• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDAMPINGI NAB

3. MENDAMPINGI NABI

kekuatan yang dapat mengangkat martabat dan membina kaum Muslimin. Rasulullah menginginkan agar martabat mereka lebih tinggi, persatuan mereka lebih kuat. Dengan menjalin pertalian yang lebih erat antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, maka rasa persatuan dan harga diri mereka itu akan lebih kuat lagi. Oleh karena itu diajaknya mereka saling bersaudara setiap dua orang. Dia sendin mempersaudara- kan Ali bin Abi Talib; Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan bekas budaknya Zaid bin Harisah; Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid; juga setiap orang dari kaum Muhajirin dipersaudara- kan dengan seorang dari Ansar, yang oleh Rasulullah dijadikan hukum saudara sedarah dan senasab. Dalam hal ini Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Utban bin Malik, saudara Banu Salim bin Auf bin Amr bin Auf al-Khazraji.1

Cara mempersaudarakan demikian memperkuat kedudukan Mus- limin di Medinah, sehingga kaum musyrik dan Yahudi benar-benar memperhitungkan kekuatan mereka. Karena itu kalangan Yahudi tanpa ragu lagi mengajak damai dengan Rasulullah. Mereka membuat per- janjian dengan Rasulullah yang menjamin adanya kebebasan beragama

dan kebebasan menyatakan pendapat serta menghormati kota Medinah, menghormati kehidupan dan harta dan larangan melakukan kejahatan. Persetujuan ini memperlemah kedudukan Aus dan Khazraj yang masih tetap musyrik, dan sekaligus memperkuat kedudukan kaum Muslimin.

Kedudukan dan kekuatan yang dicapai Muslimin dalam kehidupan masyarakat di Medinah telah membuka cakrawala bam bagi Umar bin Khattab, yang selama di Mekah tak pernah ada. Dia laki-laki yang penuh disiplin, laki-laki bijaksana yang telah berjuang demi disiplin. Kaum Muslimin di Mekah merupakan kaum minoritas yang dilindungi oleh keimanan mereka yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak tergoda dan tidak menjadi lemah, dengan bersikap negatif dalam perlawanan terhadap mereka yang mencoba menggoda agar meninggalkan agama Allah. Perlawanan negatif demikian tidak sesuai dengan watak Umar yang selalu memberontak meluap-luap menantang siapa saja yang mau merintanginya. Untuk itu di Mekah tidak cukup 1 Menurut sumber-sumber Ibn Sa'd disebulkan bahwa Rasulullah mempersaudarakan Abu Bakr dengan Umar, sumber lain menyebutkan bahwa ia mempersaudarakan Umar dengan Uwaim bin Sa'idah; sumber ketiga menyebutkan Umar dipersaudarakan dengan Mu'az bin Afra'. Kemudian terdapat lagi beberapa sumber lain seperti yang dicatat oleh Ibn Hajar dalam Fathul Ban. Sumber yang sudah masyhur dan mutawatir menyebutkan bahwa Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik.

tempat untuk melaksanakan segala kegiatannya sehingga menampakkan hasil. Tetapi dalam kehidupan Muslimin sekarang di Medinah dengan segala disiplinnya yang begitu jelas, bagi Umar sudah tiba saatnya un- tuk memperlihatkan kepribadiannya dan harus ada pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ada sifat-sifat Umar yang di Mekah dulu tak terlihat sudah mulai tampak: sebagai manusia yang dapat me- lihat peristiwa sebelum terjadi, dan apa yang terjadi seolah sudah diduganya.

