• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA KONSEP, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. a. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA KONSEP, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. a. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KERANGKA KONSEP, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Kerangka Konsep

1. Tindak Pidana Ringan

a. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Undang-Undang Indonesia telah menggunakan kata strafbaar feit

yang diterjemahkan dalam berbagai istilah misalnya tindak pidana, delik, peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana dan

sebagainya.18 Istilah tindak pidana adalah terjemahan paling umum untuk

istilah strafbaar feit dalam Bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak

ada terjemahan resmi untuk kata strabaar feit tersebut. Strafbaar feit

berasal dari kata strabaar yang artinya dapat dihukum.

Beberapa para ahli hukum pidana mempunyai pendapat sendiri

mengenai pengertian tindak pidana. Menurut Pompe strabaar feit secara

teoritis dapat dirumuskan sebagai:

Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atapun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan

hukum.19

Lebih lanjut mengenai pengertian strabaar feit menurut E. Utrecht

adalah:

18 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 97. 19 PAF. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm.182.

(2)

16

Peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen-negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan

karena perbuatan atau melalaikan itu).20

Sementara itu, pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yang terdapat dalam bukunya ialah:

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana terhadap barangsiapa melanggar larangan tersebut. Perbuatan itu harus pula dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata

pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.21

Dengan demikian, menurut Moeljatno dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

a. Perbuatan itu harus perbuatan manusia;

b. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang;

c. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum;

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan;

e. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada si pembuat.

b. Pengertian Tindak Pidana Ringan

1) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Melihat ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 205 KUHAP ayat (1), (2) dan (3) bahwa:

a) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana

ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.

b) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan

20 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 6. 21 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 2005, hlm. 20.

(3)

17

terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau justru bahasa ke siding pengadilan.

c) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. 2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1960

Menurut Perppu Nomor 16 Tahun 1960 bahwa yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring), apabila nilai kerugiannya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah yang sebelumnya adalah dua puluh lima rupiah.

3) Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

Tindak Pidana Ringan (Tipiring) adalah tindak pidana yang apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah yang sebelumnya adalah dua ratus lima puluh rupiah.

2. Acara Pemeriksaan Pidana menurut KUHAP

Acara pemeriksaan perkara pidana diatur dalam KUHAP pada pasal 152 sampai 216 KUHAP. Acara pemeriksaan perkara pidana tersebut dibedakan menjadi tiga macam pemeriksaan, yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat.

(4)

18

Dalam Acara Pemeriksaan Biasa Undang-Undang tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara yang mana termasuk ke Acara Pemeriksaan Biasa, kecuali pada Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat.

Acara Pemeriksaan Biasa disebut juga dengan perkara tolakkan

vondering, sebagaimana menurut A. Karim Nasution, yaitu perkara-perkara sulit dan besar diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan

surat tolakan (dakwaan).22

Pada prinsipnya proses Acara Pemeriksaan Biasa sebenarnya berlaku juga bagi Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat, kecuali dinyatakan hal-hal tertentu yang secara tegas dinyatakan lain.

Adapun proses persidangan dapat diuraikan sebagai berikut:23

1) Penyerahan berkas perkara sebagaimana menurut ketentuan Pasal

155 ayat (1) KUHAP ke pengadilan negeri c.q Hakim juga disertai

dengan surat dakwaan (vordering) supaya perkara pidananya diajukan dalam persidangan hakim (terechzitting) untuk diperiksa dan diadili;

2) Hakim ketua membuka persidangan menurut Pasal 153 ayat (3)

KUHAP yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan identitas terdakwa dan pembacaan surat dakwaan berdasarkan Pasal 155 ayat (1) dan (2);

3) Setelah proses pemeriksaan identitas terdakwa dan pembacaan surat

dakwaan oleh penuntut umum, maka menurut Pasal 156 ayat (1) dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi atau nota keberatan oleh terdakwa atau penasihat hukum atas dakwaan penuntut umum dan/atau pengadilan tidak berwenang;

22 A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, Jakarta: CV Pantjuran Tujuh, 1981, hlm. 58.

23 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 312-314.

(5)

19

4) Selanjutnya ialah proses pembuktian yang dilakukan setelah majelis

hakim menjatuhkan putusan sela yaitu menolak eksepsi atau nota keberatan terkdawa berdasarkan Pasal 156 KUHAP;

5) Proses selanjutnya ialah pembacaan tuntutan penuntut umum

(requisitoir);

6) Setelah itu pembacaan pledoi terdakwa/penasihat hukum, pembacaan

nader requisitoir oleh penuntut umum dan pembacaan nader pleidoi oleh terdakwa/penasihat hukum;

7) Proses terakhir adalah musywarah majelis hakim dan pembacaan

putusan.

b. Acara Pemeriksaan Singkat

Acara Pemeriksaan Singkat (perkara sumir), menurut A. Kamir Nasution, yaitu perkara-perkara yang sifatnya bersahaja, khususnya mengenai soal pembuktian dan pemakaian undang-undang dan yang dijatuhkan hukuman pokoknya yang diperkirakan tidak lebih berat dari

hukuman penjara selama satu tahun.24

Adapun perkara yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat (sumir), sebagaimana menurut Pasal 203 ayat (1) KUHAP, bahwa yang diperiksa menurut Acara Pemeriksaan Singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 KUHAP dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana, selanjutnya menurut ayat (2) bahwa dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan. Dalam Acara Pemeriksaan Singkat (summier) terdapat kemungkinan untuk diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Biasa, apabila setelah meninjau

(6)

20

dan mempelajari berkas perkara yang telah diajukan kepada hakim oleh

penuntut umum, jika:25

1) Menurut pendapat hakim harus ada tambahan pemeriksaan untuk

melengkapi surat-surat pemeriksaan, atau

2) Menurut pendapat hakim tidak dipenuhi syarat-syarat untuk diajukan

secara summier.

Demikian pula dalam Acara Pemeriksaan Singkat, oleh hakim dapat diubah menjadi Acara Pemeriksaan Cepat, sebagaimana menurut Pasal 204 KUHAP, bahwa jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut.

c. Acara Pemeriksaan Cepat

Menurut ketentuan KUHAP, bahwa Acara Pemeriksaan Cepat dibagi menjadi dua, yaitu Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas.

