• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Peralihan Hak Kebendaan Pada Efek Beragun Aset Pada

BAB IV Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada

B. Mekanisme Peralihan Hak Kebendaan Pada Efek Beragun Aset Pada

Mekanisme peralihan hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan ini terdiri dari 4 fase , yakni antara lain sebagai berikut :

1. Munculnya hak tagih (piutang) melalui penyaluran Kredit Pemilikan Rumah. 2. Penjualan piutang oleh kreditur asal kepada pihak penerbit (issuer)

3. Pengalihan hak kebendaan berupa piutang kepada investor dengan penerbitan efek beragun aset.

4. Pengalihan efek beragun aset di antara investor..

1. Munculnya Hak Tagih (piutang) Melalui Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah.

. Penyaluran dana oleh bank kepada masyarakat yang membutuhkan dana dilakukan melalui suatu perjanjian kredit, dimana perjanjian kredit tersebut dapat ditujukan kepada berbagai macam hal yang dapat bersifat produktif ataupun bersifat konsumtif, termasuk di dalamnya perjanjian kredit antara bank dan masyarakat nasabah debitur bank tersebut untuk membeli atau pemilikan rumah bagi nasabah debitur bank tersebut. Masyarakat yang ingin membeli suatu rumah pada umumnya akan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dapat diberikan oleh suatu bank. Dalam hal ini bank dapat memberikan kredit kepada masyarakat yang hendak membeli rumah dengan balas jasa berupa bunga pada tingkatan tertentu.

Perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut, dalam KUHPerdata diatur perjanjian pinjam pakai habis. Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama

dalam jumlah dan keadaan yang sama.348 Dalam perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut tentu akan menggunakan pembebanan bunga kepada para nasabah debitur dari bank penyalur KPR tersebut, hal ini juga diatur di dalam KUHPerdata bahwa dalam hal perjanjian pinjam pakai habis untuk dapat diperjanjikan bahwa pihak debitur akan membayar sejumlah bunga tertentu.349

Setelah pihak bank yang dalam hal ini bertindak sebagai kreditur asal telah menyalurkan kredit pemilikan rumah kepada nasabah debiturnya, selanjutnya pihak bank tersebut dapat melakukan proses sekuritisasi aset pada aset piutangnya tersebut apabila diperlukan. Dalam melakukan proses sekuritisasi aset tersebut telah dikatakan bahwa proses yang harus dilalui terlebih dahulu adalah adanya penjualan piutang oleh bank (kreditur asal) kepada pihak penerbit. Perjanjian jual-beli piutang tersebut harus dilakukan dengan jual-beli putus.

Oleh karenanya sesuai dengan penyaluran kredit pemilikan rumah tersebut, maka terbitlah hak bagi bank (dalam hal ini adalah kreditur asal) suatu hak tagih (piutang) kepada debitur sejumlah uang ditambah bunganya, dan hak untuk mendapatkan pelunasan atas hak tanggungan yang dibebankan atas rumah yang dijadikan objek pembelian pada kredit pemilikan rumah.

2. Penjualan Piutang oleh Kreditur Asal Kepada Pihak Penerbit (Issuer)

350

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1457 KUHPerdat serta Pasal 1474 KUHPerdata, maka dalam hal pihak penjual piutang tersebut (dalam hal ini adalah bank yang bertindak sebagai kreditur asal) berkewajiban menyerahkan benda yang dijualnya kepada pihak pembeli benda tersebut (dalam hal ini adalah pihak penerbit/issuer). Penyerahan tersebut harus dilakukan dengan membuat suatu akta cessie baik yang berbentuk akta otentik ataupun berupa akta di

348

Pasal 1754 KUHPerdata

349

Pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan “untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam pemakaian diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman itu akan dibayar bunga”.