Umar dan permulaan azan

Sesudah Rasulullah merasa tenang di Medinah, pada waktunya tanpa dipanggil orang-orang datang berkumpul untuk salat. Rasulullah ingin menggunakan trompet seperti trompet orang Yahudi untuk me- manggil Muslimin. Tetapi ia tidak menyukai trompet, maka dimintanya menggunakan genta yang ditabuh pada waktu salat seperti dilakukan orang Nasrani. Genta dibuat dengan menugaskan Umar agar keesokan- nya membeli dua potong kayu. Sementara Umar sedang tidur di rumah- nya ia bermimpi: "Jangan gunakan genta, tetapi untuk salat serukanlah azan." Umar pergi menemui Rasulullah memberitahukan mimpinya. Tetapi wahyu sudah mendahuluinya. Ada juga disebutkan bahwa Abdullah bin Zaid (bin Sa'labah) sudah lebih dulu datang kepada Rasulullah dengan mengatakan: "Rasulullah, semalam saya seperti bermimpi: Ada laki-laki berpakaian hijau lewat di depan saya membawa genta. Saya tanyakan kepadanya: Hai hamba Allah, akan Anda jual genta itu? Orang itu men- jawab dengan bertanya: Akan Anda apakan? 'Untuk memanggil orang

salat,' jawab saya. 'Boleh saya tunjukkan yang lebih baik?' tanyanya lagi. Kemudian ia menyebutkan kepadanya lafal azan. Rasulullah pun lalu menyuruh Bilal dan ia menyerukan azan dengan lafal itu. Umar di rumahnya mendengar suara azan itu, ia keluar menemui Rasulullah sambil menyeret jubahnya dan berkata: "Rasulullah, demi Yang meng- utus Anda dengan sebenarnya, saya bermimpi seperti itu."

Sejak itu suara azan bergema di udara Medinah setiap hari lima kali, dan ini merupakan bukti yang nyata bahwa Muslimin kini di atas angin, lebih unggul. Azan untuk salat merupakan seruan kepada disiplin yang menambah kekuatan orang yang berpegang pada disiplin itu. Bahwa hal ini sudah dikatakan Umar sebelum turun wahyu, suatu bukti bahwa agama telah menyerap ke dalam diri orang kuat ini, sehingga pikirannya hanya tertumpu pada disiplin yang akan membuat agama ini makin kukuh dan tersebar luas.

3. MENDAMPINGI NABI

Tetapi orang-orang Yahudi dan kaum musyrik yang masih berpegang pada kepercayaan mereka sudah merasa jemu. Mereka mulai ber- komplot dan mengadakan oposisi. Dalam menghadapi persekongkolan itu banyak cara yang ditempuh Muslimin, termasuk cara-cara kekerasan kalau perlu. Seperti yang lain Umar bin Khattab juga ikut mengadakan perlawanan.

Dengan maksud menakut-nakuti pihak Yahudi dan kaum munafik dan untuk meyakinkan pihak Kuraisy, bahwa lebih baik mereka me- nempuh jalan damai demi kebebasan berdakwah agama, Rasulullah mengirim beberapa ekspedisi dan pimpinannya diserahkan kepada Hamzah bin Abdul-Muttalib, Ubaidah bin al-Haris, Sa'd bin Abi Waq- qas dan Abdullah bin Jahsy, seperti juga sebagian ekspedisi yang dipimpin sendiri oleh Nabi. Buku-buku biografi dan buku-buku sejarah samasekali tak ada yang menyebutkan bahwa Umar pernah terlibat dalam ekspedisi yang pertama ini. Barangkali Rasulullah lebih me- nyukai ia tinggal di Medinah mengingat kebijakannya yang baik serta keterusterangannya dalam menegakkan kebenaran. Hal ini terlihat tatkala ada delegasi Nasrani dari Najran datang ke Medinah mau berdebat dengan Rasulullah. Tetapi perdebatan mereka, juga perdebatan Yahudi, ditolak dengan firman Allah:

45

"Katakanlah: Wahai Ahli Kitab! Marilah menggunakan istilah yang sama antara kami dengan kamu: bahwa kita takkan menyembah siapa pun selain Allah; bahwa kita takkan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Dia; bahwa kita tak akan saling mempertuhan satu sama lain selain Allah. Jika mereka berpaling; katakanlah: Saksi- kanlah bahwa kami orang-orang Muslim (tunduk bersujud pada kehendak Allah)." (Qur'an, 3:64). Kemudian ia mengajak delegasi itu menerima apa yang sudah diwahyukan itu atau saling berdoa.1 Tetapi 1 Yula'inu, sama dengan Yabtahilu, atau mubahalah yang dalam terjemahan ini kadang disamakan dengan saling berdoa. Nabi mengusulkan kepada pihak Kristen mengadakan mubahalah, suatu pertemuan khidmat dengan masing-masing pihak yang memper- tahankan pendiriannya berdoa sungguh-sungguh kepada Allah, agar Allah menjatuhkan

