• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data yang sudah masuk dengan cara menganalisis data adalah :

2. Menarik kesimpulan, menarik kesimpulan tentang keyakinan, perasaan, sikap dari informan tentang subyek penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Masyar akat dan Pengamat Hukum di Sur abaya

Penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Surabaya Terhadap Lembaga Kepolisian Mengenai Pemberitaan Kasus Gayus Tambunan” ini dilakukan di kota Surabaya. Kota Surabaya sendiri termasuk kota metropolitan, dan juga kota besar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Selain itu kebutuhan akan berita untuk masyarakat Surabaya yang begitu tinggi, sehingga banyak masyarakat Surabaya yang mengikuti perkembangan kasus mafia perpajakan, khususnya kasus ini sempat ramai diberitakan di berbagai surat kabar.

Dari keterangan diatas, dapat diketahui bahwa kasus mafia perpajakan adalah suatu hal yang umum didengar oleh masyarakat Surabaya, apalagi kasus ini berkaitan denga kasus korupsi yang memang telah menjadi isu yang tidak asing lagi di Negara ini.Meski begitu kasus mafia perajakan yang diusut oleh pihak kepolisian seakan menggantung, karena beberapa pihak tinggi yang mestinya terseret ternyata tidak tersentuh oleh hukum.

Fenomena tersebut berkaitan dengan kredibilitas kepolisian mengundang persepsi negatif dari masyarakat Surabaya. Ketidak percayaan masyarakat terhadap lembaga aparat hingga sampai ke lembaga hukum sudah bukan hal yang asing lagi. Supremasi hukum yang menjadi semboyan negara hukum seperti Indonesia seperti sudah memudar. Padahal akibatnya sangatlah buruk jika masyarakat sudah tidak mempercayai lagi hukum yang berlaku di negara ini.

Namun dalam penuntasan kasus mafia perpajakan yang diberitakan beberapa waktu lalu tidak hanya mengundang anggapan negatif tetapi adapula yang menanggapi positif, yaitu sikap optimis untuk menuntaskan banyaknya kasus korupsi yang melanda negara ini. Mengingat Surabaya adalah kota yang luas dan memiliki penduduk yang beragam, pastilah anggapan dan persepsi masyarakat Surabaya beragam juga.

Persepsi sebagian masyarakat yang optimis tentang kasus mafia perpajakan ini dikarenakan tidak banyak kasus korupsi yang terungkap, meski beberapa petinggi tidak tersentuh hukum, tetapi kasus ini dapat menjadi awal untuk memberantas kasus korupsi di negara kita, terutama untuk lembaga aparat.

Jika mengingat bagaimana tindakan kepolisian dalam menangani kasus mafia perpajakan ini yang dimulai di tahun 2010. Beberapa pemberitaan tentang bagaimana penanganan kepolisian seperti Mabes Polri tepis isu Gayus kabur dari rutan brimob. Tersiar kabar terdakwa kasus mafia hukum, Gayus Tambunan kabur dari Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Mabes Polri pun menepis isu tersebut. Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan, Gayus memang sempat ke luar rutan. Namun karena alasan berobat ke klinik. Iskandar menilai keluarnya Gayus dari tahanan belum bisa dikatakan melanggar hukum. Hal itu akan selanjutnya diselidiki oleh tim. Gayus adalah terdakwa sekaligus saksi kunci kasus mafia hukum yang melibatkan seluruh penegak hukum. Jaksa menjerat Gayus dengan 4 dakwaan sekaligus atas dua perkara, yakni perkara mafia pajak terkait penanganan keberatan beberapa wajib pajak dan perkara mafia hukum terkait menyuap penyidik Polri, menyuap hakim, dan memberikan keterangan palsu. Gayus pun terancam 20 tahun penjara.

