• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.5 Memahami dan menjelaskan ibadah yang dapat dijalankan dalam keadaan suci dan tidak suc

Dalam dokumen WRAP UP SKENARIO 3 BLOK ENDOKRIN DAN MET (Halaman 52-58)

DIAGNOSIS Amenorea

L. I.5 Memahami dan menjelaskan ibadah yang dapat dijalankan dalam keadaan suci dan tidak suc

d. Makna Istihadhah

Istihadhah ialah keluarnya darah terus menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar sehari atau dua hari dalam sebulan.

e. Kondisi wanita mustahadhah

4. Sebelum mengalami istihadhah, dia mempunyai haid yang jelas waktunya.

Dalam kondisi ini hendaklah dia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah. Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar

terus menerus. Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah. Berdasarkan hadits Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi saw,

ِيتتتتللا ممَّاتيللما رمددتتقم ةملمتصل لا ِيتعتدم ندتكتلموم ققردعت كملتذم نلإت لم : لمَّاقم ؟ ةملمصل لا ععدمأمفمأم رعهعطدأم لم فم ضع َّاحمتمسدأع ِيننإت ات لمودسعرم َّايم ِيلنصم وم ِيلتستتمغدا ملثع َّاهميدفت نميدضت يدحتتم تت ندكع .

“Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat?” Nabi saw menjawab, “Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat.”

(HR. Al-Bukhari).

5. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali dia mendapatkan darah. Dalam kondisi ini hendaknya dia melakukan tamyiz (pembedaan), seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental, atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah. Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapat darah dan darah itu keluar terus menerus, akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwarna hitam kemudian setelah itu berwarna merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya kental kemudian setelah itu encer, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau. Maka haidnya yaitu darah yang berwarna hitam (pada kasus pertama), darah kental (pada kasus kedua) dan darah yang berbau (pada kasus ketiga). Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah.

Berdasarkan sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:

ومتتهع َّاتتممنلإتفم ِيلنصم وم ِيئتضل ومتمفم رمخملا نمَّاكم اذمإتفم ةتلمصل لا نتعم ِيكتستمدأمفم كملتذم نمَّاكم اذمإتفم فعرمعديع دعومسدأم هعنلإتفم ةتضم يدحملا معدم نمَّاكم اذمإت ققردعت .

“Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui. Jika demikian maka tinggalkan shalat. Tetapi jika selainnya maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit.”

(HR. Abu Dawud, an-Nasa`Abu dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim). 6. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat

darahnya.

Seperti jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya memiliki satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang selebihnya merupakan istihadhah. Misalnya seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal lima dan darah itu keluar terus menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid baik melalui warna ataupun

dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam hari atau tujuh hari dimulai dari tanggal lima tersebut.

Hal ini berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy bahwa ia berkata kepada Nabi saw, “Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadhah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa?” Beliau bersabda, “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan meletakkannya pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah.” Hamnah berkata, “Darahnya lebih banyak dari itu.” Nabi saw pun bersabda, “Ini hanyalah salah satu usikan setan. Maka hitunglah haidmu enam atau tujuh hari menurut ilmu Allah Taala, lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 23 hari, dan puasalah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan at-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut al-Bukhari hasan).

f. Hukum-hukum istihadhah

Dari penjelasan terdahulu, dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan sebagai darah istihadhah. Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum- hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlaku pun hukum- hukum istihadhah. Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum istihadhah seperti halnya hukum-hukum keadaan suci. Tidak ada perbedaan antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal-hal berikut:

1. Wanita mustahdhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy. ةةلم صم لنكعلت ِيئتضل ومتم ملثع .

“Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat.” (Hr. Al-Bukhari)

Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya.

2. Ketika hendak berwudhu,

Membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan kapas (atau pembalut) pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah. Berdasarkan sabda Nabi saw kepada Hamnah. “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas, karena hal itu dapat menyerap darah.” Hamnah berkata, “Darahnya lebih banyak dari itu.” Nabi bersabda, “Gunakan kain.” Kata Hamnah, “Darahnya masih banyak pula.” Nabi pun bersabda, “Maka pakailah penahan.” Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa hukumnya. Karena sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:

رتيدصت حملا َىلمعم معدللا رمطم قم ندإتوم ِيلنصم ملثع ةةلم صم لنكعلت ِيئتضل ومتموم ِيلتستتمغدا ملثع كتضت يَيحمتم ممَّايلأم ةملم صل لا ِيبتنتتمجدات .

“Tinggalkan shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes di atas alas.”

3. Jima’ (senggama).

Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak dikhawatirkan menyebabkan zina. Yang benar adalah boleh secara mutlak. Karena ada banyak wanita, mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada zaman nabi, sementara Allah dan rasulNya tidak melarang jima’ dengan mereka. FirmanNya,

“Hendaknya kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…” (Al-Baqarah: 222). Ayat ini menunjukkan bahwa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari sitri. Kalaupun shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah maka jima’ pun tentu lebih boleh. Dan tidak benar jima’ wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima’ wanita haid, karena keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab, mengkiaskan sesuatu dengan hal yang berbeda adalah tidak sah.

