• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revisi TUGAS KELOMPOK PERBANDINGAN PERSY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revisi TUGAS KELOMPOK PERBANDINGAN PERSY"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH SAKIT

Menurut undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Sedangkan menurutt organisasi kesehatan dunia WHO (World Health organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Fungsi rumah sakit menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit menyelenggarakan kegiatan :

a. Pelayanan medis

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan

c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis

d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan

f. Administrasi umum dan keuangan

(2)

A. Defenisi

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. (PMK 56 tahun 2014 ttg Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit) Izin Mendirikan Rumah Sakit, yang selanjutnya disebut Izin Mendirikan adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah atau badan swasta yang akan mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan yang telah ada untuk menjadi rumah sakit setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

Izin Operasional Rumah Sakit, yang selanjutnya disebut Izin Operasional adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai kelas rumah sakit kepada penyelenggara/pengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit setelah memenuhi persyaratan dan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

Rumah Sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.

Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan unit pelaksana teknis dari instansi Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan ataupun instansi Pemerintah lainnya. Instansi Pemerintah lainnya sebagaimana dimaksud meliputi Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.

(3)

Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Dikecualikan bagi Rumah Sakit publik yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba. Sifat nirlaba sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.

B. Bentuk Rumah Sakit

Berdasarkan bentuknya, Rumah Sakit dibedakan menjadi : 1 Rumah Sakit menetap

Rumah Sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan secara permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2. Rumah Sakit bergerak

Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Rumah Sakit bergerak dapat berbentuk bus, kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer.

3. Rumah Sakit lapangan.

Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan dilokasi tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan kegiatan tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. Rumah Sakit lapangan dapat berbentuk tenda di ruang terbuka, kontainer, atau bangunan permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit.

C. Klasifikasi Rumah Sakit

Penetapan klasifikasi rumah sakit berdasarkan pada :  Pelayanan

 Sumber daya manusia

 Peralatan

 Bangunan dan prasarana

(4)

a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

Jenis pelayanan yang diberikan Rumah sakit umum kelas A terdiri atas :  Pelayanan medik

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari: a. pelayanan gawat darurat;

harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

b. pelayanan medik spesialis dasar;

meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

c. pelayanan medik spesialis penunjang;

meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik. pelayanan medik spesialis lain;

kelamin, kedokteran jiwa, paru,orthopedi urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik d. pelayanan medik subspesialis;

meliputi pelayanan subspesialis dibidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, abstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah saraf, bedah plastik dan gigi mulut.

e. pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Meliputi pelayanan bedah mulut,

konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi dan penyakit mulut.  Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik  Pelayanan keperawatan dan kebidanan

Meliputi asuhan keperawatan generalis dan spesialis serta asuhan kebidanan.

 Pelayanan penunjang klinik

Meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.

 Pelayanan penunjang non-klinik

(5)

 Pelayanan rawat inap

harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.

Berdasarkan Sumber Daya Manusia, terbagi atas :  Tenaga medis

a. 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan

g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit

- 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian

- 5 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasia

- 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasian

(6)

inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

- 1 apoteker sebagai kooordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

 Tenaga keperawatan

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.

 Tenaga kesehatan lainnya

 Tenaga non-kesehatan b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Jenis pelayanan yang diberikan Rumah sakit umum kelas B terdiri atas :  Pelayanan medik

Pelayanan medik , paling sedikit terdiri dari: a. pelayanan gawat darurat;

harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

b. pelayanan medik spesialis dasar;

meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

c. pelayanan medik spesialis penunjang;

meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik. d. pelayanan medik spesialis lain;

paling sedikit berjumlah 8 (delapan) pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan yang meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik.

e. pelayanan medik subspesialis;

paling sedikit berjumlah 2 (dua) pelayanan

subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, dan obstetri dan ginekologi.

(7)

paling sedikit berjumlah 3 (tiga) pelayanan yang meliputi pelayanan bedah mulut,

konservasi/endodonsi, dan orthodonti.  Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik  Pelayanan keperawatan dan kebidanan

 Pelayanan penunjang klinik

 meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.

 Pelayanan penunjang non-klinik

 meliputi pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan

kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

 Pelayanan rawat inap

harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta. Berdasarkan Sumber Daya Manusia, terbagi atas :

 Tenaga medis

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit

- 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

(8)

- 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

- 1 apoteker sebagai kooordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

 Tenaga keperawatan  Tenaga kesehatan lainnya  Tenaga non-kesehatan c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Jenis pelayanan yang diberikan Rumah sakit umum kelas C terdiri atas :  Pelayanan medik

 Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik  Pelayanan keperawatan dan kebidanan

 Pelayanan penunjang klinik  Pelayanan penunjang non-klinik  Pelayanan rawat inap

Berdasarkan Sumber Daya Manusia, terbagi atas :  Tenaga medis

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit

(9)

- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

 Tenaga keperawatan  Tenaga kesehatan lainnya

 Tenaga non-kesehatan d. Rumah Sakit Umum Kelas D.

