HUBUNGAN HASIL PEMERIKSAAN JUMLAH TROMBOSIT DENGAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN
Oleh:
NIKODEMUS SIREGAR 070100179
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN HASIL PEMERIKSAAN JUMLAH TROMBOSIT DENGAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUPHAM) MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
NIKODEMUS SIREGAR 070100179
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan
Nama : Nikodemus Siregar NIM : 070100179
Pembimbing
(dr. Almaycano Ginting, MKes) NIP. 197505242003121001
Penguji
(dr. Zulkifli, M.Si) NIP. 194711021978021001
(dr. Alfred C. Satyo, MSc, MHPE, Sp.F(K)) 194509201980031001
Medan, 29 November 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah
Trombosit dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan”. Dalam
penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Almaycano Ginting, MKes, sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak dr. Alfred C. Satyo, MSc, MHPE, Sp.F (K) dan Bapak dr Zulkifli, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
4. Bapak Drs. Palas Tarigan, Apt. sebagai Kepala Instalasi Litbang RSUP H. Adam Malik Medan.
5. Ibu dr. Merlin Sikumbang sebagai Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUP H. Adam Malik.
6. Seluruh staf Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik, yang dengan ikhlas membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
8. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, ayahanda Marisi Siregar, MA dan ibunda saya Serta Roseline Lumbantobing serta saudara-saudara saya atas doa, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
9. Seluruh teman-teman saya khususnya teman-teman Stambuk 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama mengikuti pendidikan.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, 29 November 2010
Penulis,
ABSTRAK
Dalam beberapa dekade ini, insidensi demam berdarah dengue (DBD) meningkat secara dramatis di seluruh dunia. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Penanganan pasien DBD menghabiskan waktu yang lama dan biaya kerugian yang relatif besar. Biaya yang dikeluarkan secara langsung dipengaruhi oleh lamanya rawat inap. Sampai saat ini belum ada panduan yang dapat diterima untuk memprediksi lama rawat inap pada pasien demam dengue/ demam berdarah dengue. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada penderita DBD.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien DBD yang mendapat layanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009. Sampel diambil dengan menggunkan teknik total sampling. Data diperoleh dari rekam medik, dan akan dianalisis dengan uji korelasi Pearson.
Jumlah sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah 68 orang. Kebanyakan sampel berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 38 orang (52,9%). Usia rata-rata sampel adalah 21,12 ± 7,93 tahun, dengan rentang usia sampel 10-40 tahun. Rata-rata jumlah trombosit sampel adalah 50,3 ± 28,8 x 103/ µl, dengan nilai trombosit terendah 5.000/µl dan yang tertinggi 97.000/ µl. Rata-rata lama rawat inap sampel adalah 4±1,5 hari, paling singkat adalah 2 hari dan yang paling lama adalah 9 hari.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap (r=0,262). Dengan kata lain, jumlah trombosit tidak dapat dijadikan prediktor lama rawat inap pada penderita DBD.
ABSTRACT
In recent decades, the incidence of dengue hemorrhagic fever (DHF) has increased dramatically worldwide. It is estimated that currently about 50 million cases of dengue fever are found every year, with 500,000 cases require treatment in hospital. Handling of DHF patients spend a long time and at a relatively large cost. The cost is directly affected by the length of hospitalization. Until now there is no acceptable guidelines for predicting length of stay in patients with dengue fever / dengue hemorrhagic fever. Thus, this study aims to correlate the number of platelets with the length of hospital stay in DHF patient.
This study is a descriptive analytic and has a retrospective cross sectional design. The sample in this study were DHF patients who received inpatient services at the Haji Adam Malik General Hospital Center, Medan in 2009. Samples were taken by using total sampling technique. The data was obtained from medical records, and will be analyzed with Pearson correlation.
The number of samples involved in this research were 68 people. Most of the samples are male with a total 38 people (52.9%). The average age of the sample was 21.12 ± 7.93 years, with the sample age ranged from 10 to 40 years. The average number of platelet samples is 50.3 ± 28.8 x 103 / µL, with the lowest platelet was 5.000/µl and the highest value was 97,000 / µL. The average length of hospital stay was 4 ± 1.5 days, with the shortest was 2 days and the longest was 9 days.
In this study it was found that there was a very weak (not significant) correlation between the number of platelets with the length of hospital stay (r = 0.262). In other words, the number of platelets can not be used as predictor of length of hospital stay in DHF patient.
