• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2.1 Teori Dasar Seismik Pantul

2.1.1 Konsep Dasar Perambatan Seismik

Pantulan suatu sinyal akustik terhadap suatu bidang batas udara-air, air-sedimen, atau sedimen-air-sedimen, disebabkan karena adanya perbedaan impedansi akustik pada bidang batas tersebut di atas. Impedansi akustik adalah kemampuan batuan untuk melewatkan gelombang seismik yang melaluinya. Secara fisis, Impedansi Akustik merupakan produk perkalian antara kecepatan gelombang kompresi dengan densitas batuan (Abdullah, 2008).

z = ρ.c

(2.1)

dimana: z = impedansi akustik (gr/cm2/det) ρ = Berat jenis dari medium

c = Kecepatan rambat gelombang akustik pada medium (cm/det)

Impedansi akustik suatu sedimen atau batuan diperlihatkan sebagai fungsi dari kecepatan ramabat gelombang akustik dan berat jenis sedimen, sehingga Hamilton (1963) menunjukkan kecepatan rambat gelombang akustik dengan persamaan berikut:

(2.2)

dimana: c = kecepatan rambat gelombang akustik pada sedimen (km/det)

k = kompresibilitas dari sedimen (dyne/cm2)-1

G = rigiditas dari sedimen (dyne/cm2)

ρ = berat jenis sedimen (gr/cm3)

Berat jenis (bulk density) dari sedimen yang tidak kompak

(unconsolidated) berubah, sehingga kecepatan rambat gelombang akustiknya akan berubah pula. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kompresibilitas dari butiran-butiran mineral serta adanya faktor-faktor yang merubah rigiditas dari sistem seperti ikatan-ikatan antar partikel yang lebih kuat pada butiran-butiran mineral (Prawirasastra et al., 1999).

Pada sedimen yang kompak (consolidated) atau setengah kompak (semi consolidated), berat jenis menjadi faktor penting yang mempengaruhi perubahan impedansi akustik kekompakan (consolidation) ini. Litifikasi (litification) dari sedimen yang kompak adalah sebagai hasil pembebanan yang berlebihan yang disebabkan oleh air, es, atau sedimen-sedimen lain, pengeringan (dissication) dari sedimen selama air surut, sedimentasi oleh silika atau kalsium karbonat yang terdapat di dalam lautan, serta proses diagenetik karena ketidaksamaan kimia dari butiran-butiran memproduksi mineral-mineral baru yang menambah koherensi sedimen (Prawirasastra et al., 1999).

Intensitas amplitudo dari gelombang akustik yang dipantulkan pada bidang batas antara dua sedimen yang berbeda impedansi akustiknya, dinyatakan oleh rumus Reyleigh Reflection Coeficient (Prawirasastra et al., 1999).

(2.3)

dimana: Z1 = Impedansi akustik dari sedimen yang berada di atas bidang batas

Z2 = Impedansi akustik dari sedimen yang berada di bawah bidang batas

Faktor lain yang mempengaruhi amplitude gelombang akustik yang dipantulkan adalah sudut datang gelombang akustik pada bidang pantul, pengurangan (attenuation) dari gelombang akustik oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi akustik yang disebabkan karena penyebarannya oleh bidang-bidang reflektor yang permukaannya tidak teratur (Prawirasastra et al., 1999).

2.1.2 Hukum Snellius, Wave Front, dan Ray Path

Arah gelombang awal (incident waves) dan kecepatan gelombang seismik mempengaruhi arah gelombang yang dipantulkan. Muka gelombang yang

melewati bidang batas antar medium yang memiliki kecepatan seismik berbeda menyebabkan sebagian energi akan direfleksikan ke medium berikutnya (Lubis et al., 1999).