Jenis pelayanan yang diberikan Rumah sakit umum kelas D terdiri atas :  Pelayanan medik

 Pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik  Pelayanan keperawatan dan kebidanan

 Pelayanan penunjang klinik  Pelayanan penunjang non-klinik

 Pelayanan rawat inap

Berdasarkan Sumber Daya Manusia, terbagi atas :  Tenaga medis

 Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit

- 1 apoteker yang bertugas di rawat jalan dan rawat inap yang dibantu paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

(10)

 Tenaga kesehatan lainnya Tenaga non-kesehatan

2. Rumah Sakit Khusus

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A; b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; c. Rumah Sakit Khusus Kelas C;

D. Perijinan

Setiap Rumah Sakit wajib memiliki izin. Izin Rumah Sakit terdiri atas  Izin Mendirikan

Izin Mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh pemilik Rumah Sakit.

 Izin Operasional.

Izin Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh pengelola Rumah Sakit.

D.1 Izin Mendirikan Pasal 64

(1) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah provinsi.

(2) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing kepada Direktur Jenderal di lingkungan kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan

perumahsakitan.

(3) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B penanaman modal dalam negeri kepada pemerintah daerah provinsi setelah mendapatkan

(11)

(4) Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D penanaman modal dalam negeri kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(5) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(6) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D, diberikan oleh kepala Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Pasal 66

(1) Izin Mendirikan diberikan untuk mendirikan bangunan baru atau mengubah fungsi bangunan lama untuk difungsikan sebagai Rumah Sakit.

(2) Pendirian bangunan dan pengalihan fungsi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimulai segera setelah mendapatkan Izin Mendirikan.

(3) Izin Mendirikan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.

(4) Perpanjangan Izin Mendirikan diperoleh dengan mengajukan permohonan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu Izin Mendirikan berakhir dengan melampirkan Izin Mendirikan.

Pasal 67

(1) Pemilik atau pengelola yang akan mendirikan Rumah Sakit mengajukan permohonan Izin Mendirikan kepada pemberi izin sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit yang akan didirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 secara tertulis dengan melampirkan:

a. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

(12)

d. Detail Engineering Design;

e. dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

f. fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah atas nama badan hukum pemilik rumah sakit;

g. izin undang-undang gangguan (Hinder Ordonantie/HO); h. Surat Izin Tempat Usaha (SITU);

i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

j. rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.

(2) Studi kelayakan merupakan gambaran kegiatan perencanaan Rumah Sakit secara fisik dan nonfisik yang terdiri atas:

a. kajian kebutuhan pelayanan Rumah Sakit yang meliputi:

1) kajian demografi yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan penduduk serta karakteristik penduduk yang terdiri dari umur, jenis kelamin, dan status perkawinan;

2) kajian sosio-ekonomi yang mempertimbangkan kultur/kebudayaan, tingkat pendidikan, angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan domestik rata-rata bruto;

3) kajian morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan sekurang-kurangnya sepuluh penyakit utama, angka kematian (GDR, NDR), dan angka persalinan; 4) kajian kebijakan dan regulasi, yang mempertimbangkan kebijakan dan regulasi pengembangan wilayah pembangunan sektor nonkesehatan, kesehatan, dan perumah sakitan.

5) kajian aspek internal Rumah Sakit merupakan rancangan sistem-sistem yang akan dilaksanakan atau dioperasionalkan, yang terdiri dari

sistem manajemen organisasi Termasuk �

sistem manajemen unit-unit pelayanan, �

system unggulan pelayanan, ariff teknologi peralatan, �

sistem tarif, serta rencana kinerja dan keuangan. �

(13)

1) Lahan dan bangunan Rumah Sakit harus dalam satu kesatuan lokasi yang saling berhubungan dengan ukuran, luas dan bentuk lahan serta bangunan/ruang mengikuti ketentuan tata ruang daerah setempat yang berlaku.