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 4
2.1.1. Pengertian Demam Berdarah ... 4
2.1.2. Etiologi ... 4
2.1.3. Penularan Demam Berdarah Dengue ... 5
2.1.4. Patogenesis ... 5
2.1.5. Manifestasi Klinis ... 9
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang ... 10
2.1.7. Diagnosis ... 13
2.1.8. Penatalaksanaan ... 15
2.1.9. Komplikasi ... 18
2.1.10. Prognosis ... 18
2.1.11. Kriteria Memulangkan Pasien ... 19
2.1.12. Pencegahan ... 19
2.2. Trombosit ... 19
2.2.1. Pembentukan Trombosit ... 20
2.2.2. Hemostasis oleh Trombosit ... 20
2.2.3. Hitung Trombosit ... 22
2.2.4. Trombositopenia ... 23
2.3. Rawat Inap ... 24
2.3.1. Prosedur Rawat Inap ... 24
2.3.2. Fasilitas dan Biaya Rawat Inap ... 24
1.1.Kerangka Konsep ... 25
1.2. Hipotesis ... 25
1.3.Defenisi Operasional ... 25
1.3.1. Hitung Trombosit ... 25
1.3.2. Rawat Inap ... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27
4.1. Jenis Penelitian ... 27
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
4.3. Populasi Sampel ... 27
4.3.1. Populasi ... 27
4.3.2. Sampel ... 27
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 28
4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 28
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29
5.1 Hasil Penelitian ... 29
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29
5.1.2 Distribusi Karakteristik Sampel ... 29
5.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 30
5.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30
5.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Rawat Inap ... 30
5.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Trombosit ... 31
5.1.7 Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap ... 31
5.2 Pembahasan ... 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
6.1 Kesimpulan ... 35
6.2 Saran ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Vektor dan distribusi geografis penyakit-penyakit mirip dengue ... 5
2.2 Hitung leuko sit normal ... 11
2.3 Nilai normal hemoglobin/ hematokrit ... 11
2.4 Tes koagulasi rutin ... 12
2.5 Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue ... 14
4.1 Interpretasi koefisien korelasi Pearson (r) ... 29
5.1 Distribusi sampel berdasarkan umur... .. 31
5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin... .. 31
5.3 Distribusi sampel berdasarkan lama rawat inap... .. 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Hipotesis secondary heterologous infection ... 6
2.2 Manifestasi infeksi virus dengue ... 9
2.3 Pentalaksanaan tersangka DBD ... 17
3.1 Kerangka konsep penelitian ... 26
DAFTAR SINGKATAN
DD/ DF : demam dengue/dengue fever
DBD/ DBD: demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever WHO : World Health Organization
DepKes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
RSUPHAM: Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan SPSS : Statistical Product and Service Solution
DIC : disseminated intravascular coagulation ITP : idiopathic trombhocytopenia purpura
TH : T-helper
IL : interleukin
ADP : adenin diphosphate PT : prothrombin time
aPTT : activated partial thromboplastin time
TT : thrombin time
BT : bleeding time
SGOT : serum glutamic-oxaloacetic transaminase SGPT : serum glutamic-pyruvic transaminase
IgM : immunoglobulin-M
IgG : immunoglobulin-G
USG : ultrasonografi
Hb : hemoglobin
Ht : hematokrit
RL : Ringer‘s lactate RA : Ringer‘s acetate
GF : garam faal
D5 : dekstrosa 5%
PIP : fosfolipid fosfadilinositol 4,5-bifosfat ADP : adenine diphosphate
EDTA : ethylene-diamino-tetra-acetic acid IRJ : Instalasi Rawat Jalan
IGD : Instalasi Gawat Darurat H0 : hipotesis nol
ABSTRAK
Dalam beberapa dekade ini, insidensi demam berdarah dengue (DBD) meningkat secara dramatis di seluruh dunia. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Penanganan pasien DBD menghabiskan waktu yang lama dan biaya kerugian yang relatif besar. Biaya yang dikeluarkan secara langsung dipengaruhi oleh lamanya rawat inap. Sampai saat ini belum ada panduan yang dapat diterima untuk memprediksi lama rawat inap pada pasien demam dengue/ demam berdarah dengue. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada penderita DBD.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien DBD yang mendapat layanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009. Sampel diambil dengan menggunkan teknik total sampling. Data diperoleh dari rekam medik, dan akan dianalisis dengan uji korelasi Pearson.
Jumlah sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah 68 orang. Kebanyakan sampel berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 38 orang (52,9%). Usia rata-rata sampel adalah 21,12 ± 7,93 tahun, dengan rentang usia sampel 10-40 tahun. Rata-rata jumlah trombosit sampel adalah 50,3 ± 28,8 x 103/ µl, dengan nilai trombosit terendah 5.000/µl dan yang tertinggi 97.000/ µl. Rata-rata lama rawat inap sampel adalah 4±1,5 hari, paling singkat adalah 2 hari dan yang paling lama adalah 9 hari.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap (r=0,262). Dengan kata lain, jumlah trombosit tidak dapat dijadikan prediktor lama rawat inap pada penderita DBD.
ABSTRACT
In recent decades, the incidence of dengue hemorrhagic fever (DHF) has increased dramatically worldwide. It is estimated that currently about 50 million cases of dengue fever are found every year, with 500,000 cases require treatment in hospital. Handling of DHF patients spend a long time and at a relatively large cost. The cost is directly affected by the length of hospitalization. Until now there is no acceptable guidelines for predicting length of stay in patients with dengue fever / dengue hemorrhagic fever. Thus, this study aims to correlate the number of platelets with the length of hospital stay in DHF patient.
This study is a descriptive analytic and has a retrospective cross sectional design. The sample in this study were DHF patients who received inpatient services at the Haji Adam Malik General Hospital Center, Medan in 2009. Samples were taken by using total sampling technique. The data was obtained from medical records, and will be analyzed with Pearson correlation.
The number of samples involved in this research were 68 people. Most of the samples are male with a total 38 people (52.9%). The average age of the sample was 21.12 ± 7.93 years, with the sample age ranged from 10 to 40 years. The average number of platelet samples is 50.3 ± 28.8 x 103 / µL, with the lowest platelet was 5.000/µl and the highest value was 97,000 / µL. The average length of hospital stay was 4 ± 1.5 days, with the shortest was 2 days and the longest was 9 days.
