• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMILIH TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam dokumen Resume Makalah Metodologi Penelitian (1) (Halaman 33-48)

Ada 3 teknik utama yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian kualitatif, diantaranya: (1) wawancara; (2) observasi; dan (3) studi dokumentasi.

Wawancara

Wawancara adalah percakapan orang-per-orang (the person-to-person) dan wawancara kelompok (group interviews). Dalam konteks penelitian pewawancara mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (informan) memberikan jawaban atau data atas pertanyaan itu. Wawancara bertujuan untuk mendapatkan bermacam-macam informasi yang khusus, tidak hanya apa yang dikatakan, tetapi juga apa yang dipikirkan, dan bahkan apa yang dirasakan orang. Guba dan Lincoln (1998) menjelaskan alasan wawancara antara lain untuk mengkontruksi seseorang,kejadian,organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain sebagai kebulatan yang dilalui di masa lalu, memproyeksikan kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami di masa mendatang dan memverifikasi dan, mengubah atau memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Patilima menyebut

alasan wawancara karena bisa mengungkap informasi yang bersifat lintas waktu, yaitu berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan dating.

a. Wawancara terstruktur

Keterstrukturan wawancara dalam penelitian kualitatif dapat dilihat dari keteraturan pertenyaan dan jawaban, yang memiliki cirri-ciri: (1) kata-kata dalam pertanyaan sudah ditentukkan secara terstruktur, (2) pilihan jawaban sudah disediakan, (3) bentuk pertanyaan sejenis angket. Wawancara terstruktur disebut juga wancara terstandar dan terfokus, artinya dalam waktu yang singkat, informan memberikan informasi atas pertanyaan penelitian yang diambilkan dari protocol/panduan penelitian atau pedoman wawancara.

Gambar 7.3 Rentangan Wawancara b. Wawancara tidak terstruktur

Pada tipe ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri. Jenis wawancara ini termasuk kategori wawancara mendalam , intensif dan tidak terstruktur. Tipe wawancara ini memungkinkan responden mengungkap secara lebih dalam tentang dunianya yang unik.. wawancara ini juga disebut wawancara etnografis yaitu wawancarayang bermaksud untuk memahami mengapa subjek memilih suatu cara atau pilihan tertentu, dan bagaimana pilihan itu dirundingkan diantara anggota dalam komunitas subjek.

Pada wawancara ini peneliti mangacu pada topic-topik pertanyaan yang sudah ditentukan yang sengaja dirancang untuk semua responden yang ada dalam kasus (wawancara terstruktur), tetapi pada waktu yang berssmaan, untuk bagian-bagian tertentu dirancang dengan pertanyaan-pertanaan terbuka yang memungkinkan responden bias mengeksplorasikan dunianya (wawancara tidak terstruktur).

Jenis Pertanyaan dalam wawancara

Meleong sependapat dengan patton (2001) yang mengelmpokkan jenis-jenis pertanyaan wawancara berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan Jenis – jenis pertanyaan itu adalah:

1. Pertanyaan tentang pengalaman. Informan diminta mengungkapakan pengalaman yang telah dialami pada masa lampau samapi saat penelitian berlangsung.

2. Pertanyaan tentang pendapat. Pertanyaan ini dikemukakan setelah peneliti mendapatkan data atau informasi dari sumber atau cara tertentu lain. 3. Pertanyaan tentang perasaan. Pertanyaan yang digunakan untuk

mengungkap perasaan sesorang adalah pertanyaan yang tidak langsung pada perasaan itu sendiri (to the point), tetapi harus didahului dengan pertanyaan atau percakapan biasa, dan lama-lama diarahkan pada pertanyaan yang menjurus ke perasaan.

4. Pertanyaan tentang pengetahuan. Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkap pengetahuan atau informasi tentang suatu kasus dan peristiwa yang diketahui oleh informan.

5. Pertanyaan tentang panca indera. Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkap informasi atau data yang berkaitan dengan fungsi indera (melihat, mendengarkan, meraba, merasa, dan mencium) terhadap peristiwa.