350

Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan Bank Indonesia No 7 Tahun 2005 tentang prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum.

bawah tangan dan diberitahukan kepada pihak debitur dari pada piutang tersebut.351

Setelah piutang-piutang yang dimiliki oleh kreditur asal tersebut telah selesai dijual kepada pihak penerbit (issuer) dan telah diserahkan kepada pihak penerbit, maka dalam proses sekuritisasi proses selanjutnya adalah proses penerbitan efek beragun aset untuk kemudian dibeli oleh masyarakat investor. Pembelian efek oleh investor ini sudah menandakan bahwa proses sekuritisasi aset pada pembiayaan sekunder perumahan sudah pada tahap final. Para investor yang hendak membeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan ini membelinya dalam suatu pasar perdana (primary market) pada pasar modal. Pasar perdana adalah pasar yang menerbitkan sekuritas baru pada suatu pertukaran. Perusahaan-perushaan dan pemerintah-pemerintah dan kelompok lainnya memperoleh pembiayaan melalui sekuritas yang bersifat ekuitas ataupun bersifat utang.

Dengan selesainya dilakukan penyerahan piutang tersebut dari pihak penjual piutang tersebut (dalam hal ini adalah bank yang bertindak sebagai kreditur asal) berkewajiban menyerahkan benda yang dijualnya kepada pihak pembeli benda tersebut (dalam hal ini adalah pihak penerbit/issuer), maka beralihlah hak tagih atau hak atas piutang tersebut kepada pihak penerbit/issuer tersebut. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1533 KUHPerdata, maka selain hak tagih tersebut yang beralih, maka beralih juga hak tanggungan yang melekat pada piutang yang terbit karena penyaluran kredit pemilikan rumah tersebut kepada pihak penerbit.

3. Pengalihan Hak Kebendaan Berupa Piutang Kepada Investor dengan Penerbitan Efek Beragun Aset.

352

Dalam hal efek beragun aset dalam pembiayaan sekunder perumahan yang diterbitkan tersebut adalah efek yang bersifat ekuitas (dalam hal ini adalah mortgage pass-through

351Pasal 613 KUHPerdata.

352

security, maka pada tiap-tiap efek yang berupa unit penyertaan yang diterbitkan itu melekat hak kepemilikan bersama para investor atas piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset tersebut (underlying asset). Dalam hal ini terjadi suatu pengalihan hak-hak berupa piutang-piutang tersebut dari pihak penerbit (issuer) kepada para investor secara bersama. Dengan perkataan lain bahwa para investor masing-masing memiliki hak atas piutang tersebut sesuai dengan proporsional kepemilikannya berdasarkan unit penyertaan yang dimilikinya.

Kepemilikan bersama tersebut dipegang oleh trustee, yang dalam hal ini adalah persekutuan perdata yang dalam hal ini diurus oleh manajer investasi. Distribution

dilaksanakan segera setelah closing dilakukan. Distribution adalah proses yang mengikuti proses penyerahan hak milik dari originator atau custodian yang menyimpan piutang-piutang tersebut kepada trustee. Penyerahan hak milik dari originator atau custodian yang menyimpan piutang-piutang tersebut bukannya tidak ada kontraprestasi, melainkan dipertukarkan dengan certificate of beneficial ownership, yang merupakan bukti kepemilikan

(beneficial) yang tidak terpisahkan dari collateral pool tersebut. Certificate of beneficial ownership tersebut kemudian didistribusikan kepada investor dalam bentuk unit penyertaan yang menunjukkan bagian kepemilikan bersama atas certificate of beneficial ownership

tersebut353

Sedangkan dalam hal efek beragun aset dalam pembiayaan sekunder perumahan tersebut adalah efek yang bersifat utang (dalam hal ini adalah mortgage backed bond), maka dalam hal ini tidak terjadi pengalihan kepemilikan atas piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset (underlying asset) tersebut dari pihak penerbit kepada pihak investor. Dalam hal ini yang terjadi adalah bahwa piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset (underlying asset) dijadikan sebagai harta jaminan yang

353

dimiliki oleh pihak penerbit yang mana para investor akan mendapatkan pelunasan atas piutangnya terhadap harta jaminan tersebut melalui prosedur sita umum (kepailitan).354