Pada pemberitaan yang lain disebutkan bahwa Polri meminta Gayus untuk tidak lari dari penjara lagi. Polri berharap Gayus Tambunan bisa berkelakuan baik di Rutan Cipinang. Gayus yang kini mendekam di blok khusus koruptor diminta tidak mengulangi lagi aksinya seperti di Rutan Mako Brimob. Penasihat Kapolri, Kastorius Sinaga menyampaikan bahwa dalam pengusutan kasus Gayus tidak ditemukan dugaan uang dari Gayus lari ke atasan Kompol Iwan. Dalam pertemuan di Mabes Polri khusus membahas kasus kaburnya Gayus dan penanganan kasusnya, selain Kastorius hadir juga rekan sejawatnya di UI, Bachtiar Aly, Awaludin Djamin, Sarlito Wirawan, Wakapolri Komjen Pol Yusuf Manggabarani, Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi dan pejabat Polri lainnya.

Beberapa pihak menilai kasus Gayus ini semakin tidak jelas, seperti pada pemberitaan Kasus Gayus makin absurd, perlu tindakan Extraordinary. Penanganan kasus mafia hukum dan mafia pajak Gayus Tambunan dinilai Ketua DPP PAN Bara Hasibuan semakin absurd. Tidak adanya perkembangan signifikan atas penanganan kasus ini telah merusak kredibilitas pemerintahan. Untuk itu, Bara Hasibuan menyerukan tindakan-tindakan extraordinary untuk mengubah keadaan. Bara mengatakan, publik semakin kecewa dengan perkembangan penanganan kasus Gayus yang dilakukan Polri, walaupun banyak bukti-bukti yang diungkap oleh Gayus di pengadilan, namun ternyata tidak ada kemajuan berarti dalam menanganinya. Bara mengingatkan bahwa perang melawan korupsi merupakan salah satu bagian utama platform pemerintahan SBY. Tapi kemudian ketika ada kasus korupsi besar yang harus ditangani, pemerintah seakan tidak mampu. Karenanya perlu tindakan-tindakan extraordinary yang dilakukan langsung oleh Presiden. Tindakan extraordinary itu bisa berupa Intervensi

terhadap Kepolisian untuk memeriksa perusahaan-perusahaan yang memberikan uang kepada Gayus.

Penilaian tersebut sangatlah beralasan karena terdapat beberapa kecacatan dalam penyidikan kasus Gayus. Dalam kesaksiannya pada sidang terdakwa Cirus Sinaga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini, mantan penyidik Mabes Polri, Arafat, secara implisit mengungkap berbagai tindak tidak profesional dalam proses pemberkasan kasus Gayus Tambunan. Berikut catatan tindak tidak profesional selama pemberkasan kasus Gayus: Pertama, penyidik yang seharusnya bertugas membantu administrasi penyidikan, ternyata juga melakukan pemeriksaan saksi dan tersangka. Padahal hal ini tidak seharusnya dilakukan. Kedua, penyidik melakukan pertemuan perkenalan dengan pengacara yang notabene diketahui sebagai calon pengacara dari terdakwa kasus yang tengah diusut penyidik. Kemudian, penyidik melakukan pertemuan di luar kantor dengan jaksa penilai kasus yang sama.

Arafat mengakui pertemuannya dengan dua jaksa penilai, yakni Cirus Sinaga, dan Fadil Regan pada September 2009 di Hotel Crystal. Di situ terjadi dialog seputar pasal yang disangkakan pada Gayus Tambunan. Ketidakprofesionalan keempat yaitu, penyidik mendelegasikan kewenangan pengesahan pada bawahan, dengan cara meniru tanda tangan. Selain itu, penyidik juga melakukan tambahan pemeriksaan dan menambahkannya pada berkas perkara tanpa sepengetahuan atasan. Penyidik Sri Sumartini melakukan pemeriksaan tambahan kepada Gayus dan sopirnya, serta menambahkannya pada berkas perkara tanpa sepengetahuan penyidik Arafat selaku atasan. Ketidakprofesionalan terakhir penyidik menurut Arafat adalah mengubah isi

pokok berkas perkara tanpa sepengetahuan atasan. Penyidik Sri Sumartini berdasarkan petunjuk lisan dari jaksa peneliti melakukan perubahan pokok pada berkas perkara Gayus Tambunan. Perubahan ini mengakibatkan hilangnya pasal korupsi dan pencucian uang yang sebelumnya disangkakan pada Gayus Tambunan, berganti dengan pasal 372 tentang penggelapan uang.