2) Persyaratan lokasi meliputi :

a) Tidak berada di lokasi area berbahaya (di tepi lereng, dekat kaki gunung yang rawan terhadap longsor, dekat anak sungai atau badan air yang dpt mengikis pondasi, dekat dengan jalur patahan aktif/gempa, rawan tsunami, rawan banjir, berada dalam zona topan/badai, dan lainlain).

b) Harus tersedia infrastruktur aksesibilitas untuk jalur transportasi.

c) Ketersediaan utilitas publik mencukupi seperti air bersih, jaringan air kotor, listrik, jalur komunikasi/telepon.

d) Ketersediaan lahan parkir.

e) Tidak berada di bawah pengaruh SUTT dan SUTET.

3) rencana cakupan, jenis pelayanan kesehatan, dan fasilitas lain; 4) jumlah, spesialisasi, dan kualifikasi sumber daya manusia; dan

5) jumlah, jenis, dan spesifikasi peralatan mulai dari peralatan sederhana hingga peralatan canggih.

c. kajian kemampuan pendanaan/pembiayaan yang meliputi: 1) prakiraan jumlah kebutuhan dana investasi dan sumber pendanaan;

2) prakiraan pendapatan atau proyeksi pendapatan terhadap prakiraan jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur;

3) prakiraan biaya atau proyeksi biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap prakiraan sumber daya manusia;

4) proyeksi arus kas 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun; dan 5) proyeksi laba atau rugi 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun.

(3) Master plan memuat strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)

tahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang meliputi identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan, fasilitas yang ada, modal dan pembiayaan.

(4) Detail Engineering Design merupakan gambar perencanaan lengkap Rumah Sakit yang akan

(14)

(5) Dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan terdiri atas upaya pengelolaan

lingkungan (UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL), atau analisis dampak lingkungan (AMDAL) berdasarkan klasifikasi Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Izin undang-undang gangguan (hinder ordonantie/HO) dan/atau surat izin tempat usaha (SITU), dan izin mendirikan bangunan (IMB) diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

(1) Pemberi izin harus menerbitkan bukti penerimaan berkas permohonan yang telah lengkap atau memberikan informasi apabila berkas permohonan belum lengkap kepada pemilik atau pengelola yang mengajukan permohonan Izin Mendirikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak berkas permohonan diterima.

(2) Dalam hal berkas permohonan belum lengkap , pemohon harus mengajukan permohonan

ulang kepada pemberi izin.

(3) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah bukti penerimaan berkas diterbitkan, pemberi izin harus menetapkan untuk memberikan atau menolak permohonan Izin Mendirikan.

(4) Dalam hal terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberi izin dapat memperpanjang jangka waktu pemrosesan izin paling lama 14 (empat belas) hari kerja dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon.

(5) Penetapan pemberian atau penolakan permohonan Izin Mendirikan dilakukan setelah pemberi izin melakukan penilaian dokumen dan peninjauan lapangan. (6) Dalam hal permohonan Izin Mendirikan ditolak, pemberi izin harus memberikan alasan penolakan yang disampaikan secara tertulis kepada pemohon. (7) Apabila pemberi izin tidak menerbitkan Izin Mendirikan atau tidak menolak permohonan hingga berakhirnya batas waktu , permohonan Izin Mendirikan dianggap diterima.

(15)

Pasal 70

(1) Izin Operasional merupakan izin yang diberikan kepada pengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(2) Izin Operasional berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

(3) Perpanjangan Izin Operasional dilakukan dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambatlambatnya 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlakunya Izin Operasional.

Pasal 71

(1) Dalam hal masa berlaku Izin Operasional berakhir dan pemilik Rumah Sakit belum mengajukan perpanjangan Izin Operasional, Rumah Sakit harus menghentikan kegiatan pelayanannya kecuali pelayanan gawat darurat dan pasien yang sedang dalam perawatan

inap.

(2) Dalam hal Rumah Sakit tetap menyelenggarakan pelayanan tanpa Izin Operasional, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 72

(1) Untuk memperoleh Izin Operasional, pengelola mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit dengan melampirkan dokumen:

a. Izin Mendirikan Rumah Sakit, bagi permohonan Izin Operasional untuk pertama kali;

b. profil Rumah Sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi;

c. isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit yang meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana;

d. gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan prasarana pendukung;

(16)

h. daftar peralatan medis dan nonmedis; i. daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan;

j. berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai kelengkapan berkas izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk peralatan tertentu; dan

k. dokumen administrasi dan manajemen.

(2) Instrumen self assessment tercantum dalam formulir terlampir. (3) Dokumen administrasi dan manajemen meliputi:

a. badan hukum atau kepemilikan;

b. peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws); c. komite medik;

d. komite keperawatan;

e. satuan pemeriksaan internal;

f. surat izin praktik atau surat izin kerja tenaga kesehatan; g. standar prosedur operasional kredensial staf medis; h. surat penugasan klinis staf medis; dan

i. surat keterangan/sertifikat hasil uji/kalibrasi alat kesehatan.

