• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membedakan Komisi-Komisi Kebenaran dari Pengadilan

Bagian I: Tinjauan Umum terhadap Keadilan Transisional

Bagian 4: Membedakan Komisi-Komisi Kebenaran dari Pengadilan

Di luar segala hal yang telah disebutkan tentang komisi kebenaran, jelaslah bahwa komisi kebenaran bukanlah pengadilan. Namun demikian, terdapat kesamaan yang penting antara komisi kebenaran dan pengadilan, di samping juga terdapat tumpang tindih dalam tujuan-tujuan keduanya. Bagian ini akan memeriksa perbedaan dan kesamaan utama antara keduanya, dan mengeksplorasi sejauh mana keduanya bisa saling melengkapi.

Forum-Forum Judisial

Dalam lima belas tahun terakhir, terdapat ekspansi yang patut dicatat dalam hal keragaman dan penggunaan pengadilan nasional dan internasional untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran-pelanggaran terkait. Kebanyakan dari ekspansi ini dilahirkan dari keputusan-keputusan yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh Dewan Keamanan PBB untuk mendirikan Pengadilan Pidana Internasional ad hoc untuk bekas Yugoslavia (ICTY) pada tahun 1993.297 Tindakan ini menjadi semacam tonggak bagi penciptaan hal serupa setelahnya – sekali lagi oleh Dewan Keamanan PBB – yaitu pembentukan Pengadilan Pidana Internasional ad hoc untuk Rwanda (ICTR).298 Pada gilirannya, preseden-preseden ini memungkinkan bagi pendirian suatu Mahkamah Pidana Internasional yang permanen (ICC).299 Petikan pelajaran dari pengalaman kedua pengadilan pidana internasional

ad hoc tersebut, dan ongkosnya yang tinggi bagi negara-negara anggota PBB, pada gilirannya menghasilkan penciptaan pengadilan hibrida nasional-internasional. Pengadilan-pengadilan seperti itu telah dibentuk di Kosovo (panel-panel “Regulasi 64”),300 Timor-Leste (“Panel-Panel Kejahatan Berat”),301 Sierra Leone (“Pengadilan Khusus”),302 Bosnia dan Herzegovina (“Sidang Kejahatan Perang”),303 dan Kamboja (“Sidang Luar Biasa”).304

Semangat keadilan internasional yang diluncurkan oleh ICTY juga bergayung sambut dengan keberhasilan yang patut dicatat dari pengadilan-pengadilan nasional, dalam mengadili kejahatan-kejahatan terkait hak asasi manusia baik yang domestik maupun yang ekstrateritorial. Sebagai contoh, di negeri seperti Rwanda, ribuan orang telah diadili di pengadilan-pengadilan domestik untuk genosida,305 dan sekarang ribuan lagi sedang diadili oleh sebuah mekanisme akuntabilitas di tingkat-kampung yang disebut gacaca,

yang sebagian didasarkan pada model resolusi konlik tradisional

Rwanda.306 Baru-baru ini di banyak negeri di Eropa dan Amerika Latin (dan di tempat-tempat lain juga), pengadilan pidana domestik juga telah menyelenggarakan sejumlah tindakan terkait hak asasi manusia dengan dasar jurisdiksi universal atau prinsip-prinsip jurisdiksional yang serupa.307