pihak Nasrani berpendapat akan kembali kepada masyarakat mereka tanpa mengadakan mubahalah. Mereka juga melihat Nabi sangat teguh berpegang pada keadilan. Mereka ingin supaya dikirim orang bersama mereka yang dapat memberikan keputusan mengenai hal-hal yang mereka perselisihkan. Kata Rasulullah kepada mereka: Ke marilah sore nanti; akan saya utus orang yang kuat dan jujur bersama kalian. Ibn Hisyam menceritakan bahwa Umar bin Khattab ketika itu berkata: Yang paling saya sukai waktu itu ialah pimpinan, dengan harapan sayalah yang akan menjadi pemimpin itu. Saya pergi ke mesjid akan salat lohor dengan datang lebih dulu. Selesai Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan salam, ia melihat ke kanan dan ke kiri. Saya sengaja menjulurkan kepala lebih tinggi supaya ia melihat saya. Se- mentara ia sedang mencari-cari dengan pandangannya, terlihat Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Ia dipanggilnya seraya katanya: Anda pergilah bersama mereka dan selesaikan apa yang mereka perselisihkan dengan adil dan besar. Setelah itu Abu Ubaidah berangkat."

Sebenarnya Umar sangat mengharapkan dia yang akan ditunjuk oleh Rasulullah menjadi penengah, seperti yang biasa dilakukannya sejak nenek moyangnya dulu di zaman jahiliah, jika terjadi perselisihan di antara para kabilah. Tetapi pilihan Nabi jatuh kepada Abu Ubaidah, padahal Umar begitu dekat di hatinya. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah menginginkan Umar tetap berada di Medinah. Keterus- terangannya, keberanian serta pandangannya yang tepat sangat diperlu- kan. Tetapi mungkin juga ia khawatir mengingat watak Umar yang keras, maka yang dipilihnya Abu Ubaidah, karena selain kejujurannya, sikapnya lemah lembut dan periang.

Umar, Perang Badr dan tawanan perang

Kuraisy tidak puas dengan perdamaian yang ditawarkan Rasulullah agar memberikan kebebasan orang berdakwah demi agama Allah. Mereka bahkan tetap memperlihatkan permusuhan kepadanya dan ke- pada sahabat-sahabatnya. Tatkala Rasulullah dengan kekuatan tiga ratus

laknat kepada pihak yang berdusta. "Barang siapa berbantah dengan engkau sesudah engkau memperoleh ilmu, kalakanlah: Marilah, mari kila kumpulkan bersama-samaanak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan-perempuan kami dan perempuan kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian kita bermohon sungguh-sungguh, agar laknat Allah menimpa pihak yang berdusta." (Qur'an, 3:61). Mereka yang benar- benar murni dan benar-benar yakin lak akan ragu. Tetapi pihak Nasrani di sini meng- undurkan diri. — Pnj.

orang Muslimin keluar meiiyongsong mereka di Badr, dan dia tahu bahwa di pihak Mekah yang datang dengan kekuatan lebih dari seribu orang. ia bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya: Akan tetap meng- hadapi perang dengan mereka atau akan kembali ke Medinah. Umar dan Abu Bakr menyarankan lebih baik mereka dihadapi. Setelah per- tempuran dimulai, dan perang pun berkobar, korban pertama di pihak Muslimin adalah Mihja', bekas budak Umar bin Khattab. Di tengah- tengah pertempuran itu Umar pun sempat membunuh saudara ibunya, al-As bin Hisyam. Disebutkan bahwa ketika itu Umar bertemu dengan Sa'id. anak al-As, maka katanya: "Saya lihat Anda seperti menyimpan sesuatu dalam hati Anda. Saya lihat Anda mengira saya sudah mem- bunuh ayah Anda. Kalaupun saya bunuh dia, tidak perlu saya meminta maaf kepada Anda, sebab yang saya bunuh paman saya, saudara ibu saya al-As bin Hisyam bin al-Mugirah. Tentang bapa Anda, ketika saya melewatinya ia sedang mencari-cari sesuatu seperti lembu mencari tanduknya. saya menghindar dari dia. Lalu ia mendatangi Ulayya, se- pupunya, maka dibunuhnyalah dia."