(4) Pemberi izin harus menerbitkan bukti penerimaan berkas permohonan yang telah lengkap atau memberikan informasi apabila berkas permohonan belum lengkap kepada Instansi Pemerintah, instansi Pemerintah Daerah, atau badan hukum yang mengajukan permohonan Izin Operasional dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak berkas permohonan diterima.

(5) Terhadap berkas permohonan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A, dan Rumah Sakit penanaman modal asing yang telah lengkap, Menteri menugaskan pejabat yang berwenang di bidang kesehatan ditingkat provinsi untuk membentuk tim visitasi yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan nasional. (6) Terhadap berkas permohonan izin operasional Rumah Sakit kelas B yang telah lengkap, kepala Pemerintah Daerah provinsi menugaskan pejabat yang berwenang di bidang kesehatan di tingkat kabupaten/kota untuk membentuk tim visitasi yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan nasional.

(17)

menugaskan pejabat yang berwenang di bidang kesehatan di tingkat kabupaten/kota untuk membentuk tim visitasi yang terdiri atas unsur dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan daerah.

(8) Tim visitasi harus melakukan visitasi dalam rangka penilaian kesiapan dan kelaikan operasional Rumah Sakit sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penugasan.

(9) Tim visitasi harus menyampaikan laporan hasil visitasi kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah visitasi dilakukan.

(10) Berdasarkan laporan hasil visitasi, pejabat yang berwenang di bidang kesehatan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota menyampaikan rekomendasi pemberian atau penolakan permohonan Izin Operasional kepada Menteri, Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan tim visitasi diterima.

(11) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak rekomendasi diterima, Menteri, Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagai pemberi izin harus menetapkan untuk memberikan atau menolak permohonan Izin Operasional.

(12) Dalam hal terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu sampai dengan , pemberi izin dapat memperpanjang jangka waktu pemrosesan izin paling lama 14 (empat belas) hari kerja dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon.

(13) Dalam hal permohonan Izin Operasional diterima, pemberi izin menerbitkan Izin Operasional berupa surat keputusan dan sertifikat yang memuat kelas Rumah Sakit dan jangka waktu berlakunya izin.

(14) Dalam hal permohonan Izin Operasional ditolak, pemberi izin harus memberikan alasan penolakan yang disampaikan secara tertulis kepada pemohon dan memberikan pilihan kepada pemohon untuk:

a. melengkapi persyaratan Izin Operasional sesuai klasifikasi Rumah Sakit yang akan diselenggarakan; atau

(18)

Pasal 73

(1) Setiap Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Operasional dapat mengajukan permohonan perubahan Izin Operasional secara tertulis.

(2) Perubahan Izin Operasional dilakukan jika terjadi perubahan: a. kepemilikan;

b. jenis Rumah Sakit;

c. nama Rumah Sakit; dan/atau d. kelas Rumah Sakit.

(3) Perubahan Izin Operasional diajukan dengan melampirkan:

a. akte notaris, surat keputusan dari pejabat yang berwenang, dan/atau putusan pengadilan tentang perubahan status kepemilikan Rumah Sakit;

b. rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

c. studi kelayakan dan rencana strategis perubahan jenis Rumah Sakit yang memuat kelayakan pada aspek pelayanan, sosial ekonomi, kebijakan dan peraturan perundang-undangan; dan

d. surat pernyataan pengajuan perubahan Izin Operasional dari pemilik Rumah Sakit.

Pasal 75

(19)

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

( PMK 58 TAHUN 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit)

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.

(20)

Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik.

Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, meliputi:

a). pemilihan;

b). perencanaan kebutuhan; c). pengadaan;

d). penerimaan; e). penyimpanan; f). pendistribusian;

g). )pemusnahan dan penarikan; h). pengendalian; dan

i). administrasi.

b. pelayanan farmasi klinik, meliputi : a). pengkajian dan pelayanan Resep; b). penelusuran riwayat penggunaan Obat; c). rekonsiliasi Obat;

d). Pelayanan Informasi Obat (PIO); e). konseling;

f). visite;

g). Pemantauan Terapi Obat (PTO);

h). Monitoring Efek Samping Obat (MESO); i). Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j). dispensing sediaan steril; dan

k). Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

(21)

Ruang Lingkup

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.

Sumber Daya Manusia

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari: 1) Apoteker

2) Tenaga Teknis Kefarmasian

b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian 2) Tenaga Administrasi

3) Pekarya/Pembantu pelaksana

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Persyaratan SDM

(22)

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.