Gambar 2 mengilustrasikan geometri penjalaran gelombang pantul untuk penurunan hukum Snellius. Posisi sumber gelombang awal dianggap sangat jauh dengan bidang batas sehingga dua berkas gelombang sangat berdekatan, hampir paralel saat kedua berkas tersebut akan mencapai bidang batas dan salah satu muka gelombang sedikit membelok berupa garis lurus. Gelombang awal berjalan dengan kecepatan V1, dan waktu yang dibutuhkan untuk menjalar dari A ke C

Gelombang dipantulkan kearah yang baru dan berjalan ke titik E dengan

kecepatan Vr setelah mencapai titik C. Interval waktu yang dibutuhkan gelombang untuk menjalar dari C ke E dianggap sebagai t, sehingga jarak C ke E adalah Vrt. Gelombang menjalar dari titik D ke F pada interval waktu yang sama dengan kecepatan Vi sehingga jarak D ke F adalah Vit, kemudian muka gelombang membelok ketika menyentuh bidang batas.

Gambar 2. Geometri Penjalaran Gelombang Pantul untuk Penurunan Hukum Snellius (Sumber : Bidang Geofisika Kelautan-PPGL, 1999)

Berkas gelombang awal berinklinasi dari bidang batas dengan sudut i (Lubis et al., 1999). CDF merupakan segitiga siku-siku karena sinar tegak lurus dengan muka gelombang, sehingga:

(2.4) Sinar yang dipantulkan berinklinasi dari bidang batas pada sudut r. CEF merupakan segitiga siku-siku, sehingga:

(2.5) Gelombang awal  B  Gelombang pantul  E

Kedua persamaan diatas dikombinasikan sehingga persamaan tersebut menjadi:

        (2.6) di mana :

i = Sudut datang r = Sudut bias

Vi = Kecepatan gelombang datang Vt = Kecepatan gelombang dipantulkan

Konsep hukum-hukum fisika optik umumnya mendasari perambatan gelombang seismik, anggapan yang dipakai adalah bahwa bumi bersifat homogen isotropis dan elastis sempurna, pancaran sumber gelombang berada dalam kondisi simetris bola (spheric) sehingga muka gelombang (wave front) akan menjalar dengan kecepatan konstan sepanjang garis lurus dengan konsep rambatan seismik (Lubis et al., 1999). Gelombang yang dihasilkan dari ledakan di dalam suatu massa batuan diilustrasikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Muka Gelombang dan Perambatannya (Sumber: Lubis et al., 1999)

Titik di tengah-tengah gelombang adalah sumber suara, lingkaran

gelombang pada sisi terluar disebut muka gelombang dan garis yang memancar ke segala arah adalah perambatannya yang mengikuti hukum Huygen (Lubis et al., 1999). Hukum Huygen menyatakan bahwa setiap titik-titik pengganggu yang

berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya deretan gelombang yang baru. Jumlah energi total deretan gelombang baru tersebut sama dengan energi utama.

Berkas gelombang(Ray paths) mengikuti hukum Snellius, sin θ1/c1 = sin

θ2/c2. Perambatan waktu dari sinyal bergerak sepanjang jalur minimum, hal ini sesuai dengan prinsip Fermat yaitu gelombang menjalar dari satu titik ke titik lain melalui jalan tersingkat waktu penjalarannya. Dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah. Ketika c2>c1 pada sudut kritis (θc), refraksi ray path bersifat parallel terhadap lapisan di θ1= θ2 dan sin θc=c1/c2.

     

Gambar 4. Sudut Kritis Ray Path. Sinyal menempuh jarak L pada medium 2 dengan kecepatan suara c2. (Sumber: Clay dan Madwin, 1998) Perambatan sinyal paralel diantara lapisan di c2 dapat membiaskan

kedalam medium yang paling atas di θc. Dari gambar tersebut disimpulkan bahwa sinyal tersebut memiliki suatu perambatan yang minimum. Ketika θ1 > θc,

koefisien refleksi mencapai titik kompleks dan nilai absolut yaitu 1. Fase dari

X L θ θ source receiver c2>c1  C1  C2 

perambatan sinyal tergantung pada θ1. Hal inilah yang disebut sebagai total refleksi (Clay dan Medwin, 1998).

