ASPEK IFRS KLINIK UTAMA DefenisiInstalasi Farmasi adalah
4. Izin Operasional Permohonan izin
operasioanl dengan melampirkan dokumen: a. Izin Mendirikan Rumah Sakit, bagi permohonan Izin Operasional untuk pertama kali;
b. profil Rumah Sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi;
c. isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit
yang meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana;
d. gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan prasarana pendukung;
e. izin penggunaan bangunan (IPB) dan sertifikat laik fungsi; f. dokumen pengelolaan lingkungan berkelanjutan; g. daftar sumber daya manusia;
h. daftar peralatan medis dan nonmedis;
i. daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan;
j. berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai kelengkapan berkas izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk peralatan tertentu; dan
k. dokumen administrasi dan manajemen.
(2) Instrumen self assessment tercantum dalam formulir terlampir. (3) Dokumen administrasi
dan manajemen meliputi: a. badan hukum atau kepemilikan;
b. peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws);
c. komite medik; d. komite keperawatan; e. satuan pemeriksaan internal;
f. surat izin praktik atau surat izin kerja tenaga kesehatan;
g. standar prosedur operasional kredensial staf medis;
h. surat penugasan klinis staf medis; dan
i. surat
keterangan/sertifikat hasil uji/kalibrasi alat kesehatan. Ketenagaan Berdasarkan kualifikasi
rumah sakitnya : Kelas A :
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas : (15 orang)
-1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
-5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian
Wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping
-5 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian
-1 apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasia
-1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasian -1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit - 1 apoteker sebagai
kooordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
rumah sakit Kelas B :
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas (13 orang)
- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
- 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 8
tenaga teknis
kefarmasian
- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8
tenaga teknis
kefarmasian
- 1 apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasia
- 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2
tenaga teknis
kefarmasian
- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
- 1 apoteker sebagai
kooordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
Kelas C:
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas (8 orang) - 1 apoteker sebagai kepala
instalasi farmasi rumah sakit
- 2 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 4
tenaga teknis
kefarmasian
- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8
tenaga teknis
kefarmasian - 1 apoteker sebagai
distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit
Kelas D:
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :(3 orang) - 1 apoteker sebagai kepala
instalasi farmasi rumah sakit
- 1 apoteker yang bertugas di rawat jalan dan rawat inap yang dibantu paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian
- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
rumah sakit
Kegiatan yang dilakukan PMK 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kegiatan pelayanan kefarmasian di RS ada 2 yaitu
3. Kegiatan yang bersifat manajerial yaitu berupa pengelolaan sediaan farmasi, Alkes dan bahan medis habis pakai, meliputi: a). pemilihan; b). perencanaan kebutuhan; c). pengadaan; d). penerimaan; e). penyimpanan; f). pendistribusian; g). )pemusnahan dan penarikan; h). pengendalian; dan i). administrasi. 4. Kegiatan pelayanan farmasi klinik, meliputi :
a). pengkajian dan pelayanan Resep; b). penelusuran riwayat penggunaan Obat; c). rekonsiliasi Obat; PMK no. 09 tahun 2014 tentang Klinik.
Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping.
Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.
Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain.
Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker.
d). Pelayanan Informasi Obat (PIO); e). konseling; f). visite; g). Pemantauan Terapi Obat (PTO); h). Monitoring Efek Samping Obat (MESO); i). Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j). dispensing sediaan steril;
k). Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Perpanjangan izin operasioanl
Masa berlaku izn
operasional 5 tahun, dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 6 bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional
masa berlaku izin
operasional 5 tahun, dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional Pemberi izin PMK no.56 tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
(1) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh
Menteri setelah
PMK no. 09 tahun 2014 tentang Klinik.
Yang memberikan izin mendirikan adalah Pemerintad Daerah Kabupaten/Kota. Yang memberikan izin Operasional adalah Pemerintah Daerah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah provinsi.
(2) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing kepada Direktur Jenderal di lingkungan kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan
perumahsakitan.
(3) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B penanaman modal dalam negeri kepada pemerintah daerah provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (4) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D penanaman modal dalam negeri kepada
Kabipaten/Kota atau Kepala Dinas Kesehatan
pemerintah daerah
kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (5) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (6) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D, diberikan oleh kepala Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.