• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membeli Perusahaan Yang Sudah Didirikan

MERINTIS USAHA BARU DAN MODAL PENGEMBANGANNYA

Langkah 5: Mengajukan Lamaran Paten yang berisi:

6.1.2 Membeli Perusahaan Yang Sudah Didirikan

Banyak alasan mengapa seseorang memilih membeli perusahaan yang sudah ada daripada mendirikan atau merintis usaha baru, antara lain risiko lebih rendah, lebih mudah, dan memiliki peluang untuk membeli dengan harga yang bisa ditawar/Membeli perusahaan baru sedikit risikonya, karena kemungkinan gagal lebih kecil, sedikit waktu, dan tenaga yang diperlukan/Di samping itu, membeli perusahaan yang sudah adapun memiliki peluang harga yang relatif lebih rendah dibanding dengan merintis usaha baru. Namun demikian bahwa membeli perusahan yang sudah ada juga mengandung kerugian dart permasalahan baik eksternal dan internal:

(1) Masalah eksternal, yaitu lingkungan misalnya banyaknya pesaing dan ukuran peluang pasar. Beberapa pertanyaan mendasar dalam menghadapi lingkungan eksternal ini, misalnya: apakah perusahaan yang dibeli memiliki daya saing harga di pasar, khususnya dalam harga dan kualitasnya? Bagaimana segmen pasarnya? Sejauh mana agresivitas pesaingnya? Apakah ada industri yang dominan? Bagaimana ukuran dan pertumbuhan pasarnya? Apakah ada perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi perusahaan yang dibeli? Setiap

pembelian perusahaan harus memperhatikan lingkungan yang mempengaruhinya.

(2) Masalah-masalah internal, yaitu masalah-masalah yang ada dalam perusahaan, awalnya masalah image atau reputasi perusahaan. Misalnya masalah karyawan, masalah konflik antara manajemen dan karyawan yang sukar diselesaikan oleh konflik yang baru, masalah lokasi, dan masalah masa depan perusahaan lainnya. belum melakukan kontrak jual beli perusahaan yang akan dibeli, ada beberapa yang harus dipertimbangkan dan dianalisis oleh pembeli. Menurut Zimerer (1996) aspek-aspek itu meliputi:

(a) Pengalaman apa yang dimiliki untuk mengoperasikan perusahaan tersebut?

(b) Mengapa perusahaan tersebut berhasil tetapi kritis? (c) Di mana lokasi perusahaan tersebut?

(d) Berapa harga yang rasional untuk membeli perusahaan itu? (e) Apakah membeli perusahaan tersebut akan lebih

menguntungkan daripada merintis sendiri usaha baru?

Tidaklah mudah untuk membeli perusahan-perusahaan yang sudah ada. Seorang berwirausaha yang akan membeli perusahaan selain harus mempertimbangkan di berbagai keterampilan, kemampuan, dan kepentingan pembelian perusahaan tersebut, pembeli juga harus memperhatikan sumber-sumber potensial perusahaan yang akan dibeli, di antaranya:

(a) Pedagang perantara penjual perusahaan yang akan dibeli. (b) Bank investor yang melayani perusahaan.

(c) Kontak-kontak perusahaan seperti pemasok, distributor, pelanggan, dan yang lainnya yang erat kaitannya dengan kepentingan perusahaan yang akan dibeli.

(d) Jaringan kerja sama bisnis dan sosial perusahaan yang akan dibeli.

(e) Daftar majalah dan jurnal perdagangan yang digunakan oleh perusahaan yang akan dibeli.

Zimmerer tampak lebih eksplisit daripada Lambing tentang alasan mengapa seseorang membeli perusahaan. Menurutnya, ada lima hal kritis untuk menganalisis perusahaan yang akan dibeli, yaitu:

(a) Alasan pemilik menjual perusahaan. Apakah kekayaannya berbentuk nyata (tangible) atau tidak nyata (intangible)? Apakah masih prospektif dan layak guna (up-to-date) Berta efisien? Ada beberapa jenis kekayaan yang harus diperhatikan, misalnya tangible asset (peralatan daftar piutang, susunan leasing, business record), dan intangible asset (merek dagang, paten, hak cipta, goodwill), lokasi, dan penampilan.