In this study it was found that there was a very weak (not significant) correlation between the number of platelets with the length of hospital stay (r = 0.262). In other words, the number of platelets can not be used as predictor of length of hospital stay in DHF patient.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan
sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan spontan (WHO, 2010).
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 1953-1954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian besar negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar orang memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah perkotaan negara-negara tropis dan subtropis. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010).
Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta (WHO, 2010). Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus demam dengue atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten (Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008). Dari total kasus di atas, kasus DBD berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001, distribusi usia penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5 tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8% (DepKes RI, 2008).
penting lainnya adalah belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani dengue (Delianna, 2008).
Pada pertemuan Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008 Pemerintah Indonesia meluncurkan Program Kontrol Dengue Terintegrasi. (Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008). Sejalan dengan program Indonesia Sehat 2010, diharapkan melalui program ini pada tahun 2010 jumlah kematian akibat DBD menjadi kurang dari 1%, dengan insidensi di bawah 20 per 100.000 populasi.
Penanganan pasien DBD menghabiskan waktu yang lama dan biaya kerugian yang relatif besar. Dengan manajemen standard, pasien demam berdarah dengue rata-rata menghabiskan waktu rawat inap di rumah sakit selama 4,2 ± 1,5 hari (Tai dkk., 1999). Sedangkan periode sakit yang dijalani pasien rata-rata 11 hari, dengan durasi demam rata-rata selama 6 hari. Biaya atau kerugian langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan setiap pasien rawat inap di rumah sakit sekitar USD 1.394 (Suaya, 2008). Biaya yang dikeluarkan secara langsung dipengaruhi oleh lamanya rawat inap.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, apakah terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada pasien DBD di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap pasien DBD di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan data demografi penderita demam berdarah dengue.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Membantu para petugas kesehatan dalam memutuskan penanganan awal terhadap penderita DBD berdasarkan jumlah trombositnya.
2. Menyediakan informasi bagi Pemerintah dan lembaga-lembaga kesehatan untuk pengambilan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pelayanan pasien DBD.
3. Membantu petugas kesehatan dalam memprediksi biaya dan lama rawat inap pasien DBD.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian Demam Berdarah
Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. (Hendarwanto, 1996).
Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik (Halstead, 2007).
2.1.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006).
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu 1, 2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Tabel 2.1. Vektor dan distribusi geografis penyakit-penyakit mirip dengue.
Virus Nama Penyakit Vektor Distribusi
Togavirus Chikungunya Aedes aegepty Aedes africanus
Afrika, India, Asia Tenggara Togavirus O’nyong-nyong Anopheles funestus Afrika Timur Flavivirus West Nile Fever Culex molestus
Culex univittatus
Eropa, Afrika, Timur Tengah, India (Halstead, 2007).
2.1.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu: a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di bawah 1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).
2.1.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan (Suhendro, 2006).
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue shock syndrome).
yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary
heterologous infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui
oleh sebagian besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).
Gambar 2.1. Hipotesis secondary heterologous infection (Suhendro, 2006).
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8)
Respons antibodi Infeksi dengue heterolog sekunder
Replikasi virus
Kompleks antigen virus-antibodi
Eliminasi
trombosit Aktivasi kaskade
TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.
Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated
intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar β-tromboglobulin dan faktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007).
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan dengan keparahan dengue. Muntaz et al. (2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka keparahan dengue semakin meningkat.
4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi (30%).
2.1.5. Manifestasi Klinis
Prediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan kompleks antara faktor penjamu dan virus (WHO Scientific Working Group: Report on Dengue, 2006).
Demam yang tidak terbedakan
Demam dengue Tanpa perdarahan
Dengan perdarahan yang tidak biasa Demam berdarah
Dengue
Gambar 2.2. Manifestasi infeksi virus dengue (WHO, 1999).
1. Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat tidak terbedakan atau dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk ringan.
Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1oC, biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Suatu ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam.
Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi, dan limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam makulopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
Asimtomatik
2. Demam Berdarah Dengue
Pembedaan antara demam demam dengue dan demam berdarah dengue sulit pada awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua ini, pasien umumnya pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis spontan, dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya terjadi saat pemulihan (Halstead, 2007).
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain: a. Leukosit
Tabel 2.2. Hitung leukosit normal.
Tipe sel Persentase Hitung Absolut Normal
Leukosit 5.000-11.000/µl
Neutrofil 45-75 4000-6000/µl
Monosit 5-10 500-1000/µl
Eosinofil 0-5 <450/µ l
Basofil 0-1 <50/µ l
Limfosit 10-45 2000-5000/µl
(Hillman, 2005). b. Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µ l) pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Tabel 2.3. Nilai normal hemoglobin/ hematokrit.
Usia/Jenis Kelamin Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)
Saat lahir 17 52
Anak-anak 12 36
Remaja 13 40
Pria Dewasa 16 (±2) 47 (±6)
Wanita dewasa (menstruasi) 13 (±2) 40 (±6)
Wanita dewasa (postmenopause) 14 (±2) 42 (±6)
Selama Kehamilan 12 (±2) 37 (±6)
(Hillman, 2005)
d. Hemostasis
Tabel 2.4. Tes koagulasi rutin.