Pengelompokan lain dari jenis-jenis pertanyaan

1. Pertanyaan deskriptif yaitu pertanyaan yang bertujuan untuk mengggali informasi tentang suatu peristiwa.

2. Pertanyaan structural yaitu pertanyaan yang tujuannya untuk membantu peneliti mengetahui bagaimana informan mengorganisasikan pengetahuannya.

3. Pertanyaan pembeda yaitu pertanyaan yang tujannya untuk mempertentangkan obyek dan peristiwa menurut pengalaman informan, sehingga peneliti memperoleh wawasan dimensi makna yang digunakan informan tersebut.

Lebih jauh, pertanyaan deskriptif dikelompokkan menjadi beberapa pertanyaan diantaranya:

1. Pertanyaan penjajakan yang luas yaitu pertanyan yang mendorong informan untuk mengungkapakan deskripsi verbal tentang gambaran ikhtisar mengenali suatu latar.

2. Pertanyaan penjajakan yang sempit yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan unit yang lebih kecil, setelah dilakukan jawaban atas pertanyaan penjajakan yang luas.

3. Pertanyaan memberikan contoh yaitu pertanyaan yang meminta penjelasan dengan disertai contoh terhadap sejumlah peristiwa yang dialami.

Ada empat tahapan bagaimana terjadinya keberhasilan hubungan dalam wawancara sampai dapat menggali informasi yang lebih dalam, yaitu:

1. Pada tahap awal umumnya terjadi saling menahan diri (apprehension) baik peneliti maupun informan.

2. Pada tahap berikutnya lakukan pertanyaan menggali (exploration), yaitu informan dan peneliti baru mencoba menghubungkan dan menemukan bagaimana keadaan masing-masing, apa yang diharapkan dan dikehendaki. 3. Hubungan informan dan peneliti dibangun secara kooperatif (cooperative) artinya mereka saling mengetahui apa yang diharapkan dan tidak akan khawatir adanya serangan dari slah satu pihak atau dari pihak lain.

4. Jika terdapat cukup waktu, pada tahap akhir lakukan partisipasi (participation) sebagai kolega yaitu informan merasa bahwa dirinya adalah guru bagi peneliti (guru terhadap pengalaman perspektif informan).

Panduan dan Latihan Wawancara

Tidak semua orang atau peneliti bisa melakukan wawancara secara baik. Sikap pada waktu dating, sikap duduk, kecerahan wajah, tutur kata, keramahan, kesabaran, dan keseluruhan penampilan akan sangat berpengaruh terhadapisi jawaban informan kepada peneliti. Oleh karena itu, peneliti dapat menggunakan alat bantu dalam bentuk panduan wawancara. Panduan untuk wawancara tipe terstruktur, disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyan dan kemungkinan jawaban secara terperinci, sehingga menyerupai check-list. Sedangkan pedoman wawancara untuk tipe tidak terstruktur disusun hanya memuat garis-garis besar pokok pertanyaan yang akan ditanyakan. Menurut Arikunto (2002) menyarankan perlunya pelatihan wawancara terutama bagi peneliti pemula. Keterampilan yang dilatihkan meliputi antara lain keterampilan dalam mengajukan pertanyaan, pemeriksaan lebih dalam (probing), dan pengusutan (investigating) focus yang diteliti.

Untuk lebih memudahkan wawancara untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif maka langkah-langkah berikut dapat dilatihkan:

1. Menentukan informan yang akan diwawancarai

2. Menyiapkan panduan wawancara berupa pertanyaan atau pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan.

3. Mengawali atau membuka alur wawancara 4. Melangsungkan wawancara mendalam

5. Mengkonfirmasi hasil wawancara dan mengakhirinya. 6. Menuliskan hasil wawancara dalam bentuk catatan lapangan. 7. Mengidentifikasi aktivitas tindak lanjut hasil wawancara.