Telah disebutkan sebelumnya bahwa suatu SPV telah dirancang sedemikian untuk dijadikan sebagai suatu entitas yang tidak dapat dipailitkan (bankruptcy remote entity). Dalam hal sekuritisasi aset maka harta kekayaan SPV hanyalah sejumlah piutang-piutang yang dibelinya dari pihak kreditur asal tersebut, maka dengan demikian jumlah harta jaminan bagi sita umum sesuai dengan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata hanyalah sejauh jumlah piutang yang dibelinya dari kreditur asal tersebut. Dalam hal kegiatan sekuritisasi aset, kegiatan SPV tersebut sangat dibatasi, yakni bahwa SPV hanya dapat melakukan penerbitan efek yang bersifat utang dengan hanya melibatkan 1 wali amanat saja. Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam hal penerbitan efek yang bersifat utang maka kepentingan pihak kreditur diwakili oleh wali amanat. Dengan demikian maka hubungan debitur antara pihak SPV dengan investor sebenarnya adalah hubungan kreditur-debitur antara SPV dengan wali amanat sesuai dengan perjanjian perwaliamanatan. Dengan

Oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Perpres No.19 Tahun 2005 Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan diatur bahwa dalam pembiayaan sekunder perumahan dalam lembaga keuangan khusus didirikan untuk melakukan sekuritisasi aset dalam pembiayaan sekunder perumahan hendak menerbitkan efek beragun aset yang bersifat utang, maka lembaga keuangan tersebut wajib untuk menunjuk suatu SPV (special purpose vehicle)

untuk membeli piutang-piutang yang dijual oleh pihak kreditur asal, untuk dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset (underlying aset).

354Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan menyebutkan “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang in”i.

diaturnya bahwa terbatasnya kegiatan SPV dan SPV tersebut hanya berhubungan dengan 1 wali amanat maka hal itu membuat SPV menjadi tidak dapat dipailitkan.355

Proses pengalihan efek beragun aset antara investor yang satu kepada investor yang lain ini terjadi dalam proses yang disebut sebagai trading. Proses trading ini adalah proses setelah dilakukannya proses sekuritisasi aset tersebut yakni aktivitas/proses perdagangan efek antara satu investor dengan investor lainnya, dengan demikian terjadi perpindahan efek tersebut dari satu investor dengan investor lainnya. Aktivitas perdagangan itu terjadi dalam pasar sekunder (secondary market). Pasar sekunder adalah suatu pasar dimana investor membeli sekuritas atau aset dari investor lainnya, berbeda dengan dari penerbitan langsung oleh perusahaan penebit sekuritas itu sendiri.

Dari pemaparan tersebut maka dapat dipahami bahwa dalam hal efek yang diterbitkan itu adalah efek yang bersifat utang (yang dalam hal ini adalah mortgage backed bond), maka tidak terjadi pengalihan kepemilikan piutang-piutang yang dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset (underlying asset) dari pihak penerbit kepada para investor. Dalam hal ini yang terjadi adalah bahwa SPV mempunyai hubungan utang-piutang sebagai debitur dengan masyarat investor yang mana utang-piutang tersebut dijamin dengan harta kekayaan SPV berupa piutang-piutang yang dibelinya dari kreditur asal.

4. Pengalihan Efek Beragun Aset antara Investor yang Satu Kepada Investor yang Lain.

356

Dapat juga dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pasar sekunder merupakan tahapan jual beli setelah terjadinya pasar perdana. Disini sebelum pasar sekunder bekerja, efek yang dijual oleh issuer/emiten kepada investor dicatat terlebih dahulu di bursa efek . Setelah pencatatan menjadi efektif, efek tersebut selanjutnya diperdagangkan di bursa efek

355

Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan menyebutkan “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”

356

dimana efek tersebut dicatat. Jadi dalam pasar sekunder, kegiatan jual beli efek sepenuhnya berlangsung di dalam bursa efek oleh dan antara sesama investor.357

Karena dalam perkembangan pasar modal dalam hal suatu pasar modal yang sudah modern,peralihan suatu efek yang dari investor yang satu ke investor yang lain telah dirancang sedemikian rupa sehingga, penyerahan hak milik atas efek tersebut yang dalam hal ini adalah efek beragun aset menjadi lebih mudah, yakni tanpa adanya peralihan efek beragun aset itu secara nyata karena pemindahan hak milik atas efek tersebut cukup dilakukan melalui pencatatan yang dilakukan oleh administrasi efek. Sistem perdagangan seperti ini disebut juga sebagai sistem scriptless trading, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem perdagangan efek di pasar modal tanpa menggunakan warkat. Scriptless trading itu sendiri dapat juga diartikan sebagai ”securities trading where only book entries represent the security holding and settlement, and no physical certificate, is issued or exchange”358

Menurut Philipus M Hadjon Perlindungan hukum di dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers.”