Selain kecacatan dalam penyidikkan terdapat beberapa kejanggalan dalam kasus mafia perpajakan ini diantaranya Pertama, Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada Dakwaan Perkara Pidana Nomor 1195/Pid/B/2010/PN.JKT.Sel. Kedua, Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. Ketiga, kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut. Keempat, Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali. Kelima, Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu, dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar.

Keenam, pada 10 Juni 2010 Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus. Namun, tiba-tiba, status Cirus berubah menjadi

saksi. Ketujuh, Kejagung melaporkan Cirus ke kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan. Namun, hal ini bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya. Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gatys karena menunggu novum baru. Padahal, menurut Donald, pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.

Kesembilan, Gayus keluar dari Mako Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Menurut Donald, hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas sampai ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus sehingga konsekuensinya dia begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak. Kesepuluh, Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. Penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010. Saat itu, Kadiv Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengatakan, Polri masih sanggup menangani kasus tersebut.

Beberapa pemberitaan dalam media massa yang membuat masyarakat mempersepsi pemberitaan tersebut, persepsi masyarakatpun berbeda-beda, meski hampir semuanya menunjukkan persepsi yang negatif terhadap perkembangan kasus mafia perpajakan ini.

4.1.1. Penyajian Data

Penelitian ini kurang lebih dilaksana selama 8 bulan, di kota Surabaya. Sebagaimana yang peneliti jelaskan sebelumnya, bahwa subjek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan karena analisis yang digunakan adalah kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan persepsi masyarakat Surabaya mengenai Lembaga Kepolisan, sudah sesuaikah dengan keinginan masyarakat?. Data yang diperoleh dengan melakukan observasi ( pengamatan ) dan in depth interview ( wawancara mendalam ) terhadap beberapa masyarakat Surabaya dengan latar belakang yang berbeda - beda.

Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi sebanyak – banyaknya dari para informan, sedangkan penelitian dilakukan untuk mengamati perilaku dan juga perkembangan situasi yang diteliti.

Data yang diperoleh tersebut kemudian akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan didapatkan gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat

4.1.2. Identitas Infor man

Dalam penelitian ini, yang akan dijadikan informan adalah masyarakat Surabaya, diantaranya para pakar hukum, seperti seorang Pengacara. Kemudian informan lainnya adalah orang awam yang mengikuti pemberitaan kasus mafia perpajakan, dan orang yang pernah bermasalah dengan hukum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi objek sosial dari masyarakat Surabaya terhadap lembaga kepolisian terkait kasus mafia perpajakan, yang kasus ini telah banyak menyeret para petinggi negara.

Setiap informan pasti memiliki pengalaman, pendapat, dan informasi yang akan diperlukan peneliti dalam menyusun penelitian ini. Berikut ini peneliti menjelaskan identitas informan secara lebih lengkap, diantaranya adalah :

1. Informan 1 Nama : Haryo S

Pekerjaan : Dekan Fakultas Hukum Usia : 49 tahun

Informan 1 ini memberikan informasi kepada peneliti ketika informan berada di ruang kerjanya. Selain berprofesi sebagai dekan fakultas hukum, informan 1 juga seorang kuasa hukum. Informan 1 ini dalam wawancara ini memiliki posisi sebagai pengamat hukum dari golongan pendidikan, dalam penelitian ini adalah mengamati tentang pemberitaan penuntasan kasus mafia perpajakan dan ditinjau dari segi hukum.