Etika Wawancara

Seorang peneliti pemula perlu mengetahui perbedaan wawancara dan percakapan. Wawancara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pewawancara dan informan bisa jadi belum saling mengenal .

2. Pewawancara dapat menciptkan suasana sedemikian rupa sehingga informan merasa aman dan berkeinginan untuk memberikan informasi yang sebenarnya.

3. Pewawancara bersikap netral, tidak bereaksi terhadap jawaban informan, apapun yang diatakannya.

4. Pewawancara harus sanggup terus menerus menarik perhatian informan selama wawancara berlangsung.

Spradley (dalam Mantja, 2007) memberikan conto percakapan dengan unsure keakraban dalam penelitian kualitatif sebagai berikut:

1. Diawali dengan, baik secara verbal maupun nonverbal, dan diiringi kontak fisik seperti bersalaman atau berpelukan.

2. Dalam percakapan, peneliti (tidak mengungkapkan) maksud dan tujuan secara terang-terangan.

3. Dalam percakapan dihindari pengulangan karena bisa memberikan kesan ketidakpercayaan tentang isi pembicaraan.

4. Kedua belah pihak (peneliti dan informan) dapat mengajukan pertanyaan secara bebas dengan jawaban yang singkat namun adat.

5. Kedua belah pihak (peneliti dan informan) dapat mengungkapkan ketertarikan secara verbal dan non verbal untuk menunjukkan bahwa mereka tertarik pada apa yang diungkapkan.

6. Kedua belah pihak (peneliti dan informan) dapat saling berpesan bahwa mereka membicarakan sesuatu yang belum mereka ketahui, sehingga mereka tertarik untuk mempelajari.

7. Kedua belah pihak (peneliti dan informan) dapat mengajukan pertanyaan dan memberi jawaban secara berimbang diantara keduanya.

8. Jika peneliti dan informan sudah berpengalaman, maka mereka dapat memberikan informasi yang singat tanpa harus diulang.

9. Dalam ercakapan berilah kesempatan berhenti sejenak karena member kesempatan untuk berpikir jawaban, dan bagi peneliti memungkinkan untuk merubah topic pertanyaan.

Sikap-sikap yang perlu ditunjukkan oleh pewawancara agar berjalan dengan baik: 1. Berpakain sederhana dan rapi, jika memungkinkan pakaian disesuaikan

dengan etika dan karakteristik pakaian yang digunakan oleh informan. 2. Bersikap rendah hati dan hormat terhadap informan.

3. Ramah dalam sikap dan ucapan dan disertai raut muka yang cerah. 4. Sikap yang penuh pengertian terhadap informan dan netral.

6. Jikan informan menolak diwawancarai, usahakan untuk mengetahui penyebabnya, cobalah untuk meyakinkan lagi.

7. Jika tidak berhasil meyakinkan informan, peneliti mengundurkan diri dan mohon maaf.

8. Setiap selesai wawancara dan berpamitan, sebaiknya tidak dilupakan ucapan terima kasih dan diyakinkan bahwa informasi yang diberikan sangat bermanfaat disertai sikap akrab.

Untuk Peneliti pemula :

1. Jika wawancara dilakukan setiap hari, maka perlu dipilih dan disepakati waktu yang tepat tanpa mengganggu informan.

2. Jika wawancara dilakukan secara periodi atau bersambung, mintalah persetujuan kapan wawancara dilanjutkan.

3. Sebelum melakukan kunjungan wawancara sebaiknya informan diingatkan dengan ditelpon sehari sebelumnya.

4. Jika ketika berkunjung tidak bertemu dengan informan, maka usahakan untuk memperoleh informasi kapan kiranya kunjungan ulang untuk wawancara.