Beban Kerja dan Kebutuhan a. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

1) kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);

2) jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan produksi); 3) jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari; dan

4) volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

b. Penghitungan Beban Kerja

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.

(23)

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

1. Unit Gawat Darurat;

2. Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);

3. Pelayanan Informasi Obat;

Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

KLINIK UTAMA

(PMK no. 09 TAHUN 2014 Tentang Klinik)

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

Tenaga medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Klinik.

A. Jenis-jenis Klinik

Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi 2 yaitu :  Klinik Pratama

Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.  Klinik Utama.

(24)

Klinik Pratama atau Klinik Utama dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Jenis Klinik Pratama atau Klinik Utama serta pedoman penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh

empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di tempat.

Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara perorangan atau berbentuk badan usaha. Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan

Klinik Utama harus berbentuk badan usaha.

B. Persyaratan

Klinik harus memenuhi persyaratan :  Lokasi

Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing.

Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk. Ketentuan mengenai lokasi dan persebaran klinik tidak berlaku untuk klinik Perusahaan atau klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan atau pegawai instansi pemerintah tersebut.

bangunan

Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta

(25)

Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas: a. ruang pendaftaran/ruang tunggu

b. ruang konsultasi dokter c. ruang administrasi d. ruang tindakan e. ruang farmasi f. kamar mandi/wc

g. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan  Prasarana dan Peralatan

Prasarana

Prasarana klinik meliputi: a. instalasi sanitasi; b. instalasi listrik;

c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan e. sistem gas medis;

f. sistem tata udara; g. sistem pencahayaan;

h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.

Sarana dan Prasarana Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Peralatan .

Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

Peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.

Selain memenuhi standar peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.

(26)

Ketenagaan.

Penanggung jawab teknis Klinik harus seorang tenaga medis.

Penanggung jawab teknis Klinik harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di Klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai pemberi pelayanan.

Tenaga Medis hanya dapat menjadi penanggung jawab teknis pada 1 (satu) Klinik. Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis, tenaga keperawatan, Tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, Tenaga Kesehatan lain dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Jenis, kualifikasi, dan jumlah Tenaga Kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh Klinik.

Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter sebagai pemberi pelayanan.

Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran gigi paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai pemberi pelayanan.

Setiap tenaga medis yang berpraktik di Klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.

Pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara asing di Klinik dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(27)

Kefarmasian

Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.

Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping.

Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker. Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain.

Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker.

Laboratorium

Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan laboratorium klinik.

Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan laboratorium klinik.

Laboratorium Klinik pada klinik pratama merupakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Klinik utama dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama atau laboratorium klinik umum madya.

Perizinan laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan Klinik.

Dalam hal Klinik menyelenggarakan laboratorium klinik yang memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan Klinik, maka laboratorium klinik tersebut harus memiliki izin tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Perijinan

Setiap penyelenggaraan Klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Izin mendirikan diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Izin operasional diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

(28)

a. identitas lengkap pemohon;

b. salinan/fotokopi pendirian badan hukum atau badan usaha, kecuali untuk kepemilikan perorangan;

c. salinan/fotokopi yang sah sertifikat tanah, bukti kepemilikan lain yang disahkan oleh notaris, atau bukti surat kontrak minimal untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;

d. dokumen SPPL untuk Klinik rawat jalan, atau dokumen UKL-UPL untuk Klinik rawat inap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. profil Klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian, lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, laboratorium, serta pelayanan yang diberikan;

f. persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.

Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan apabila belum dapat memenuhi persyaratan.

Apabila batas waktu habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, maka pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru.

Pasal 27

(1) Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.

(2) Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 24.

(3) Persyaratan administrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota.

(4) Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.

pasal 28

(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus mengeluarkan keputusan atas permohonan izin operasional, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima permohonan izin.

(29)

Pasal 29

(1) Apabila dalam permohonan izin operasional, pemohon dinyatakan masih harus melengkapi persyaratan sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3), maka Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus segera memberitahukan kepada pemohon dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.

(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak pemberitahuan disampaikan, harus segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan surat penolakan atas permohonan izin operasional dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari.

Pasal 30

(1) Perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) harus diajukan pemohon paling lama 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional.

(2) Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus memberi keputusan berupa penerbitan izin atau penolakan izin.

(3) Dalam hal permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis.

Pasal 31

(1) Perubahan izin operasional Klinik harus dilakukan apabila terjadi: a. perubahan nama;

b. perubahan jenis badan usaha; dan/atau c. perubahan alamat dan tempat.