Dalam proses wawancara ini, Informan tersebut juga menyatakan bahwa memiliki beberapa pengalaman sebagai kuasa hukum, dan menangani beberapa masalah yang berkaitan dengan korupsi. Informan tersebut juga menyatakan bahwa dirinya mengerti betul tentang perkembangan kasus Gayus Tambunan. Informan satu menyatakan bahwa dirinya mengikuti perkembangan kasus Gayus melalui pemberitaan di televisi yaitu Metro TV,pada tanggal 14 Januari 2011 pukul 14:47 WIB, pada acara Hukum dan Kriminal, terdapat pemberitaan tentang Polisi akan menyelidiki keberadaan pengusaha berinisial HS, yang disebut-sebut

membiayai terdakwa kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Gayus mengaku ditanggung HS selama mendekam di Rumah Tahanan Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat, termasuk biaya kepergianmya ke luar negeri. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jumat (14 Januari 2011), mengatakan, pihaknya akan mencari bukti-bukti terkait pernyataan Gayus tentang keberadaan dan peran HS. Menurut Ito, sejauh ini informasi tentang HS hanya sebatas pernyataan Gayus. Maka itu, harus harus diselidiki kaitan dan bukti-buktinya. Sebab, kata Ito, Gayus terkadang memberi keterangan berubah-ubah.

Keterangan itu tak bisa dipercaya tanpa bukti. Selain itu juga pada pemberitaan pada tanggal 28 Januari 2011 pukul 21:44 WIB, pada acara Hukum dan Kriminal, tentang atasan Gayus di Ditjen pajak Bambang Heru jadi tersangka, mantan Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bambang Heru Ismiarso, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Mabes Polri. Bambang menjadi tersangka kasus penggelapan pajak dengan aktor utama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.

Penyandang pangkat pembinan utama madya itu diduga terlibat dalam manipulasi pembayaran pajak bersama Gayus. Pemeriksaan terhadap pejabat eselon 2 itu merupakan tindak lanjut dari instruksi presiden agar polisi memeriksa seluruh pejabat yang diduga terlibat. Sebelumnya, Bambang yang bekas atasan Gayus telah dinon-aktifkan dari Ditjen Pajak. Informan juga mengatakan bahwa dirinya juga mengikuti pemberitaan Gayus pada media TVONE, pada tanggal 18 Januari 2011,pukul 12:01 WIB pada acara Kabar Nasional, tentang komentar

Pramono soal Instruksi presiden soal Gayus. Wakil Ketua DPR Pramono Anung berharap instruksi Presiden Yudhoyono terkait penuntasan kasus mafia pajak benar-benar efektif karena masyarakat memberikan perhatian penuh terhadap segala upaya yang akan dilakukan pemerintah, Menurut politisi PDIP itu, hal penting pertama yang harus dilakukan dalam menuntaskan persoalan itu adalah menguak keberadaan Gayus selama yang bersangkutan berada dalam tahanan dan ketika persidangan pengadilan berlangsung. Polisi berkewajiban menelusuri kemana saja Gayus pergi, apakah hanya di dalam negeri seperti yang tertangkap kamera di Bali, ataukah juga pergi ke Macau, Hong Kong, Singapura, Kuala Lumpur atau tempat-tempat lain yang belum diketahui.

Lebih lanjut Pramono menegaskan apabila betul Gayus yang ditengarai bertemu dengan beberapa tokoh, seperti tokoh politik dan figur lainnya yang berkaitan dengan upaya penyelamatan Gayus dalam persoalan perpajakan, maka ini menjadi kewajiban polisi untuk segera menyelidiki.

Selain pemberitaan diatas, informan juga mengikuti pemberitaan pada stasiun televisi yang sama pada tanggal 24 Januari 2011, pukul 20:02 WIB pada acara Kabar Petang tentang DPR tantang Kapolri buka-bukaan soal Gayus. Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo ditantang untuk membuka semua hal terkait pernyataan Gayus Tambunan usai vonis beberapa hari lalu. Demikian disampaikan anggota Fraksi Golkar, Edison Betaubun, dalam Rapat Kerja DPR-Polri. Edison juga meminta kejelasan Kapolri terkait sepak terjang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dalam kasus Gayus. Terutama mengenai awal penjemputan Gayus dari Singapura.