Sementara pengadilan pidana merupakan respons yang alamiah dan tepat untuk menangani para pelaku pelanggaran hak asasi manusia yang berat, persidangan non-pidana juga bisa menjadi hal yang penting. Mahkamah Internasional (International Court of Justice), sebuah mahkamah yang menangani pertikaian antara negara-negara, telah menjadi semakin terlibat dalam kasus-kasus dan klaim-klaim yang berkaitan dengan hak asasi manusia.308 Di tingkat regional, Pengadilan HAM Antar-Amerika dan Pengadilan HAM Eropa telah lama memainkan peran yang efektif dalam menangani klaim-klaim hak asasi manusia di masing-masing wilayah mereka,309 dan diramalkan bahwa pengadilan serupa yang baru berdiri yaitu Pengadilan Afrika untuk HAM dan Hak-Hak Rakyat pada akhirnya juga akan melakukan hal yang sama.310 Di tingkat domestik juga, gugatan-gugatan perdata (civil lawsuits) juga menjadi sarana yang penting untuk menyalurkan klaim-klaim hak asasi manusia. Di sekurang-kurangnya satu negara – Amerika Serikat – juga ada jurisdiksi universal yang ekuivalen dalam gugatan untuk pelanggaran hak asasi manusia seperti penyiksaan dan penghilangan secara paksa.311

Juga masih ada forum-forum lain yang bisa menjalankan fungsi yang serupa dengan pengadilan dalam penanganan klaim-klaim yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Sebagai contoh, beraneka ragam proses yang formal dikelompokkan di bawah

tajuk “resolusi konlik alternatif” (alternative dispute resolution, ADR). Yang termasuk di dalamnya adalah memfasilitasi negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi yang tidak mengikat, dan arbitrasi yang mengikat.312 Juga terdapat pelbagai proses yang khas dan unik yang digambarkan sebagai bagian dari rubrik besar “keadilan restoratif” (restorative justice), yang mencakupi lingkaran mediasi korban-pelaku dan penghukuman.313

Beberapa Perbedaan Signiikan antara Pengadilan dan Komisi Kebenaran

Semua pengadilan berbeda dari semua komisi kebenaran dalam beberapa cara yang fundamental. Pertama, dalam proses komisi kebenaran tidak terdapat penggugat (plaintif), tidak ada penuntutan (prosecution), tidak ada pembelaan, dan tidak ada pengadilan. Yang ada hanyalah semata-mata penyelidikan dan pelaporan atas fakta-fakta hasil penyelidikan.314

Kedua, temuan-temuan yang didapatkan oleh komisi kebenaran menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang sangat berbeda dari temuan-temuan dalam pengadilan. Pengadilan mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi yang mengikat kepada individu-individu, yang sering kali melibatkan kehilangan properti tertentu atau kebebasan. Sebaliknya, komisi kebenaran tidak dapat menjatuhkan hukuman perdata ataupun pidana.315 Bahkan ketika sebuah komisi kebenaran menaruh nama seseorang

dalam sebuah datar para pelaku pelanggaran, pencantuman itu

pada umumnya tidak dengan sendirinya memiliki dampak hukum. Itu tidak berarti bahwa dampak sosial dan politik dari temuan-temuan sebuah komisi kebenaran tidaklah besar; tetapi itu adalah sebuah persoalan tentang konteks, bukan hukum.

Ketiga adalah bahwa komisi kebenaran memiliki fungsi yang umumnya tidak sesuai dengan pengadilan. Sebagai contoh, sebuah komisi kebenaran bisa diharapkan untuk menganalisis sebab-sebab

sosial dari sebuah konlik, berkontribusi bagi rekonsiliasi nasional,

atau mementingkan para korban melalui acara dengar kesaksian publik yang berpusat pada korban. Sementara pengadilan-pengadilan pidana kadang-kadang ingin sekali untuk mengisi atau menjalankan beberapa dari fungsi-fungsi komisi kebenaran tersebut, pengadilan-pengadilan pidana itu justru sangat membantu terpenuhinya salah satu tujuan utama sebuah pengadilan, yaitu membuat batasan-batasan tanggung jawab dari seseorang yang telah dinyatakan bersalah. Sebuah pengadilan pidana diharapkan bisa menjawab satu pertanyaan: apakah terdapat bukti melampaui suatu keraguan yang beralasan (atau standard pembuktian yang ekuivalen) bahwa terdakwa telah melakukan kejahatan yang telah dituduhkan kepadanya.316 Hal ini benar bahkan untuk pengadilan-pengadilan pidana yang melibatkan “kejahatan-kejahatan sistem”, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, yang pada umumnya membutuhkan bukti berupa perbuatan dari sebuah tindakan yang dilarang secara hukum (misalnya, pembunuhan) dan adanya sebuah konteks yang lebih luas (misalnya, “dilakukan sebagai bagian dari sebuah serangan yang meluas atau sistematik terhadap penduduk warga sipil, dengan pengetahuan akan serangan tersebut”).317 Individu, bukan sistem, adalah yang senyata-nyatanya diadili, bahkan jika pengadilan meningkatkan pemahaman publik tentang konteks yang lebih besar di mana pelanggaran atau kejahatan terjadi.