(Rujukan: Darah kebiasaan wanita, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin). Haid (Menstruasi)

Yaitu darah yang keluar dari seorang wanita secara alami, tanpa suatu sebab dan pada waktu- waktu tertentu.

4. Usia wanita yang mengalami haid tidak tertentu, kapan seorang wanita melihat pada dirinya darah haid maka ia telah dianggap haid, walaupun belum berusia 9 tahun atau berusia di atas 50 tahun.

5. Batas minimal dan maksimal masa haid tidak tentu, kapan seorang wanita melihat darah kebiasaan tersebut bukan karena luka dan sebagainya maka darah itu adalah darah haid tanpa diukur dengan masa tertentu. Kecuali jika haid itu berlanjut dan tidak berhenti atau berhenti dalam waktu singkat itu disebut istihadhah.

6. Haid itu akan berhenti dengan keluarnya lender putih yaitu cairan wanita, maka terdapat dua kemungkinan ; bila itu terjadi dalam masa haid dan ia menganggapnya sebagai daraah haid yang ia kenal, maka itu berarti darah haid, dan bila terjadi diluar kebiasaan waktu haid dan ia tidak menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka darah itu tidak ada hukumnya karena termasuk sesuatu yang sedikit (yang dimaafkan).

Tata Cara Bersuci Dari Haid Dan Junub

Cara mandi bagi wanita yang sudah selesai haidnya atau telah berjunub adalah sama dengan cara laki-laki mandi junub, hanya bagi wanita tidak wajib atasnya melepas ikatan atau kepangan (jalinan) rambutnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah ra. berikut ini: "Seorang wanita berkata kepada Rasulullah SAW: "Sesungguhnya aku adalah orang yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku (harus) membuka ikatan rambut ku untuk mandi janabat." Rasulullah menjawab: "Sungguh cukup bagimu menuang mengguyur) atas kepalamu tiga tuangan dengan air kemudian engkau siram seluruh badanmu, maka sungguh dengan berbuat demikian) engkau telah bersuci." {HR. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dan dia berkata hadits ini adalah hasan shahih). Dalam riwayat lain hadits ini dari jalan Abdurrazaq dengan lafadz: "Apakah aku harus (harus) melepaskannya (ikatan rambutku) untuk mandi janabat?" disunahkan bagi wanita apabila mandi dari haid atau nifas memakai kapas yang ditaruh padanya minyak wangi lalu digunakan untuk membersihkan bekas darah agar tidak meninggalkan bau. Dan juga firman Allah SWT: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid , katakanlah haid itu kotoran yang menyakitkan) maka dari itu jauhkanlah diri kalian dari

wanita (istri) yang sedang haiddan janganlah engkau mendekati mereka, sampai mereka bersuci (mandi)." {Al-Baqarah : 222}

Adapun tata cara mandi yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah:

9. mencuci kedua tangan sekali, dua kali atau tiga kali.

10. lalu mencuci kemaluan dengan tangan kiri, setelah itu tangan bekas menggsok kemaluan tersebut digosokan ke bumi.

11. kemudian berwudhu seperti wudhunyaorang yang mau shalat. Boleh mengakhirkan kedua kaki (dalam berwudhu tidak mencuci kaki)sampai mandi selesaibaru kemudian mencuci kedua kaki.

12. membasahi kepala sampai pangkal rambutdengan menyela-nyelanya dengan jari- jemari.

13. setelah itu menuangkan air di atas kepala sebanyak tiga kali.

14. kemudian menyiram seluruh tubuh, dimulai dengan bagian kanan tubuh lalu bagian kiri sambil membersihkan kedua ketiak, telinga bagian dalam, pusar dan jari jemari kaki serta menggosok baagian tubuh yang mungkin digosok.

15. selesai mandi, mencuci kedua kaki bagi yang mengakhirkannya (tidak mencucinya tatkala berwudhu)

16. membersihkan/mengeringkan air yang ada di badan dengan tangan (dan boleh dengan handuk atau lainnya)

DAFTAR PUSTAKA

http://muslimah.or.id/ramadhan/hukum-obat-pencegah-haid-selama-ramadhan-amalan- wanita-haid.html

Cormack D.H. Introduction to Histology. Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 1984:299- 303

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan Terapeutik FKUI

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier

Soundres

Harrison’s : Principles of Internal medicine, 18th

http://emedicine.medscape.com/article/953945-treatment

Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10th edition, Washington, Lange,

2003: 316-23

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2005

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC. Murray,RK et al (2003). Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC

Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : 2006 Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Sarwono, 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12 th edition, William &

Wilkins, Baltimore, 809 – 831

Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001 Snell,RS.(2006).Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.EGC

Dalam dokumen WRAP UP SKENARIO 3 BLOK ENDOKRIN DAN MET (Halaman 52-58)

Dokumen terkait