Tes Nilai Normal
Hitung trombosit 150.000-350.000/µl
Bleeding time (BT) 3-7 menit
Prothrombin time (PT) 10-14 detik
Partial thromboplastin time (aPTT) 25-38 detik Fibrinogen
Orang sehat Orang sakit
200-400 mg/dl 400-800 mg/dl (Hillman, 2005).
e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003). f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level enzim hati yang normal saat didiagnosis.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah. i. Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
2. Radiologis
kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
2.1.7. Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma (Suhendro, 2006).
1. Demam Dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan di tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut: - Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Namun, pada laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006) diperoleh beberapa laporan perdarahan parah pada pasien yang tidak memiliki atau memilki bukti minimum kebocoran plasma. Fenomena ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan patofisiologinya belum dipahami dengan baik.
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Tabel 2.5. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue.
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau
lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia
leukopenia, trombositopenia, tidak ada bukti kebocoran plasma
Serologi dengue positif
DBD I gejala di atas ditambah
uji bendung positif
trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
trombositopenia <100.000,Ht meningkat ≥20%
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.
2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Harris et al. (2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring. 2. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu: 1. Keadaan umum memburuk.
2. Terjadi pembesaran hati.
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. 4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma.
Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).
b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA).
c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF).
2. Koloid (plasma).
Transfusi darah dilakukan pada:
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena). 2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan
penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan.
intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama
perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan. (Hendarwanto, 1996).
Gambar 2.3. Penatalaksanaan tersangka DBD (Mansjoer, 2001).
2.1.9. Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah
Tersangka DBD
Tidak ada kedaruratan Kedaruratan
Rawat inap
Nilai tanda klinis, periksa trombosit dan Ht bila demam menetap setelah hari sakit ke-3
1. Rawat jalan 2. Antipiretik
3. Kontrol setiap hari sampai demam hilang Jumlah
Uji torniket negatif Uji torniket positif
Rawat jalan
fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009).
Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2007).
2.1.10. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).
2.1.11. Kriteria Memulangkan Pasien.
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi: 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
2. Nafsu makan membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis. 4. Hematokrit stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
2.1.12. Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik (CDC, 2010).
Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan.
Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid (Hendarwanto, 1996)
2.2.Trombosit
Trombosit (platelet) adalah elemen terkecil darah. Sel ini tidak berinti, berbentuk bulat atau oval, gepeng, memberikan struktur mirip piringan. Aktivitas trombosit penting untuk pembekuan darah, integritas vaskular dan vasokonstriksi, serta aktivitas adhesi dan agregasi yang terjadi saat pembekuan plak platelet terjadi di sumsum tulang (bone marrow). Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Normalnya, dua pertiga total trombosit berada di sirkulasi darah, sementara sepertiga lainnya berada di organ
spleen (Fisbach, 2003).
2.2.1. Pembentukan Trombosit
2.2.2. Hemostasis Oleh Trombosit
Trombosit normalnya bersirkulasi dalam bentuk cakram yang tidak terstimulasi. Trombosit melakukan perbaikan terhadap pembuluh yang rusak didasarkan pada beberapa fungsi penting trombosit itu sendiri (Guyton, 2006).
Selama hemostasis atau trombosis, trombosis teraktivasi dan menolong pembentukan plak hemostatik atau trombus. Terdapat tiga langkah yang terlibat:
1. Adhesi kolagen yang terpapar di pembuluh darah. 2. Pengeluaran granul beserta isinya.
3. Agregasi
Pada waktu trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh darah yang rusak, terutama dengan serabut kolagen di dinding pembuluh darah, sifat-sifat trombosit segera berubah drastis.
Trombosit berlekatan dengan kolagen melalui reseptor spesifik di permukaan trombosit, termasuk kompleks glikoprotein GPIa-IIa (2-1 integrin), dalam suatu reaksi yang melibatkan faktor von Willebrand. Faktor ini adalah suatu glikoprotein, yang disekresikan oleh sel endotel ke dalam plasma, yang akan menstabilkan faktor VIII dan berikatan dengan kolagen dan subendotel. Trombosit berikatan dengan faktor von Willebrand melalui suatu kompleks glikoprotein (GPIb-V-IX) di permukaan trombosit.
Perlekatan trombosit dengan kolagen mengubah bentuk dan persebarannya di subendotel. Trombosit mengeluarkan isi granul-granulnya; sekresi juga distimulasi oleh trombin. Trombin, yang terbentuk dari kaskade koagulasi, merupakan aktivator paling kuat untuk trombosit dan memicu aktivasi trombosit dengan cara berinteraksi dengan reseptornya di membran plasma. Mekanisme aktivasi ini adalah sinyal transmembran. Interaksi trombin dengan reseptornya merangsang aktivitas fosfolipase-C. Enzim ini menghidrolisis membran fosfolipid fosfadilinositol 4,5-bifosfat (PIP2). Diasilgliserol merangsang protein kinase C, yang memfosforilasi protein pleckstrin (47 kDa). Hal ini mengakibatkan agregasi dan pelepasan isi granul.
fosfo lipid trombosit, mengakibatkan terbentuknya tromboksan A2, yang akan mengaktivasi fosfolipase C, yang pada akhirnya mencetuskan agregasi trombosit.