Kata-kata yang diucapkan Umar ini merupakan yang pertama kali dikutip tentang dia dalam perang ini, perang yang telah membentuk sejarah Islam dan sejarah dunia ke dalam bentuk baru. Perang ini melukiskan pengaruh yang ditanamkan Islam ke dalam diri Umar dengan sangat jelas sekali. Demi agama ini orang harus menganggap segalanya itu tak ada artinya, ia tak boleh ragu ketika terjadi jika ia harus berhadapan dengan saudara atau dengan kerabat dekat. Ia mempersembahkan hidupnya untuk Allah dan di jalan Allah. Dengan pertimbangan apa pun ia tak boleh ragu dalam membela agama Allah.

Muslimin menawan tujuh puluh orang Kuraisy, kebanyakan pe- mimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan mereka. Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu masih ingin hidup dengan jalan penebusan. Mereka mengutus orang kepada Abu Bakr agar

membicarakan dengan Rasulullah untuk bermurah hati kepada mereka dan mereka bersedia membayar tebusan. Abu Bakr berjanji akan ber- usaha. Tetapi karena mereka khawatir Umar akan mempersulit keadaan, mereka juga mengutus orang kepada Umar dengan pesan seperti kepada Abu Bakr. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. Abu Bakr datang menemui Rasulullah dengan permintaan agar bermurah hati kepada para tawanan perang itu atau menerima tebusan dari mereka, yang berarti dengan demikian akan memperkuat Muslimin. Tetapi Umar

tetap keras dan tegar. "Rasulullah," katanya. "Mereka musuh-musuh Allah. Dulu mereka mendustakan, memerangi dan mengusir Rasulullah. Penggal sajalah leher mereka. Mereka inilah biang orang-orang kafir, pemuka-pemuka orang sesat. Allah sudah menghina kaum musyrik itu dengan Islam."

Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan Muslimin dan berakhir dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan mereka. Tetapi tak lama sesudah itu datang wahyu dengan firman Allah ini:

"Tidak sepatutnya seorang nabi akan mempunyai tawanan- tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta benda dunia; Allah menghendaki akhirat. Allah Mahakuasa, Mahabijaksana." (Qur'an, 8:67).

Begitulah Umar, memberikan pendapatnya sekitar peristiwa Badr, seolah sudah melihat peristiwa itu sebelum terjadi, seperti halnya dengan soal azan untuk salat. Dengan demikian Nabi dan kaum Mus- limin sangat menghargai pendapatnya, kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan kaum Muslimin umumnya.

Sekarang datang Mikraz bin Hafs hendak menebus Suhail bin Amr. Suhail ini seorang orator ulung. Melihat Mikraz melakukan tebusan, cepat-cepat Umar menemui Rasulullah seraya katanya: Izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr ini supaya lidahnya menjulur ke luar dan tidak lagi berpidato mencerca Anda di mana-mana. Tetapi Rasulullah menjawab:

"Saya tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan saya demikian, sekalipun saya seorang nabi."

Ucapan Umar itu terus terang menunjukkan kegigihannya mengenai pendapatnya untuk tidak membiarkan para tawanan yang berkemampu- an kembali mengadakan perlawanan kepada kaum Muslimin. la sangat menekankan pendapatnya itu kendati masyarakat Muslimin sudah me- mutuskan menerima tebusan.