5. Jika informan sangat sibuk dan tidak bisa diganggu bertanyalah kepada informan lainyang dapat dipercaya.

6. Berkunjunglah seorang diri , dan informan seorang diri pula ketika diwawancara.

Wawancara Kelompok dan Focus Groups Discussion (FGD)

Percakapan secara kelompok dapat juga digunkan untuk mengupulkan data, tetapi percakapan secara kelompok ini diperlukan dengan pertimbangan proses kelompok dan topic yang didiskusikan dalam kelompok. Wawancara kelompok bisa terjadi pewawancaranya banyak (tim) dan terwawancara satu orang, atau sebaliknya pewawancara satu orang dan terwawancara banyak, begitu juaga pewawancaranya dan terwawancara sama-sama banyak. Arikunto (2002) menyarankan penggunaan metode sarasehan untuk wawancara kelompok, dimana para informan diminta duduk melingkar dan peneliti sebagai fasilitator. Kelebihan metode sarahsehan:

1. Menghemat waktu

2. Dilaksanakan dalam suasana informal

3. Peneliti dapat menghubungkan beberapa pertanyaan dalam jalinan pertanyaan yang komprehensif.

Pengembangan lain dari wawancara kelompok disebut Focus Groups Discussion (FGD), Berg (2004)menyebutnya dengan Focus Groups Interviewing, Johnson dan Christensen (2004) menyebutnya Focus Groups saja. FGD adalah teknik untuk menghimpun data sebanyak-banyaknya dari informan kelompok. Menurut Bungin FGD digunakan karena :

1. Keterbatasan individu yang selalu tersembunyi pada ketidaktahuan pemahaman pribadi

2. Masing-masing anggota kelompok saling member pengetahuan

3. Setiap individu dikontrol oleh individu lain, sehingga ia berupaya menjadi yang terbaik

4. Kelemahan subjektif terletak ada kelemahan individu karena sulit dikontrol oleh individu yang bersangkutan.

5. Intersubyektifselalu mendekati kebenaran yang terbaik (pada saat itu) Fokus FGD, kemungkinannya sebagia berikut:

1. Fenomena yang dirasakan banyak orang 2. Pemunculannya dilakukan oleh banyak orang 3. Melibatkan banyak orang

4. Fenomena berlangsung diantara banyak orang

Peserta FGD adalah orang yang dipilih dengan pertimbangan: 1. Keahlian dalam kasus yang didiskusikan

2. Pengalam praktis dan kepedulian terhadap focus masalah 3. Pribadi-pribadi yang terlibat dalam focus masalah

4. Tokoh otoritas terhadap kasus yang didiskusikan

5. Masyarakat awam yang tidak mengetahui masalah, tetapi merasakan dampaknya

Pencatatan Data Wawancara

Data yang didapat dari wawancara dicatat dalam format yang disebut transkrip wawancara. Pada umunya ada dua model format untuk transkrip wawancara, yaitu (1) menuliskan/merekam secara lengkap seluruh pertanyaan dari pewawancara dan seluruh jawaban/informasi dari informan (model Tanya-jawab), (2) hanya menuliskan jawaban/informasi dari informan atau orang yang yang diwawancarai dalam bentuk narasi tanpa menuliskan pertanyaan dari peneliti (pertanyaan peneliti ditulis dalam bentuk subfokus/inti pertanyaan) atau disebut model naratif. Untuk mempertajam kebenaran data, peneliti dapat menggunakan alat bantu elektronik (misalnya taking notes-cassette recorder) yang sebelumnya disepakati oleh informan.

Pengamatan

Pengamatan dapat diartikan sebagai melihat pola perilaku manusia atau obyek dalam suatu situasi untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang diminati. Guba dan Lincoln (1981) mengemukaan mengapa pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya .

1. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung 2. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri,

kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya

3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

4. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti pada waktu wawancara, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias.