Segala ketentuan tentang Acara Pemeriksaan Biasa berlaku pula pada Acara Pemeriksaan Cepat ini dengan kekecualian tertentu, demikian menurut ketentuan Pasal 210 dan 216 KUHAP.

1) Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring)

(7)

21

Yang dimaksud dengan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yaitu perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini, sebagaimana menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP.

Dalam perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai, penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan juru bahasa ke persidangan, sebagaimana menurut Pasal 205 ayat (2) KUHAP. Yang dimaksud dengan atas kuasa, bahwa:

Yang dimaksud dengan “atas kuasa” dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum. Dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi nilai “atas kuasa” tersebut. Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, sesuai dengan Pasal 205 ayat (3) KUHAP.

Adapun tata cara Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan

(Tipiring) sebagaimana diatur menurut KUHAP, sebagai berikut:26

a) Dalam waktu tiga hari sejak acara pemeriksaan selesai dibuat,

penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan/atau juru bahasa ke sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2) KUHAP) dan diperiksa dengan hakim tunggal (Pasal 205 ayat (3) KUHAP).

b) Tidak perlu dibuat surat dakwaan ke pengadilan, cukup dicatat

oleh panitera dalam register yang diterimanya atas perintah hakim yang bersangkutan. Begitupun dengan berita acara yang tidak perlu dibuat dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring), kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara yang dibuat oleh penyidik.

(8)

22

c) Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk

mengadili perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) (Pasal 206 KUHAP).

d) Saksi dalam acara pemeriksaan Tindak Pidana Ringan

(Tipiring) tidak perlu mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP).

2) Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Proses Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, sebagaimana menurut Pasal 211 KUHAP, yaitu berkas dikirim ke Pengadilan Negeri tanpa surat dakwaan (acte van verwijzing). Perkara yang diperiksa menurut cara ini, adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Yang dimaksud dengan perkara pelanggaran tertentu menurut penjelasan Pasal 211 KUHAP adalah:

a) Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,

membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan;

b) Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat

memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat

memperlihatkannya, tetapi masa berlakunya sudah

kadaluwarsa;

c) Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor

dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi;

d) Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, permuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain;

e) Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa

dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan;

f) Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas

(9)

23

lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada di permukaan jalan;

g) Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan

yang diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau cara memuat dan membongkar barang.

h) Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang

(10)

24

Perbandingan dalam acara pemeriksaan tersebut dapat dijelaskan dalam table berikut ini:27

Pembedaan Acara Pemeriksaan Biasa Acara Pemeriksaan Singkat Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Sifat/Jenis Perkara 1.Pembuktian biasa tidak sederhana. 1. Pembuktian mudah. 2. Sederhana. 1. Ancaman maksimal 3 bulan/ Rp. 7.500,- 2. Penghinaan Ringan. 1. Pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Cara Pengajuan 1. Surat Pelimpahan. 2. Surat Dakwaan dibuat oleh Penuntut Umum. 1. Pemberitah uan lisan oleh penuntut umum tentang dakwaanny a. 1. Penyidik atas kuasa oleh Penuntut Umum langsung mengirim berkas perkara ke PN. 1. Penyidik langsung kirim catatan ke PN. Putusan Hakim 1. Dibuat sendiri menurut ketentuan. 2. Diucapkan dengan hadirnya terdakwa. 1. Tidak diucapkan secara khusus hanya dicatat dalam Berita Acara Singkat. 2. Idem. 1. Tidak dibuat khusus, dicatat dalam daftar perkara. 2. Idem 1. Idem. 2. Dapat diputus secara Verstek.

27 M. Haryanto, Hukum Acara Pidana, Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2013, hlm. 97.

(11)

25

3. Kebebasan dan Pertimbangan Hakim a. Kebebasan Hakim

Hakim adalah salah satu elemen dasar dalam sistem peradilan selain jaksa dan penyidik (Kejaksaan dan Kepolisian), sebagai subjek yang melakukan tindakan putusan atas suatu perkara di dalam suatu

pengadilan.28 Hakim yang merupakan personifikasi atas hukum harus

menjamin rasa keadilan bagi setiap orang yang mencari keadilan melalui proses hukum legal, dan untuk menjamin rasa keadilan itu maka seorang hakim dibatasi oleh rambu-rambu, seperti: akuntabilitas, integritas moral dan etika, transparansi dan pengawasan.

Dengan dasar tersebut seorang hakim di dalam membuat putusan atas perkara yang ditangani harus bersumber pada kemampuannya untuk berpikir dan berkehendak secara bebas, namun dalam pembatasan tanggungjawab. Artinya, posisi hakim sesungguhnya harus membuat keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan atas dasar harap orang lain

tanpa mengurangi objektivitasnya.29

Kebebasan hakim yang didasarkan pada kemandirian kekuasaan di Indonesia dijamin dalam Kontitusi Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,

28 Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, Jakarta: Kencana, 2012, hlm.167. 29Ibid., hlm.170.

(12)

26

demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Oleh karena itu, hakim sebagai unsur inti dalam Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kekuasaan kehakiman wajib menjaga kemandirian peradilan melalui integritas kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara sebagaimana diatur di dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Melalui kebebasannya seorang hakim akan menggunakan pertimbangan- pertimbangan objektif untuk memuaskan tuntutan masyarakat atas dasar tuntutan keadilan. Jelas bagi seorang hakim bahwa putusan yang diambil harus memenuhi tuntutan dan harapan orang lain, yang artinya objektivitas hakim menjadi kendali atas putusan yang akan dibuat.

b. Pengertian Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan kepastian yang pada akhirnya mengandung kemanfaatan bagi pihak yang terlibat, sehingga pertimbangan hakim harus disikapi dengan teliti dan cermat. Apabila tidak disikapi dengan cermat dan

(13)

27

teliti, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut

dapat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.30

Dalam pemeriksaan perkara hakim membutuhkan pembuktian, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Pembuktian ini merupakan tahap yang paling penting ketika persidangan berjalan. Pembuktian bertujuan untuk dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang bersalah atau tidaknya

sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum.31

Selain itu, pertimbangan hakim untuk membuat putusan hendaknya

memuat hal-hal sebagai berikut:32

1) Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak

disangkal.

2) Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan menyangkut semua

fakta atau hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

3) Adanya semua bagian dari petitum penggugat harus dipertimbangkan

atau diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya dan dapat dikabulkan atau tidaknya tuntutan dalam amar putusan tersebut.

30 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, Cet. 5, hlm. 140.

31 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op. cit. hlm. 231. 32 Mukti Arto, Op. Cit. hlm. 141.

(14)

28 c. Dasar Pertimbangan Hakim

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di persidangan perlu didasarkan pada teori dan hasil penelitian, sehingga dapat menghasilkan putusan yang cermat dan seimbang. Putusan hakim dalam persidangan juga dapat menjadi tolak ukur tercapainya tujuan hukum, yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum.

Kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam melakukan pertimbangan untuk menentukan putusan tentunya kekuasaan kehakiman tersebut haruslah kekuasaan yang bebas. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.33 Kebebasan hakim dalam melaksanakan wewenang

yudisialnya merupakan kebebasan tidak mutlak, karena dalam menegakkan hukum dan keadilan harus berdasarkan Pancasila, sehingga mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.

(15)

29

Hakim dalam melakukan penegakkan hukum dan keadilan haruslah netral atau tidak memihak (impartial judge). Hakim dalam memberikan keadilan harus meneliti terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diserahkan kepadanya, kemudian memberikan penilaian berdasarkan perspektifnya serta hukum yang berlaku.

Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili segala perkara yang diajukan kepadanya, karena hakim dianggap tahu akan hukumnya. Hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk bercermin dari yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin).

4. PERMA NO. 2 TAHUN 2012

a. Pertimbangan diterbitkannya Perma No. 2 Tahun 2012

Dalam menerbitkan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Mahkamah Agung Republik Indonesia melakukan pertimbangan, yaitu:

1) Bahwa sejak tahun 1960 seluruh nilai uang yang terdapat dalam

(16)

30

digunakannya pasal pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP atas tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364 KUHP.

2) Bahwa apabila nilai mata uang yang ada dalam KUHP tersebut

disesuaikan dengan kondisi saat ini maka penanganan perkara tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan sejenisnya dapat ditangani secara proporsional mengingat ancaman hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah tiga bulan penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Cepat, selain itu perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum Kasasi.

3) Bahwa materi perubahan KUHP pada dasarnya merupakan materi

undang-undang, namun mengingat perubahan KUHP akan memakan waktu yang cukup lama sementara perkara-perkara terus masuk ke Pengadilan, Mahkamah Agung memandang perlu ada penyesuaian nilai rupiah yang ada dalam KUHP berdasarkan harga emas yang berlaku pada tahun 1960.

4) Bahwa sejak tahun 1960 nilai rupiah telah mengalami penurunan

sebesar ± 10.000 kali jika dibandingkan harga emas pada saat ini. Untuk itu maka seluruh besaran rupiah yang ada dalam KUHP kecuali Pasal 303 dan 303 bis perlu disesuaikan.

5) Bahwa peraturan Mahkamah Agung ini sama sekali tidak bermaksud

mengubah KUHP, Mahkamah Agung hanya melakukan penyesuaian nilai uang yang sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini. Hal ini dimaksudkan memudahkan penegak hukum khususnya hakim, untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya.

b. Tujuan Perma No. 2 Tahun 2012

Tujuan di dibuat Perma tersebut adalah untuk menyesuaikan nilai uang yang diatur dalam Pasal-Pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yaitu Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan Pasal 482 KUHP yang sebelumnya dua ratus lima puluh rupiah menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah. Penyesuaian tersebut tidak bertujuan untuk menjadikan Perma No. 2 Tahun 2012 sebagai Lex Specialis dan menggantikan KUHP, melainkan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini serta mempermudah para penegak

(17)

31

hukum khususnya hakim dalam menafsirkan perkara yang dapat dikategorikan Tindak Pidana Ringan.

c. Subtansi Perma No. 2 Tahun 2012

Ketentuan dalam Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ialah guna mengefektifkan aturan hukum dalam penanganan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dengan menyesuaikan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Banyak perkara-perkara seperti pencurian ringan yang didakwa dengan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama lima tahun. Seharusnya untuk perkara pencurian ringan didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama tiga bulan. Hal tersebut dikarenakan batasan pencurian ringan yang diatur dalam Pasal 364 KUHP adalah nilai barang atau uang yang nilainya dibawah dua ratus lima puluh rupiah. Nilai tersebut tentunya sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini, karena sudah hampir tidak ada barang yang nilainya dibawah dua ratus lima puluh rupiah tersebut. Untuk menjawab permasalahan itu, maka Mahkamah Agung menerbitkan Perma No. 2 Tahun 2012.

Perma tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bab, yaitu bab 1 (satu) tentang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan bab 2 (dua) tentang denda.

Perma ini ditujukan kepada setiap Ketua Pengadilan Negeri untuk memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara yaitu

(18)

32

tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 Perma No. 2 Tahun 2012:

Kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah.34

Dalam Pasal 2 Perma No. 2 Tahun 2012 mengatur penyesuaian nilai barang dan jenis acara pemeriksaan yang digunakan untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yaitu:

1) Dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penipuan,

Penggelapan, Penadahan dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek perkara dan memperhatikan Pasal 1 di atas.

2) Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari dua

juta lima ratus ribu rupiah Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP.

3) Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua

pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan.

Aturan hukum dalam Pasal 2 Perma No. 2 Tahun 2012 didasarkan pada ketentuan pokok Hukum Acara Pidana pada Pasal 205 ayat (2) dan ayat (3). Dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP, diatur:

Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.

Dalam pasal 205 ayat (3) KUHAP, diatur:

Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama

(19)

33

dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding.

Dengan demikian tersangka atau terdakwa perkara-perkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan karena tidak diancam dengan hukuman penjara minimal lima tahun atau lebih. Kemudian acara pemeriksaan yang digunakan pengadilan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang cukup diperiksa dengan hakim tunggal.