, yang dapat diartikan bahwa merupakan suatu perdagangan efek dimana hanya ada pencatatan dalam buku yang merepresentasikan pemegangan efek dan penyelesaiannya, dan tidak ada fisik sertifikat yang diterbitkan atau dikeluarkan.

C. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan.

359

357 Gunawan Widjaja dan E Paramitha Sapardan, Op.cit, hal 85

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “rechtbescheming”. Hal ini berarti bahwa pengertian perlindungan hukum

358

359

diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.360

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlidungan hukum meliputi 2 hal, yaitu perlidungan hukum preventif dan perlidungan hukum represif. Perlidungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.

Perlindungan terhadap investor merupakan kewajiban negara. Negara yang dimaksud adalah Bapepam sesuai dengan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Perlindungan investor merupakan sebuah penerapan keadilan terhadap seluruh investor. Keadilan merupakan tujuan hukum yang harus dijunjung tinggi oleh negara dan masyarakat.

361

Perlindungan preventif yang diberikan oleh hukum kepada pemegang/ pembeli efek beragun aset adalah adanya ketentuan mengenai prinsip keterbukaan (disclosure principle).

Prinsip keterbukaan adalah merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materil sebagai jiwa pasar

1. Perlindungan Hukum Preventif.

Perlindungan hukum preventif ini merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh hukum untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di dalam hukum, yakni terlanggar hak-hak tiap orang dalam masyarakat. Dalam hal ini maka perlindungan hukum preventif ini adalah perlindungan yang diberikan hukum untuk mencegah agar hak-hak para investor terhadap hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder tidak dilanggar oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

360

Ibid, hal 2 361

modal di dasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan sekuritas di pasar modal.362 Menurut Undang-Undang Pasar Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak Lain yang tunduk pada Undang-undang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material sebagai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.363

a. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk memeliihara kepercayaan publik terhadap pasar.

Sifat Perlindungan hukum preventif dari prinsip keterbukaan dapat dilihat dari fungsi dari prinsip keterbukaan tersebut yakni antara lain sebagai berikut :

364

b. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien.365 c. Prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud).366

Prinsip Keterbukaan ini pada akhirnya akan melahirkan hak bagi para investor yang dalam hal ini adalah pembeli atau pemegang efek beragun aset untuk mendapatkan informasi material sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini maka fakta materil yang perlu diketahui adalah mengenai kualitas piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset yang dalam hal pembiayaan sekunder merupakan piutang yang terbit dari penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Untuk mengetahui kualitas dari pada piutang tersebut maka dalam hal ini pihak penerbit serta pihak kreditur asal (originator)

362

William H. Beaver , 1980, The Nature of Mandate Disclosure, Boston, Little, Brown & Company, hal 317.

363Pasal 1 angka 25 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

364

Frank Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1996, The Economic Structure of Corporate Law, Cambridge Massachusetts, Harvard University Press, hal 296.

365 Lyn A. Sout, 1988, The Unifortance of Being Efficient : An Economic Analysis of Stock Market Pricing and Securitie Regulation, Michigan Law Review (Vol 87) Hal 615-616.

366

berkewajiban untuk membuat suatu rangkaian informasi yang diperlukan yang dalam hal ini dikemas dalam credit rating seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dengan demikian maka dalam hal ini pihak yang melakukan credit rating juga harus melakukan credit rating secara jujur dan pihak penerbit serta kreditur asal juga harus memberikan informasi yang penting dalam rangka pemeringkatan kredit yang akan dilakukan oleh pihak yang akan melakukan credit rating tersebut. Sifat jujur tersebut merupakan bentuk dari iktikad baik dalam pra kontraktual yang merupakan tahap yang mendahului proses kontraktual yang menjadi perikatan dasar pada penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.

