalah kecamatan Medan Tuntungan.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Prevalensi mengikut jenis kelamin

Penelitian ini umumnya bertujuan untuk mengetahui prevalensi

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada pasien anak pada tahun

(38)

2009 dengan melihat catatan rekam medis di RSUP H Adam Malik,

Medan.

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan mempunyai kriteria

khusus, yaitu hanya pasien yang berumur dari 0 hingga 18 tahun yang

telah didiagnosa menderita DBD. Ini karena tujuan khusus dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui prevalensi DBD pada pasien anak

berdasarkan jenis kelamin, tingkat umur dan daerah tempat tinggal mulai

bulan Januari hingga Desember tahun 2009.

Berdasarkan data yang didapat, terdapat hanya sedikit perbedaan

persentase antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini

membuktikan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi epidemiologi

penyakit demam berdarah, yang juga diperkuat oleh penelitian Hung N.T.

et al. pada tahun 2005 dan WHO (2007), yang mengatakan

kecenderungan lelaki dan perempuan untuk terkena virus Dengue adalah

sama di negara endemik DBD/SSD. Ini terjadi mungkin karena menurut

WHO (2007), daya tahan tubuh anak bagi lelaki dan perempuan adalah

sama di kebanyakan tempat di dunia. Maka probabilitas kedua-dua jenis

kelamin untuk terkena penyakit ini juga adalah sama.

5.4.2 Prevalensi mengikut tingkat umur

Mengikut tingkat umur pula, dari hasil yang diperoleh, didapatkan

kelompok umur sekolah yaitu mulai 5 sampai 14 tahun mencatatkan

persentase tertinggi penyakit DBD. Hal ini didukung dengan hasil

penelitian Hung N.T. et al., 2005 dan juga Clark V.D. et al. tahun 2005

yang menyatakan mayoritas 95% kasus terjadi pada anak berusia kurang

dari 15 tahun, sementara 5% pada infant. Hal ini mungkin karena pada

usia 5 hingga 14 tahun, anak-anak lebih terpajan kepada gigitan nyamuk

(39)

misalnya ke sekolah, dan bermain bersama teman-teman, berbeda dengan

balita yang senantiasa berada di dalam rumah dan mendapat perlindungan

yang lebih oleh orang tua atau penjaga. Justru lebih banyak kasus

dilaporkan pada tingkat umur ini berbanding pada tingkat umur balita dan

dewasa muda.

5.4.3 Prevalensi mengikut kecamatan tempat tinggal

Dari segi daerah tempat tinggal, dalam penelitian ini didapatkan

kecamatan Medan Tuntungan sebagai kecamatan yang mencatatkan

prevalensi DBD yang tertinggi yaitu sebanyak 22,8%. Hal ini sangat

bertentangan dengan data DBD Kota Medan pada tahun 2008 yang

didapat dari Dinas Kesehatan, antara 5 kecamatan yang mencatatkan

prevalensi tertinggi adalah kecamatan Medan Baru (IR/10000 25.9),

diikuti Medan Johor (IR/10000 15.7), Medan Kota (IR/10000 15.4),

Medan Helvetia (IR/10000 13.2) dan Medan Maimun (IR/10000 12.0).

Mungkin terdapat beberapa faktor yang menyumbang tingginya

angka DBD di kecamatan Medan Tuntungan, misalnya RSUP H Adam

Malik ini terletak di kecamatan Medan Tuntungan, maka pasien yang

tinggal di kecamatan ini lebih mudah untuk datang berobat ke rumah

sakit berbanding pasien yang tinggal di kecamatan lain yang lebih jauh.

Selain itu, mungkin juga penderita DBD yang tinggal di kecamatan lain

dirujuk ke rumah sakit lain yang terdapat di Medan, misalnya RSUP Dr.

Pirngadi Medan yang sememangnya menjadi rumah sakit rujukan untuk

kasus DBD di Medan.

Selain itu, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penurunan

angka kejadian DBD di 5 kecamatan yang telah disebutkan di atas,

misalnya mungkin telah dijalankan Gerakan 3M, yaitu Menguras,

(40)

sebagainya. Mungkin juga penyuluhan telah diberikan kepada masyarakat

di kecamatan tersebut sehingga masyarakat sudah sadar akan bahaya

DBD.

Data untuk tempat tinggal lain-lain juga mencatatkan persentase

yang tinggi untuk kasus DBD anak pada tahun 2009. Hal ini terjadi

mungkin disebabkan pasien datang ke Medan atas tujuan tertentu, lalu

terkena DBD dan dihantar ke RSUP H Adam Malik. Antara daerah yang

terlibat adalah Deli Serdang, Tanah Karo, Aceh, Binjai, Kepulauan Riau,

dan banyak lagi.