Informan satu ini menjawab pertanyaan penulis tentang bagaimanakah pendapat informan tentang investigasi dari kepolisian mengenai masalah mafia perpajakan, informan satu menjawab bahwa secara umum belum optimal, dilihat dari proses yang dilalui dalam KUHAP, penyelidikan secara substansi belum dilakukan secara detail. Ada beberapa proses proses yang harus dilalui tetapi proses tersebut tidak dilakukan, dalam arti beberapa pihak yang belum ditangani.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti mendapatkan informasi tentang bagaimana pihak atasan Gayus yang seharusnya melalui proses hukum namun tidak dilakukan, pada kenyataannya dilihat dari hasil BAP banyak yang terlibat.

Pada saat menjawab pertanyaan yang berbunyi bagaimanakah pendapat informan terhadap penilaian sebagian masyarakat yang menganggap kepolisian mengalami penurunan kredibilitas, Informan menjawab sebenarnya Informan tidak bisa menggeneralisasi seperti itu, karena pendapat masyarakat karena indikasi yang dapat dilihat dilapangan, polisi sebagai penegak hukum terlalu digeneralisir masyarakat, kendati memang kredibilitas kepolisian masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan jawaban tersebut maka keterangan dari Informan 1 mengatakan bahwa di tingkat kepolisian, penyidik jarang ada orang yang benar – benar mengerti hukum. Informan 1 juga mengatakan bahwa dalam tubuh lembaga kepolisian SDM masih kurang memadai.

Pertanyaan peneliti tentang apakah kinerja kepolisian sesuai dengan keinginan masyarakat, Informan menjawab bahwa sebenarnya sudah ada standard untuk kinerja kepolisian, jika di bandingkan dengan dinamika masyarakat

memang belum sesuai, karena tingkat kejahatan dengan hukum yang ada tidak sebanding. Beberapa hambatan seperti sulitnya melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara lain, ketidak relevansi hukum, dan lain lain.

Hasil yang di dapat untuk jawaban tersebut adalah, Informan 1 menjelaskan bahwa ketidak relevansi hukum dinilai hukum KUHP belum banyak mengalami perubahan, sedangkan tingkat kejahatan sudah jauh melebihi itu. Hukum KUHP itu sendiri adalah buatan Belanda yang sudah lama sekali.

Saat penulis menanyakan tentang saran apa yang dapat diberikan Informan untuk meningkatkan kualitas kepolisian di mata masyarakat, maka Informan menjawab visi misi harus disesuaikan dengan kondisi seperti peningkatan SDM, profesionalisme, evaluasi kinerja polisi, memberikan pelatihan kerja sama dengan institusi lain, dan lain lain.

Hasil keterangan yang di dapat dari jawaban tersebut adalah Informan 1 menjelaskan tentang kerja sama dengan institusi lain untuk menghindari tindakan tidak adil selama penuntasan kasus. Dengan bekerja sama dengan institusi lain maka pengendalian terhadap penuntasan kasus akan lebih adil karena adanya saling mengawasi.

Maka hasil kesimpulan dari wawancara yang dilakukan pada Informan satu ini dapat diambil kesimpulang bahwa hasil investigasi kepolisian mengenai masalah mafia perpajakan secara umum sesuai KUHAP, belum memuaskan karena belum dilakukan secara mendetail beberapa proses terlewatkan. Hal tersebut dimungkinkan karena sumber daya dari kepolisian belum memadai, pada golongan penyidik masih ditemui orang-orang yang tidak mengerti hukum. Pastinya hal tersebut membuat masyarakat kecewa dengan kinerja kepolisian

apalagi banyak ditemui ketidak relevansian hukum KUHP untuk menghadapi tindak kasus kejahatan masa kini. Untuk memperbaikinya adalah dengan meningkatkan SDM dalam tubuh kepolisian, juga dengan melakukan kerja sama dengan institusi lain untuk menghindarkan tindakan ketidak adilan dalam penuntasan suatu kasus.