Semua agen agregasi (trombin, kolagen, ADP, dsb.) memodifikasi permukaan trombosit sehingga fibrinogen dapat berikatan dengan kompleks glikoprotein, GPIIb-IIIa (integrin), di permukaan trombosit yang teraktivasi. Beberapa agen, termasuk epinefrin, serotonin dan vasopresin, memberikan efek sinergis dengan agen agregasi lainnya (Murray, 2003).
Dengan demikian, pada setiap lokasi pembuluh darah yang luka, dinding pembuluh darah yang rusak menghasilkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkan menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan, sehingga membentuk sumbat trombosit. Kemudian, benang-benang fibrin terbentuk dan melekat erat pada trombosit, sehingga terbentuklah sumbat yang kuat (Guyton, 2006).
2.2.3. Hitung Trombosit
1. Alat yang digunakan: a. Pipet trombosit
b. Kamar hitung Improved Neubauer c. Kaca penutup
2. Reagensia:
a. Amonium oksalat 1% b. Rees Ecker
c. Procain HCl 3. Cara pemeriksaan:
a. Sampel darah yang diperlukan darah EDTA atau darah kapiler.
b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5, bila diketahui ada trombositopenia darah diisi sampai garis 1.
c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker sampai garis 101, kemudian letakkan horizontal.
e. Isi kamar hitung yang telah ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih dahulu membuang 3 tetes larutan tersebut.
f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 kali. Bidang yang dihitung adalah semua bidang kecil (Aman et. Al,, 2008).
Penghitungan jumlah trombosit:
Jumlah trombosit x 2000/ mm3
4. Interpretasi hasil:
Nilai normal pada dewasa adalah 140-400 x 103/ mm3, anak-anak 150-450 x 103/mm3.
2.2.4. Trombositopenia
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/ mm3. Jumlah trombosit >100.000/ mm3 biasanya tidak mengakibatkan masalah perdarahan. Purpura dan pemanjangan waktu perdarahan biasanya terjadi saat jumlah trombosit kurang dari 50.000 mm3 (Provan, 2004).
Hubungan jumlah trombosit dengan resiko perdarah spontan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah trombosit 50.000-150.000/mm3: biasanya tidak ada perdarahan. b. Jumlah trombosit 20.000-50.000/mm3: perdarahan spontan tetapi sedikit. c. Jumlah trombosit <20.000/mm3: perdarahan spontan dengan mudah. d. Jumlah trombosit <500/ mm3: perdarahan spontan serius (Wallach, 2000).
Menurut Theml (2004), penyakit/ keadaaan penyebab trombositopenia adalah sebagai berikut:
1. Obat-obatan: heparin, quonidine, digoxin, dan cimetidin. 2. Imunotrombositopenia sekunder.
3. Post-transfusi.
6. Trombositopenia akibat penurunanproduksi sel. 7. Konsumsi alkohol jangka panjang.
8. Bahan-bahan kimia dan radiasi.
9. Infeksi virus: virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, rubella dan flavivirus. 10.Penyakit neoplastik dan aplastik sumsum tulang.
11.Defisiensi vitamin B12 (asam folat).
12.Penyakit konstitusional: penyakit jantung kongenital, sindrom Wiscott-Aldrich, anomali May-Hegglin, sindrom Bernard-Soulier, dan hipersplenisme.
2.3.Rawat Inap
Rawat inap adalah suatu proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan. Manajemen, prosedur, fasilitas, dan biaya rawat inap dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan yang lainnya.
2.3.1.Prosedur Rawat Inap
Prosedur rawat inap dapat berbeda pada beberapa rumah sakit. Berikut prosedur alur pasien masuk ke rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009: 1. Petugas Instalasi Rawat Jalan (IRJ)/ Instalasi Gawat Darurat (IGD)
menginformasikan ke ruangan.
2. Petugas rawat inap menyiapkan tempat sesuai penyakit pasien. 3. Pasien dikirim dari IRJ/ IGD dengan membawa rekam medis.
4. Kepala ruangan/ kepala grup menerima pasien dan memeriksa kelengkapan rekam medis.
5. Kepala ruangan/ kepala grup menempatkan pasien sesuai dengan penyakitnya.
6. Kepala ruangan/ kepala grup/pelaksana memeriksa keadaan umum pasien, mengukur vital sign dan mencatat di RM 72.
7. Kepala ruangan/ kepala grup/ pelaksana melaporkan keberadaan pasien ke dokter ahli.
8. Kurang dari 15 menit pasien sudah diperiksa oleh dokter ahli/ residen.
Fasilitas ruang rawat inap secara umum dapat dibedakan menjadi lima kelas: Super Utama, Utama I, Utama II, kelas I, dan kelas II. Akan tetapi, beberapa rumah sakit dapat memiliki kelas dan fasilitas yang berbeda.
Sebagai contoh, harga tiap-tiap kelas kamar rawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini kerangka konsep tentang hubungan hasil pemeriksaan nilai jumlah trombosit dan lama rawat inap pada pasien demam berdarah dengue (DBD).
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian.
3.2. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0: tidak terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada
pasien DBD rawat inap di RSUP H Adam Malik.
Ha: terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada pasien
DBD rawat inap di RSUP H Adam Malik.