Untuk menentukan batas nilai barang atau uang yang menjadi objek dalam perkara Tindak Pidana Ringan dapat dilihat dari penjelasan Perma No. 2 Tahun 2012, bahwa:

Untuk menyesuaikan nilai rupiah tersebut Mahkamah Agung berpedoman pada harga emas yang berlaku pada sekitar tahun 1960 tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Museum Bank Indonesia diperoleh informasi bahwa pada tahun 1959 harga emas murni per 1 kilogramnya = Rp. 50.510,80 (lima puluh ribu lima ratus sepuluh koma delapan puluh rupiah) atau setara dengan Rp 50,51 per gramnya. Sementara itu harga emas per 3 Februari 2012 adalah Rp. 509.000,00 (lima ratus Sembilan ribu rupiah) per gramnya. Berdasarkan hal itu maka dengan demikian perbandingan antara nilai emas pada tahun 1960 dengan 2012 adalah 10.077 (sepuluh ribu tujuh puluh tujuh) kali lipat. Bahwa dengan demikian batasan nilai barang yang diatur dalam pasal-pasal pidana ringan tersebut di atas perlu disesuaikan dengan kenaikan tersebut. Bahwa untuk mempermudah perhitungan Mahkamah Agung menetapkan kenaikan nilai rupiah tersebut tidak dikalikan 10.077 namun cukup 10.000 kali.35

Selain mengatur tentang penyesuaian nilai barang atau uang yang menjadi obyek perkara, Perma tersebut juga mengatur nilai denda yang diatur dalam Bab II. Bab tersebut mengacu pada pasal-pasal tertentu dalam

(20)

34

KUHP dengan nilai barang yang dilipatgandakan menjadi 1.000 kali lipat dari jumlah maksimum yang ditentukan, kecuali untuk Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2).

Tujuannya selain untuk mengefektifkan kembali pidana denda juga untuk mengurangi beban Lembaga Permasyarakatan yang sering kali kelebihan kapasitas (over capacity) dan sering kali menjadi persoalan. Para hakim diharapkan dapat mempertimbangkan sanksi denda sebagai pilihan pemidanaan yang akan dijatuhkannya, dengan tetap mempertimbangkan berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan masyarakat.

d. Daya Mengikat dan Kedudukan Perma No. 2 Tahuun 2012 dalam Peraturan Perundang-Undangan

Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, memang dikontruksikan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

4) Peraturan Pemerintah.

5) Peraturan Presiden.

6) Peraturan Daerah Provinsi.

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Perma (Peraturan Mahkamah Agung) No.2 Tahun 2012 memang tidak disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, akan tetapi

(21)

35

apabila melihat ketentuan yang diatur Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa:

Jenis peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaran Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,

Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Selanjutnya Pasal 8 ayat (2) mengatur:

Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dalam hal membuat peraturan, Mahkamah Agung diberikan kewenangan berdasarkan Pasal 79 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang mengatur, bahwa:

Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini. Dari ketentuan yang telah dipaparkan tersebut, maka Perma diakui keberadaannya sebagai jenis peraturan perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperlukan oleh Undang-Undang yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Perma tersebut juga mengikat lingkungan peradilan yang ada di bawahnya termasuk Pengadilan Negeri Salatiga. Daya mengikat yang dimiliki Perma adalah wajib, sehingga Pengadilan Negeri diwajibkan

(22)

36

untuk menetapkan Hakim tunggal dan memeriksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat sesuai dengan yang diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2012.

5. Nota Kesepakatan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia

a. Substansi Nota Kesepakatan

Dalam pelaksanaan Perma No. 2 Tahun 2012 yang diharapkan dapat terlaksana secara efektif, maka diterbitkanlah Nota Kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (MAHKUMJAKPOL) tentang Pelaksanaan Penerapan Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, serta Penerapan Keadilan Restoratif atau disebut dengan Nota Kesepakatan bersama.

Nota Kesepakatan yang melibatkan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dibuat dengan nomor:131/KMA/SKB/X/2012 - nomor:M.HH - 07.HM.03.02 Tahun 2012 - nomor:KEP - 06/E/EJP/10/2012 - nomor:B/39/X/2012 dan ditandatangani oleh Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung

(23)

37

Republik Indonesia, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Plt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Perma No. 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) harus dilakukan dengan Acara Pemeriksaan Cepat, dengan hakim tunggal dan tidak dijatuhi pidana penjara terhadap pelaku Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Diterbitkannya Nota Kesepakatan tersebut dimaksudkan sebagai pedoman dalam menerapkan batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan jumlah denda bagi pelaku dengan mempertimbangkan rasa keadilan dan sebagai pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ke seluruh aparat penegak hukum. Selain itu, Nota Kesepakatan MAHKUMJAKPOL diterbitkan sebagai pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 ke seluruh aparat penegak hukum dan memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang menyepakati.

b. Kekuatan Mengikat Nota Kesepakatan

Nota Kesepakatan memang tidak disebutkan dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi untuk mencari alasan yuridis bagi penggunaan MoU terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer yang artinya

(24)

38

apapun yang dibuat bagi kedua belah pihak, merupakan hukum yang berlaku baginya sehingga mengikat kedua belah pihak tersebut. Selain itu, menurut asas kebebasan berkontrak dan konsensual maka hal apa saja asalkan halal menurut hukum dan telah secara bebas disepakati maka berlaku suatu perjanjian atau jika diterapkan secara tertulis maka hal

tersebut bisa dikatakan sebagai kontrak.36 Dengan demikian, maka MoU

tersebut mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang menyepakati.

c. Maksud dan Tujuan Nota Kesepakatan Bersama

Maksud dan tujuan Nota Kesepakatan Bersama

nomor:131/KMA/SKB/X/2012 - nomor:M.HH - 07.HM.03.02 Tahun 2012 - nomor:KEP - 06/E/EJP/10/2012 - nomor:B/39/X/2012 diatur dalam Pasal 2, yaitu:

1) Nota Kesepakatan Bersama dimaksudkan:

a) sebagai pedoman dalam menerapkan batasan tindak pidana

ringan dan jumlah denda bagi pelaku dengan mempertibangkan rasa keadilan masyarakat dan;

b) sebagai pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ke seluruh aparat penegak hukum.