Bukti yang menjadi sandaran bagi kesimpulan yang diambil oleh sebuah komisi kebenaran juga cenderung berbeda secara kualitatif dari yang digunakan dalam pengadilan. Upaya untuk menyembuhkan suatu masyarakat yang telah diobrak-abrik oleh kekerasan, dan untuk memfasilitasi konsensus sosial, melibatkan kepedulian yang benar-benar berbeda dari penalaran pengadilan

yang terlokalisasi, lebih berfokus ke dalam negeri, dan lebih berdasarkan pada preseden yang ada. Kepedulian yang semakin meningkat dari sebuah komisi kebenaran dengan pengalaman-pengalaman korban bertentangan dengan imperatif biasa dari pengadilan untuk memeriksa dan mempertanyakan secara netral testimoni dari para saksi. Dalam sebuah cara yang terpusat-pada-korban, penuturkisahan korban itu sendiri bisa menjadi semakin penting – terlepas dari ketepatannya atau kedapatditerimaannya sebagai bukti di pengadilan – dan testimoni saksi memberikan suatu kebenaran yang presumptif.318

Beberapa Kesamaan Signiikan antara Pengadilan dan Komisi Kebenaran

Kesamaan antara komisi kebenaran dan pengadilan sering kali tidak diperhatikan. Kedua badan itu memiliki potensi untuk berkontribusi bagi sasaran-sasaran seperti kebenaran, keadilan, reparasi, reformasi, debat publik, dan validasi pengalaman-pengalaman korban.319

Kebenaran

Meskipun sering kali dilihat bahwa komisi kebenaran merupakan wahana yang mumpuni untuk menghasilkan penuturan kebenaran (truth telling), pengadilan bisa memainkan fungsi yang sama juga. Kadang-kadang salah satu dari tujuan utama pengadilan sesungguhnya adalah untuk mengajari sebuah negeri tentang masa lalunya dan memperkuat introspeksi publiknya. Pengadilan-pengadilan seperti Pengadilan Nuremberg dan Tokyo, meskipun kontroversial dilihat dari sudut pandang proses acaranya, sering kali dimasukkan dalam model ini.320 Demikian juga dengan pengadilan terhadap mantan pejabat Nazi, Adolf Eichmann, yang diadili di Israel tahun 1960-an,321 dan mantan kolaborator Nazi, Maurice Papon, yang diadili di Perancis tahun 1990-an.322

Sebuah fenomena yang berbeda adalah “pengadilan-pengadilan kebenaran” Argentina, yang tujuan utamanya adalah untuk membuat supaya kebenaran itu diketahui dan membuatnya divalidasi secara judisial. Pengadilan-pengadilan tersebut secara eksplisit terbatas pada penyelidikan dan dokumentasi kejahatan, tanpa pelbagai kemungkinan akan adanya penuntutan dan penghukuman.323 Pengadilan-pengadilan yang dilangsungkan di Cili di bawah apa yang disebut sebagai doktrin Aylwin memiliki sebuah dimensi pencarian kebenaran yang sama-sama kuatnya. Doktrin tersebut memampukan pengadilan-pengadilan Cili untuk menolak menerapkan suatu hukum amnesti nasional yang berlaku begitu saja sampai fakta-fakta dari suatu kasus (termasuk identitas dari orang yang disangkakan sebagai penggagas kejahatan) diketahui kebenarannya.324 Acara dengar kesaksian Aturan 61 dari ICTY pada tahun 1990-an di mana para korban – dan hanya para korban – secara publik diperiksa atas pelanggaran mereka membentuk sebuah model yang lain dari penceritaan kebenaran di pengadilan. Acara dengar kesaksian Aturan 61 memiliki sebuah fokus terencana atas kebenaran dan dalam beberapa hal serupa dengan acara-acara dengar kesaksian publik dari komisi kebenaran.325

