3. Dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak;
Unsur Ke-1 Barang siapa:
Menimbang bahwa Barang siapa (hij die) dimaksudkan sebagai “kata” yang menyatakan kata ganti “manusia” sebagai subyek hukum pidana, dimana “manusia” yang akan mempertanggung jawabkan secara pidana, dimana “manusia” sebagai subyek hukum mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya baik secara jasmani maupun rohani.
Bahwa di persidangan Terdakwa telah mengaku sehat jasmani dan rohani, serta mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis Hakim, Penuntut Umum dengan baik dan lancar. Hal tersebut membuktikan bahwa Terdakwa ketika melakukan perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tidak ditemukan adanya unsur pembenar dan atau unsur pemaaf, sehingga Terdakwa dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi.
Unsur Ke-2 Mengambil Sesuatu Barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain:
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa di persidangan maka unsur mengambil di sini sebagai suatu perbuatan memindahkan barang ke tempat lain serta mengakibatkan barang tersebut berada dibawah kekuasaan yang melakukan dan diluar kekuasaan pemiliknya. Dari fakta persidangan tersebut terungkap bahwa:
44
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 sekitar pukul 07.30 WIB di pasar raya 1 jalan Jenderal Sudirman Kota Salatiga, Terdakwa mengambil barang milik saksi korban ROSYIDAH Binti KASTINO.
- Bahwa terdakwa telah mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi macam-macam plastik berbagai ukuran.
- Bahwa sekitar pukul 07.00 WIB Terdakwa tiba di pasar tersebut dan kemudian berkeliling hingga akhirnya melihat 1 (satu) buah karung yang berada di dalam kios tersebut dalam keadaan terbuka dan sepi.
- Bahwa terdakwa langsung masuk ke dalam kios tersebut dan mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi plastik (dalam kemasan baru) dengan cara diangkat dan dipanggul lalu terdakwa membawa karung tersebut keluar dari dalam kios.
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, saksi korban mengalami kerugian sekitar Rp. 1.026.000,- (satu juta dua puluh enam ribu rupiah). - Bahwa Terdakwa mengambil barang-barang berupa plastik milik saksi
korban tidak ada ijin dari pemiliknya.
Dengan demikian unsur mengambil Sesuatu Barang yang seluruhya atau sebagian milik orang lain telah terpenuhi.
Unsur Ke-3 Dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak:
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa yang dimaksud untuk dimiliki secara melawan hukum adalah tanpa hak atau bertentangan dengan Undang-Undang dalam memperoleh barang tersebut. Bahwa Terdakwa dalam mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi macam-macam plastik tanpa sepengetahuan atau tanpa seijin dari pemiliknya yaitu ROSYIDAH Binti KASTINO.
Dengan demikian unsur dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak telah terpenuhi.
Menimbang, bahwa dengan demikian semua unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP telah terbukti dan terpenuhi.
45
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa maka perlu dipertimbangkan mengenai hal-hal yang memberatkan serta meringankan bagi Terdakwa:
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa dapat menimbulkan keresahan masyarakat; - Perbuatan Terdakwa telah merugikan korban.
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa berterus terang dan bersikap sopan;
- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
- Terdakwa belum pernah dihukum.
Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan di atas pidana yang akan dijatuhkan atas Terdakwa sebagaimana dalam amar putusan dipandang adil dan setimpal dengan perbuatannya.
Menimbang, bahwa oleh karena proses pemeriksaan berlangsung Terdakwa ditahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri Terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa.
Menimbang, bahwa barang bukti tersebut telah disita secara sah menurut hukum maka harus pula dicantumkan dalam amar putusan perkara ini. Yang mana barang tersebut terbukti di persidangan adalah milik ROSYIDAH Binti KASTINO, maka harus dikembalikan kepada yang berhak yaitu ROSYIDAH Binti KASTINO.