5. Teknik pengamatan memungkin peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

6. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, maka pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Secara metodologis penggunaan pengamatan dalam penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai beriut:

1. Mengetahui peristiwa secara langsung dan dengan tatap mata sendiri 2. Mencatat peristiwa, kejadian, dan perilaku sebagaimana yang terjadi dan

dalam keadaan yang sebenarnya

3. Melengkapi keraguan (kemungkinan bias) terhadap data yang didapat dari wawancara

4. Memahami situasi yang rumit dan kompleks yang hana bisa digambarkan dengan mengamati langsung

5. Mengetahui kasus-kasus tertentu yang sulit didadap dengan teknik lainnya. Kelebihan teknik pengamatan antara lain:

1. Pengamatan merupakan teknik yang langsung dapat digunakan untuk memperhatikan berbagai gejala

2. Banyak aspek tingkah laku manusia ataupun situasi yang hanya dapat diteliti melalui pengamatan langsung

3. Pengamatan memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting

4. Pengamatan sangat baik dipergunakan sebagai teknik untuk melengkapi dan mengecek fakta atau data yang diperoleh dengan alat pengumpul data lain

5. Dengan pengamatan, pengamat tidak memerlukan bahasa verbal untuk berkomunikasi dngan obyek yang diteliti.

Ada tiga macam pengamatan yang bisa diperankan oleh peneliti: (1) pengamat partisipan, yaitu pengamat ikut aktif di dalam kegiatan yang diamati. (2) pengamat nonpartisipan , yaitu pengamatan dimana pengamat tidak ikut aktif di dalam bagian kegiatan yang diamati (pengamat hanya mengamati dari jauh). (3) pengamat kuasi partisipasi, yaitu pengamatan dimana pengamat seolah-olah turut berpartisipasi, tetapi yang sebenarnya hanya berpura-pura saja dalam kegiatan yang diamati.

Partisipan Penuh

Partisipan penuh dalam hal ini adalah pengamat terlibat secara penuh sebagai partisipan, bahkan menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamati Partisipan sebagai pengamat

Partisipan sebagai pengamat dalam hal ini peneliti sebagai anggota kelompok yang diamati.

Pengamat Sebagai Partisipan

Pengamat sebagai partisipan dalam hal ini adalah peran sebagai pengamat (peneliti) lebih banyak dari sebagai partisipan.

Pengamat Penuh

Pengamat penuh dalam hal ini pengamat betul-betul berada di luar dari kelompok yang diamati.

Spratley yang dikutip oleh Mantja (2007) juga membagi empat tingkat partisipan sebagai berikut:

1. Partisipasi penuh atau lengkap. Dalam hal ini, peneliti mengamati orang atau objek yang diamati sambil ia serasa langsung terlibat seluruh kegiatan yang diamati.

2. Partisipasi aktif. Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek yang diamati sambil ia terlibat dalam sebagian banyak kegiatan yang diamati. 3. Partisipasi Moderat. Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek sambil

ia terlibat dalam sebagian kegiatan yang diamati.

4. Partisipasi pasif. Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek yang diamati, tetapi ia tidak terlibat dalam kegiatan yang diamati.

Mantja (2007) yang sependapat dengan Loftland bahwa ada enam tingkatan peran peneliti dalam pengamatan, yaitu:

1. Mengamati dari luar (jauh) 2. Hadir secara pasif

3. Berinteraksi tapi terbatas 4. Aktif namun tapi terkendali 5. Mengamati sebagai partisipan

Fokus yang Diamati dalam Penelitian

Tidak ada yang sepakat untuk menentukkan apa yang penting diamati dalam penelitian kualitatif, tetapi beberapa peneliti yang dikutip ole Merriam (1998) memberikan rambu-rambu sebagai berikut :

1. Latar fisik, yaitu mengamati lingkungan fisik, yang mencakup apa objeknya, sumber, teknologi.

2. Partisipan, yaitu mengamati pelaku, yang mencakup siapa yang terlibat, berapa banyak orang yang berperan, alat apa yang dibawa mereka, siapa yang diikuti, karakteristik partisipan apa yang relevan, dan seterusnya. 3. Aktivitas dan interaksi, yaitu mengamati apa yang sedang terjadi, apakah

ada yang menentukan rangkaian aktivitasnya, bagaimana orang-orang berinteraksisatu dengan yang lain, norma dan struktur aturan apa yang dipakai dalam berinteraksi, dan sebagainya.