Khususnya untuk kasus mafia perpajakan ini, terdapat banyak sekali ketidak adilan dalam melakukan investigasi, seperti yang telah dijelaskan oleh Informan 1, banyak beberapa proses yang terlewatkan, Informan juga mengatakan bahwa dirinya banyak menemui komentar dari masyarakat tentang ketidak puasan mereka dalam kinerja kepolisian dalam menangani kasus mafia perpajakan ini. Pada masalah kerelevansian hukum, Informan menyatakan bahwa hukum KUHP saat ini bisa dikatakan tidak efektif untuk digunakan menjerat kasus korupsi, khususnya dalam hal ini adalah mafia perpajakan.

2. Informan 2

Nama : Broto Suwiryo

Pekerjaan : Wakil LAPH Jatim Usia : 49 tahun

Informan 2 ini memberikan informasi kepada peneliti ketika berada di tempat ruang kerja dekan fakultas hukum, proses wawancara kepada Informan ini juga dilakukan tepat setelah wawancara kepada Informan 1 dilakukan.Informan dua ini merupakan informan yang posisinya sebagai perjalanan hidupnya sebagai kuasa hukum dan menilai perkembangan kasus Gayus melalui pemberitaan di media-media massa yang dilihatnya.

Dalam proses wawancara ini Informan tersebut menyatakan bahwa dirinya selain bekerja sebagai Wakil LAPH Jatim, Informan 2 juga bekerja sebagai staf pendidik dari Universitas pembangunan nasional. Informan 2 juga menyatakan bahwa dirinya pernah membantu beberapa kasus yang berkaitan dengan korupsi, dan mengerti betul tentang pemberitaan kasus mafia perpajakan. Informan ini menyatakan bahwa bagaimana informan mengerti betul tentang kasus mafia perpajakan ini melalui pemberitaan massa elektronik (televisi) TVONE. Informan mengikuti pemberitaan media TVONE pada tanggal 11 Januari 2011, pukul 17:47 WIB pada acara Kabar Hukum, tentang Kapolri yang menjelaskan izin Gayus keluar dari rutan Brimob. Izin keluar terdakwa Gayus HP Tambunan dari Rumah Tahanan Markas Komando brimob dengan alasan untuk bertemu keluarga, jelas kepala Kepolisian RI jenderal Pol Timur pradopo. Kapolri mengatakan bahwa keluar-masuknya Gayus dari Rutan Mako Brimob terdaftar di register penjagaan rutan tersebut. Gayus keluar dari Rutan Mako Brimob pada awal November 2010 dengan menyuap sembilan anggota Polri yang menjaga termasuk Kepala Rutan.

Penyidik Polri mendapat informasi bahwa paspor dengan foto Gayus atas nama Sony Laksono sebenarnya diperuntukan atas nama Margareta, bocah berumur lima tahun. Gayus mengaku paspor tersebut diperoleh atas jasa calo. Lalu masih pada media yang sama pada tanggal 21 Januari 2011, pukul 12:41 WIB tentang Polri dalam keterlibatan CIA dalam kasus Gayus. Polri masih akan mendalami pernyataan Gayus Tambunan, termasuk soal keterlibatan agen intelijen CIA dalam kasus hukum yang menjeratnya. Meski pernyataan Gayus dinilai sensasional, namun polisi tetap akan melakukan penyelidikan. Seusai

sidang vonis terhadap dirinya pada Rabu (19/1) lalu , Gayus menyebut bahwa seorang agen CIA terlibat dalam pembuatan paspor palsunya. Sebelumnya, polisi memang menyebut ada keterlibatan warga negara asing dalam pembuatan paspor palsu Gayus tersebut. Tindak pidana tersebut disinyalir bahkan melibatkan sebuah sindikat besar.

Pengamat intelijan Andi Wijoyanto menilai memang ada motif bagi badan intelijen mendekati Gayus. Andi mengatakan bahwa bagaimana pun, kebenaran pernyataan Gayus tetap harus dibuktikan. Masih dalam media massa yang sama, pada pemberitaan tanggal 24 Januari 2011, pukul 19:57 WIB tentang

Dokumen terkait