Pasal 1338 alinea ketiga KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik. Dari ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut dapat dilihat bahwa KUHPerdata hanya mengatur mengenai iktikad baik hanya pada saat pelaksanaan kontrak saja dan bukan pada tahapan yang mendahului kontrak atau perjanjian tersebut (pra kontraktual). Padahal pemberian kewajiban untuk melakukan iktikad baik pada tahapan pra kontraktual pada penerbitan efek beragun aset adalah sesuatu yang sangat penting karena apabila tidak adanya kewajiban untuk melakukan iktikad baik pada tahapan kontraktual pada penerbitan efek beragun aset tentunya akan menimbulkan kecenderungan bahwa pihak penerbit, kreditur asal dan pihak yang melakukan credit rating tidak melakukan iktikad baik dalam hal memberikan informasi materil mengenai efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, yang mana tentunya hal ini akan merugikan pihak pemegang/pembeli efek beragun aset. Dengan demikian siapapun pihak terkait yang tidak melakukan iktikad baik pada tahapan pra kontraktual dapat digugat oleh pembeli atau pemegang efek beragun aset karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) baik

berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata ataupun berdasarkan Pasal 111 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.367

Perlindungan represif maksudnya adalah perlidungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.

2. Perlindungan Hukum Represif.

368

a. Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)

Sengketa dalam hal ini terjadi karena adanya suatu perbuatan yang diduga merupakan suatu perbuatan yang melanggar hak-hak dari pihak-pihak tertentu.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan hak adalah. “suatu kepentingan seseorang, kelompok ataupun asosiasi yang oleh “hukum” dijamin keberadaannya, dan pelaksanaan dari pada kepentingan tersebut dapat dipaksakan kepada tiap-tiap orang lain dihadapan “hukum” yang memiliki hubungan hukum dengan orang tersebut.” Dari pemahaman tersebut dapat dipahami bahwa hukum dalam hal ini memberikan perlindungan kepada tiap-tiap individu agar tiap-tiap individu dapat memperoleh apa yang menjadi haknya. Oleh karenanya perlindungan hukum identik dengan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh tiap-tiap individu dengan meletakkan kewajiban bagi pihak lain dan dapat memberikan suatu upaya paksa kepada pihak-pihak yang melalaikan kewajibannya tersebut.

Dalam hal ini hak-hak tiap-tiap individu dalam hukum keperdataaan dapat terlanggar oleh orang lain, baik dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja terjadi antara lain karena :

b. Perbuatan ingkar janji (wanprestasi)

367

Pasal 111 UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan “Setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.”

368

a. Perbuatan Melanggar Hukum.

Pasal yang menjadi dasar bagi pengaturan perbuatan melawan hukum di dalam KUHPerdata adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tersebut disebutkan mengenai suatu perbuatan melanggar hukum. Dalam hal ini apa yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum itu tidak hanya perbuatan yang melanggar perundang-undangan saja, melainkan juga tiap perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, perbuatan yang melanggar kesusilaan, dan perbuatan yang melanggar kepatutan. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan Hogeraad369

1) Melanggar hak orang lain atau

pada perkara Lindenbaum Cohen berpendapat bahwa “yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang:

2) bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau 3) bertentangan dengan kesusilaan atau

4) bertentangan dengan kecermatan yang patut harus diperhatikan dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang lain.”

Perbuatan melawan hukum dalam hukum keperdataan merupakan bagian dari pada suatu perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberikan hak kepada yang satu untuk menuntut sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.370 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perikatan dapat bersumber pada perjanjian dan undang-undang.371

369HR.31-1-1919,NJ 1919,161;Lindenbaum/Cohen

370

Subekti , 1982, Op.cit, Hal 122

371

Pasal 1233 KUHPerdata

undang-undang karena perbuatan orang.372 Perikatan yang bersumber dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat karena perbuatan yang sah atau karena perbuatan melanggar

Dokumen terkait