2.2Gelombang Seismik

Gelombang seismic merupakan gelombang akustik yang menjalar pada medium bumi, maka sifat-sifat dari gelombang seismic sama dengan sifat-sifat gelombang akustik (Rahardjo et al., 1999).

1) Gelombang Longitudinal (gelombang P)

Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah penjalarannya searah dengan arah gerakan-gerakan partikel dari medium. Gelombang P menjalar dengan kecepatan tertentu. Jika melewati material yang bersifat kompak atau keras misalnya dolomit maka kecepatan gelombang P akan lebih tinggi dibanding jika melewati material yang 'lunak' seperti

batulempung.

2) Gelombang Transversal (gelombang S)

Gelombang Transversal ini merupakan arah jalar yang tegak lurus arah gerakan-gerakan partikel dari medium. Arah gerakan partikel-partikel pada gelombang transversal dapat vertikal maupun horizontal.

3) Gelombang Permukaan berupa: (1)Gelombang Rayleigh

Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang mempunyai sifat menjalar di sepanjang benda padat elastis, dan gerakan partikel pada bidang vertical, elipstis, dan mundur terhadap arah penjalaran gelombang.

(2)Gelombang Love

Gelombang love merupakan gelombang permukaan yang terjadi jika suatu lapisan yang mempunyai kecepatan rambat lebih rendah menutupi lapisan yang mempunyai kecepatan rambat gelombang lebih besar. Gelombang love juga merupakan perambatan gelombang transversal. Penjalaran gelombang dipengaruhi oleh sifat keelastisan benda. Medium yang dilalui gelombang akan mengalami kompresi (penekanan) dan peregangan sehingga volume berubah tetapi bentuknya tetap

2.3Akuisisi Data Seismik

Untuk memperoleh hasil pengukuran seismik refleksi yang baik,

diperlukan pengetahuan tentang sistem perekaman dan parameter lapangan yang baik pula. Parameter akan sangat ditentukan oleh kondisi lapangan yang ada yaitu berupa kondisi geologi daerah survei. Teknik-teknik pengukuran seismik

meliputi:

1. Sistem Perekaman Seismik

Tujuan utama akuisisi data seismik adalah untuk memperoleh pengukuran

travel time dari sumber energi ke penerima. Keberhasilan akusisi data bisa bergantung pada jenis sumber energi yang dipilih. Sumber energi seismik dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber impulsif dan vibrator. Sumber impulsif adalah sumber energi seismik dengan transfer energinya terjadi secara sangat cepat dan suara yang dihasilkan sangat kuat, singkat dan tajam. Sumber energi impulsif untuk akuisisi data seismik yang digunakan untuk akusisi data seismik di laut adalah air gun, sparker, water gun, dsb.

Perekaman data seismik melibatkan detektor dan amplifier yang sangat sensistif serta data recorder. Alat untuk menerima gelombang-gelombang refleksi pada survei seismik di laut adalah hidrofon. Hidrofon merespon perubahan tekanan. Hidrofon terdiri atas kristal piezoelektrik yang terdeformasi oleh perubahan tekanan air yang akan menghasilkan beda potensial listrik. Elemen piezoelektrik ditempatkan dalam suatu kabel streamer yang terisi oleh kerosin untuk mengapungkan dan insulasi. Model hidrofon seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 5. Penampang Hidrofon (Sumber: Teknologi Seismik Untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi)

Hampir semua data seismik modern direkam secara digital. Karena output dari hidropon sangat lemah dan output amplitude meluruhdalam waktu yang sangat singkat, maka sinyal ini harus diperkuat. Amplifier bisa juga dilengkapi dengan filter untuk meredam frekuensi yang tidak diinginkan (Sanny dalam Hasanudin, 2004).