(b) Potensi produk dan jasa yang dihasilkan. Potensi pasar apa yang dimiliki barang dan jasa yang dihasilkan? Ada dua aspek yang harus dianalisis, yaitu: (1) Komposisi dan karakteristik pelanggan, (2) Komposisi dan karakteristik pesaing yang ada.

(c) Aspek legal yang dimiliki perusahaan. Aspek legal yang harus dipertimbangkan, yaitu menyangkut prosedur pemindahan kekayaan dan balik nama dari penjual ke pembeli.

(d) Kondisi keuangan perusahaan yang akan dijual. Bagaimana kondisi keuangan perusahaan yang akan dijual tersebut apakah sehat atau tidak? Misalnya, bagaimana potensi keuntungan yang akan diperoleh? Bagaimana laporan rugi labanya selama lima tahun terakhir ini? Bagaimana pajak pendapatannya? Bagaimana kompensasi laba bagi pemilik?

Setelah itu, langkah-langkah yang harus diambil dalam pembelian suatu perusahaan, adalah:

(1) Yakinkan bahwa Anda tidak akan merintis usaha baru. Pertimbangkan, alasan membeli perusahaan daripada merintis usaha usaha baru atau franschising.

(2) Tentukan jenis perusahaan yang diinginkan dan apakah Anda mampu mengelolanya? Teguhkan kekuatan, kelemahan, tujuan, dan kepribadian Anda.

(3) Pertimbangkan gaya hidup yang Anda inginkan. Apa yang diharapkan dari perusahaan tersebut? Uang , kebebasan, atau fleksibilitas?

(4) Pertimbangkan lokasi yang diinginkan. Tempat yang bagaimana yang Anda inginkan?

(5) Pertimbangkan kembali gaya hidup. Apakah Anda ingin memiliki perusahaan ini selama-lamanya atau hanya untuk kesenangan?

(6) Jajaki penyandang dana sebelumnya.

(7) Persiapkan bahwa Anda akan menjadi pedagang. (8) Tetapkan perusahaan yang ingin dibeli.

(9) Pilihlah penjual terbaik. Apa alasan menjual perusahaan tersebut?

(10) Adakan penelitian sebelum Anda menyetujuinya.

(11) Buatlah surat perjanjian dalam bentuk yang spesifik, misalnya jangka waktu pembayaran berakhir.

(12) Jangan lupa untuk menilai karyawan.

(13) Yakinkan bahwa harga yang ditawarkan itu mencerminkan nilai perusahaan.

6.1.3 Franchising (Kerja Sama Manajemen/Waralaba)

Franchising merupakan cara memasuki dunia usaha yang sangat populer di seluruh dunia. Produk-produk franchising telah menjadi produk global. Dealer-dealer mobil, motor, bahan bakar, dan alat rumah tangga lainnya berkembang di seluruh dunia. Format bisnis franchising telah memberikan fasilitas jasa yang lugs bagi para dealer (franchisee) seperti pemasaran, periklanan, pelatihan, standar produksi, dan pengerjaan manual, serta bimbingan pengawasan kualitas. Logo-logo dari usaha franchising terlihat di pusat-pusat perdagangan seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan sampai kota-kota kecil lainnya.

Franchising merupakan kerja sama manajemen yang biasanya berkembang dalam perusahaan eceran.Seperti telah dikemukakanbahwa anchise adalah suatu persetujuan lisensi menurut hukum antara suatu perusahaan (pabrik) penyelenggara dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melaksanakan usaha yang memberi lisensi franchisor dan penyalur disebut franchisee. Dalam franchising, perusahaan yang hak monopoli menyelenggarakan perusahaan seolah-olah merupakan bagian dari pemberi lisensi yang dilengkapi dengan nama produk, merek dagang dan zriur penyelenggaranya secara standar. Perusahaan induk (franchisor) mengizinkan franchisee untuk menggunakan nama, tempat/daerah, bimbingan, latihan karyawan, dan perbekalan material yang berlanjut. Dukungan awal meliputi salah satu keseluruhan dari aspek-aspek berikut ini:

(2) Rencana bangunan. (3) Pembelian peralatan. (4) Pola arus kerja. (5) Pemilihan karyawan. (6) Periklanan.

(7) Grafik.