(30)

a. surat pernyataan penggantian nama dan/atau jenis badan usaha Klinik yang ditandatangani oleh pemilik;

b. perubahan Akta Notaris; dan

c. izin operasional Klinik yang asli, sebelum perubahan.

(3) Perubahan izin operasional Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan mengajukan permohonan izin mendirikan, izin operasional, serta harus melampirkan: a. surat pernyataan penggantian alamat dan tempat Klinik yang ditandatangani oleh pemilik; dan

b. izin operasional Klinik yang asli, sebelum perubahan.

(4) Perubahan kepemilikan dan/atau penanggung jawab teknis Klinik harus dilaporkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

D. Penyelenggaraan

Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau home care.

Pelayanan satu hari (one day care) merupakan pelayanan yang dilakukan untuk pasien yang sudah ditegakkan diagnosa secara definitif dan perlu mendapat tindakan atau perawatan semi intensif (observasi) setelah 6 (enam) jam sampai dengan 24 (dua puluh empat) jam.

Home care merupakan bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan dampak penyakit.

Pasal 33

(31)

(2) Apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 (lima) hari, maka pasien harus secara terencana dirujuk ke rumah sakit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

Klinik utama dapat melakukan tindakan bedah, kecuali tindakan bedah yang: a. menggunakan anestesi umum dengan inhalasi dan/atau spinal;

b. operasi sedang yang berisiko tinggi; dan c. operasi besar.

Klasifikasi bedah kecil, sedang, dan besar ditetapkan oleh Organisasi Profesi yang bersangkutan.

Pasal 35

Setiap Klinik mempunyai kewajiban:

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan;

b. memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan non-diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial;

d. memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent); e. menyelenggarakan rekam medis;

f. melaksanakan sistem rujukan dengan tepat;

g. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;

h. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

i. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;

j. melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

k. memiliki standar prosedur operasional;

(32)

n. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan; o. menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan

p. memberlakukan seluruh lingkungan klinik sebagai kawasan tanpa rokok.

Pasal 36

Setiap Kinik mempunyai hak:

a. menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan;

c. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

d. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; dan e. mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Penyelenggara Klinik wajib:

a. memasang nama dan klasifikasi Klinik;

b. membuat dan melaporkannya kepada dinas kesehatan daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan menyertakan:

1) nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis; 2) nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan lain.

c. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Klinik, dilakukan akreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Setiap Klinik yang telah memperoleh izin operasional dan telah beroperasi paling sedikit 2 (dua) tahun wajib mengajukan permohonan akreditasi.

(3) Akreditasi dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi yang membidangi fasilitas pelayanan kesehatan.

(33)

(1) Dalam penyelenggaraan Klinik harus dilakukan audit medis. (2) Audit medis dilakukan secara internal dan eksternal.

(3) Audit medis internal dilakukan oleh Klinik paling sedikit satu kali dalam setahun. (4) Audit medis eksternal dapat dilakukan oleh organisasi profesi.

PERBANDINGAN PERSYARATAN DAN PROSES PERIJINAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK UTAMA

N O

ASPEK IFRS KLINIK UTAMA

1 Defenisi Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang

menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

Klinik Utama merupakan klinik yang

menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik

2 Dasar Hukum  UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

UU no.35 tahun 2009 tentang Narkotika

UU no.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

PP no.51 tahun 2009 tentang

UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan  UU no.35 tahun 2009

tentang Narkotika  UU no.36 tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan

(34)

Pekerjaan Kefarmasian

PP no.72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

PMK 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Jo 31 tahun 2016

PMK HK 02.02.068 tahun 2010 Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

PMK 98 tahun 2015 tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat  PMK 3 tahun 2015 tentang

Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotik, Psikotropik dan Prekursor Farmasi

Kefarmasian

PP no.72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan  PMK no. 09 tahun

2014 tentang KlinikPMK 889 tahun 2011

tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Jo 31 tahun 2016  PMK HK 02.02.068

tahun 2010 Kewajiban

Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 3 Standar Pelayanan

yang di pakai

PMK 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

PMK no.09 tahun 2014 tentang Klinik

4 Persyaratan Harus memiliki :

Izin Mendirikan dan Izin Operasional

(35)

5 Sumber Daya / Ketenagaan

PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

Berdasarkan kualifikasi rumah sakitnya :

Kelas A :

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas : (15 orang)

-1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit

-5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian -5 apoteker yang bertugas di rawat

inap yang dibantu paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian -1 apoteker di instalasi gawat darurat

yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasia

-1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasian

-1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

- 1 apoteker sebagai kooordinator produksi yang dapat merangkap

PMK no. 09 tahun 2014 tentang Klinik

(36)

dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit Kelas B :