2. Prosedur Operasional Seismik Laut

Kapal operasional seismik dilengkapi dengan sumber suara, instrumen perekaman serta hidropon, dan alat untuk penentuan posisi tempat dilakukannya

survei seismik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3. Menurut Kearn & Boyd dalam Hasanudin (1963), terdapat dua pola penembakan dalam operasi seismik di laut yaitu :

a) Profil Refleksi, pola ini memberikan informasi gelombang-gelombang seismik sebagai gelombang yang merambat secara vertikal melalui lapisan-lapisan di bawah permukaan. Teknik ini melakukan tembakan disepanjang daerah yang disurvei dengan kelajuan dan penembakan yang konstan. Jarak penembakan antara satu titik terhadap lainnya disesuaikan dengan informasi refleksi yang diperlukan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 6. Operasional Seismik di Laut (Sumber: Teknologi Seismik Untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi)

b) Profil Refraksi, Pola ini memberikan informasi gelombang-gelombang seismik yang merambat secara horizontal melalui lapisan-lapisan di bawah permukaan. Pada teknik ini kapal melakukan tembakan pada titik-titik tembak yang telah ditentukan (Gambar 4).

(a) (b)

Gambar 7. Diagram metode penembakan Refraksi (a) dan Refleksi (b) (Sumber: Teknologi Seismik Untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi)

2.4Sumber Seismik

Hal ini diperlukan untuk menghasilkan suatu pulse seismik yang kuat, dalam rangka memperoleh penetrasi di bawah permukaan tanah lebih dari 100 m, di dalam frekuensi resolusi tinggi ( band pass dipusatkan sekitar 100 Hz).

Sekarang ini ada sejumlah sumber seismik yang sesuai dengan kebutuhan (Trabant, 1984).

2.4.1 Sparker

Pada beberapa dekade yang lalu sumber sparker, yang beroperasi dengan melepaskan energi elektrik tegangan tinggi pada kedalaman dangkal. Sparker

beroperasi pada energi 100 sampai 2000 Joule yang menyediakan sumber akustik berfrekuensi tinggi, sederhana dan hemat biaya.

2.4.2 AirGuns

Penggunaan airguns sebagai sumber seismik untuk High-Resolution Geophysical (HRG) dan masih digunakan sebagai sumber yang utama untuk pengadaan data seismik refleksi explorasi minyak bumi. Biasanya airgun

2.5Noise

Noise merupakan komponen penting dari akustik bawah air, yang meliputi banyak proses yang berbeda, yang semuanya menambah sinyal yang diharapkan dan menurunkan kinerja sistem akustik bawah air. Penyebab kebisingan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Lurton, 2002):

1) Ambient noise. Jenis noise ini dari luar sistem dan berasal dari alam (angin, gelombang, hujan, hewan) atau disebabkan manusia (aktivitas maritim, industri). Noise ini adalah independen dari sistem sonar atau kondisi penyebarannya.

2) Self-noise. Apakah kebisingan diderita oleh sistem akustik bawah air itu sendiri. Bila disebabkan oleh dukungan platform (pancaran noise, aliran noise, gangguan listrik) atau sistem elektronik (noise thermal).

3) Gema. Jenis noise ini efek sistem sonar aktif saja, seperti yang disebabkan oleh kekacauan (yang dihasilkan oleh sinyal sonar). Hal ini dapat begitu keras untuk menutupi pendeteksian gema sasaran yang diharapkan. 4) Acoustic interference. Jenis noise ini dihasilkan oleh sistem akustik lain

yang beroperasi di sekitarnya, biasanya onboard perahu yang sama atau platform kapal selam, kadang-kadang sumber informasi lebih lanjut. Beberapa sumber berselang dalam keseluruhan noise yang terpancar dari kapal:

Propeller noise. Propeller rotasi menghasilkan garis spektrum pada frekuensi sangat rendah pada kisaran frekuensi 0,1-10 Hz dari garis, tergantung pada kecepatan putaran baling-baling dan geometri. Depresi disebabkan oleh pergerakan pisau membuat beberapa kavitasi,

Flow noise. Turbulensi yang dihasilkan oleh aliran air di lambung kapal atau permukaan transduser aktif atau perlindungan. Tentu saja, ini tergantung jenis kebisingan pada kecepatan kapal, frekuensi dan bentuk dan lokasi perlindungan transduser.