(8) Bantuan pada acara pembukaan.

Selain dukungan awal, bantuan lain yang berlanjut dapat pula meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

(1) Pencatatan dan akuntansi. (2) Konsultasi.

(3) Pemeriksaan dan standar. (4) Promosi.

(5) Pengendalian kualitas. (6) Nasihat hukum. (7) Riset.

(8) Material lainnya.

Dalam kerja sama franchising, perusahaan induk memberikan bantuan manajemen secara berkesinambungan. Keseluruhan citra (goodwill), pembuatan, dan teknik pemasaran diberikan kepada perusahaan franchisee. Tidak sedikit bentuk franchising yang dilakukan antar-negara, misalnya McDonald's, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut. Cola, Pepsi Cola, Hoka-hoka Bento, dan lain sebagainya. Bidang otomotif, misalnya dealer mobil dan motor, rental mobil, suku cadang, dan pompa bensin. Di bidang lain, bentuk kerja sama ini adalah di bidang elektronik, obat-obatan, dan hotel. Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa,franchising tumbuk cepat dan semakin meluas. Bidang-bidang yang perkembangannya cukup menonjol seperti rekreasi, hiburan, perjalanan, dan wisata dengan kenaikan 34,1%; jasa-jasa perusahaan 30,7%; akuntansi, kredit, agen pengumpul, dan jasa perusahaan umum 21,19%; percetakan dan foto kopi 20,8%; dan jasa-jasa lainnya. Di Indonesia, bentuk kerja sama yang mirip dengan franchising namun berbeda adalah "bapak angkat" atau "kemitraan". Dalam kerja sama sistem bapak angkat atau kemitraan kebanyakan hanya diberikan bantuan permodalan, pemasaran, dan bimbingan usaha.

antara perusahaan franchisor dengan franchisee. Perusahaan induk dapat saja membatalkan perjanjian tersebut apabila perusahaan yang diajak kerja sama tersebut melanggar persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan dalam persetujuan.

Menurut Zimmerer (1996) keuntungan dari kerja sama franchising adalah:

(1) Belatihan, pengarahan, dan pengawasan yang berlanjut dari franchisor.

(2) diberikannya bantuan finansial. Biasanya biaya awal pembukaan sangat tinggi, sedangkan sumber modal dari perusahaan franchisee sangat terbatas.

(3) Keuntungan dari penggunaan nama, merek, produk yang telah dikenal.

Sedangkan menurut Peggy Lambing (2000: 116-117), keuntungan franchising meliputi:

(1) Bantuan awal yang memberi kemudahan, yaitu berupa jasa nasihat pemilihan lokasi, analisis fasilitas layout, bantuan keuangan, pelatihan manajemen, seleksi karyawan, dan bantuan pelatihan.

(2) Basis untuk mempertimbangkan prospek keberhasilan, yaitu menyajikan prediksi dan pengujian tentang kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan. Mendapat pengakuan yang segera, yaitu cepat dikenal karena sudah memiliki reputasi dan berpengalaman, misalnya, sebulan, seminggu, bahkan beberapa hari saja sudah dikenal

(3) Daya beli. Karena merupakan bagian dari organisasi yang besar besar, maka pembayaran untuk pembelian bahan baku, peralatan, jasa asuransi akan relatif murah.

(4) Cakupan periklanan dan pengalaman. periklanan secara nasional dengan pengalaman yang jauh lebih baik sehingga biaya periklanan menjadi sangat murah.

(5) Perbaikan operasional. Sebagai bagian dari organisasi yang besar, usaha franchising memiliki metode yang lebih efisien dalam perbaikan proses produksi.

Di samping beberapa keuntungan seperti di atas, kerja sama franchising tidak selalu menjamin keberhasilan, karena sangat tergantung pada jenis usaha dan kecakapan para wirausaha. Kerugian yang mungkin terjadi menurut Zimmerer adalah:

(1) Program latihan tidak sesuai dengan yang diinginkan. (2) Pembatasan kreativitas penyelenggaraan usaha franchisee. (3) Franchisee jarang memiliki hak untuk menjual perusahaannya

kepada pihak lain tanpa menawarkan terlebih dahulu kepada pihak franchisor dengan harga yang sama.

BAB VI

Dokumen terkait