2) Nota Kesepakatan Bersama ini bertujuan untuk:

a) memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dalam penyelesaian

tindak pidana ringan;

b) sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum dalam

menyelesaikan perkara tindak pidana ringan;

c) memudahkan para hakim dalam memutus perkara tindak

pidana ringan;

d) mengefektifkan pidana denda;

36 Munir Fuadi, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 92-94.

(25)

39

e) mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas pada LAPAS atau

RUTAN untuk mewujudkan keadilan berdimensi HAK ASASI MANUSIA; dan

f) menyepakati petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis

penerapan penyesuaian batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda.

B. HASIL PENELITIAN

1. Posisi Kasus pada Perkara Nomor: 09/PID.S/2016/PN.SLT

Posisi kasus yang ada dalam Perkara Nomor: 09/PID.S/2016/PN.SLT, bahwa pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 sekitar pukul 06.30 WIB terdakwa yang bernama SUMEI Bin WARIS DARSO SUWITO berangkat dari rumahnya yang terletak di Dukuh Jetak RT 010 RW 004 Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang menuju ke pasar pagi Salatiga dengan menggunakan angkutan kota. Sekitar pukul 07.00 WIB terdakwa tiba di pasar pagi tersebut, kemudian terdakwa berkeliling di pasar tersebut dan melihat kios penitipan barang dalam keadaan sepi.

Melihat kesempatan yang ada terdakwa pun masuk ke dalam kios tersebut dan mengambil barang berupa satu buah karung yang berisi berbagai macam plastik yang terdiri dari plastik ukuran 2 (dua) kg berisi dua puluh (20) bungkus, plastik ukuran 1 (satu) kg berisi 35 (tiga puluh lima) bungkus, plastik ukuran 1 ½ (satu setengah) kg berisi 20 (dua puluh) bungkus, plastik ukuran ½ (setengah) kg berisi 150 (seratus lima puluh) bungkus, plastik ukuran ¼ (seperempat) kg berisi 70 (tujuh puluh) bungkus, plastik kecil 20 (dua puluh) bungkus dan plastik kecil biru 11 (sebelas) bungkus milik Rosyidah Binti Kastino yang totalnya mencapai Rp. 1.026.000,- (satu juta dua puluh enam ribu rupiah).

(26)

40

Kemudian terdakwa mengangkat karung tersebut dengan cara dipanggul lalu dibawa ke luar kios, namun setelah beberapa langkah keluar dari kios tersebut, terdakwa dipanggil oleh petugas parker yang telah mengawasi gerak-gerik terdakwa yang mencurigakan. Selanjutnya terdakwa lari dan meninggalkan barang hasil curiannya. Akan tetapi, usaha terdakwa untuk melarikan diri gagal karena massa yang sudah berkumpul untuk menangkap terdakwa. Setelah ditangkap oleh massa, terdakwa di bawa ke pos keamanan pasar yang selanjutnya di bawa Polres Salatiga beserta barang bukti.

2. Dakwaan

Adapun Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ialah sebagai berikut:

Nama lengkap :SUMEI Bin WARIS DARSO SUWITO

Tempat lahir :Surakarta

Umur/tanggal lahir :40 tahun/ 14 Mei 1976

Jenis Kelamin :Laki-laki

Kewarganegaraan :Indonesia

Alamat :Pecangaan Kulon Rt.002 Rw.003 Kecamatan

Pecangaan Kulon, Kabupaten Jepara atau Dukuh Jetak Rt.010 Rw.004 Ds. Jetak Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

Agama :Islam

Pekerjaan :Swasta

Pendidikan :SMA tamat

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Terdakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

(27)

41

Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan yang pada pokoknya menuntut agar Pengadilan Negeri Salatiga memutuskan sebagai berikut:

a. Menyatakan terdakwa SUMEI Bin WARIS DARSO SUWITO terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian” sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUMEI Bin WARIS DARSO

SUWITO dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

c. Menyatakan barang bukti berupa:

1 (satu) buah karung yang berisi berbagai ukuran plastik kemasan baru dengan rincian sebagai berikut:

- Plastik ukuran 2 Kg sebanyak 20 bungkus

- Plastik ukuran 1 Kg sebanyak 35 bungkus

- Plastik ukuran 1½ Kg sebanyak 20 bungkus

- Plastik ukuran ½ Kg sebanyak 150 bungkus

- Plastik ukuran ¼ Kg sebanyak 70 bungkus

- Plastik kecil sebanyak 20 bungkus

- Plastik tanggung sebanyak 32 bungkus

- Plastik kecil biru sebanyak 11 bungkus

Dikembalikan kepada ROSYIDAH Binti KASTINO

d. Membebankan kepada terdakwa agar membayar biaya perkara sebesar Rp.

2.000,- (dua ribu rupiah).

4. Putusan Pengadilan Negeri

Melihat keterangan yang diberikan saksi-saksi dan Terdakwa di dalam persidangan, maka telah didapatkan fakta-fakta hukum sebagai berikut:

a. Pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 sekitar pukul 07.30 WIB di

pasar raya 1 jalan Jenderal Sudirman Kota Salatiga, Terdakwa mengambil barang milik saksi korban.

b. Bahwa yang menjadi korban adalah ROSYIDAH Binti KASTINO.

c. Bahwa terdakwa telah mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi

macam-macam plastik berbagai ukuran.

d. Bahwa awalnya pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 sekitar pukul

06.30 WIB Terdakwa berangkat dari rumah yang terletak di Jetak Getasan Kabupaten Semarang dengan tujuan ke pasar raya 1 Kota Salatiga dengan menggunakan angkutan kota.

e. Bahwa sekitar pukul 07.00 WIB Terdakwa tiba di pasar tersebut dan

kemudian berkeliling hingga akhirnya melihat 1 (satu) buah karung yang berada di dalam kios tersebut dalam keadaan terbuka dan sepi.