46
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Terdakwa dinyatakan bersalah dan akan djatuhi pidana, maka terdakwa harus pula dibebani kewajiban untuk membayar biaya perkara ini.
Adapun Putusan Nomor: 09/Pid.S/2016/PN.Slt yang diberikan Majelis Hakim adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa SUMEI Bin WARIS DARSO SUWITO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian”.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut diatas dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Memerintahkan Terdakwa berada dalam tahanan. 5. Menyatakan barang bukti berupa:
1 (satu) buah karung yang berisi berbagai ukuran plastik kemasan baru dengan rincian sebagai berikut:
- Plastik ukuran 2 Kg sebanyak 20 bungkus. - Plastik ukuran 1 Kg sebanyak 35 bungkus. - Plastik ukuran 1½ Kg sebanyak 20 bungkus. - Plastik ukuran ½ Kg sebanyak 150 bungkus. - Plastik ukuran ¼ Kg sebanyak 70 bungkus. - Plastik kecil sebanyak 20 bungkus.
47
- Plastik kecil biru sebanyak 11 bungkus.
Dikembalikan kepada saksi korban ROSYIDAH Binti KASTINO.
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
5. Wawancara
a. Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga37
Jika melihat Perma No. 2 Tahun 2012, apabila harga barang atau uang yang menjadi objek perkara tidak melebihi dua juta lima ratus ribu rupiah dan terdakwa bukanlah residivis, maka dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat. Akan tetapi, apabila Jaksa melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat, Hakim tidak boleh menolak perkara yang dilimpahkannya dan melaksanakan persidangan dengan Acara Pemeriksaan Singkat.
Dalam Perkara No. 9/Pid.S/2016/PN.Slt Terdakwa diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP. Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan menuntut Terdakwa dengan Pasal 362 KUHP karena dalam Acara Pemeriksaan Singkat pembuktiannya lebih sederhana dan unsur dalam Pasal 362 KUHP lebih
37 Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga, Ibu Meniek Emelinna Latuputty, S.H., pada hari Kamis, 14 Maret 2019, pukul 08.40 WIB.
48
memenuhi untuk perkara tersebut. Apabila Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dengan Pasal 362 KUHP, maka Hakim tidak mempunyai kewenangan untuk merubah Pasal yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketika memutus bersalah Terdakwa dengan Pasal 362 KUHP tentunya dilakukan pertimbangan seperti unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP yang terpenuhi serta dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kerugian korban pun juga dijadikan bahan pertimbangan, agar aspek keadilan dalam hukum juga dapat dirasakan oleh korban.
Perma No. 2 Tahun 2012 dibuat untuk kepentingan masyarakat dan menyederhanakan Tindak Pidana yang kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah dengan pengecualian tertentu. Selain itu, untuk menjamin keadilan di masyarakat baik untuk si pelaku dan korban. Akan tetapi, Perma tersebut hanya mengikat instansi yang ada di bawahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengarahkan instansi lain menggunakan Perma tersebut, karena masing-masing instansi mempunyai prosedurnya sendiri.
b. Wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga38
Dalam hal melakukan penuntutan, Jaksa Penuntut Umum harus menerima terlebih dahulu berkas perkara dari penyidik, dan apabila berkas
38 Wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, Bpk. Budi, S.H., pada hari Rabu, 3 Juli 2019, pukul 11.14 WIB.
49
perkaranya sudah lengkap, maka dapat dilakukan proses penuntutan. Setelah itu Jaksa Penuntut Umum akan membuat surat dakwaan. Namun, apabila berkas perkara belum lengkap, maka Jaksa Penuntut Umum akan mengembalikan dan meminta penyidik untuk melengkapi.
Penuntutan yang diajukan ke persidangan dapat dilakukan dengan 3 acara pemeriksaan, yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Menentukan acara pemeriksaan yang akan digunakan dengan melihat pembuktian dan sanksi yang akan diberikan. Apabila pembuktiannya sulit dan sanksi yang akan diberikan berat, maka yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Biasa dan apabila pembuktiannya mudah dan sanksi yang akan diberikan ringan, maka acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat.
Untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) sendiri, Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat. Acara pemeriksaan yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum hanya Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat. Hal tersebut dikarenakan dalam melaksanakan Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat dilakukan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang, sedangkan untuk Acara Pemeriksaan Cepat dapat dilaksanakan oleh penyidik atau kepolisian dengan kuasa Jaksa Penuntut Umum.
50
Dalam Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt Jaksa Penuntut Umum menggunakan Acara Pemeriksaan Singkat karena pembuktiannya mudah serta sanksinya ringan. Tidak digunakannya Acara Pemeriksaan Cepat, karena masih dilakukan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum.
C. ANALISIS
Terkait dengan Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt, penulis menemukan kesenjangan apabila dikaitkan dengan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Dalam Perma tersebut acara pemeriksaan yang harus digunakan dalam persidangan adalah Acara Pemeriksaan Cepat, akan tetapi dalam Putusan tersebut acara yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat.
Acara Pemeriksaan Singkat sama dengan Acara Pemeriksaan Biasa, kualitas perkaranya sama, akan tetapi karena duduk perkaranya memang sederhana sehingga pembuktian serta penerapan hukumnya mudah. Sedangkan Acara Pemeriksaan Cepat berbeda dari Acara Pemeriksaan Biasa yang menggunakan hakim tunggal, tidak dihadiri oleh Penuntut Umum, tetapi oleh Penyidik dan terhadap putusannya tidak dapat diminta banding, kecuali merampas kemerdekaan terdakwa.
Suatu perbuatan pidana dapat dimasukkan ke dalam kategori Tindak Pidana Ringan apabila sesuai dengan kualifikasi atau batasan yang ada di peraturan perundang-undangan. Kualifikasi yang ada dalam KUHP, suatu perbuatan yang dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring), apabila ancaman pidananya paling lama tiga bulan penjara atau denda dua puluh lima rupiah atau denda paling banyak
51
enam puluh rupiah berdasarkan Pasal 364 KUHP. Akan tetapi, setelah diterbitkan Perppu Nomor 16 Tahun 1960, bahwa yang dapat dikategorikan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), apabila nilai kerugiannya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Sedangkan kualifikasi atau batasan perbuatan pidana yang dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan menurut Perma No. 2 Tahun 2012, apabila nilai kerugiannya maksimal dua juta lima ratus ribu rupiah. Terhadap perkara yang ancaman pidananya maksimal 3 bulan penjara, terdakwa atau terpidana tersebut tidak dapat dilakukan penahanan dan tidak dapat dilakukan upaya hukum Kasasi.
Perma Nomor 2 Tahun 2012 sebenarnya diterbitkan untuk menyesuaikan nilai kerugian dan denda dalam KUHP yang dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, dimana sebelum diterbitkan Perma, batasan nilai kerugian agar perbuatan pidana dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) adalah dua ratus lima puluh rupiah dan hal itu tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada di masa sekarang ini dan hal itu yang membuat Pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) tidak bisa terlaksana secara efektif. Oleh karena itu, setelah diterbitkannya Perma tersebut batasan suatu perbuatan dapat dikategorikan menjadi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah. Dengan demikian diharapkan Pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dapat berlaku secara efektif dan menghindari penggunaan Pasal kejahatan biasa dalam perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring), karena sangat dirasa tidak adil jika perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil diancam dengan pidana lima tahun penjara sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. Selain itu, Perma ini diterbitkan dengan tujuan untuk menghindari penumpukan perkara yang terjadi di Mahkamah Agung, hal ini diharapkan agar perkara yang pembuktiannya sederhana
52
tidak perlu diproses secara berlarut-larut, yang dimana diharapkan tidak akan merugikan terdakwa dan juga tidak membebani pengadilan dari segi anggaran dan dari segi persepsi publik terhadap pengadilan kedepannya.