Ketika seseorang melihat melampaui momen pengadilan kepada tahap-tahap lain dari suatu proses judisial, tumpang tindih tambahan dalam bidang pencarian kebenaran menjadi jelas. Sebagai contoh, pada tahap-tahap sebelumnya dari suatu pengadilan pidana dengan sistem common law, polisi dan penuntut – tidak untuk menyebut para juri-juri agung (grand jury)326 atau penuntut-penuntut khusus327 – bisa menjalankan fungsi penyelidikan penting yang analog dengan fungsi-fungsi komisi kebenaran. Kesediaan mengaku bersalah (plea bargaining), yang melibatkan pertukaran dari pengakuan atas kejahatan dan kerja sama dengan pengampunan, juga memiliki sebuah dimensi pencarian kebenaran yang biasa.328 Komponen kebenaran ditingkatkan ketika sebuah kesediaan mengaku bersalah membutuhkan sebuah acara dengar publik untuk penghukuman.329

Dalam proses persidangan perdata dengan sistem common law, kasusnya bukanlah tidak sama: proses pemeriksaan (discovery) praperadilan dalam sistem common law, misalnya, diarahkan secara eksklusif kepada pencarian kebenaran.330 Sebagaimana halnya dengan tradisi civil law, hakim pemeriksaan awal (investigative magistrate, juges d’instruction) menjalankan fungsi pencarian kebenaran yang sama dengan fungsi dari komisi kebenaran.331 Hal ini tampak sama dengan fungsi hakim-hakim sidang pra-peradilan (pretrial judges) dalam pengadilan-pengadilan pidana internasional.332 Upaya-upaya judisial seperti habeas corpus (hak atas suatu ketentuan tentang validitas penahanan seseorang) juga mengandung karakter pencarian kebenaran.

Namun, dengan beberapa kekecualian,333 pengadilan dan aktor-aktor lain dalam sistem pengadilan formal jarang bekerja dengan cakupan penyelidikan yang sama dengan sebuah komisi kebenaran.334 Penyelidikan yang besar dan penuturan kebenaran secara publik atas kejadian-kejadian yang menjadi urusan komisi kebenaran bisa menyumbang suatu “narasi utama dari kisah penindasan”335 dan membantu “mengurangi jumlah kebohongan yang beredar tanpa tertandingi dalam diskursus publik”.336 Banyak komisi kebenaran juga telah menjadi instrumen dalam menentukan lokasi keberadaan ratusan atau bahkan ribuan orang-orang yang hilang yang mungkin telah dihilangkan secara paksa – suatu hasil yang berada sepenuhnya di luar jangkauan biasa dari wewenang sebuah pengadilan.

Namun demikian, seseorang tidak boleh melebih-lebihkan keutamaan penuturan kebenaran dari sebuah komisi kebenaran. Karena keterbatasan waktu dan sumber daya, komisi-komisi kebenaran jarang memeriksa lebih dari beberapa ratus kasus individual dengan kedalaman, dan tidak satu pun dari kasus individual itu diperiksa dengan kedalaman seperti halnya sebuah pengadilan pidana yang lengkap dan panjang.337 Keterbatasan waktu

dan sumber daya juga menghalangi kebanyakan komisi kebenaran dalam membuka ruang bari para korban untuk memberikan kesaksian di hadapan publik ketika mereka diberikan kesempatan untuk itu; keterbatasan itu membuat hanya beberapa persen saja yang bisa memberikan kesaksian publik.338 Akhirnya, komisi kebenaran tampaknya tidak lebih baik dari pada pengadilan dalam mencegah seseorang dari menutup-nutupi atau membengkokkan fakta.