(28)

42

f. Bahwa terdakwa langsung masuk ke dalam kios tersebut dan

mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi plastik (dalam kemasan baru) dengan cara diangkat dan dipanggul lalu terdakwa membawa karung tersebut keluar dari dalam kios.

g. Bahwa setelah beberapa langkah keluar dari kios tersebut, Terdakwa

dipanggil seseorang (tukang parkir) yang telah mengawasi gerak-gerik Terdakwa.

h. Bahwa Terdakwa dipukuli oleh pengunjung pasar dan dibawa ke pos

keamanan pasar karena ketahuan mengambil barang milik orang lain, selanjutnya Terdakwa dibawa oleh petugas pasar ke Polres Salatiga unutk proses lebih lanjut.

i. Bahwa rencananya barang-barang tersebut akan dijual Terdakwa di

Pasar Blauran Kota Salatiga dan uang hasil penjualan akan digunakan Terdakwa untuk keperluan sehari-hari.

j. Bahwa niat untuk mengambil barang-barang sudah ada dari rumah,

tetapi belum menentukan barang yang akan dicuri di pasar raya 1 Kota Salatiga.

k. Bahwa Terdakwa sudah 3 (tiga) kali melakukan perbuatannya yang

sama namun ditempat yang berbeda.

l. Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, saksi korban mengalami

kerugian sekitar Rp. 1.026.000,- (satu juta dua puluh enam ribu rupiah).

m. Bahwa Terdakwa dalam mengambil barang-barang berupa plastik

milik saksi korban tanpa sepengetahuan dan tanpa seijin saksi korban sebagai pemiliknya.

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut, Majelis Hakim akan meneliti apakah terdakwa tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum.

Menimbang, bahwa Terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan Tunggal yaitu Pasal 362 KUHPidana.

Menimbang, bahwa Pasal 362 KUHPidana itu mengandung unsur sebagai berikut:

(29)

43

2. Mengambil Sesuatu Barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain;

3. Dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak; Unsur Ke-1 Barang siapa:

Menimbang bahwa Barang siapa (hij die) dimaksudkan sebagai “kata

yang menyatakan kata ganti “manusia” sebagai subyek hukum pidana, dimana

manusia” yang akan mempertanggung jawabkan secara pidana, dimana “manusia” sebagai subyek hukum mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya baik secara jasmani maupun rohani.

Bahwa di persidangan Terdakwa telah mengaku sehat jasmani dan rohani, serta mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis Hakim, Penuntut Umum dengan baik dan lancar. Hal tersebut membuktikan bahwa Terdakwa ketika melakukan perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tidak ditemukan adanya unsur pembenar dan atau unsur pemaaf, sehingga Terdakwa dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi.

Unsur Ke-2 Mengambil Sesuatu Barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain:

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun keterangan Terdakwa di persidangan maka unsur mengambil di sini sebagai suatu perbuatan memindahkan barang ke tempat lain serta mengakibatkan barang tersebut berada dibawah kekuasaan yang melakukan dan diluar kekuasaan pemiliknya. Dari fakta persidangan tersebut terungkap bahwa:

(30)

44

- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 sekitar pukul 07.30 WIB di

pasar raya 1 jalan Jenderal Sudirman Kota Salatiga, Terdakwa mengambil barang milik saksi korban ROSYIDAH Binti KASTINO.

- Bahwa terdakwa telah mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi

macam-macam plastik berbagai ukuran.

- Bahwa sekitar pukul 07.00 WIB Terdakwa tiba di pasar tersebut dan

kemudian berkeliling hingga akhirnya melihat 1 (satu) buah karung yang berada di dalam kios tersebut dalam keadaan terbuka dan sepi.

- Bahwa terdakwa langsung masuk ke dalam kios tersebut dan mengambil 1

(satu) buah karung yang berisi plastik (dalam kemasan baru) dengan cara diangkat dan dipanggul lalu terdakwa membawa karung tersebut keluar dari dalam kios.

- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, saksi korban mengalami

kerugian sekitar Rp. 1.026.000,- (satu juta dua puluh enam ribu rupiah).

- Bahwa Terdakwa mengambil barang-barang berupa plastik milik saksi

korban tidak ada ijin dari pemiliknya.

Dengan demikian unsur mengambil Sesuatu Barang yang seluruhya atau sebagian milik orang lain telah terpenuhi.

Unsur Ke-3 Dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak:

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa yang dimaksud untuk dimiliki secara melawan hukum adalah tanpa hak atau bertentangan dengan Undang-Undang dalam memperoleh barang tersebut. Bahwa Terdakwa dalam mengambil 1 (satu) buah karung yang berisi macam-macam plastik tanpa sepengetahuan atau tanpa seijin dari pemiliknya yaitu ROSYIDAH Binti KASTINO.

Dengan demikian unsur dengan maksud hendak memiliki barang itu secara melawan hak telah terpenuhi.

Menimbang, bahwa dengan demikian semua unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP telah terbukti dan terpenuhi.

(31)

45

Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa maka perlu dipertimbangkan mengenai hal-hal yang memberatkan serta meringankan bagi Terdakwa:

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa dapat menimbulkan keresahan masyarakat;

- Perbuatan Terdakwa telah merugikan korban.

Hal-hal yang meringankan:

- Terdakwa berterus terang dan bersikap sopan;

- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi

perbuatannya;

- Terdakwa belum pernah dihukum.

Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan di atas pidana yang akan dijatuhkan atas Terdakwa sebagaimana dalam amar putusan dipandang adil dan setimpal dengan perbuatannya.

Menimbang, bahwa oleh karena proses pemeriksaan berlangsung Terdakwa ditahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri Terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa.

Menimbang, bahwa barang bukti tersebut telah disita secara sah menurut hukum maka harus pula dicantumkan dalam amar putusan perkara ini. Yang mana barang tersebut terbukti di persidangan adalah milik ROSYIDAH Binti KASTINO, maka harus dikembalikan kepada yang berhak yaitu ROSYIDAH Binti KASTINO.

(32)

46

Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Terdakwa dinyatakan bersalah dan akan djatuhi pidana, maka terdakwa harus pula dibebani kewajiban untuk membayar biaya perkara ini.

Adapun Putusan Nomor: 09/Pid.S/2016/PN.Slt yang diberikan Majelis Hakim adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa SUMEI Bin WARIS DARSO SUWITO telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian”.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut diatas dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) bulan.

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Memerintahkan Terdakwa berada dalam tahanan.

5. Menyatakan barang bukti berupa:

1 (satu) buah karung yang berisi berbagai ukuran plastik kemasan baru dengan rincian sebagai berikut:

- Plastik ukuran 2 Kg sebanyak 20 bungkus.

- Plastik ukuran 1 Kg sebanyak 35 bungkus.