Konsep ringan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) menurut Penulis bukan hanya sebatas materi saja, akan tetapi juga harus melihat substansi. Karena apabila terdakwa melakukan pencurian yang nilai barangnya berada di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah, tetapi disertakan dengan pemberatan atau terdakwa merupakan residivis, maka hal tersebut tidak bisa dimasukan ke dalam perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Hal tersebut akan menjadi berbeda apabila konsep ringan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) hanya sebatas materi saja.
Dalam hal ini Penulis mencoba menganalisis Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt dikaitkan dengan Perma No. 2 Tahun 2012. Analisis pertama yang dilakukan Penulis yaitu dengan melihat dari jumlah barang atau uang yang menjadi objek perkara di Putusan tersebut yang berjumlah satu juta dua puluh enam ribu rupiah. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) Perma No. 2 Tahun 2012 mengatur bahwa:
Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang datur dalam Pasal 205-210 KUHAP.
Analisis kedua yang dilakukan penulis dengan melihat Pasal yang didakwakan kepada Terdakwa. Dalam Putusan tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP yang mengatur:
Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
53
Pasal 362 KUHP tidak diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2012, karena Pasal tersebut digunakan untuk perkara pencurian biasa. Pasal yang di atur dalam Perma tersebut yaitu Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP. Akan tetapi apabila melihat rumusan dalam Pasal 364 bahwa:
Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
Apabila melihat tempat kejadian perkara dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt yang bertempat di Pasar Raya Salatiga, bukan di sebuah rumah atau pekarangan yang ada rumahnya, maka untuk perkara tersebut sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 364 KUHP dan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Dilihat dari rumusan yang terdapat dalam Pasal 364 KUHP dikaitkan dengan tempat kejadian perkara pada Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt, maka perkara tersebut seharusnya didakwa dengan Pasal 364 KUHP..
Apabila melihat dari jumlah kerugian yang berjumlah satu juta dua puluh enam ribu rupiah seharusnya perkara tersebut memenuhi unsur yang terdapat dalam Perma No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Akan tetapi, dalam Putusan tersebut Perma No 2 Tahun 2012 tidak dilaksanakan.
Dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt pelaksanaannya tidak menggunakan acara pemeriksaan cepat, tetapi menggunakan acara pemeriksaan singkat. Perbuatan
54
pidana yang dapat dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) apabila kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah. Dalam putusan tersebut nilai kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah, yang seharusnya memenuhi kualifikasi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) berdasarkan Perma No 2 Tahun 2012 dan dikenakan Pasal 364 KUHP, tetapi dalam pelaksanaannya dikenakan Pasal 362 KUHP. Untuk mengetahui alasan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum menggunakan Acara Pemeriksaan Singkat dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt Penulis melakukan wawancara kepada Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga alasan Pengadilan Negeri Salatiga tidak menerapkan Perma No. 2 Tahun 2012 dan menggunakan Pasal 362 KUHP dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt, karena mengikuti pelimpahan perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam perkara tersebut jaksa melimpahkan ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan mendakwa dengan Pasal 362 KUHP, sehingga Pengadilan pun memeriksa perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan memutus bersalah Terdakwa berdasarkan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengadilan tidak boleh menolak perkara yang dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tidak boleh memutus bersalah Terdakwa diluar dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Jaksa Penuntut Umum, bahwa untuk perkara Tindak Pidana Ringan, Jaksa Penuntut Umum menggunakan acara pemeriksaan singkat dikarenakan bahwa untuk perkara yang menggunakan acara pemeriksaan cepat, apabila dilakukan langsung oleh penyidik atau kepolisian
55
berdasarkan kuasa dari Jaksa Penuntut Umum. Sedangkan dalam perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt penyidik menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Salatiga, sehingga acara pemeriksaan yang digunakan pun adalah Acara Pemeriksaan Singkat.