Keadilan

Jika pantas untuk dikatakan bahwa pengadilan gagal menerima penghargaan secara penuh dalam hal kebenaran, juga pantas untuk dikatakan bahwa komisi kebenaran jarang menerima penghargaan secara penuh dalam hal keadilan. Sebagai contoh, kerja komisi kebenaran dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, dan merawat bukti untuk digunakan dalam penuntutan yang sedang berlangsung atau penuntutan yang akan dilakukan nanti sering kali tidak diapresiasi atau tidak dianggap penting.339 Padahal, banyak kali, informasi yang memberatkan yang terkandung dalam laporan akhir atau arsip-arsip komisi kebenaran justru telah membawa kasus tersebut untuk berlanjut ke pengadilan.340 Komisi kebenaran juga cenderung membuat rekomendasi dalam laporan inal mereka

tentang perlunya pengadilan pidana terhadap para tersangka pelaku.

Sekurang-kurangnya satu komisi kebenaran (yaitu, Argen-tina) sangat dipahami sebagai sebuah awalan ke penuntutan.341 Komisi-komisi lain (seperti, Peru) berjalan lebih jauh lagi sampai pada menyiapkan dan mengajukan kasus-kasus “yang siap” ke kantor Penuntut Umum untuk dilakukan penuntutan.342 Dan model yang barangkali merupakan yang terbaru yaitu komisi kebenaran di Timor-Leste yang bekerja secara bersama dengan sebuah pengadilan pidana hibrida. Kantor Penuntut Umum (KPU) dari pengadilan

tersebut memiliki jurisdiksi eksklusif terhadap “pelbagai tindak pidana yang serius”, sementara komisi kebenaran memiliki jurisdiksi atas semua kasus (yaitu, “tindakan merusak” pidana dan non-pidana). Komisi tersebut menerima pengakuan dan kemudian mengirimkan pengakuan itu kepada KPU, yang mempunyai empat belas hari membuat keputusan yang menentukan apakah berkas pengakuan tersebut mengungkapkan tindak pidana yang serius dan apakah pengaju pengakuan itu akan dituntut untuk tindakan-tindakan tersebut.343

Sebuah cara lain di mana komisi-komisi kebenaran mampu menyumbang keadilan adalah dengan secara kritis memeriksa peran lembaga peradilan dalam kegagalannya menghentikan kejahatan masa lalu. Ini adalah sebuah fungsi yang pada umumnya tidak dilakukan oleh para hakim. Kebanyakan komisi kebenaran, termasuk yang ada di Argentina, Cili, El Salvador, Afrika Selatan, dan Sierra Leone, telah memeriksa peran para hakim dalam membiarkan atau menghukum kejahatan-kejahatan masa lalu.344 Kritik tentang pengadilan terutama sangat kentara di El Salvador, di mana komisi kebenaran menegaskan ketidakmungkinan dari suatu pengadilan yang patut (fair trial) di depan pengadilan-pengadilan domestik dan mendesak pengunduran diri secara suka rela dari anggota-anggota Mahkamah Agung untuk memberikan kemungkinan bagi pengangkatan hakim-hakim baru yang akan menegakkan independensi judisial dan kedaulatan hukum. Presiden Mahkamah Agung merespon bahwa “hanya Tuhan” yang dapat menyingkirkan dia sebelum selesai masa jabatannya. Di bawah sebuah rumusan konstitusional yang telah direvisi, baik presiden maupun rekan-rekan kerjanya tidak ditunjuk untuk menjabat dalam sebuah Mahkamah Agung yang baru yang dibentuk pada tahun berikutnya.345

