• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari komponen memberikan motivasi pada lansia yang dilakukan keluarga yaitu sebanyak 15 orang (48,4%) mengatakan jarang mendukung lansia melakukan aktivitas fisik yang disukai dalam batas kemampuannya, mayoritas 19 orang (61,3%) mengatakan jarang mendukung dan memberikan lansia kegiatan yang mengisi hari-harinya, seperti berkebun, beternak, dll, dan sebanyak 14 orang (45,2%) mengatakan jarang dan sering memberikan kepercayaan terhadap lansia dalam melakukan suatu kegiatan seperti gotong royong, musyawarah,dll, serta sebanyak 21 orang (67,7%) mengatakan jarang mendukung lansia untuk memiliki pasangan kembali. Sedangkan sebanyak 23

orang (74,2%) mengatakan sering dan selalu membantu lansia menyelesaikan masalahnya.

Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi peran keluarga dalam memberikan motivasi pada lansia

No Pernyataan TP JR SR SL

F % F % F % F %

1. Mendukung lansia melakukan 1 3,2 15 48,4 14 45,2 1 3,2 aktivitas fisik yang disukai

dalam batas kemampuannya

2. Mendukung dan memberikan lansia 1 3,2 19 61,3 9 29,0 2 6,5 kegiatan yang mengisi hari-harinya,

seperti berkebun, beternak, dll

3. Memberikan kepercayaan terhadap 1 3,2 14 45,2 14 45,2 2 6,5 lansia dalam melakukan suatu

kegiatan seperti gotong royong, musyawarah,dll

4. Mendukung lansia untuk memiliki 7 22,6 21 67,7 3 9,7 0 0 pasangan kembali

5. Membantu lansia menyelesaikan 0 0 0 0 8 25,8 23 74,2 masalahnya

2. Pembahasan

Hasil penelitian peran keluarga dalam perawatan lansia menurut budaya melayu dan mandailing di Kelurahan Labuhanbilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhanbatu, terlihat bahwa keluarga dengan budaya melayu dan mandailing dalam kategori peran baik yaitu 30 responden (96,8%) berbudaya melayu dan 23 responden (74,2%) berbudaya mandailing. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Adrian W (2012) peran keluarga dalam perawatan lansia di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor, terlihat bahwa keluarga dalam kategori peran baik 32 responden (52,46%).

Peneliti berasumsi bahwa mayoritas responden berada dalam kategori peran yang baik, karena mayoritas lansia tinggal bersama anak kandungnya (77,4%) berbudaya melayu dan (74,2%) berbudaya mandailing. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian conell (2003) bahwa merawat lansia dirumah menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan peran pemberi asuhan yaitu keluarga. Hal ini dimungkinkan terjadi karena keluarga yang memiliki budaya berbeda-beda. Sebaliknya hasil penelitian center for population and policy studies

Universitas Gadjah Mada/UGM (1999) menggambarkan bahwa merawat orang tua merupakan suatu kewajiban dan perwujudan bakti anak. Hal ini dapat terjadi karena penelitian dilakukan di daerah yang mempunyai karakteristik budaya yang hampir sama yaitu seperti mayoritas budaya melayu yang dilakukan oleh peneliti.

Anak wanita biasanya lebih berperan dalam perawatan lansia daripada pria, karena pria biasanya memiliki tanggung jawab penuh mencari nafkah keluarga, sehingga perhatian atau kepeduliannya kurang terhadap lansia. Hal ini

sesuai dengan pernyataan hasil penelitian Wiyono dkk (2008) bahwa pemberi asuhan dapat dilakukan oleh seluruh anggota keluarga tetapi wanita secara tradisional diasumsikan dan diterima mempunyai peran sebagai pemberi asuhan secara alamiah. Selain itu, perawatan keluarga juga mungkin dipengaruhi oleh budaya yang ada di keluarga masing-masing. Berkaitan dengan budaya melayu yang sejalan dengan pendapat Dja’far (2008) bahwa budaya melayu dikenal dengan tingkah lakunya lemah lembut, ramah-tamah, mengutamakan sopansantun, dan menghormati orang yang lebih tua dan tamu-tamu. Begitu juga dengan budaya mandailing yang sejalan dengan pendapat Loebis (1998) bahwa budaya mandailing juga memiliki sikap yang ramah, rajin, dan selalu merendahkan diri.