Di samping itu, faktor-faktor yang turut berperan menyumbang

kepada terjadinya penyakit demam berdarah ini adalah rendahnya tingkat

pengetahuan tentang tanda atau gejala penyakit ini, kebiasaan-kebiasaan

yang dilakukan seperti tidur siang, menggantung pakaian di dalam kamar,

tidak membersihkan tempat penampungan air, tidak membersihkan

halaman di sekitar rumah, dan tempat-tempat penampungan air yang

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada pasien

anak dari Januari hingga Desember tahun 2009 adalah seramai 92 orang,

dan dari jumlah tersebut sebanyak 47 orang (51,1%) adalah laki-laki dan

45 orang (48,9%) adalah perempuan. Hal ini menunjukkan tidak ada

perbedaan kecenderungan untuk terkena DBD bagi jenis kelamin lelaki

dan perempuan. Mengikut tingkat umur, umur sekolah (5 hingga 14

tahun) mencatatkan prevalensi yang tertinggi untuk penyakit demam

berdarah yaitu sebanyak 55 orang (59,8%). Sementara mengikut

kecamatan pula, Medan Tuntungan mencatatkan jumlah kasus DBD

tertinggi yaitu sebanyak 21 buah kasus (22,8%).

6.2 Saran

Antara saran yang dianjurkan bagi penelitian berikutnya adalah:

a) Mengkaji faktor-faktor lain yang menyumbang kepada meningkatnya

jumlah penyakit DBD

b) Mengkaji karakteristik lain pada penderita DBD, misalnya status nutrisi,

status daya tahan tubuh, lama pajanan, dan lain-lain.

Selain itu, saran yang dianjurkan kepada Departemen Rekam Medis

RSUP H Adam Malik Medan antaranya:

a) Melengkapi catatan rekam medis yang dibuat untuk kemudahan

pendidikan, penelitian, dan juga kemudahan sekiranya pasien ingin

(42)

b) Membuat sistem yang lebih teratur dalam pencatatan rekam medis,

misalnya data disimpan secara elektronik untuk memudahkan pencarian

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Chen K., Pohan H.T., Sinto R., 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus 22 (1): 3-7.

Clark D.V., Mammen P., Mammen JR., Nisalak A., Puthimethee V., and Endy T.P., 2005. Economic Impact of Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever in Thailand at the Family and Population Levels. The American

Society of Tropical Medicine and Hygiene 72(6): 786-791.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Menggerakkan Masyarakat

dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD). Ditjen PPM & PLP.

_____________________________________, 2001. Tata Laksana Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen PPM & PLP.

Fathi, Keman S., Wahyuni C.U., 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal

Kesehatan Lingkungan 2 (1): 1-10.

Gale Encyclopedia of Medicine, 2008. Dengue Fever. The Free Dictionary by

Farlex. Available from:

Gubler D.J., 1998. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical

Microbiology Reviews 11 (3): 480-496.

Hung N.T., Lan N.T. et al., 2005. Association Between Sex, Nutritional Status, Severity of Dengue Hemorrhagic Fever, and Immune Status in Infants With Dengue Hemorrhagic Fever. The American Society of Tropical

Medicine and Hygiene 72(4): 370-374.

Kliegman R.M., Behrman R.E., Jenson H.B., Stanton B.F., 2007. Nelson

Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. United States of America: Saunders

(44)

Kusriastuti R., 2010. Data Kasus DBD Per Bulan di Indonesia Tahun 2010, 2009

dan Tahun 2008. Direktur PPBB.

Kusumawati Y., Suswardany D.L., Yuniarno S., dan Darnoto S., 2007. Upaya Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti Dengan Pengasapan (Fogging) Dalam Rangka Mencegah Peningkatan Kasus Demam Berdarah. Warta 10 (1): 1-9.

LPPD Kota Medan, 2008. 3. Tataran Penyelenggaraan Urusan Wajib dan

Pilihan. 916-986.

Notoadmodjo S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Rineka Cipta.

Pemerintah Kota Medan, 2008. Kecamatan. Available from:

2010]

Perez J.G.R., Clark G.G., Gubler D.J., Reiter P., Sanders E.J., Vorndam A.V., 1998. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. The Lancet 352: 971-977.

Pratiwi D.S., 2009. Demam Berdarah Dengue, Cara Mencegah dan

Menanggulanginya. Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Available from:

2010]

Sastroasmoro S., Ismael S., 2008. Edisi ke-3. Dasar-dasar Metodologi Penelitian

Klinis. Jakarta: Penerbit Buku CV Sagung Seto.