4. Percakapan, yaitu mengamati seperti apa latar dari isi percakapan, siapa yang berbicara kepada siapa, siapa mendengarkan, dan sebagainya.

5. Sejumlah bagian factor, yaitu hal-hal berikut mungkin dianggap kecil/remeh, tetapi perlu diamati, misalnya : aktivitas yang tidak terencana/tidak terduga, symbol-simbol dan kata-kata yang mengandung makna khusus, komunikasi nonverbal seperti baju, raut muka, dan sebagainya yang menggambarkan keorisinilan sesuatu yang tidak biasa terjadi.

6. Perilaku peneliti sendiri, yaitu jika peneliti sebagai partisipan, bagaimana perannya, termasuk jika sebagai pengamat.

Sugiyono (2008) memperluas Sembilan komponen tentang obyek, yaitu : 1. Place, yaitu tempat kegiatan berlnangsung

2. Actor, yaitu pelaku atau orang yang memainkan peran 3. Activity, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh actor

4. Object, yaitu obyek atau benda-benda yang ada ditempat itu

5. Act, yaitu tindakan atau perbuatan tertentu yang dilakukan oleh orang 6. Event, yaitu kejadian atau peristiwa

7. Time, yaitu urutan waktu atau kejadian

8. Goal, yaitu tujuan atau sesuatu yang ingin dicapai oleh orang-orang 9. Feling, yaitu erasaan atau emosi yang dirasakan

Patton dalam Moleong,2008) menyatakan ada lima dimensi kontinum, yaitu: 1. Berkenan dengan peranan pengamat yang diamati

2. Berkenaan dengan gambaran peranan penelititerhadap yang lainnya. 3. Berkenaan dengan gambaran maksud pengamat terhadap lainnya. 4. Berkenaan dengan lamanyapengamatan dilakukan

5. Berkenaan dengan focus suatu pengamatan. Persoalan Pengamat Sebagai yang Diamati

Ada dua kemungkinan situasi ketika pengamat sebagai orang yang diamati. Pertama, peranan pengamat pasif, diam, ia hanya mencatat, tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa. Peranan pasif tidak akan efektif dalam menjaring data. Pengamat bertindak aktif tidak hanya mengamati, tetapi dalam keadaan tertentu berbicara, berkelakar, dan sebagainya. Keaktifan pengamat akan mempengaruhi pengamatannya karena juga diamati oleh subjek yang bisa mengkotori informasi yang didapat karena kehadiran aktifnya.

Kelemahan Pengamatan Dari segi teknik pelaksanaan:

1. Pengamat terbatas dalam mengamati karena kedudukanna dalam kelompok

2. Pada pengamatan berperan serta (berpartisipasi), sering sulit meisahkan diri

3. Hasil pengamtan berupa data besar dan memakan waktu yang relative lama.

4. Pengamat cenderung melakukan pengamatan secara tidak sistematis 5. Dari segi pangamat sendiri, sukar untuk mengatasi hal itu jika padanya

tidak ada umpan balik. Dari segi teknik pengumpul data:

1. Banyak hal yang tidak dapat diungkap dengan penamatan

2. Apabila objek mengetahui sedang diamati, bisa jadi ia melakukan kegiatan yang tidak wajar.

3. Pengamatan banyak tergantung dari factor yang tidak terkontol 4. Factor subyekti pengamat sulit dihindarkan.

5. Timbulnya suatu kegiatan/kejadian yang hendak diamati tidak dapat dipastikan sehingga sulit menentukan waktu.

Langkah-langkah Pengamatan

Spratley (dalam Sugiyono, 2008) mengemukakan tiga tahapan pengamatan, yaitu: 1. Tahap deskripsi

Memasuki situasi yang diamati: menemukan tempat, actor, dan aktivitas. 2. Tahap Reduksi

Menentukan focus: memilih diantara yang didiskripsikan 3. Mengurai focus: menjadikan komponen lebih rinci Panduan dan latihan Pengamatan.