Pada lansia akan timbul penurunan fungsi tubuh sehingga timbul masalah-masalah fisik pada lansia. Penyakit yang diderita lansia di Kelurahan Labuhanbilik berbudaya melayu kebanyakan adalah remathoid artritis yang dikenal dengan istilah rematik (38,7%). Dan lama menderita penyakit 1-10 tahun (64,5%). Sedangkan berbudaya mandailing mayoritas adalah hipertensi (38,7%). Dan lama menderita penyakit 11-20 tahun (71%). Keluarga berperan baik dengan lansia karena mengetahui penyakit yang diderita lansia serta lama penyakit yang telah di derita. Hal ini juga diperlihatkan pada pernyataan keluarga sering memeriksakan kesehatan lansia secara teratur (38,7%) berbudaya melayu dan (48,4%) berbudaya mandailing.

1. Perawatan Fisik Lansia

Hasil penelitian peran keluarga terhadap perawatan fisik lansia berbudaya melayu menunjukkan bahwa sebanyak 16 orang (51,6%) mengatakan selalu menyiapkan makanan yang bernutrisi untuk lansia, 21 orang (67,7%) mengatakan selalu mengingatkan lansia untuk istirahat/tidur dan 18 orang (58,1%) mengatakan sering membantu dan mengingatkan lansia untuk membersihkan diri / mandi, serta 17 orang (54,8%) mengatakan jarang mempertahankan kekuatan fisik lansia dengan cara melakukan latihan fisik seperti berolah raga sedangkan sebanyak 12 orang (38,7%) mengatakan sering memeriksakan kesehatan lansia secara teratur. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuswardani (2009) terdapat 56 lansia yang melakukan olahraga secara teratur dan terdapat 28,3% lansia yang keluarganya melakukan olahraga secara bersama-sama. Peneliti berasumsi bahwa pekerjaan responden juga sangat berpengaruh yaitu sebagian besar responden adalah sebagai buruh/petani (38,7%), yang menyebabkan responden jarang dirumah dari pagi sampai petang. Walaupun responden yang bekerja setiap hari pulang ke rumah, tetapi itu hanya untuk makan dan istirahat saja, dan setelah itu pergi lagi ke sawah/ladang. Sehingga sebagian besar responden jarang atau bahkan tidak pernah mengajarkan lansia untuk melakukan latihan fisik seperti berolahraga.

Sedangkan hasil penelitian dari keluarga yang berbudaya mandailing menunjukkan bahwa sebanyak 16 orang (51,6%) mengatakan sering menyiapkan makanan yang bernutrisi untuk lansia, sebanyak 13 orang (41,9%) mengatakan jarang mengingatkan lansia untuk istirahat/tidur, dan sebanyak 18 orang (58,1%)

sering membantu dan mengingatkan lansia untuk membersihkan diri/mandi, serta 20 orang (64,5%) mengatakan jarang mempertahankan kekuatan fisik lansia dengan cara melakukan latihan fisik seperti berolah raga, sedangkan sebanyak 15 orang (48,4%) mengatakan sering memeriksakan kesehatan lansia secara teratur. Hal ini juga terjadi karena keluarga terlalu sibuk bekerja diluar rumah.

2. Mempertahankan Status Mental Lansia

Hasil penelitian peran keluarga dalam mempertahankan status mental lansia berbudaya melayu menunjukkan bahwa sebanyak 19 orang (61,3%) mengatakan selalu memberikan kesempatan dan waktu mendengarkan setiap keluhan lansia, sebanyak 19 orang (61,3%) mengatakan selalu memperhatikan keadaan lansia seperti sakit, sedih, dll, dan sebanyak 17 orang (54,8%) mengatakan selalu menjaga perasaan lansia baik dalam berbicara maupun tingkah laku, mayoritas 16 orang (51,6%) mengatakan sering melibatkan lansia dalam acara-acara yang ada dikeluarga, sedangkan sebanyak 14 orang (45,2%) mengatakan sering dan selalu mendengarkan nasehat lansia. Hal ini juga dipengaruhi dari kebiasaan budaya melayu yang kental terhadap sistem kekeluargaan.