- Plastik ukuran 1½ Kg sebanyak 20 bungkus.

- Plastik ukuran ½ Kg sebanyak 150 bungkus.

- Plastik ukuran ¼ Kg sebanyak 70 bungkus.

- Plastik kecil sebanyak 20 bungkus.

(33)

47

- Plastik kecil biru sebanyak 11 bungkus.

Dikembalikan kepada saksi korban ROSYIDAH Binti KASTINO.

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).

5. Wawancara

a. Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga37

Jika melihat Perma No. 2 Tahun 2012, apabila harga barang atau uang yang menjadi objek perkara tidak melebihi dua juta lima ratus ribu rupiah dan terdakwa bukanlah residivis, maka dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat. Akan tetapi, apabila Jaksa melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat, Hakim tidak boleh menolak perkara yang dilimpahkannya dan melaksanakan persidangan dengan Acara Pemeriksaan Singkat.

Dalam Perkara No. 9/Pid.S/2016/PN.Slt Terdakwa diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP. Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan menuntut Terdakwa dengan Pasal 362 KUHP karena dalam Acara Pemeriksaan Singkat pembuktiannya lebih sederhana dan unsur dalam Pasal 362 KUHP lebih

37 Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga, Ibu Meniek Emelinna Latuputty, S.H., pada hari Kamis, 14 Maret 2019, pukul 08.40 WIB.

(34)

48

memenuhi untuk perkara tersebut. Apabila Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dengan Pasal 362 KUHP, maka Hakim tidak mempunyai kewenangan untuk merubah Pasal yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ketika memutus bersalah Terdakwa dengan Pasal 362 KUHP tentunya dilakukan pertimbangan seperti unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP yang terpenuhi serta dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kerugian korban pun juga dijadikan bahan pertimbangan, agar aspek keadilan dalam hukum juga dapat dirasakan oleh korban.

Perma No. 2 Tahun 2012 dibuat untuk kepentingan masyarakat dan menyederhanakan Tindak Pidana yang kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah dengan pengecualian tertentu. Selain itu, untuk menjamin keadilan di masyarakat baik untuk si pelaku dan korban. Akan tetapi, Perma tersebut hanya mengikat instansi yang ada di bawahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengarahkan instansi lain menggunakan Perma tersebut, karena masing-masing instansi mempunyai prosedurnya sendiri.

b. Wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga38

Dalam hal melakukan penuntutan, Jaksa Penuntut Umum harus menerima terlebih dahulu berkas perkara dari penyidik, dan apabila berkas

38 Wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, Bpk. Budi, S.H., pada hari Rabu, 3 Juli 2019, pukul 11.14 WIB.

(35)

49

perkaranya sudah lengkap, maka dapat dilakukan proses penuntutan. Setelah itu Jaksa Penuntut Umum akan membuat surat dakwaan. Namun, apabila berkas perkara belum lengkap, maka Jaksa Penuntut Umum akan mengembalikan dan meminta penyidik untuk melengkapi.

Penuntutan yang diajukan ke persidangan dapat dilakukan dengan 3 acara pemeriksaan, yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Menentukan acara pemeriksaan yang akan digunakan dengan melihat pembuktian dan sanksi yang akan diberikan. Apabila pembuktiannya sulit dan sanksi yang akan diberikan berat, maka yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Biasa dan apabila pembuktiannya mudah dan sanksi yang akan diberikan ringan, maka acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat.

Untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) sendiri, Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat. Acara pemeriksaan yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum hanya Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat. Hal tersebut dikarenakan dalam melaksanakan Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat dilakukan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang, sedangkan untuk Acara Pemeriksaan Cepat dapat dilaksanakan oleh penyidik atau kepolisian dengan kuasa Jaksa Penuntut Umum.

(36)

50

Dalam Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt Jaksa Penuntut Umum menggunakan Acara Pemeriksaan Singkat karena pembuktiannya mudah serta sanksinya ringan. Tidak digunakannya Acara Pemeriksaan Cepat, karena masih dilakukan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum.

C. ANALISIS

Terkait dengan Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt, penulis menemukan kesenjangan apabila dikaitkan dengan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Dalam Perma tersebut acara pemeriksaan yang harus digunakan dalam persidangan adalah Acara Pemeriksaan Cepat, akan tetapi dalam Putusan tersebut acara yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat.

Acara Pemeriksaan Singkat sama dengan Acara Pemeriksaan Biasa, kualitas perkaranya sama, akan tetapi karena duduk perkaranya memang sederhana sehingga pembuktian serta penerapan hukumnya mudah. Sedangkan Acara Pemeriksaan Cepat berbeda dari Acara Pemeriksaan Biasa yang menggunakan hakim tunggal, tidak dihadiri oleh Penuntut Umum, tetapi oleh Penyidik dan terhadap putusannya tidak dapat diminta banding, kecuali merampas kemerdekaan terdakwa.

Suatu perbuatan pidana dapat dimasukkan ke dalam kategori Tindak Pidana Ringan apabila sesuai dengan kualifikasi atau batasan yang ada di peraturan perundang-undangan. Kualifikasi yang ada dalam KUHP, suatu perbuatan yang dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring), apabila ancaman pidananya paling lama tiga bulan penjara atau denda dua puluh lima rupiah atau denda paling banyak

(37)

51

enam puluh rupiah berdasarkan Pasal 364 KUHP. Akan tetapi, setelah diterbitkan Perppu Nomor 16 Tahun 1960, bahwa yang dapat dikategorikan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), apabila nilai kerugiannya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Sedangkan kualifikasi atau batasan perbuatan pidana yang dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan menurut Perma No. 2 Tahun 2012, apabila nilai kerugiannya maksimal dua juta lima ratus ribu rupiah. Terhadap perkara yang ancaman pidananya maksimal 3 bulan penjara, terdakwa atau terpidana tersebut tidak dapat dilakukan penahanan dan tidak dapat dilakukan upaya hukum Kasasi.