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas (13 orang)

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit - 4 apoteker yang bertugas di rawat

jalan yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasia

- 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu minimal 2 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

(37)

dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit Kelas C:

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas (8 orang)

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit - 2 apoteker yang bertugas di rawat

jalan yang dibantu paling sedikit 4 tenaga teknis kefarmasian

- 4 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian

- 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

Kelas D:

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :(3 orang)

- 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit - 1 apoteker yang bertugas di rawat

jalan dan rawat inap yang dibantu paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian

(38)

penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

6 Kegiatan yang dilakukan

PMK 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Kegiatan pelayanan kefarmasian di RS ada 2 yaitu

1. Kegiatan yang bersifat manajerial yaitu berupa pengelolaan sediaan farmasi, Alkes dan bahan medis habis pakai, meliputi:

a). pemilihan;

b). perencanaan kebutuhan; c). pengadaan;

d). penerimaan; e). penyimpanan; f). pendistribusian;

g). )pemusnahan dan penarikan; h). pengendalian; dan

i). administrasi.

2. Kegiatan pelayanan farmasi klinik, meliputi :

a). pengkajian dan pelayanan Resep;

b). penelusuran riwayat penggunaan Obat; c). rekonsiliasi Obat;

d). Pelayanan Informasi Obat

PMK no. 09 tahun 2014

pelayanan kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping. Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker.

Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain.

(39)

(PIO);

e). konseling; f). visite;

g). Pemantauan Terapi Obat (PTO);

h). Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

i). Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j). dispensing sediaan steril; k). Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker.

7 Proses Perijinan Proses perizinan terbagi 2 yaitu : 1. Izin Mendirkan

pemilik atau pengelola mengajikan permohonan izin dengan melampirkan :

a. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

b. studi kelayakan; c. master plan;

d. Detail Engineering Design;

e. dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

f. fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah atas nama

badan hukum pemilik rumah sakit; g. izin undang-undang gangguan (Hinder Ordonantie/HO);

h. Surat Izin Tempat Usaha (SITU);

(40)

i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); j. rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada

Pemerintah Daerah

provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit. (2) Studi kelayakan merupakan gambaran kegiatan perencanaan Rumah Sakit secara fisik dan nonfisik yang terdiri atas:

a.kajian kebutuhan pelayanan Rumah Sakit yang meliputi:

1) kajian demografi yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan penduduk serta karakteristik penduduk yang terdiri dari umur, jenis kelamin, dan status perkawinan;

2) kajian sosio-ekonomi yang mempertimbangkan

kultur/kebudayaan, tingkat pendidikan, angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan domestik rata-rata bruto;

3) kajian morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan sekurang-kurangnya sepuluh penyakit utama, angka kematian (GDR, NDR), dan angka persalinan;

4) kajian kebijakan dan regulasi, yang mempertimbangkan kebijakan dan regulasi pengembangan wilayah pembangunan sektor nonkesehatan, kesehatan, dan perumah sakitan.

jangka waktu 5 (lima) tahun;

d. dokumen SPPL untuk Klinik rawat jalan, atau dokumen UKL-UPL untuk Klinik rawat inap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. profil Klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian, lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, laboratorium, serta pelayanan yang diberikan;

f. persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.

2. Izin Operasional Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.

Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan,

(41)

5) kajian aspek internal Rumah Sakit merupakan rancangan sistem-sistem yang akan dilaksanakan atau dioperasionalkan, yang terdiri dari

sistem manajemen organisasi �

Termasuk

sistem manajemen unit-unit �

pelayanan,

system unggulan pelayanan, ariff �

teknologi peralatan,

sistem tarif, serta rencana kinerja �

dan keuangan.

b. kajian kebutuhan lahan, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, dan peralatan sesuai kriteria klasifikasi Rumah Sakit yang akan didirikan yang meliputi:

1) Lahan dan bangunan Rumah Sakit harus dalam satu kesatuan lokasi yang saling berhubungan dengan ukuran, luas dan bentuk lahan serta bangunan/ruang mengikuti ketentuan tata ruang daerah setempat yang berlaku.

2) Persyaratan lokasi meliputi : a) Tidak berada di lokasi area berbahaya (di tepi lereng, dekat kaki gunung yang rawan terhadap longsor, dekat anak sungai atau badan air yang dpt mengikis pondasi, dekat dengan jalur patahan aktif/gempa, rawan tsunami, rawan

laboratorium.