Komisi kebenaran juga mampu memberikan kontribusi khusus bagi keadilan karena karakter investigatif yang juga

dimilikinya. Sebagai contoh, standard-standard pembuktian yang

lebih leksibel yang digunakan oleh komisi-komisi kebenaran

(khususnya dibandingkan dengan pengadilan pidana dalam sistem

common law) bisa memfasilitasi tujuan pengadilan. Sementara di pengadilan seorang terdakwa bisa lepas dari pertanggungjawaban dengan bersandar pada pelarangan kriminalisasi retroaktif (dan pada argumen yang menyatakan bahwa tindakan terdakwa adalah legal atau sah secara hukum pada waktu dilakukan), prinsip tersebut tidak berlaku di hadapan suatu badan penyelidikan seperti sebuah komisi kebenaran. Juga, dengan tidak diikat oleh aturan pelarangan terhadap bukti, komisi kebenaran dapat menerima pelbagai bukti yang tersedia – sebuah kebebasan penting ketika seseorang mempertimbangkan penyembunyian secara luas suatu kejahatan yang pervasif (terjadi secara meluas) pada waktu perang atau masa represi (dan, dalam kasus penghilangan paksa, suatu elemen intrinsik dari kejahatan itu sendiri).

Pada waktu yang sama, nilai dari sebuah komisi kebenaran tidak dapat menggantikan nilai dari sebuah pengadilan.346 Juga tidak ada jaminan bahwa kerja sebuah komisi akan merangsang adanya penuntutan.347 Pada waktu yang sama, penting untuk mengakui bahwa dalam beberapa kasus yang ekstrem – sebagai contoh, di mana sebuah hukum amnesti secara efektif menyingkirkan jurisdiksi pengadilan-pengadilan lokal (misalnya, Ghana), atau di mana rejim-rejim yang telah digantikan masih terus saja memiliki

dan menggunakan kekuatan militer yang signiikan (misalnya,

Guatemala), atau di mana pengadilan-pengadilan domestik sangat korup atau tidak berfungsi (misalnya, Chad) – sebuah komisi kebenaran bisa merepresentasikan sebuah kemiripan yang paling dekat dengan pengadilan pada masa itu.348 Sesungguhnya, pada

konteks transisi politik atau transisi pasca-konlik, sering kali pilihan

– sekurang-kurangnya pada jangka pendek – “bukanlah antara komisi kebenaran dan pengadilan, tetapi antara komisi kebenaran dan bukan apa pun.”349

Reparasi

Baik pengadilan dan komisi kebenaran bisa membuat kontribusi

yang signiikan berkaitan dengan reparasi korban.

Dalam kebanyakan sistem civil law, seorang korban bisa menjadi pihak formal bagi sebuah pengadilan pidana (dikenal di Perancis sebagai partie civile) dan memperoleh kompensasi sesuai dengan keputusan akhir pengadilan.350 Baik dalam sistem common law maupun sistem civil law, kompensasi juga tersedia benar-benar secara langsung melalui pengadilan atau peradilan perdata. Dalam hukum pidana internasional, ICC telah mendirikan sebuah Lembaga Dana bagi Korban (Victims Trust Fund), yang bisa digunakan untuk memberikan pembayaran kompensasi kepada para korban kejahatan yang masuk dalam jurisdiksi mahkamah tersebut setelah adanya penemuan bukti bersalah.351

Komisi kebenaran hampir tidak pernah tidak merekomen-dasikan paket reparasi yang komprehensif untuk para korban yang

telah teridentiikasi yang, dalam beberapa kasus, telah disahkan

atau diterima secara keseluruhan. Namun bahkan ketika hal itu diimplementasikan, rekomendasi komisi kebenaran tentang reparasi sering kali menjadi sebuah acuan sekaligus sebagai poin utama dalam advokasi untuk para korban. Di Maroko, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, komisi kebenaran itu sendiri memiliki kekuasaan untuk memberikan kompensasi.