Sedangkan hasil penelitian dari keluarga yang berbudaya mandailing menunjukkan bahwa sebanyak 19 orang (61,3%) mengatakan selalu memberikan kesempatan dan waktu mendengarkan setiap keluhan lansia, sebanyak 19 orang (61,3%) mengatakan selalu memperhatikan keadaan lansia seperti sakit, sedih, dll, dan sebanyak 17 orang (54,8%) mengatakan selalu menjaga perasaan lansia baik dalam berbicara maupun tingkah laku, mayoritas 16 orang (51,6%) mengatakan

sering melibatkan lansia dalam acara-acara yang ada dikeluarga, sedangkan sebanyak 14 orang (45,2%) mengatakan sering dan selalu mendengarkan nasehat lansia. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Kuswardani (2009) menyebutkan bahwa lansia lebih mempercayakan keluarga sebagai sosok yang bisa berbagi cerita mengenai masalah yang dirasakannya, keluarga biasanya lebih senang mendengarkan orang tuanya menceritakan kehidupan masa lalu atau bernostalgia dan lebih menghargai kekuatan serta kemampuan lansia.

3. Perawatan Sosial dan Ekonomi Lansia

Hasil penelitian peran keluarga dalam perawatan sosial dan ekonomi lansia menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang (45,2%) berbudaya melayu dan 13 orang (41,9%) berbudaya mandailing, mengatakan jarang dan ada juga sebagian kecil sering memfasilitasi lansia berkumpul dengan teman sebayanya untuk mengobrol. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang berperan dalam perawatan sosial lansia, jika dilihat dari kondisi desa tersebut bahwa keluarga masih merasa lansia dapat melakukan hal tersebut sendiri, karena sebagian besar rumah-rumah yang ditempati oleh lansia berdekatan dengan tetangga dan kerabat lain, sehingga lansia masih bisa berjalan sendiri mendatangi teman-teman sebayanya untuk berkumpul dan mengobrol bersama. Sedangkan sebanyak 15 orang (48,4%) berbudaya melayu dan 17 orang (54,8%) berbudaya mandailing

mengatakan sering memfasilitasi lansia untuk mengikuti kegiatan kelompoknya (seperti yasinan, arisan, dll), serta sebanyak 13 orang (41,9%) berbudaya melayu dan 15 orang (48,4%) berbudaya mandailing mengatakan jarang dan sering membantu semua keperluan lansia sehari-hari (seperti cek kesehatan, memberi

uang saku, membelikan baju dll). Serta mayoritas 22 orang (41,9%) berbudaya melayu dan 21 orang (45,2%) berbudaya mandailing, mengatakan jarang memfasilitasi lansia untuk berekreasi (misal jalan-jalan, menonton televisi/mendengarkan radio, atau hiburan-hiburan lain). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Setiti (2007), bahwa keluarga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk melakukan rekreasi misal jalan-jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar seperti menonton televisi, dan membaca surat kabar atau majalah. Dilihat bahwa di desa tersebut jarang ada kegiatan khusus untuk lansia, jika dilihat dari sistem keluarga bahwa sebagian besar lansia jarang berkumpul dan berekreasi bersama lansia, dikarenakan juga faktor kesibukan bekerja dan lansia juga terlihat lebih suka melakukan kegiatan yang lain seperti membersihkan rumah, memasak, menyapu halaman, membaca ayat-ayat al-qur’an

dan sebagainya. Serta sebanyak 13 orang (41,9%) berbudaya melayu dan 14 orang (45,2%) berbudaya mandailing, mengatakan jarang dan ada juga yang sering membelikan lansia alat bantu kesehatan untuk kebutuhan fisiknya (seperti tongkat, kursi roda, kaca mata, alat pendengaran, dll), dilihat bahwa sebagian keluarga ada yang mampu membelikan alat bantu untuk kesehatan lansia, dan sebagian ada juga yang tidak mampu membelikan alat bantu untuk kesehatan lansia, jika dilihat dari kondisi keluarga di desa tersebut penyebabnya ialah faktor ekonomi yang tidak mencukupi, karena rata-rata pekerjaan responden adalah sebagai buruh/petani, yang pada umumnya penghasilan yang didapat pas-pasan.