(42)

topan/badai, dan lainlain).

b) Harus tersedia infrastruktur aksesibilitas untuk jalur transportasi. c) Ketersediaan utilitas publik mencukupi seperti air bersih, jaringan air kotor, listrik, jalur komunikasi/telepon.

d) Ketersediaan lahan parkir.

e) Tidak berada di bawah pengaruh SUTT dan SUTET.

3) rencana cakupan, jenis pelayanan kesehatan, dan fasilitas lain;

4) jumlah, spesialisasi, dan kualifikasi sumber daya manusia; dan

5) jumlah, jenis, dan spesifikasi peralatan mulai dari peralatan sederhana hingga peralatan canggih.

c. kajian kemampuan

pendanaan/pembiayaan yang meliputi:

1) prakiraan jumlah kebutuhan dana investasi dan sumber pendanaan; 2) prakiraan pendapatan atau proyeksi pendapatan terhadap prakiraan jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur;

3) prakiraan biaya atau proyeksi biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap prakiraan sumber daya manusia;

4) proyeksi arus kas 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun; dan

(43)

sampai 10 (sepuluh) tahun.

(3) Master plan memuat strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)

tahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang meliputi identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan, fasilitas yang ada, modal dan pembiayaan.

(4) Detail Engineering Design merupakan gambar perencanaan lengkap Rumah Sakit yang akan dibangun yang meliputi gambar arsitektur, struktur dan mekanikalelektrikal sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

(5) Dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan terdiri atas upaya pengelolaan

lingkungan (UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL), atau analisis dampak lingkungan (AMDAL) berdasarkan klasifikasi Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(44)

2. Izin Operasional

Permohonan izin operasioanl dengan melampirkan dokumen: a. Izin Mendirikan Rumah Sakit, bagi permohonan Izin Operasional untuk pertama kali;

b. profil Rumah Sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi; c. isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit yang meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana;

d. gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan prasarana pendukung;

e. izin penggunaan bangunan (IPB) dan sertifikat laik fungsi;

f. dokumen pengelolaan lingkungan berkelanjutan;

g. daftar sumber daya manusia; h. daftar peralatan medis dan nonmedis;

i. daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan;

j. berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai kelengkapan berkas izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk peralatan tertentu; dan

(45)

manajemen.

(2) Instrumen self assessment tercantum dalam formulir terlampir. (3) Dokumen administrasi dan manajemen meliputi:

a. badan hukum atau kepemilikan; b. peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws);

c. komite medik; d. komite keperawatan;

e. satuan pemeriksaan internal; f. surat izin praktik atau surat izin kerja tenaga kesehatan;

g. standar prosedur operasional kredensial staf medis;

h. surat penugasan klinis staf medis; dan

i. surat keterangan/sertifikat hasil uji/kalibrasi alat kesehatan. 8 Masa Belaku Izin

Operasioanl

Masa berlaku izn operasional 5 tahun, dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 6 bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional

masa berlaku izin

operasional 5 tahun, dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional

9. Pemberi Izin PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

(1) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal

PMK no. 09 tahun 2014 tentang Klinik.

Gambar

gambar  arsitektur,  struktur

Referensi

Dokumen terkait

DOKTER SPESIALIS KULIT UNTUK RAWAT JALAN YANG KERJASAMA DENGAN ALLIANZ :3. Ade

Sistem hidrolik ialah semua komponen yang ada oil hidrolik didalamnya, dari mulai pompa hidrolik sampai dengan motor hidrolik yang terdapat pada roda depan

Tarbiyyah al-Aulād fī al-Islām , kemudian dianalisis dengan didukung data-data sekunder untuk selanjutnya melalui analisis isi, data-data tersebut akan ditarik

Bab ini merupakan bab yang paling pokok dari penulisan skripsi ini, dalam bab ini akan diuraikan mengenai Prosedur Pemberian Perjanjian Pembiayaan Murabahah Pada BRI

Untuk mengetahui perbandingan produksi, nilai produksi serta biaya pada usahatani jagung hibrida dan lokal maka dilakukan uji-t dengan masing-masing 25 responden.. Uji t Produksi,

Tanda dan Makna pada Upacara Pejenengan di Desa Batu Kantar Narmada bertujuan untuk mendeskripsikan tanda dan makna yang terdapat pada takhayul upacara pejenengan

dalam AIM 2010 (UBAQA 2010), yaitu berhasil meraih peringkat I untuk kategori Jurusan/Program Studi. Prestasi tersebut mempertahankan capaian yang diraih oleh

Hipotesis kedua dalam penelitian ini mengatakan bahwa locus of control mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja IKM dengan budaya kaizen