Menurut penulis seharusnya dalam hal ini penyidik langsung menghadapkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Salatiga, agar dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, sesuai yang diatur dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP, bahwa:
Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa pentunt umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
Penulis juga berpendapat bahwa, Pengadilan Negeri Salatiga dalam menangani Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt tidak mengikuti aturan yang ada dalam Perma No.2 Tahun 2012, bahwa untuk perkara yang nilai barang atau uangnya di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah) harus diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, dikarenakan sejak dimulai dari Penyidik perkara tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan, sekalipun daya mengikat Perma No 2 Tahun 2012 hanya diperuntukan Pengadilan Negeri Salatiga. Selain itu karena sejak awal oleh penyidik sendiri sudah dilakukan penahanan kepada terdakwa, sehingga jaksa penuntut umum pun harus mengikuti apa yang sudah ditentukan oleh penyidik, karena dalam hal ini peran penyidik sangatlah penting dalam menentukan rumusan tindak pidana yang diberikan kepada terdakwa. Penyidiklah yang paling awal menentukan apakah perkara tersebut masuk ke dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) atau tidak.
56
Apabila sudah diketahui bahwa nilai kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah dan terdakwa bukanlah residivis, maka Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dapat melakukan koordinasi untuk melengkapi berkas hingga melakukan pemeriksaan tambahan sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Penulis juga berpendapat bahwa penyebab Perma No. 2 Tahun 2012 tidak dilaksanakan, dikarenakan Perma tersebut merupakan produk hukum yang dibuat oleh Mahkamah Agung (MA), yang mana aturan tersebut hanya mengikat instansi yang ada di bawahnya yaitu Pengadilan Negeri Salatiga. Dengan demikian, maka Perma tersebut tidak mengikat Kepolisian dan Kejaksaan. Agar ketentuan yang ada dalam Perma dapat berjalan secara efektif, maka dibuatlah Nota Kesepakatan Bersama.
Nota Kesepakatan dibuat agar Perma No 2 Tahun 2012 dapat mengikat Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan awal berjalannya proses hukum sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan, sehingga apa yang ditentukan dalam Perma dapat terlaksana di dalam proses persidangan yaitu untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat.
Kedudukan Nota Kesepakatan dalam peraturan perundang-undangan sebenarnya tidak dijelaskan akan tetapi, Nota Kesepakatan dapat mengikat para pihak selama disepakati oleh semua pihak yang terkait berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, sehingga baik Kejaksaan, Kepolisian, Hakim dan Menkumham yang telah sepakat untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring), maka harus melaksanakannya.
57
Selain itu baik Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim harus mematuhi apa yang telah dibuat dalam Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam hal melaksanakan restorative justice (keadilan restoratif) untuk perkara yang kerugiannya maksimal dua juta lima ratus ribu rupiah.
Dalam pelaksanannya sering kali Penyidik melimpahkan perkara ke Kejaksaan, sehingga untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) tidak dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat. Di dalam Kejaksaan sendiri hanya mengenal 2 acara pemeriksaan saja, yaitu Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat. Penyidik dalam hal ini mempunyai peran yang penting dalam penerapan ketentuan kualifikasi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang sudah diatur dalam Perma No 2 Tahun 2012. Apabila penyidik langsung melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri atas dasar kuasa Penuntut Umum, maka acara pemeriksaan yang dipakai ialah Acara Pemeriksaan Cepat sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP. Akan tetapi, jika Penyidik melimpahkan perkara ke Kejaksaan Negeri, maka acara pemeriksaan yang dipakai adalah Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat.
Pengadilan Negeri Salatiga tidak bisa melaksanakan apa yang diatur dalam Perma No 2 Tahun 2012, bukan karena Perma tersebut tidak mengikat Kepolisian dan Kejaksaan secara langsung, akan tetapi karena Penyidik tidak mengikuti Nota Kesepakatan Bersama yang telah disetujui, yang mana untuk dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, maka Penyidik harus melimpahakan langsung perkaranya