BAB V TUGAS KHUSUS
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR METODE ANAEROB PADA KOLAM MUR (Methane Upflow Reactor)
5.2 Tinjauan Pustaka
5.4.2 Mekanisme Proses anaerob pada MUR (Methane Upflow Reaktor)
Methan Upflow Reactor (MUR) merupakan bak reaktor anaerob tempat terjadinya proses anaerob pada pengolahan
59
limbah PT. MBI-SA, prinsip pengolahan limbah anaerob adalah mendegradasi bahan organik kompleks yang ada pada limbah menjadi gas methan dan CO2 dengan bantuan mikrobiologi anaerob. MUR memiliki struktur khusus yang disebut reactor UASB (upflow anaerobic sludge blanket). Prinsip kerja UASB sesuai dengan namanya yaitu air limbah masuk dari dasar tangki dan keluar ke atas melalui internal bafle untuk memisahkan gas, lumpur, dan air, pada bak MUR air limbah akan masuk melalui dasar bak, namun sebelum ke MUR, air limbah akan dihomogenkan terlebih dahulu pada kolam equalisasi (EQ). Tujuan penghomogenan ini adalah agar kualitas atau karakteristik limbah yang akan masuk ke MUR tidak berfluktuasi terutama temperature dan pH. Temperature dan pH air sangat berpengaruh dalam proses anaerob pada MUR. Sebelum diproses di MUR, pada EQ dilakukan proses homogenisasi oleh agitator yang berada pada dasar kolam EQ, agitator ini akan mengaduk air limbah yang masuk ke dalam EQ sehingga diharapkan air limbah sebelum ke MUR sudah terhomogenkan secara maksimal. Dalam bak EQ juga akan terjadi pemecahan fermentative (asidifikasi) zat-zat organik yang tidak terlarut oleh bakteri asam sehingga dihasilkan asam-asam organic (VFA). VFA adalah asam-asam organik yang nantinya akan diuraikan oleh bakteri anorganik manjdai gas metan dan CO2 pada kolam MUR.
Proses asidifikasi pada EQ diharapkan berjalan secara maksimal dan menghasilkan VFA sebnyak-banyaknya, karna apabila tidak maka proses asidifikasi akan berlangsung di MUR, hal ini dapat berbahaya bagi bakteri yang berada di MUR, karena proses asidifikasi akan menurunkan nilai pH yang menyebabkan bakteri anaerob pada MUR bekerja tidak maksimal bahkan bisa menyebabkan kematian pada bakteri anaerob apabila pH dibawah 5. Bakteri anaerob dapat bekerja pada rentang pH 6.8 – 7.8, diatas atau dibawah pH tersebut bakteri masih dapat bekerja, tetapi efisiensinya akan menurun. Untuk menjaga agar pH dalam range dimana bakteri anaerob dapat bekerja secara optimum, pada bak EQ juga dilengkapi dosing asm kloria (HCl) dan caustic soda (NaOH).
60
Setelah melalui proses di EQ, selanjutnya air dipompa menuju ke bak MUR dengan flow 150-160 m3/jam (flow dari EQ maksimal 40 m3/jam dan ditambah flow dari effluent holding tank maksimal 140 m3/jam) , air limbah dari EQ akan masuk melalui bagian bawah MUR, kemudian dialirkan secara vertical keatas sesuai prinsip kerja UASB yang dijelaskan sebelumnya. Pertama-tama air limbah akan melewati sludge bed, pada sludege bed ini air limbah yang masuk akan mengalami kontak langsung dengan bakteri anaerob yang berbentuk granula yang menyusun sludge bed tersebut. Kontak langsung antara air limbah dengan granula akan mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam limbah dan menghasilkan biogas (CH4 dan CO2), yang kemudian akan bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya vertical mixing secara alami dalam MUR. Dengan demikian tidak diperlukan alat mekanik untuk pengadukan didalam MUR. Bagian atas bak MUR memilki dua jenis saluran untuk mengeluarkan limbah hasil olahan (effluent), dan saluran untuk mengeluarkan biogas. Pada saluran tersebut akan terjadi proses pemisahan antara effluent (air limbah), granul, dan biogas yang disebut 3 phase separation. Pemisahan ini didukung oleh struktur raktor UASB yang memadai, dimana pada proses pemisahan ini biogas dan effluent yang naik ke atas akan dipisahkan oleh baffles sehingga biogas akan ditangkap oleh gas holding dan dialirkan ke pipa biogas atau gas dome, kemudian effluent akan mengalir dan masuk ke effluent holding tank melalui parallel plate untuk nantinya dialirkan kembali ke kolam MUR dan over flow ke kolam aerasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan granul akan terhalang oleh buffles dan akan terendapkan kembali ke sludge bed pada dasar MUR untuk kembali melakukan proses degradasi air limbah. Selanjutnya biogas yang mengalir ke gas dome akan di bakar di burner yang menyala otomatis begitu tekanan mencapai 25 mBar. Sedangkan air limbah (effluent) yang masuk ke effluent holding tank akan mengalir (over flow) ke aeration basin untuk menjalani pemecahan lebih lanjut oleh bakteri aerobik. Selain over flow ke aeration basin, air limbah akan disirkulasikan kembali kedalam kolam MUR dengan digabungkan dengan flow dari EQ seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Proses anaerob pada UASB dari mulai masuknya inffluent ke
61
dalam reaktor UASB, pembentukan biogas, sehingga pemisahan 3 bagian atau 3 phase separation dan keluarnya air limbah dari effluent dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah.
Gambar 5.1. Mekanisme Proses anaerob pada UASB 5.4.3 Pendegradasian bahan organik pada MUR
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik dan dengan bantuan reactor UASB yang berada pada MUR akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob adalah sebagai berikut:
Pada proses anaerobik atau fermentasi metana, hampir semua polimer organik dapat diuraikan menjadi senyawa karbon
62
tunggal. Tahap penguraian ini meliputi tahap pembentukan asam dan tahap pembentukan gas metana. Proses fermentasi ini berlangsung dalam 4 tahap (seperti yang terlihat pada Gambar 5.2) yaitu Hidrolisa, Asidogenesa, Asetogenesa, dan Metanogenesa. Berikut adalah penjelasan tentang ke-empat proses tersebut.
1. Hidrolisa
Hidrolisa merupakan tahap pemutusan rantai atau pemecahan molekul bahan organik kompleks yang panjang menjadi lebih pendek sehingga terbentuk bahan organik yang lebih sederhana. Bahan organik sebagai sumber nutrien yang diserap dari substrat atau dalam hal ini adalah limbah cair. Pemutusan rantai bertujuan agar bahan organik tersebut lebih mudah diserap dan dicerna oleh bakteri dalam metabolismenya. Produk akhir pada proses ini terutama monosakarida, asam lemak, asam amino, serta purin dan pirimidin dan bahan-bahan organik yang sukar terhidrolisis, namun Hasil proses ini belum dapat merubah nilai COD (Said, 2002). Proses pada tahap ini didukung oleh enzim-enzim ekstraseluler yang dihasilkan mikroorganisme seperti lipase (Bakteri Lipolytik), protoase (Bakteri Proteolytik), dan sellulosa (Bakteri Cellulytik). Molekul hasil hidrolisa akan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber karbon dan energi.
2. Asidogenesa
Pada tahapan ini terjadi penguraian lebih lanjut dari sebagian materi-materi organik hasil hidrolisa menjadi senyawa-senyawa alkohol dan asam-asam volatile seperti asam butirat, formiat, propionat, serta H2 dan CO2. Proses ini dilakukan oleh bakteri-bekteri pembentuk asam atau juga disebut bakteri fermentatif yang bersifat fakultatif. Asam-asam yang terbentuk akan menurunkan pH sehingga diperlukan kontrol pH agar tidak menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk metan yang membutuhkan pH optimal. 3. Asetogenesa
Pada tahap acetogenesa asam-asam volatile, alkohol dan sebagian materi-materi organik hasil hidrolisa akan diubah menjadi asam asetat, H2 dan CO2. Tahapan ini penting untuk
63
menghindari akumulasi asam lemak volatile yang menghambat terjadinya tahap metagogenesa. Sebagian besar asam asetat dan H2 dihasilkan dari penguraian monosakarida dan asam-asam amino pada tahap acidogenesa. Sebagian besar juga diproduksi dari penguraian asam-asam lemak yang mempunyai gugus karbon lebih tinggi oleh bakteri acetogenesis atau bakteri penghasil hidrogen melalui tahap acetogenesa
4. Metanogenesa
Metanogenesa merupakan tahap akhir proses anaerob dimana terbentuk metan (CH) dan CO2 sebagai produk akhir. Asam asetat dirubah menjadi CH4 dan CO2 dan kemudian CO2 dan H2direduksi menjadi CH4. Proses ini dilakukan oleh dua grup mikroorganisme yang secara kolektif disebut metanogenik (Metclaf & Eddy, 2003). Kedua jenis mikroorganisme tersebut sama-sama menghasilkan gas metan dan CO2. Grup pertama disebut asetilastik metanogen berfungsi mengubah substrat asam asetat menjadi metana dan CO2. Grup kedua disebut bakteri metanogenik pengguna hidrogen atau methanogen hidrogenotropik yang menggunakan hidrogen (H2) sebagai elektron donor dan CO2 sebagai akseptor untuk membentuk metana. Dalam proses anaerobik, tahap metanogenesa ini merupakan tahap yang paling penting dalam pengolahan limbah cair, karena pada tahap initerjadi reduksi COD atau BOD yang cukup tinggi. Dalam proses ini, setiap kg COD atau BOD ultimate yang dihilangkan dan atau diproses menghasilkan 0,35 m3 metana pada temperature standar.
64
Gambar 5.2 Proses Anaerobik/Fermentasi Metana