Pada latihan ini dibuatlah panduan pengamatan dengan urutan sebagai berikut: 1. Menetukan tujuan

2. Menentukan sasaran 3. Menentukan ruang lingkup

4. Menentukan tempat dan waktu

5. Mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan

6. Mulai mengadakan pengamatan sesuai dengan tingkat peran pengamat dalam pengamatan.

7. Mengadakan pencatatan data yang diamati 8. Menyusun laporan pengamatan

Pencatatan Data Pengamatan

Beberapa cara mencatat hasil pengamatan :

1. Pencatatan secara langsung yaitu mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat itu juga.

2. Pencatatan sesudah pengamatan berlangsung

3. Mencatat hasil pengamatan dengan key word/ key symbol

Beberapa petunjuk penting oleh Guba dan Lincoln (1998) mengenai pencatatn pengamatan yang diringkaskan oleh Moleong (2008) berikut ini:

1. Buatlah catatan lapangan

2. Buatlah harian pengalaman lapangan 3. Catatan tentang stuan-satuan tematis. 4. Catatan kronologis

5. Peta konteks

6. Taksonomi dan sitem kategori 7. Jadwal pengamatan

8. Sosiometrik

9. Pengamatan yang dilakukan secara berkala 10. Kuisioner untuk pengamat

11. Daftar cek untuk mengingatkan pengamat apakah selluruh baspek informasi sudah diperoleh apa belum

12. Alat elektronika yang disembunyikan dapat pula dipergunakan jika situasinya membuat peneliti tidak dapat mengadakan pengamatan sama sekali, misalnya video camera terselubung.

13. Alat yang dinamakan topeng steno Dokumen dan Data sekunder

Dokumen adalah catatan atau bahan yang menggambarkan suatu eristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, karya monumental dari seseorang atau organisasi. Teknik dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatn, transkrip, buku, surat, prasasti, notulen rapat, agenda, arsip, dan lain-lain, termasuk dokumen pribadi yang ditulis oleh subjek.

Yang tergolong dokumen dan data sekunder menurut Johnson dan Christensen (2004) adalah

1. Dokumen resmi yaitu bahan atau catatan yang dibuat atau disusun secara formal baik untuk kepentingan dan keperluan internal mauuneksternal kelembagaan.

2. Dokumen pribadi yaitu catatan atau bahan yang ditulis atau dibuat oleh seseorang yang menggambarkan pengalaman, peristiwa, dan perasaan seseorang sebagai individu atau pribadi.

3. Data fisik, dalam hal ini termasuk didalamnya tempat-tempat dan benda fisik yang sebagai alat untuk menelusuri bermacam-macam aktivitas. 4. Data penyelidikan yang disimpan/arsipyaitu data hasil penelitian yang

dapat digunakan untuk enelitian berikutnya/lanjutan. Analisis Isi/Dokumen

Analisi isi adalah upaya peneliti secara sistematis untuk mempelajari isi/bahan dokumen, dan menemukan karakteristik pesan serta menarik nsuatu kesimpulan. Langkah analisis data yang dicontohkan Moleong (2008) dengan prosedur dari Myring sebagai berikut:

1. Menyesuaikan materi ke dalam model komunikasi. 2. Membuat aturan analisis

3. Membuat kategorisasi

4. Menentukan kredibilitas dan validitas 5. Menginterpretasi hasil

Pencatatan Data Melalui Catatan Lapangan (FIELDNOTES)

Catatan lapangan adalah catatn ntertulis tentang apa yang peneliti dengar, lihat, alami, dan pikiran pada saat pengumpulan data. Bagian dari catatan lapangan adalah transkrip wawancara, catatan pengamatan lapangan, dokumen resmi, statistic resmi, gambar dan bahan-bahan lainnya. Beberapa saran untuk catatan lapangan untuk peneliti, yaitu :

Dalam dokumen Resume Makalah Metodologi Penelitian (1) (Halaman 33-48)

Dokumen terkait