3.3. Defenisi Operasional
Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah jumlah/ hitung trombosit dan lama rawat inap yang didapat dari data rekam medik.
3.3.1. Hitung Trombosit
Hitung trombosit adalah jumlah trombosit dalam tiap 1 mm3 darah. Skala ukur variabel ini adalah skala ukur numerik. Cara mengukur jumlah trombosit darah adalah sebagai berikut.
a. Sampel darah yang diperlukan darah EDTA atau darah kapiler.
b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5, bila diketahui ada trombositopenia darah diisi sampai garis 1.
Jumlah trombosit Lama rawat inap
c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker sampai garis 101, kemudian letakkan horizontal.
d. Sambil menekan kedua ujung pipet, pipet digoyang selama 3-5 menit.
e. Isi kamar hitung yang telah ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih dahulu membuang 3 tetes larutan tersebut.
f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 kali. Bidang yang dihitung adalah semua bidang kecil. (Aman et. Al,, 2008).
Penghitungan jumlah trombosit:
Jumlah trombosit x 2000/ mm3 Distribusi jumlah trombosit dibagi dalam 3 kelompok: 1. Kelompok dengan jumlah trombosit < 20.000/ µl. 2. Kelompok dengan jumlah trombosit 20.000-50.000/ µl. 3. Kelompok dengan jumlah trombosit >50.000-100.000/ µl.
3.3.2. Rawat Inap
Rawat inap adalah perawatan pasien DBD di ruang inap rumah sakit, dimana pasien diinapkan. Skala ukur variabel ini adalah skala numerik. Cara mengukur lama rawat inap dalam penelitian ini:
Lama rawat inap (hari) = Tanggal keluar – Tanggal masuk Distribusi lama rawat inap dibagi dalam 3 kelompok:
1. Kelompok lama rawat inap kurang dari perhitungan rata-rata lama rawat inap dikurangi batas minimum standard deviasi.
2. Lama rawat inap terletak di antara kelompok lama rawat inap kurang dari perhitungan rata-rata lama rawat inap dikurangi batas minimum standard deviasi , dan kelompok lama rawat inap lebih dari perhitungan rata-rata lama rawat inap ditambah batas minimum standard deviasi.
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang akan menganalisis hasil pemeriksaan hematologis laboratorium pada pasien demam berdarah dengue (DBD). Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross
sectional retrospektif, dimana akan dilakukan pengumpulan data demografi (usia, jenis
kelamin), hitung trombosit dan durasi rawat inap pada pasien demam berdarah dengue.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan. Pengumpulan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2010.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi target : Pasien demam berdarah dengue usia 10 hingga 40 tahun. Populasi terjangkau : Pasien demam berdarah dengue usia 10 hingga 40 tahun di
RSUP Haji Adam Malik tahun 2009.
Subyek yang diteliti : Pasien demam berdarah dengue usia 10 hingga 40 tahun di RSUP Haji Adam Malik tahun 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.2.Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel, dikarenakan jumlah sampel yang kecil. Hal ini juga memberi keuntungan dimana dapat memberikan atau mendekati nilai sesungguhnya terhadap populasi. Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi syarat diagnosis untuk menderita demam berdarah dengue. 2. Berusia 10-40 tahun.
3. Mendapat pelayanan rawat inap.
1. Pasien yang menderita penyakit penyerta lainnya (penyakit penyulit, komplikasi, kongenital, dsb.).
2. Menderita penyakit/ kelainan trombositopenia selain akibat DBD: chikungunya, o’nyong-nyong, west nile fever, idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP), efek dilusi transfusi, disseminated intravascular coagulation (DIC), defisiensi trombopoietin, penyakit jantung kongenital, sindrom Wiscott-Aldrich, sindrom Bernard-Soulier, hipersplenisme, dan pemakaian obat-obat yang menyebabkan trombositopenia (heparin, quonidine, digoxin, dan cimetidin).
3. Pasien rawat inap yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS).
4.4.Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data diperoleh melalui data sekunder yang diambil dari data rekam medik (medical record) pasien demam berdarah dengue yang terdapat di RSUP Haji Adam Malik, Medan.
4.5.Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh melalui penelitian ini akan diolah menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) dan dianalisis menggunakan uji
korelasi Pearson untuk mencari hubungan hasil pemeriksaan hematologis dengan lama rawat inap pada penderita demam berdarah dengue.
Tabel 4.1. Interpretasi koefisien korelasi Pearson (r).
Nilai Koefisien Korelasi Pearson Interpretasi
r > 0,8 Baik
r = 0,6-0,79 Sedang
r = 0,4-0,59 Lemah
r < 0,4 Sangat Lemah
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Dari data yang diperoleh, pasien rawat inap yang didiagnosis demam berdarah dengue (DBD) di RSUPHAM terhitung dari tanggal 1 Januari 2010 – 31 Desember 2010 berjumlah 318 orang. Dari 318 pasien tersebut, jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang.
5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Table 5.1. Distribusi sampel berdasarkan umur
No Umur (tahun) Kelompok Frekuensi Persentase (%)
1 10-20 Remaja 36 52,9
2 21-30 Dewasa muda 23 33,8
3 31-40 Dewasa 9 13,2
Total 68 100
5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Menurut jenis kelaminnya, diketahui mayoritas sampel adalah berjenis kelamin laki-laki berjumlah 36 orang (52,9%). Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1,1:1.