3. MENDAMPINGI NABI 49

Wahyu turun memperkuat pendapat Umar mengenai para tawanan perang. Ini juga yang membuat Umar makin dekat di hati Nabi. Ia telah menjadi pendampingnya seperti juga Abu Bakr: Hafsah putri Umar istri Khunais bin Huzafah, adalah salah seorang yang mula-mula dalam Is- lam. Tetapi Hafsah ditinggalkan wafat oleh Khunais beberapa bulan sebelum Perang Badr. Kemudian Rasulullah menikah dengan Hafsah, seperti dengan Aisyah putri Abu Bakr sebelum itu. Pertalian semenda ini makin mempererat hubungan Nabi dengan Umar, sehingga dengan demikian lebih memudahkan Umar sering datang menemui Nabi, se- perti juga Abu Bakr.

Umar dalam Perang Uhud

Tahun berikutnya cepat-cepat Kuraisy mengadakan persiapan untuk melakukan balas dendam terhadap kekalahannya di Badr. Para sahabat menyarankan kepada Rasulullah untuk keluar menyongsong musuh di Uhud, di luar kota Medinah. Rasulullah masuk ke rumahnya, disusul oleh Abu Bakr dan Umar, yang kemudian mengenakan ikat kepala dan baju besinya. Dengan menyandang pedang ia berangkat bersama sahabat-sahabatnya hendak menghadapi musuh: Sampai menjelang te- ngah hari pasukan Muslimin di pihak yang menang. Tetapi kemudian keadaan berbalik menimpa mereka tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah. Mereka turun dari markas mereka di atas bukit, ikut yang lain memperebutkan rampasan -perang. Kesempatan ini digunakan oleh Khalid bin Walid memutar pasukan berkuda Kuraisy ke belakang pasukan Muslimin. Kemudian ia berteriak sekeras-kerasnya yang membuat pihak Kuraisy kembali menyerang Muhammad dan sa- habat-sahabatnya, yang sedang sibuk mengumpulkan rampasan perang. Karena serangan Kuraisy itu sekarang pasukan Muslimin menjadi kacau dan barisan centang-perenang, keadaan makin panik dan mereka cerai- berai setelah seorang musyrik berteriak: Muhammad sudah terbunuh!

Mendengar teriakan itu terbayang oleh pihak Muslimin bahwa mereka dan agama yang mereka imani tidak akan lagi tetap hidup. Agama ini tetap hidup dan mereka juga tetap hidup karena Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya kemenangan. Sekarang Rasulullah su- dah terbunuh di tangan kaum musyrik, dan sahabat-sahabatnya sudah mengalami kekalahan dihajar oleh pihak musyrik! Bahkan tokoh-tokoh Muhajirin dan Ansar pun sudah pasrah dan sudah putus asa. Mereka lalu pergi menyendiri dan duduk-duduk di sisi gunung. Ketika itulah kemudian Anas bin an-Nadr datang ke tempat mereka. Dilihatnya juga

ada Umar bin Khattab, Talhah bin Ubaidillah dan beberapa orang lagi kaum Muslimin yang sedang dalam keadaan kacau balau dan putus asa, tak tahu apa yang harus diperbuat. Ketika itu ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu duduk-duduk di sini?!" Mereka menjawab: "Rasulullah sudah terbunuh." "Untuk apa lagi kita hidup sesudah itu. Bangunlah! Biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama." Sesudah itu ia maju menghadapi musuh. Ia bertempur mati-matian, bertempur tiada taranya. Ia menemui ajalnya setelah mengalami tujuh puluh pukulan musuh, sehingga ketika itu orang sudah tidak dapat mengenalnya lagi, kalau tidak karena saudara perempuannya yang datang dan dapat mengenal- nya dari ujung jarinya.

Tetapi setelah kemudian Muslimin tahu bahwa Rasulullah masih hidup, keimanan mereka kembali menggugah mereka, bahwa Allah akan menolong Rasul-Nya. Abu Bakr, Umar, Ali bin Abi Talib, az- Zubair bin al-Awwam dan yang lain bergegas melindunginya. Menge- tahui keadaan ini Khalid bin Walid naik ke atas bukit memimpin pa- sukan berkuda dengan tujuan menghabisi Muhammad dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi Umar bin Khattab dan beberapa orang lagi dari pihak Muslimin sudah siap menghadapi Khalid dan pasukan berkuda- nya. Mati-matian mereka mengadakan perlawanan dan melindungi Rasulullah sampai berhasil mengusir mereka mundur. Tujuan Khalid tidak tercapai.