Beberapa kerja komisi kebenaran juga telah mendesak para pemimpin nasional negara untuk mengeluarkan pernyataan permintaan maaf secara publik (misalnya, Peru), atau dalam beberapa kasus bahkan permintaan maaf secara pribadi kepada para korban (misalnya, Chili). Beberapa laporan komisi kebenaran telah membantu mendesak pengakuan tanggung jawab dari pemimpin-pemimpin asing juga.352 Berdasarkan tingkat ketulusan permintaan

maaf seperti itu, maka permintaan-permintaan maaf seperti itu bisa menjadi sebentuk reparasi moral bagi para korban. Komisi-komisi kebenaran tidak dapat tidak membuat rekomendasi penting tentang monumen-monumen dan peringatan-peringatan bagi para korban.

Reformasi

Tentang isu reformasi, sekali lagi, baik pengadilan maupun komisi kebenaran bisa membuat kontribusi yang sangat bernilai.

Rencana untuk menyelenggarakan pengadilan pidana atau perdata bisa merangsang reformasi yang cepat bagi para personel dalam suatu sistem pengadilan (misalnya, dalam pelayanan kepenuntutan dan dalam lembaga kehakiman), dan bagi hukum-hukum yang diterapkan. Penyelenggaraan pengadilan berikutnya

kemudian bisa membantu mengetes reformasi yang djalankan dan,

dengan demikian, menumbuhkan keinginan publik untuk membuat perubahan lebih lanjut yang diperlukan bagi para personel atau perundang-undangan.

Tentang komisi-komisi kebenaran, berkali-kali laporan akhir mereka secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pelanggaran masa lalu itu terinstitusionalisasi dan bersifat sistematik, dan bukannya bersifat acak dan terisolasi. Studi komisi-komisi kebenaran yang teliti tentang pola-pola pelanggarn masa lalu, dan independensinya yang relatif dari institusi-institusi yang menjadi objek pemeriksaan mereka, juga memampukan mereka untuk mereka-reka rekomendasi-rekomendasi yang rasional dan menantang bagi upaya reformasi. Sesungguhnya, banyak laporan komisi kebenaran telah mendorong percepatan reformasi hukum dan institusional yang penting (misalnya, Uganda).353 Rekomendasi sebuah komisi kebenaran untuk reformasi bisa juga berlaku sebagai “poin-poin penekan” yang oleh masyarakat sipil atau komunitas internasional bisa dimobilisasi.354

Debat Publik

Pengadilan dan komisi kebenaran masing-masing bisa berkontribusi

dengan cara yang signiikan pada diskursus publik tentang suatu

warisan kekerasan massa.355 Namun demikian, untuk membuat kontribusi semacam itu, umumnya penting bagi proses yang dimaksud untuk memiliki tampilan yang memadai di media. Pengadilan atau komisi kebenaran yang umumnya terjadi di luar perhatian publik biasanya tidak menyulitkan debat publik yang bisa mengarah baik pada konsensus sosial yang lebih besar atau pada empati bagi para korban, yang keduanya sama-sama menjadi prasyarat bagi penciptaan kultur hak asasi manusia yang lestari. Dalam hal ini, acara dengar publik yang diselenggarakan komisi kebenaran tampak menjadi sangat efektif untuk mempengaruhi publik.356 Untuk pengadilan, pengalaman-pengalaman terbaru dari pengadilan-pengadilan pidana internasional dan campuran menekankan bahwa informasi formal dan program-program pelayanan lapangan bisa membantu meningkatkan tingkat minat publik dan debat.357 Akan tetapi, bahkan tanpa program semacam itu, pengadilan publik utama cenderung dilaporkan secara luas di media, meskipun dengan tingkat-tingkat yang bervariasi dalam hal akurasi dan sensitivitasnya.

Berkaitan dengan gaya-gaya yang berbeda yang bisa diambil oleh testimoni publik, beberapa orang mendapati kualitas narasi dari sebuah pengadilan pidana ternyata sangat menarik dan unik.358 Sebaliknya, yang lain bisa menemukannya sangat teknis dan