Table 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki-laki 36 52,9
2. Perempuan 32 47,1
Total 68 100
5.1.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Rawat Inap
Lama rata-rata rawat inap sampel adalah 4,5 ± 1,5 hari, dengan rentang lama rawat inap 2 sampai 9 hari.
Table 5.3. Distribusi sampel berdasarkan lama rawat inap
No. Lama rawat inap (hari)
Frekuensi Persentase (%)
1. <3 29 42,6
2. 3-5 28 41,2
3. >5 11 16,2
Total 68 100
5.1.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Trombosit
No. Jumlah Trombosit Frekuensi Persentase
1. <20.000/ µl 15 22,1
2. 20.000-50.000/ µl 20 29,4
3. >50.000-100.000/ µl 33 48,5
Jumlah 68 100
5.1.7. Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap
Pada penelitian ini, terdapat pasien yang mendapat rawat inap <3 hari sebanyak 29 orang (42,6%), yang mendapat rawat inap 3-5 hari sebanyak 28 orang (41,2%), dan yang mendapat rawat inap >5 hari sebanyak 11 orang (16,2%). Jumlah sampel yang memiliki jumlah trombosit <20.000/µ l adalah 15 orang (22,1%), jumlah trombosit 20.000-50.000/µl sebanyak 20 orang (29,4%), dan jumlah trombosit >50.000-100.000/µl sebanyak 33 orang (48,5%).
Gambar 5.1. Scatter plot hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap.
Dari hasil uji statistik, didapatkan koefisien korelasi Pearson r=0,262, artinya dalam penelitian ini terdapat hubungan (korelasi) yang sangat rendah (r<0,4) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap penderita DBD.
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini (Tabel 5.3.), didapatkan bahwa lama rawat inap rata-rata penderita DBD (N=68) adalah 4 ± 1,5 hari. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Tai, et al. (1999), Daher et al (2005)., Clark
et al. (2005), dan Khan et al. (2008), masing-masing yaitu 4,2 ± 1,5 hari, 4,5 ± 2,1
pula penelitian yang mendapatkan durasi yang lebih singkat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mumtaz et al. (2006), yaitu 3,5 hari.
Jumlah trombosit rata-rata pada penelitian ini (Tabel 5.4.) adalah 50,3 ± 28,8 x 103/µl. Pada penelitian terdahulu, Tai, et al. (1992), Mumtaz et al. (2006), dan Dahar
et al. (2005) mendapatkan jumlah trombosit rata-rata sampelnya adalah 85,3 ± 41,2 x
103/µl, 67 ± 59 x 103/µl, dan 82,6 ± 53,1 x 103/µl. Perbedaan yang cukup signifikan ini disebabkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya turut melibatkan penderita demam dengue (DD).
Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 5.2.), dijumpai jenis kelamin laki-laki (36 orang/ 52,9%) lebih dominan dibandingkan dengan perempuan (32 orang/ 47,1%). Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1,1:1. Pada penelitian sebelumnya juga menunjukkan kesamaan: Tai, et al. (1992) yaitu 1,3:1, dan Rianty et al. (1997) yaitu 1,8:1. Menurut Osman et al. (2007), hal ini mungkin dikarenakan jumlah laki-laki yang melakukan aktivitas di tempat terbuka lebih banyak, dengan pajanan yang lebih banyak terhadap nyamuk yang terinfeksi.
Umur rata-rata sampel yang menderita DBD pada penelitian ini (Tabel 5.1.) adalah 21,12±7,93 tahun, dimana umur sampel yang paling tua adalah 40 tahun dan yang paling muda adalah 10 tahun (dibatasi oleh kriteria inklusi). Mayoritas penderita memiliki usia dibawah 30 tahun (59 orang/ 86,7%). Penelitian lain yang tidak membatasi usia sampel seperti yang dilakukan Rianty et al. (1996) mendapatkan 89,7% penderita berusia 12-29 tahun. Mumtaz et al. (2006) mendapatkan 80% penderita berusia dibawah 40 tahun. Sementara Ayyub et al. (2006) mendapatkan 79,4% penderita berusia 11-40 tahun. Penelitian epidemiologi yang lebih luas terhadap usia penderita DBD juga dilakukan oleh Islam et al. (2006) yang menemukan di Bangladesh mayoritas penderita berusia 21-30 tahun, WHO (2006) menemukan di Malaysia mayoritas penderita berusia 31-40 tahun, dan Osman et al. (2007) menemukan di Brunei mayoritas penderita berusia 21-40 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan umumnya penderita DBD adalah orang remaja dan dewasa.
trombosit dengan lama rawat inap pada penelitian ini (r=0,262). Jadi, hipotesis Ha
yang menyatakan terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap pada pasien DBD rawat inap di RSUP H Adam Malik dapat diterima, walaupun hubungan itu sangat lemah. Terlihat bahwa jumlah trombosit pasien DBD saat didiagnosis tidak dapat menentukan lamanya rawat inap yang akan dilalui pasien secara akurat. Dengan kata lain, jumlah trombosit tidak dapat dijadikan prediktor lama rawat inap pada penderita DBD. Penelitian yang berhubungan, dengan hasil yang lebih baik, sebelumnya telah dilakukan oleh Potts et al.(2010). Mereka berhasil membuat algoritma untuk membedakan pasien anak-anak yang memiliki risiko meningkat untuk mengalami dengue yang parah dengan menggunakan indikator awal klinis dan laboratorium. Akan tetapi algoritma ini belum diuji validitasnya.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan lama rawat inap rata-rata sampel adalah 4±1,5 hari, dengan lama rawat antara 2 sampai dengan 9 hari.