Noise mesin. Banyak noise mesin diinstal pada kapal, motor, gear reduksi, generator, alternator, mesin hidrolik, mesin bubut, dll. menyebabkan getaran di transmisi suara lambung dalam struktur interior atau melalui udara, getaran lambung dihabiskan di dalam air. Mesin kebisingan

umumnya independen kecepatan kapal, karena itu, merasa lebih mendalam ketika kapal berada pada kecepatan rendah dan kecepatan tinggi tertutup oleh suara aliran dan kebisingan kavitasi. Suara frekuensi utama mesin biasanya disertai dengan harmoniknya.

2.6Frequency Filtering

Frekuensi filtering menurut Yilmaz (1987) dapat berupa band-pass, band-reject, high-pass (low cut), atau low-pass (hight-cut) filter. Semua filter ini didasarkan pada prinsip konstruksi yang sama dari sebuah wavelet phase nol dengan spektrum amplitudo yang memenuhi salah satu dari empat spesifikasi.

Band-pass filter merupakan yang paling sering digunakan, karena biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa jejak noise frekuensi rendah, seperti

ground roll, dan beberapa ambient noise frekuensi tinggi. Energi seismik refleksi dengan sumber suara airgun biasanya terbatas pada bandwidth sekitar 10-70 Hz, dengan frekuensi dominan sekitar 30 Hz.

Band-pass filter dilakukan pada berbagai tahap dalam pengolahan data. Jika diperlukan, dapat dilakukan sebelum dekonvolusi untuk menekan energi sisa

ground-roll dan ambien noise frekuensi tinggi yang tidak akan mencemari autokorelasi sinyal.

2.7Multipel

Multiple adalah pengulangan refleksi akibat ’terperangkapnya’ gelombang seismik dalam air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak. Terdapat beberapa macam multiple: (a) water-bottom multiple, (b) peg-leg multiple dan (c)

intra-bed multiple (Abdullah, 2008; Gambar 8).

Didalam rekaman seismik, masing-masing multipel akan menunjukkan ‘morfologi’ reflektor yang sama dengan reflektor primernya akan tetapi waktunya berbeda.

Untuk model water bottom multiple (model a) jika waktu tempuh ke sea bottom sebesar 500ms maka multiplenya akan muncul 500 x 2 = 1000 ms. Jika gelombang tersebut terperangkap tiga kali maka multiple water bottom berikutnya akan muncul pada 500 x 3 = 1500 ms.

Untuk model peg leg multiple (model b), multiple akan muncul pada waktu tempuh gelombang refleksi primer ditambah waktu tempuh sea bottom.

Gambar 8. Macam-Macam Multipel (Sumber: Ensiklopedia Seismik, 2007-2008) 

Untuk model intra bed multipel, multipel akan muncul pada waktu tempuh gelombang primer top gamping ditambah waktu tempuh dalam shale.

Gambar 9 dibawah ini adalah rekaman seismik yang menunjukkan fenomena multiple.Perhatikan terdapat 4 multipel akibat dasar laut, berarti gelombang seismik tersebut‘terperangkap’ empat kali.

2.8Atenuasi

Atenuasi adalah besaran pelemahan energi sinyal yang dinyatakan dalam dB dan disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu absorpsi, hamburan (scattering) dan

mikro-bending. Atenuasi menyebabkan pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai pada penerima menjadi lebih kecil dari pada amplitudo yang dikirimkan oleh pemancar (Abdullah, 2008).

Ketika perjalanan suara melalui medium, intensitas suara akan menurun dengan jarak (www.ndt-ed.org). Bagaimanapun, semua bahan-bahan alami

menghasilkan efek yang lebih lanjut melemahkan suara. Hal ini lebih melemahkan hasil hamburan dan penyerapan. Hamburan adalah refleksi dari suara di arah yang

Gambar 9. Fenomena Multipel (Sumber: Ensiklopedia Seismik, 2007-2008) 

berbeda dari arah propagasi aslinya. Penyerapan adalah konversi energi suara ke bentuk energi lainnya. Efek gabungan dari hamburan dan penyerapan disebut atenuasi. Atenuasi umumnya sebanding dengan kuadrat frekuensi suara. nilai Atenuasi sering diberikan untuk satu frekuensi, atau mungkin nilai redaman frekuensi rata-rata lebih dari banyak. Juga, nilai riil dari koefisien atenuasi bahan tertentu sangat tergantung pada cara yang material diproduksi. Dengan demikian, nilai redaman hanya memberikan indikasi kasar atenuasi dan tidak dapat

dipercaya secara otomatis. Secara umum, nilai yang dapat diandalkan redaman hanya dapat diperoleh dengan mengukur atenuasi eksperimen untuk bahan tertentu yang sedang digunakan.

2.9Kecepatan Suara Dalam Air

Kecepatan suara dalam air tidak tergantung pada arah. Oleh karena itu, nama "kecepatan suara" dan "velocity" dapat digunakan secara bergantian. (Medwin & Clay, 1998).

Kecepatan suara dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan kedalaman. Rumus sederhana berikut menurut Medwin, 1975 in Lurton 2002, kurang dari 0,2 m/s kesalahan, dibandingkan dengan Del Grosso untuk 0 <T ° C <32 dan 22 <salinitas ppt <45 untuk kedalaman di bawah 1.000 m:

c = 1449.2 + 4.6T – 0.055T2 + 0.00029T3 + (1.32 – 0.01T)(S-35) + 0.016z (2.7)

dimana c = kecepatan suara(m/s), T = suhu(°C), S = salinitas (°/oo; i.e., parts per thousand); dan z = kedalaman (m).

Mackenzie (1981) in Lurton, 2002 memberikan yang lebih panjang, yang mengklaim kesalahan standar 0,07 m / s dan tidak terbatas pada kedalaman di bawah 1.000 m sebagai:

c = 1448.96 + 4.591T – 5.304 x 10-2T2 + 2.374 x 10-4T3 + 1.340 (S – 35) + 1.630 x 10-2z + 1.675 x 10-7z2 – 1.025 x 10-2T (S – 35) – 7.139 x 10-13Tz3 (2.8)

21   

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Akuisisi data lapangan dilaksanakan pada tanggal 23 Juli – 21 Agustus 2010 di daerah Paternoster, Doang, dan Spermonde yang terletak di antara Selat Makassar dan Laut Flores. Lokasi penelitian dan pemetaan Lembar Peta 1909, 1910, 2009 dan 2010 adalah antara koordinat05°00’00’ – 07°00’00” LS dan 117°00’00”–120°00’00” BT. Sebagian besar lokasi mempunyai kedalaman laut lebih dari 500 meter.

Akuisisi data seismik dilaksanakan sepanjang kurang lebih 2300

kilometer, serta contoh sedimen sebanyak 23 contoh. Survei dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu survei pertama tanggal 23 Juli - 5 Agustus 2010 dari Cirebon sampai Makassar dengan survei seismik dan geologi. Survei kedua tanggal 8 Agustus sampai 17 Agustus 2010 dari Makassar sampai Cirebon dengan survei geologi lebih dominan dan dilanjutkan dengan survei seismik.

Sedangkan untuk Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) di Bandung.

Gambar 10. Peta Batimetri Lintasan Spermonde

  Gambar 11. Peta Lintasan Penelitian

   

3.2 Perangkat dan Peralatan Penelitian Lapangan

Peralatan yang digunakan dalam survei seismik ini terdiri atas sumber energi udara, pemancar, penerima dan perekam gelombang. Ada pun alat-alat yang digunakan dalam survei adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar alat yang digunakan dalam Survei Spermonde

No Nama Alat Merk/Type Jumlah

A 1 2 3 4 5 B C PERALATAN SEISMIK SUMBER ENERGI:

High Pres. Compressor, 190 SCFM

High Pres. Compressor, 90 SCFM

SUMBER SUARA:

Air Gun

Gun Source Control

PENERIMA:

Streamer Multy Channel (120 Channel):

a) RUM53 dan Lead-in Cable (75 m)

b) HESE (50 m)

c) ALS (150 m, 12 ch, 12.5 m)

d) TES (50 m)