Di atas Sudah kita sebutkan tentang Umar dan apa yang diduganya akan terjadi, seperti soal azan untuk salat, membuktikan bahwa agama telah menyerap ke dalam diri orang kuat ini, sehingga pikirannya hanya tertumpu pada disiplin yang akan membuat agama ini makin kukuh dan tersebar lebih luas. Sikap Umar terhadap tawanan Perang Badr dan wahyu yang kemudian turun memperkuat pendapatnya serta sikapnya menghadapi Khalid bin Walid sebelum menyergap Nabi dan orang- orang di sekitarnya, kedua sikapnya ini sudah menunjukkan bukti yang kuat sekali tentang menyatunya agama Allah ke dalam diri Umar begitu rupa sehingga ia begitu bersemangat dan makin kuat hendak membela- nya. Tidak heran, sejak mudanya hatinya sudah teguh pada apa yang diyakininya, dan orang demikian bersedia menyerahkan hidupnya demi keyakinannya. Kita sudah melihat beberapa posisi Umar di masa jahiliah. Semangatnya atau fanatiknya yang begitu besar terhadap Kuraisy di luar kabilah-kabilah yang lain, juga semangatnya dalam menghadapi dakwah Muhammad, sehingga dia sendiri juga ikut me- nyiksa kaum Muslimin yang mula-mula. Setelah mendapat hidayah dan

3. MENDAMPINGI NABI

Allah membimbing hatinya dengan inaan yang kuat kepada-Nya, ia berdiri tegak di samping agama Allah, membelanya dengan semangat dan cara yang sama seperti ketika memeranginya dulu. Sekarang, setelah Muslimin dapat agama dan Nabinya, dalam membela agama ini Umar mau mengorbankan segalanya, juga mau mengorbankan nyawa- nya. Rasa putus asa yang sempat menimpanya dan menimpa Muslimin yang lain tatkala pihak Kuraisy mengatakan Nabi sudah meninggal, menjadi. sebagian rasa semangatnya terhadap agama ini, sehingga rasa sedihnya itu membuatnya lepas dari ketajaman pikirannya. Tetapi se- telah diketahuinya bahwa Rasulullah masih hidup, ia tampil menyerah- kan seluruh hidupnya demi imannya itu, dan Allah memberi kemenang- an kepadanya melawan jenderal jenius yang sangat dibanggakan Kuraisy itu dan telah memberi keuntungan kepada mereka dalam Perang Uhud.

Tetapi iman dan semangat Umar terhadap imannya itu tak dapat menahan kebanggaan dirinya, tak dapat menahan kepercayaannya kepada pendapatnya di depan Rasulullah sendiri. Dalam membangga- kan pendapatnya Umar termasuk orang yang paling kuat alasannya di kalangan Muslimin, dan paling menonjol. Memang benar bahwa Mus- limin, semuanya tidak mengenal lemah, dan ada yang menyampaikan pendapatnya kepada Rasulullah dan be'rdebat untuk mempertahankan pendapatnya atau mau meyakinkan lawan bicaranya, yang memang sudah menjadi ciri khas orang-orang yang berpendirian kuat di masa- masa revolusi, karena dengan itu mereka ingin pendirian yang menjadi cita-citanya mencapai tujuan. Tetapi Umar yang paling berterus terang dan paling berani. Tanpa mengurangi cintanya kepada Rasulullah serta kuatnya iman akan risalahnya, ia mau menyampaikan pendapatnya di depan Rasulullah dan mau mempertahankannya. Sudah kita lihat sikap- nya mengenai tawanan Perang Badr, bagaimana ia meminta izin akan mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr sesudah Muslimin menerima tebusan para tawanan itu. Dan kelak kita akan melihat sikap demikian ini dalam persahabatannya dengan Rasulullah dan pada masa peme- rintahan Abu Bakr. Kita akan melihat ijtihadnya di masa Rasulullah yang kemudian sebagian dikuatkan oleh Qur'an, di samping ketentuan-

Dokumen terkait