2. Jika dilihat berdasarkan jumlah trombositnya, hitung trombosit sampel penderita DBD adalah 50,3 ± 28,8 x 103/µ l, dengan jumlah trombosit antara 5.000 sampai dengan 97.000/ µl.
3. Untuk kategori jenis kelamin, mayoritas sampel adalah laki-laki (36 orang/ 52,9%).
4. Umur rata-rata sampel penderita DBD pada penelitian ini adalah 21,12±7,93 tahun.
5. Berdasarkan hasil statistik menggunakan uji korelasi Pearson didapatkan nilai koefisien korelasi r=0,262. Artinya, ditemukan adanya hubungan yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap penderita DBD.
6. Sampai saat ini belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi dan memprediksi keparahan penyakit DD/ DBD.
6.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar para petugas kesehatan tidak mempergunakan jumlah trombosit sebagai salah satu acuan dalam memprediksi lama rawat inap pada pasien DBD.
2. Kepada para petugas kesehatan diharapkan untuk mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada panduan (guidelline) yang dapat membantu memprediksi lama rawat inap pada penderita DBD.
penderita DBD. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian DBD yang lebih baik lagi.
4. Kepada para dokter di RSUP H. Adam Malik agar membuat rekam medik yang memenuhi standard yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Alur Pasien Masuk ke Rawat Inap, 2009. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Aman, A.K. et al., Pemeriksaan LED, Hb Cara Sahli, Hb Sian, MCV, dan Hematokrit.
Buku Rancangan Pengajaran Blok Hematologic & Immunologic System.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ayyub, M., Khazindar, A.M., Lubbad, E.H., Barlas, S., Alfi, A.Y., and Al-Ulkayi, S., 2006. Characteristics of Dengue Fever in A Large Public Hospital, Jeddah, Saudi Arabia. J. Ayub Med. Coll. Abbottabad, 18 (2).
Centers for Disease Control and Prevention, 2010. How to Reduce Your Risk of
Dengue Infection. Available from:
http:www.cdc.gov/dengue/prevention/index.html.
Clark, D.V., Mammen, M.P., Nisalak, A., Puthimethee, V., and Endy, T.P., 2005. Economic Impact of Dengue Fever/ Dengue Hemorrhagic Fever in Thailand at The Family and Population Levels. Am. J. Trop. Med.Hyg., 72 (6): 786-791.
(Accesed 26 April 2010).
Daher, E.F. et al., 2005. Dengue Hemorrhagic Fever in The State of Ceara, Brazil, 2005. Virus Review and Research, 15 (1): 44-62.
Delliana, J., 2008. Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Report:
Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting. World Health Organization,
Geneva.
Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control – New Edition, 2009. Geneva: World Health Organization.
Fisbach, F.T., 2003. A Manual of Laboratory and Diagnostic Test, 7th ed.. USA: Williams & Wilkins.
Guyton, A.C., 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Hemostasis dan
Pembekuan Darah. Jakarta: EGC, 480-481.
Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F., eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders Elsevier,
Hendarwanto, 1996. Dengue. Dalam: Noer, Sjaifoellah et. al., eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid I, ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 417-426.
Hillman, R.S., Ault, K.A., Rinder, dan Henry M., 2005. Hematology in Clinical
Practice 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies.
Islam, M.A., et al., 2006. Molecular Characterization and Clinical Evaluation of Dengue Outbreak in 2002 in Bngladesh. Jpn. J. Infect. Dis. 59: 85-91.
Junqueira, L.C., dan Carneiro, J.. Histologi Dasar: Teks & Atlas, ed. 10. Jakarta: EGC. Khan, N.A., et al., 2008. Clinical Profile and Outcome of Hospitalized Patients During
First Outbreak of Dengue in Makkah, Saudi Arabia. Acta. Trop. 105: 39-44. Lo, C.H., Ben, R.J., Chen, C.D., Hsueh, C.W., Feng, N.H., 2009. Clinical Experience
of Dengue Fever in A Regional Teaching Hospital in Southern Taiwan.
內科學誌20: 248-254.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W., 2001.
Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, ed. Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI.
Mumtaz, K., et al., 2006. Outbreak of Dengue Fever in Karachi 2006: A Clinical Perspective. Journal of Pakistan Medical Association. Available from:
Murray, R.K., dan Rand, M.L., 2003. Hemostasis & Thrombosis. In: Murray, Robert K., Granner, D.K., Mayer, P.A., and Rodwell, V.W., eds.. Harper’s Illustrated
Biochemistry 26th ed.. New York: McGraw-Hill Companies, 598-608.
(Accesed 22 February 2010).
Osman, O., Fong, M.Y., Devi, S., 2007. A Preliminary Study of Dengue Infection in Brunei. Jpn. J. Infect. Dis. 60:205-208.
Potts, et al., 2010. Prediction of Dengue Disease Severity among Pediatric Thai
Patients Using Early Clinical Laboratory Indicators. Available from: