• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas

Radikal bebas terjadi melalui proses autooksidasi lipid, dimana proses autooksidasi lipid terjadi melalui tiga tahap reaksi yaitu reaksi inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi dimulai dengan terlepasnya atom hidrogen dari molekul asam lemak sehingga terbentuk radikal bebas alkil. Inisiasi dikatalis oleh adanya cahaya, panas dan ion logam. Pada tahap propagasi, radikal bebas alkil yang terbentuk pada tahap inisiasi bereraksi dengan oksigen atmosfer membentuk radikal bebas peroksi yang tidak stabil. Radikal bebas peroksi yang terbentuk bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh yang lain membentuk hidroperioksida (ROOH) dan radikal bebas yang baru. Radikal bebas alkil yang baru akan bereaksi dengan oksigen atmosfer membentuk radikal bebas peroksi. Pada tahap terminasi terjadi penggabungan radikal-radikal beba

baru membentuk produk non radikal yang stabil ( Pokorny dkk.. 2001)

Menurut pokorny, 2001, mekanisme oksidasi lipid ialah sebagai berikut :

Inisiasi : X* + RH R* + XH

Propagasi : R* + O2

ROO* + RH ROOH + R*

ROO*

Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O

ROO* + R* ROOR

2

R* + R* RR

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Reaksi antara antioksidan primer dengan lipid dari radikal peroksi dirubah menjadi produk konversinya yang lebih stabil dan non radikal. Antioksidan primer mendonasikan atom hidrogen ke lemak radikal dan menghasilkan turunan lemak dan radikal antioksidan (A*) yang lebih stabil dan mempunyai kemampuan lebih rendah pada proses autoksidasi. Antioksidan mempunyai afinitas lebih tinggi untuk mendonorkan hidrogen terhadap radikal peroksi dibanding lemak. Radikal bebas dan radikal peroksi yang terbentuk selama tahap propagasi pada proses autooksidasi ditangkap oleh antioksidan primer. Antioksidan kemungkinan juga

bereaksi langsung dengan radikal lemak (Pokorny dkk.. 2001).

Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas menurut Shahidi dan Wanasundara (2002) dalam Novitasari (2009) ialah sebagai berikut :

ROO* + AH ROOH + A* RO* + AH ROH + A* R + AH RH + A*

Gambar 7. Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas (Shahidi dan Wanasundara, 2002; Novitasari, 2009)

Hasil radikal antioksidan oleh donasi hidrogen mempunyai reaksi sangat rendah terhadap lemak, dimana reaksi yang rendah akan mengurangi laju tahap propagasi. Radikal antioksidan yang stabil disebabkan oleh pelokasian kembali elektron yang tidak bisa diperbaiki pada sekitar cincin fenol yang stabil. Radikal antioksidan mempunyai kemampuan dalam reaksi terminasi dengan peroksi dan

radikal antioksidan lainnya (Pokorny dkk.. 2001).

Antioksidan bekerja dalam 2 langkah, pertama antioksidan primer bekerja dengan mendonorkan atom H atau elektron ke molekul radikal bebas sehingga

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

terbentuklah radikal bebas yang stabil. Antioksidan primer ini juga menghambat reaksi inisiasi dengan cara bereaksi dengan lipid radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi dengan cara bereaksi dengan peroksi atau radikal alkoxsi. Berikut ialah mekanisme reaksi yang terjadi :

Pada reaksi inisiasi : AH + L*  A* + LH

AH + LOO*  A* + LOOH

AH + LO*  A* + LOH

Pada reaksi propagasi : A* + LOO*  LOOA

A* + LO*  LOA

Gambar 8. Mekanisme antioksidan dalam mendonorkan atom H pada tahap

inisiasi dan propagasi (Madhevi et al. 2006)

b. Mekanisme DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) dalam menangkap radikal bebas

Kedua ialah dengan sistem sinergisme antioksidan, dimana dalam sistem ini antioksidan dikelompokan menjadi pengikat oksigen dan sebagai chelator. Antioksidan primer dapat digunakan pada level yang rendah jika digabungkan dengan penambahan zat yang bersifat stimulus dari produk makanan tersebut. Sinergisme ini biasanya terjadi pada medium yang asam yang dapat memperbaiki stabilitas dari antioksidan primer dan sebagai pengikat oksigen, dimana asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen bebas yang ada di udara dan reaksi

tersebut akan menghasilkan suatu sistem yang tertutup. (Madhevi dkk.. 2006).

Radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)adalah suatu senyawa organik

yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λmax 517

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Dimana warna kuning yang terbentuk terjadi apabila larutan DPPH dicampur dengan suatu zat yang dapat menyumbangkan atom hidrogen, maka reaksi inilah yang menimbulkan bentuk pengurangan dengan kehilangan warna ungu (Molyneux, 2004).

Mekanisme yang terbentuk antara reaksi radikal DPPH dengan antioksidan ialah sebagai berikut :

Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007; Pribadi, 2009). Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Gambar 9.) (Pratimasari, 2009).

Gambar 9. Mekanisme reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Windono dkk..

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 10. Resonansi pada struktur DPPH (Windono dkk.. 2001; Pratimasari,

2009)

G.

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak (Esti dan Sediadi, 2000). Sedangkan menurut Satuhu (1996) dalam Sudarmantosastro (2008) , sari buah merupakan larutan inti daging buah yang diencerkan, sehingga memiliki cita rasa yang sama dengan buah aslinya.

Sari Buah

Menurut Esti dan Sediadi (2000), pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu :

1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperolehdari pengepresan daging buah, biasanya dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.

2. Sari buah pekat / sirup yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air).

Proses pengolahan produk sari buah umumnya masih dilakukan secara sederhana. Sari buah yang dihasilkan masih bersifat keruh dan mengandung endapan, akibat tingginya kadar pektin buah. Sehingga berdasarkan tingkat kekeruhannya, maka dikenal ada dua jenis sari buah, yaitu sari buah jernih dan sari buah keruh (Astawan, 1991; Sudarmantosastro, 2008).

Sari buah biasanya memiliki pH rendah karena kaya akan asam organik, total kandungan asam organik dalam sari buah biasanya berkisar antara 0,2 % dalam sari buah pir sampai dengan 8,5 % dalam jeruk limau sedangkan nilai pH sebagian besar sari buah berkisar antara 3,0 dan 4,0 (Tressler dan Joslyn, 1961; Sudarmantosastro, 2008)

Mekanisme pembuatan sari buah menurut Sudarmantosastro (2008), ialah sebagai berikut :

1. Pemilihan dan penentuan kemasakan buah

Umumnya industri pengolah sari buah dan juga industri pengalengan buah, yang dipertimbangkan dalam pemilihan buah adalah bentuk buah, ukuran, warna, banyak sedikitnya noda yang merupakan kerusakan. Berbagai jenis buah mempunyai kandungan air cukup banyak atau rata-rata kandungan airnya 60 %. Untuk mendapatkan sari buah yang baik sebaiknya dipilih buah yang masak. Buah yang kurang masak, lewat masak atau busuk akan menghasilkan sari buah yang kualitasnya rendah. Setiap pabrik mempunyai cara dan standar tersendiri serta ahli yang berdasarkan pengamatan dan pengalaman menentukan kriteria kemasakan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

buah yang diolah. Sehingga hal ini merupakan faktor penentu aspek kualitas dari produk sari buah yang akan dibuat.

2. Sortasi dan pengupasan

Sortasi dilakukan sebagai pemilihan ulang agar didapat hasil yang seragam. Serta dilakukan pengupasan dengan tujuan untuk bagian-bagian yang tidak dikehendaki maupun bagian yang tidak bisa dimanfaatkan.

3. Pemotongan dan pencucian

Pemotongan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh potongan-potongan buah, sehingga pada saat diekstrak, cairan yang ada didalam buah dapat secara optimum terekstrak. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran atau noda debu yang tidak dikehendaki.

4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah salah satu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu sistem campuran, baik yang berupa campuran padatan-padatan, padatan-cairan maupun cairan-cairan. Produk utama yang dikehendaki dari ekstraksi adalah ekstraknya sedangkan ampas atau residunya merupakan hasil samping.

Ekstraksi dengan cara mekanis prinsipnya adalah pemberian tekanan pada sejumlah bahan tertentu sehingga komponen terdorong terpisah dan keluar dari sistem campuran. Ekstraksi ini dipengaruhi oleh sifat mengalir atau fluiditas bahan yang diproses, tekanan yang digunakan, dan waktu yang diberikan.

Pada proses ekstraksi, Frekuensi ekstraksi yang diberikan juga sangat mempengaruhi volume ekstrak yang dihasilkan. Semakin besar frekuensi ekstraksi, semakin besar pula volume ekstrak yang diperoleh. Dengan demikian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

jumlah senyawa yang terkstrak di dalamnya juga akan semakin meningkat. Ekstraksi mekanis sangat memperhatikan jumlah ekstrak yang dapat dihasilkan dengan mengetahui rendemen pengempaan tersebut, yaitu perbandingan antara jumlah ekstrak (sari buah) yang dapat dihasilkan dengan jumlah bahan awal yang

diekstrak. Selain rendemen, diperhatikan juga recovery

5. Pemisahan / penyaringan

-nya yaitu jumlah ekstrak yang dikeluarkan dibandingkan dengan jumlah kandungan air (cairan) dalam bahan.

Sari buah yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat. Sehingga perlu dihilangkan agar mendapatkan sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan dengan penyaringan. Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi pengendapan padat karena adanya gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil bagian jernihnya. Selain itu untuk mempercepat proses pemisahan juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan penjernih pada minuman sari buah tersebut. Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan kain atau kertas saring.

6. Pencampuran

Sari buah yang didapat tidak hanya dari satu kali pengepresan, namun dari berbagai pengepresan, dimana hasil dari masing-masing pengepresan tidak sama. Maka agar mendapatkan hasil sari buah yang seragam maka harus dicampur. Keseragaman komposisi dan bau sangat diharapkan agar mendapat standart kualitas yang tetap.

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pembotolan sari buah apel dilakukan dengan botol gelas sebagai wadah. Karena botol gelas mempunyao sifat inert (tidak bereaksi dengan bahan, tahan asam, tidak korosif, dan bersifat transparan). Sebelumnya botol-botol yang digunakan sudah disterilisasi terlebih dahulu sehingga botol-botol yang digunakan dapat mempertahankan mutu dari produk sari buah tersebut.

8. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dalam produk dengan pemanasan. Pasteurisasi hanya cocok dilakukan untuk produk makanan dengan pH di bawah 4,2. Pasteurisasi dilakukan

pada suhu 71,1-750C selama 15-16 detik (High Temperature Short Time) atau

pada suhu 610

9. Pendinginan

C selama 30 menit (Low Temperature Long Time).

Tahap ini dilakukan untuk mengkondisikan agar sari buah lebih awet. Untuk mempertahankan kualitas dari sari buah yang dibuat maka sari buah tersebut dapat disimpan pada suhu refrigerator antara 4-10°C. Karena pada suhu tersebut aktivitas kehidupan mikrobia perusak dapat terhambat pertumbuhannya.

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 11. Diagram alir pembuatan sari buah pada umumnya (Sudarmantosastro, 2008)

Buah

Pemilihan dan Penentuan kemasakan buah

Sortasi dan Pengupasan

Pemotongan dan Pencucian

Ekstraksi

Pemisahan / penyaringan

Pencampuran

Pembotolan sari buah

Pasteurisasi

Pendinginan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

H. Kitosan

Kitosan merupakan limbah atau produk samping dari pengolahan udang dan rajungan. Secara alami bahan ini dapat ditemukan pada dinding sel ragi, jamur

dan kulit Crustacea (udang-udangan) seperti kepiting, udang dan lobster. Selain

itu juga terdapat pada kerangka luar (Eksoskeleton) zooplankton, coral dan

ubur-ubur (Saparinto dan Diana, 2006).

Kitosan adalah nama yang digunakan untuk bentuk asetil terkecil dari kitin yang utamanya terkomposisi atas glukosamin, 2-amino-2-deaksi-D-glukosa. Kitosan memiliki tiga gugus reaktif, yaitu sebuah gugus amina serta dua buah gugus hidroksil primer dan sekunder yang masing-masing terletak pada atom C-2, C-3 dan C-6 (Pamungkas, 2008). Menurut Hardjito (2006), karakteristik fisika-kimia kitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Kitosan sedikit mudah larut dalam air dan mempunyai muatan positif yang kuat. Sifat kelarutan kitosan dipengaruhi oleh berat molekul, derajat deasetilasi, rotasi spesifik yang bervariasi serta tergantung dari sumber dan metode isolasinya (Austin,1984 dalam Latar, 2007).

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Kitosan berbeda dengan polisakarida lainnya seperti selulosa, alginate dan pectin yang memiliki sifat netral atau asam. Kitosan bersifat basa karena memiliki gugus amina dalam jumlah besar (Mak dan Sun, 2008 dalam Nasution, 2010). Gugus ini dapat mengalami protonasi pada pH kurang dari 6,5 dan ini menjadikan kitosan bersifat polimer kationik (Nasution, 2010).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kitosan berfungsi sebagai antioksidan (Kim & Thomas, 2007 dalam Pamungkas, 2008). Yen dkk (2008) dalam Pamungkas 2008 melaporkan bahwa dengan menggunakan metode konjugasi diena, kitosan yang berasal dari kepiting memperlihatkan aktivitas antioksidan yaitu sebesar 58,3-70,2% pada konsentrasi 1 mg/ml dan 79,9-85,2% pada konsentrasi 10 mg/ml. Kitosan dapat bertindak sebagai antioksidan primer dan sekunder. Mekanisme antioksidan sekunder pada kitosan adalah adanya kemampuan dalam mengkhelat logam dan mengikat lipid. Meningkatkan konsentrasi kitosan akan meningkatkan aktivitas antioksidan.

Xie dkk (2001) menjelaskan bahwa mekanisme pengikatan radikal bebas

oleh kitosan berhubungan dengan fakta bahwa gugus radikal OH- dari proses

oksidasi lipid dapat bereaksi dengan ion hydrogen dari gugus amonium (NH3+)

pada kitosan membentuk suatu molekul yang lebih stabil. Aktivitas pengikat oleh

kitosan terhadap gugus radikal OH

-1. Gugus hidroksil di dalam unit polisakarida pada kitosan dapat bereaksi

dengan OH

dapat terjadi sebagai berikut :

2. Gugus OH

pada tipe reaksi pumutusan gugus atom H.

dapat bereaksi dengan gugus amina bebas (NH2) membentuk

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Gugus NH2 dapat membentuk gugus ammonium NH3+ dengan

mengabsorbsi ion H+

Menurut Sandford dan Hutchins (1987) dalam Meriatna (2008) sifat kationik, biologi dan sifat kimia kitosan adalah sebagai berikut :

dari larutan, kemudian bereaksi dengan OH melalui reaksi lanjutan.

1. Sifat kationik

a. Linier polielektrolit pada pH asam.

b. Jumlah muatan positif tinggi : satu muatan atau unit gugus

glukosamin, jika banyak material yang bermuatan negatif maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan permukaan negatif.

c. Flokulan yang baik : gugus NH3+

d. Mengikat ion-ion logam ( Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Zn, Pt, dan U)

berinteraksi dengan muatan negatif dari koloid.

2. Sifat biologi

a. Dapat terdegradasi secara alami.

b. Polimer alam.

c. Non toksik

3. Sifat kimia

a. Linier oliamin (poli D_glukosamin) yang memiliki gugus amino yang

baik untuk reaksi kimia serta pembentuk garam dan asam.

b. Gugus amino yang reaktif.

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Menurut Sandford (1989) dalam Danggi (2010), pada suasana asam, gugus

amina bebas (NH2) dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina

kationik (NH3

Menurut Suhartono (2006) dalam Irianto dan Soesilo (2007), dalam bidang

pangan kitosan biasanya digunakan sebagai senyawa penyerap lemak, flavour,

pengawet, pembentuk tekstur, emulsifier, dan penjernih minuman. Dosis

penggunaan kitosan yang diperbolehkan adalah 1,5 % (Saparinto dan Diana, 2006).

). Kation dalam kitosan akan bereaksi dengan polimer anion membentuk kompleks elektrolit dan kitosan akan menggumpal.

I. Koagulasi

Koagulasi merupakan penyerapan bagian-bagian dari suatu koloid menjadi berbagai bentuk yang lebih besar sehingga mampu untuk mengendap. Koloid dikategorikan manjadi dua yaitu koloid hidrofobik dan hidrofilik. Koloid hidrofobik tidak beraksi dengan air, sedangkan koloid hidrofilik bereaksi dengan air. Ukuran partikel koloid cenderung mempengaruhi endapan partikel dalam suatu media. Koloid sering memerlukan koagulasi untuk mencapai ukuran partikel tertentu agar dapat terbentuk suatu endapan (Murniati, 2007)

Kitosan dapat digunakan sebagai penjernih minuman karena kitosan memiliki sifat sebagai koagulan, dimana cangkang rajungan mengandung bahan polikarbohidrat yang berfungsi mengendapkan kotoran-kotoran yang terkandung di dalam minuman (Kusumo dan Digwijaya, 2010).

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Proses terjadinya koagulasi menurut Cherimisinoff (1989) dalam Murniati (2007) adalah sebagai berikut :

1. Partikel koloid (suspensi) yang bermuatan negatif menarik partikel koagulan

(polimer) yang bermuatan positif.

2. Ion-ion positif kemudian menyelubungi partikel koloid dan membentuk

lapisan rapat muatan didekat permukaannya yang disebut lapisan kokoh /

tetap (fixed layer).

3. Lapisan kokoh dikelilingi lagi oleh sejumlah ion-ion yang berlawanan

muatan yang disebut sebagai difusi (difussed layer)

4. Didalam lapisan difusi terdapat bagian geser (shear plane) batas dimana

ion-ion yang berlawanan muatan dapat tersapu dari permukaan partikel karena gerakan fluida.

5. Kumpulan ion-ion berlawanan akan mengelilingi partikel koloid dan

muatan-muatan permukaannya itu disebut lapisan ganda listrik.

6. Potensial listrik diantara bidang geser dan badan cairan disebut potensial

zeta. Potensial zeta ini berhubungan dengan muatan partikel dan ketebalan lapisan ganda. Ketebalan lapisan bergantung dari konsentrasi ion, semakin besar konsentrasi ion maka semakin kecil ketebalan lapisan ganda dan berarti semakin rapat muatan. Penambahan kation sampai jumlah tertentu akan merubah besar potensial zeta sehingga akan melampaui besar gaya tolak-menolak yang ada, dengan demikian partikel koloid dapat saling mendekati dan saling menempel satu sama lain sehingga terjadinya peristiwa

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pemampatan lapisan ganda, sehingga tidak akan terbentuknya suatu endapan lagi.

Dokumen terkait