Setiati T.E., Wagenaar J.F.P., Kruif M.D.D., Mairuhu A.T.A., Gorp E.C.M.V. and Soemantri A., 2006. Changing Epidemiology of Dengue Haemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Bulletin 30: 1-14.

Soegijanto H.S., 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.

(45)

______________________, 2007. Addressing Sex and Gender in Epidemic-Prone

Infectious Diseases.

______________________, 2008. Dengue Status in South East Asia Region: An

Epidemiological Perspective.

(46)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fathirah ’Aina bt. Zubir

Tempat / Tanggal Lahir : 9 Mei 1989 / Kedah, Malaysia.

Agama : Islam

Alamat : JA 9149, Km 29 Sebatu, 77300 Merlimau, Melaka, Malaysia

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Parit Penghulu (SKPP)

2. Sekolah Menengah Kebangsaan Dang Anum (SMKDA)

3. Kolej Matrikulasi Johor (KMJ)

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2007 FK USU,

Medan

2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2007.

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia

se-Indonesia (PKPMI).

2. Ahli Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)

3. Ahli Persatuan Badan Kebajikan dan Rohani PKPMI-CM

(BADAR)

(47)

LAMPIRAN 2 DATA INDUK

No. No. pasien Jenis kelamin Umur Tempat tinggal

1 36.84.40 Laki-laki 14 Medan Helvetia

2 36.87.22 Perempuan 9 Medan Perjuangan

3 36.89.84 Laki-laki 12 Medan Tuntungan

4 36.87.34 Laki-laki 10 Medan Selayang

5 36.91.32 Perempuan 13 Lain-lain

6 36.91.36 Laki-laki 17 Lain-lain

7 36.92.47 Laki-laki 16 Lain-lain

8 36.95.62 Perempuan 13 Medan Tuntungan

9 36.94.34 Perempuan 13 Medan Baru

10 36.97.61 Laki-laki 3 Lain-lain

11 37.00.18 Laki-laki 11 Medan Kota

12 37.01.58 Laki-laki 16 Medan Amplas

13 36.11.29 Laki-laki 11 Medan Helvetia

14 37.04.61 Laki-laki 14 Medan Johor

15 37.04.59 Perempuan 10 Medan Tembung

16 37.05.29 Laki-laki 6 Lain-lain

17 37.04.56 Laki-laki 11 Medan Johor

18 37.04.43 Perempuan 13 Medan Johor

19 37.06.91 Laki-laki 11 Medan Labuhan

(48)

21 37.10.09 Perempuan 10 Lain-lain

22 37.07.54 Perempuan 10 Medan Selayang

23 37.10.16 Perempuan 18 Medan Baru

24 37.12.43 Perempuan 6 Medan Baru

25 37.14.84 Perempuan 18 Medan Selayang

26 36.05.56 Laki-laki 9 Medan Sunggal

27 37.18.46 Perempuan 6 Medan Tuntungan

28 37.16.32 Perempuan 14 Medan Sunggal

29 37.17.66 Laki-laki 15 Medan Tuntungan

30 37.18.39 Laki-laki 13 Medan Tembung

31 37.20.90 Laki-laki 15 Medan Tuntungan

32 36.97.99 Perempuan 18 Lain-lain

33 37.23.10 Laki-laki 6 Medan Baru

34 37.04.72 Perempuan 10 Medan Tuntungan

35 37.23.18 Perempuan 4 Medan Selayang

36 37.27.81 Laki-laki 7 Medan Johor

37 37.28.53 Laki-laki 18 Medan Baru

38 37.34.52 Perempuan 16 Medan Tuntungan

39 37.34.69 Laki-laki 8 Medan Timur

40 37.32.03 Laki-laki 11 Lain-lain

41 37.42.55 Perempuan 14 Medan Baru

42 37.39.66 Laki-laki 11 Lain-lain

(49)

44 37.44.32 Perempuan 10 Lain-lain

45 37.47.21 Laki-laki 18 Medan Baru

46 36.94.50 Perempuan 17 Medan Sunggal

47 37.56.51 Laki-laki 15 Medan Sunggal

48 37.56.50 Laki-laki 13 Medan Selayang

49 37.60.64 Laki-laki 18 Lain-lain

50 37.34.60 Laki-laki 6 Medan Tuntungan

51 37.66.04 Perempuan 15 Medan Selayang

52 37.72.57 Laki-laki 9 Medan Tuntungan

53 37.69.39 Laki-laki 14 Medan Tuntungan

54 37.74.20 Laki-laki 18 Medan Sunggal

55 37.74.22 Laki-laki 6 Medan Selayang

56 37.77.43 Perempuan 9 Medan Johor

57 37.76.07 Laki-laki 16 Medan Selayang

58 37.80.41 Laki-laki 18 Medan Baru

59 37.85.80 Perempuan 13 Medan Tuntungan

60 37.78.47 Perempuan 15 Medan Tuntungan

61 37.86.91 Perempuan 16 Medan Tuntungan

62 37.81.33 Laki-laki 6 Medan Tuntungan

63 37.87.27 Perempuan 11 Lain-lain

64 37.84.89 Perempuan 17 Lain-lain

65 37.86.03 Perempuan 13 Medan Baru

(50)