DigiBird

DigiBird Positioning Control System

PEREKAM: PRM HCI CMXL2000 DCXU AXCU PERIPHELAS: Plotter

NAS (Penyimpan data) QC, eSQC-Pro v2.2.10

Communication Seismic Gateway Streamer tester

PERALATAN SOUNDING:

Sub Bottom Profilles

PERALATAN SAMPLING DAN WET LAB:

Grabe sampler, Box corer, Gravity corer Water sample,

Timbangan Analitik Mett Oven 1400 Watt LMF LMF Sercel-Sodera/ G-Gun TTS/SC-2008 Sercel/Baby seal Sercel Sercel Sercel Sercel Digicourse/5010 Digicourse Ultra 45/CPU-2x1600 MHz Ultra 25/CPU-650MHz Sercel/408XL Sercel Sercel Isys/V12 SNI IBM Z Pro Dell 755 CMB Syqwest inc./Bathy Saturnus 5000 Memmert 1 2 4 1 1 1 2 11 1 6 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1

3.3 Akuisisi Data Seismik

Pendugaan seismik pantul dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan geologi bawah dasar laut dalam bentuk penampang seismik yang bersifat menerus (kontinyu). Metode ini merupakan metode yang dinamis dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul pada bidang batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya akibat adanya perbedaan densitas dan cepat rambat gelumbang akustik.

Secara umum kegiatan akuisisi data seismik dimulai dengan membuat sumber getar buatan yang berupa ledakan oleh airgun, kemudian mendeteksi sinyal pantulan dengan hydrophone dan merekamnya pada suatu alat perekam. Penelitian ini meggunakan sumber energi suara airgun dengan 3 unit kompresor

LMF yang masing-masing berkekuatan 2 x 90 SCFM dan 1 x 190 SCFM. Selanjutnya,

hasil refleksi dari bidang-bidang pantul akan diterima oleh transducer penerima atau hydrophone. Kedua peralatan tersebut ditarik dibelakang kapal dengan jarak aman sehingga nantinya data yang dihasilkan merupakan refleksi murni dari bidang pantulnya. Selain itu untuk mendapatkan data seismik dengan resolusi tinggi dan mempunyai kualitas yang baik, maka diperlukan peralatan pemrosesan sinyal yang ditempatkan setelah hydrophone dan sebelum unit perekam.

Jarak antar airgun ke arah penarikan adalah 1 meter, dan jarak antar airgun yang berdampingan (parallel cluster) adalah 1 meter (Gambar 12).

Gambar 12. Konfigurasi dan Susunan Air gun pada Saat Survei

Dalam operasional kegiatan lapangan array airgun tersebut ditarik 50 meter dibelakang kapal, dan jarak airgun terhadap streamer dibelakangnya adalah 140 meter. Selama survei berlangsung, peledakan airgun menggunakan jarak per 25 meter dengan interval waktu yaitu 12.5s, karena kecepatan kapal yang sering berubah-ubah maka pada survei kali ini menggunakan interval jarak. Seharusnya airgun diledakan menggunakan interval waktu dengan asumsi kecepatan kapal konstan. Jarak dari pelampung terhadap Gun berkisar sekitar 3 meter. Untuk pengontrolan peledakan airgun dapat di lakasanakan di Laboratorium Geofisika dengan perangkat lunak TTs Sc 2000. Perangkat lunak ini dijalankan untuk meledakan gun setiap 10 s, 25 s, 50 s antar ledakan. Airgun meledak setiap 25 meter dan kedalaman airgun dari permukaan sebesar 4 meter, panjangnya gun ke kapal sejauh 50 meter.

Kontrol peledakan airgun dilakukan oleh sebuah Gun Controller yang mengontrol aktifitas kelep (valve) solenoid yang terpasang pada setiap airgun. Solenoid ini memerlukan arus listrik pada tegangan 60 volt yang dibangkitkan oleh Gun Controller (Gambar 14) di Laboratorium Geofisika Geomarin III.

Dokumen terkait