4. Perawatan Spritual

Hasil penelitian peran keluarga dalam perawatan spritual lansia menunjukkan bahwa sebanyak 21 orang (67,7%) berbudaya melayu, dan 15 orang (48,4%) berbudaya mandailing, mengatakan jarang menemani lansia pergi ke tempat ibadah, serta sebanyak 15 (48,4%) berbudaya melayu dan 16 orang (51,6%) berbudaya mandailing, mengatakan jarang menyiapkan perlengkapan ibadah lansia. Sebanyak 15 orang (48,4%) berbudaya melayu dan 14 orang (45,2%) berbudaya mandailing mengatakan sering memfasilitasi lansia dalam beribadah seperti pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin. Serta 14 orang (45,2%) berbudaya melayu dan 17 orang (54,8%) berbudaya mandailing mengatakan selalu dan sering menjaga ketenangan lingkungan saat lansia mengerjakan ibadah, sedangkan 15 orang (48,4%) berbudaya melayu dan 17 orang (54,8%) berbudaya mandailing mengatakan sering mengingatkan lansia untuk beribadah setiap hari.

Jika dilihat dari kondisi desa tersebut, sebagian besar lansia sudah rutin mengerjakan ibadah yang dilakukan di rumah masing-masing, dan keluarga sendiri sering sibuk dengan urusannya masing-masing serta tidak ada kebiasaan mengerjakan ibadah bersama-bersama, sehingga lansia jarang ditemani keluarga untuk pergi ke tempat ibadah. Dan umumnya perlengkapan ibadah sudah di letakkan di tempat yang nyaman dan terjangkau bagi lansia untuk beribadah, jadi dengan sendirinya jika lansia ingin beribadah, lansia tersebut akan mengambil dan memakainya sendiri tanpa dibantu keluarga. Hanya saja keluarga akan membersihan perlengkapan ibadah lansia jika sudah kelihatan kotor atau bau.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2012) menyatakan bahwa spiritual seseorang yang berada pada rentan usia lansia mengalami spiritual yang semakin mendalam atau dapat dikatakan seorang lansia umumnya memiliki spiritualitas yang tinggi, karena apabila seseorang telah memasuki usia yang lanjut, ia cenderung lebih ingin mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa dan juga bisa mulai menerima adanya perubahan dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari serta adanya takdir berupa kematian yang melanda diri sendiri, saudara atau sahabat dari lansia. Dan dilihat dari data demografi menunjukkan bahwa semua responden beragama islam (100%).

5. Memberikan Motivasi pada Lansia

Hasil penelitian peran keluarga dalam memberikan motivasi pada lansia menunjukkan sebanyak 17 orang (54,8%) berbudaya melayu dan 15 orang (48,4%) berbudaya mandailing mengatakan jarang mendukung lansia melakukan aktivitas fisik yang disukai dalam batas kemampuannya. Sebanyak 15 orang (48,4%) berbudaya melayu dan 19 orang (61,3%) berbudaya mandailing mengatakan jarang mendukung dan memberikan lansia kegiatan yang mengisi hari-harinya seperti berkebun, beternak, dll, dan 17 orang (54,8%) berbudaya melayu dan 14 orang (45,2%) berbudaya mandailing mengatakan jarang dan sering memberikan kepercayaan terhadap lansia dalam melakukan suatu kegiatan seperti gotong royong, musyawarah,dll, serta 22 orang (71,0%) berbudaya melayu dan 21 orang (67,7%) berbudaya mandailing mengatakan jarang mendukung lansia untuk memiliki pasangan kembali, sedangkan mayoritas 26 orang (83,9%)

berbudaya melayu dan 23 orang (74,2%) berbudaya mandailing mengatakan sering dan selalu membantu lansia menyelesaikan masalahnya.

Jika dilihat dari kondisi desa tersebut sebagian besar keluarga tidak sempat untuk mengajarkan kepada lansia hal-hal yang bisa dilakukan sesuai kemampuannya, karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Berkaitan dalam hal keluarga jarang mendukung lansia untuk memiliki pasangan kembali, yaitu menurut alasan yang dikemukakan oleh beberapa keluarga tersebut bahwa mereka masih merasa tabu atau malu bila ingin mempertahankan kehidupan seksualnya kembali, dan sikap keluarga yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya yang ada, juga sebagian besar lansia ditemukan memang terbiasa hidup sendiri tanpa pasangan, terutama lansia wanita. Lansia menganggap bahwa mengalami penurunan baik dari fisik, kesehatan dan daya ingat, dianggap kejadian yang wajar ketika seseorang sudah tua/lanjut usia. Penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan aspek kehidupan ini menyebabkan lansia mampu menerima keadaannya. Penerimaan tersebut akan memberikan pengaruh positif pada dirinya.

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dokumen terkait