67 39.94.38 Perempuan 7 Medan Tuntungan

68 37.94.06 Perempuan 14 Medan Baru

69 37.92.32 Laki-laki 6 Medan Baru

70 37.88.97 Perempuan 12 Medan Tuntungan

71 37.96.80 Perempuan 12 Medan Maimon

72 37.95.79 Laki-laki 4 Medan Maimon

73 37.98.07 Perempuan 5 Medan Baru

74 36.50.06 Laki-laki 18 Medan Tuntungan

75 38.10.69 Perempuan 15 Medan Johor

76 38.12.00 Perempuan 7 Medan Baru

77 38.12.96 Perempuan 2 Lain-lain

78 38.08.61 Perempuan 10 Lain-lain

79 38.08.53 Laki-laki 18 Lain-lain

80 38.12.72 Laki-laki 17 Medan Baru

81 38.11.82 Perempuan 14 Medan Tuntungan

82 38.12.67 Perempuan 14 Medan Tuntungan

83 38.15.55 Perempuan 10 Medan Baru

84 38.17.72 Laki-laki 18 Medan Tuntungan

85 38.16.79 Laki-laki 14 Lain-lain

86 38.19.91 Perempuan 9 Medan Johor

87 38.24.78 Laki-laki 17 Medan Selayang

88 38.30.32 Laki-laki 17 Lain-lain

(51)

90 38.36.65 Laki-laki 13 Medan Selayang

91 38.34.10 Perempuan 18 Medan Amplas

(52)

LAMPIRAN 3 LAMPIRAN (SPSS)

Statistics

Jenis kelamin

N Valid 92

Missing 0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 47 51.1 51.1 51.1

perempuan 45 48.9 48.9 100.0

Total 92 100.0 100.0

Statistics

Umur

N Valid 92

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

(53)

5-14 55 59.8 59.8 64.1

15-18 33 35.9 35.9 100.0

Total 92 100.0 100.0

Statistics

Alamat

N Valid 92

Missing 0

Alamat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid medan helvetia 3 3.3 3.3 3.3

medan tuntungan 21 22.8 22.8 26.1

medan perjuangan 2 2.2 2.2 28.3

medan selayang 10 10.9 10.9 39.1

medan baru 16 17.4 17.4 56.5

medan kota 1 1.1 1.1 57.6

medan amplas 2 2.2 2.2 59.8

medan timur 1 1.1 1.1 60.9

(54)

medan tembung 2 2.2 2.2 70.7

medan labuhan 1 1.1 1.1 71.7

medan sunggal 5 5.4 5.4 77.2

medan maimun 2 2.2 2.2 79.3

lain-lain 19 20.7 20.7 100.0

(55)

LAMPIRAN 4

F

Faatthhiirraahh‘‘AAiinnaabbtt..ZZuubbiirr 0

07700110000440055 P

PrreevvaalleennssiiDDeemmaammBBeerrddaarraahhDDeenngguuee((DDBBDD))ppaaddaaPPaassiieennAAnnaakkddiiRRSSUUPPHH A

AddaammMMaalliikkMMeeddaannddaarriiJJaannuuaarriihhiinnggggaaDDeesseemmbbeerr22000099

m

(56)

LAMPIRAN 5

Fathirah ‘Aina bt. Zubir 070100405

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka konsep prevalensi DBD pada pasien anak.
Tabel 3.1. Hasil Ukur
Gambar 5.1 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut jenis
Gambar 5.2 Persentase pasien anak menderita DBD mengikut
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Duha secara keseluruhan Jenis Lisan Instrumen Unjuk kerja 2 jampel Buku paket Al-Qur’an Kaset VCD al-Qur’an 4.2 Menghafal Surat al- Bayyinah dengan baik dan fasih Surat

Perbaikan saluran irigasi Dukuh Tanjungarum Desa Glagahw angi Kecamat an Polanharjo (Eks.

Pengujian error pada masukan jenis adonan tepung dilakukan dengan. menekan tombol cake dan tombol donat sebagai masukan

Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang

Arsitektur eropa pada abad itu bersifat Ekletik dengan banyak bangunan elitnya yang terjebak dalam gaya dari masa lalu atau disebut Neo-Klasikisme.. Arsitektur pada era

Persiapan Kegiatan diawali dari penyusunan Renja yang dibuat pada