Perma Nomor 2 Tahun 2012 sebenarnya diterbitkan untuk menyesuaikan nilai kerugian dan denda dalam KUHP yang dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, dimana sebelum diterbitkan Perma, batasan nilai kerugian agar perbuatan pidana dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) adalah dua ratus lima puluh rupiah dan hal itu tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada di masa sekarang ini dan hal itu yang membuat Pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) tidak bisa terlaksana secara efektif. Oleh karena itu, setelah diterbitkannya Perma tersebut batasan suatu perbuatan dapat dikategorikan menjadi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah. Dengan demikian diharapkan Pasal Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dapat berlaku secara efektif dan menghindari penggunaan Pasal kejahatan biasa dalam perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring), karena sangat dirasa tidak adil jika perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil diancam dengan pidana lima tahun penjara sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. Selain itu, Perma ini diterbitkan dengan tujuan untuk menghindari penumpukan perkara yang terjadi di Mahkamah Agung, hal ini diharapkan agar perkara yang pembuktiannya sederhana

(38)

52

tidak perlu diproses secara berlarut-larut, yang dimana diharapkan tidak akan merugikan terdakwa dan juga tidak membebani pengadilan dari segi anggaran dan dari segi persepsi publik terhadap pengadilan kedepannya.

Konsep ringan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) menurut Penulis bukan hanya sebatas materi saja, akan tetapi juga harus melihat substansi. Karena apabila terdakwa melakukan pencurian yang nilai barangnya berada di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah, tetapi disertakan dengan pemberatan atau terdakwa merupakan residivis, maka hal tersebut tidak bisa dimasukan ke dalam perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Hal tersebut akan menjadi berbeda apabila konsep ringan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) hanya sebatas materi saja.

Dalam hal ini Penulis mencoba menganalisis Perkara No. 09/Pid.S/2016/PN.Slt dikaitkan dengan Perma No. 2 Tahun 2012. Analisis pertama yang dilakukan Penulis yaitu dengan melihat dari jumlah barang atau uang yang menjadi objek perkara di Putusan tersebut yang berjumlah satu juta dua puluh enam ribu rupiah. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) Perma No. 2 Tahun 2012 mengatur bahwa:

Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang datur dalam Pasal 205-210 KUHAP.

Analisis kedua yang dilakukan penulis dengan melihat Pasal yang didakwakan kepada Terdakwa. Dalam Putusan tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 362 KUHP yang mengatur:

Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

(39)

53

Pasal 362 KUHP tidak diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2012, karena Pasal tersebut digunakan untuk perkara pencurian biasa. Pasal yang di atur dalam Perma tersebut yaitu Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP. Akan tetapi apabila melihat rumusan dalam Pasal 364 bahwa:

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

Apabila melihat tempat kejadian perkara dalam Perkara

No.09/Pid.S/2016/PN.Slt yang bertempat di Pasar Raya Salatiga, bukan di sebuah rumah atau pekarangan yang ada rumahnya, maka untuk perkara tersebut sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 364 KUHP dan Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

Dilihat dari rumusan yang terdapat dalam Pasal 364 KUHP dikaitkan dengan tempat kejadian perkara pada Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt, maka perkara tersebut seharusnya didakwa dengan Pasal 364 KUHP..

Apabila melihat dari jumlah kerugian yang berjumlah satu juta dua puluh enam ribu rupiah seharusnya perkara tersebut memenuhi unsur yang terdapat dalam Perma No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Akan tetapi, dalam Putusan tersebut Perma No 2 Tahun 2012 tidak dilaksanakan.

Dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt pelaksanaannya tidak menggunakan acara pemeriksaan cepat, tetapi menggunakan acara pemeriksaan singkat. Perbuatan

(40)

54

pidana yang dapat dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana Ringan (Tipiring) apabila kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah. Dalam putusan tersebut nilai kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah, yang seharusnya memenuhi kualifikasi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) berdasarkan Perma No 2 Tahun 2012 dan dikenakan Pasal 364 KUHP, tetapi dalam pelaksanaannya dikenakan Pasal 362 KUHP. Untuk mengetahui alasan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum menggunakan Acara Pemeriksaan Singkat dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt Penulis melakukan wawancara kepada Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga alasan Pengadilan Negeri Salatiga tidak menerapkan Perma No. 2 Tahun 2012 dan menggunakan Pasal 362 KUHP dalam Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt, karena mengikuti pelimpahan perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam perkara tersebut jaksa melimpahkan ke Pengadilan dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan mendakwa dengan Pasal 362 KUHP, sehingga Pengadilan pun memeriksa perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Singkat dan memutus bersalah Terdakwa berdasarkan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengadilan tidak boleh menolak perkara yang dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tidak boleh memutus bersalah Terdakwa diluar dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Jaksa Penuntut Umum, bahwa untuk perkara Tindak Pidana Ringan, Jaksa Penuntut Umum menggunakan acara pemeriksaan singkat dikarenakan bahwa untuk perkara yang menggunakan acara pemeriksaan cepat, apabila dilakukan langsung oleh penyidik atau kepolisian

(41)

55

berdasarkan kuasa dari Jaksa Penuntut Umum. Sedangkan dalam perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt penyidik menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Salatiga, sehingga acara pemeriksaan yang digunakan pun adalah Acara Pemeriksaan Singkat.

Menurut penulis seharusnya dalam hal ini penyidik langsung menghadapkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Salatiga, agar dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, sesuai yang diatur dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP, bahwa:

Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa pentunt umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.

Penulis juga berpendapat bahwa, Pengadilan Negeri Salatiga dalam menangani Perkara No.09/Pid.S/2016/PN.Slt tidak mengikuti aturan yang ada dalam Perma No.2 Tahun 2012, bahwa untuk perkara yang nilai barang atau uangnya di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah) harus diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, dikarenakan sejak dimulai dari Penyidik perkara tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan, sekalipun daya mengikat Perma No 2 Tahun 2012 hanya diperuntukan Pengadilan Negeri Salatiga. Selain itu karena sejak awal oleh penyidik sendiri sudah dilakukan penahanan kepada terdakwa, sehingga jaksa penuntut umum pun harus mengikuti apa yang sudah ditentukan oleh penyidik, karena dalam hal ini peran penyidik sangatlah penting dalam menentukan rumusan tindak pidana yang diberikan kepada terdakwa. Penyidiklah yang paling awal menentukan apakah perkara tersebut masuk ke dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring) atau tidak.

(42)

56

Apabila sudah diketahui bahwa nilai kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah dan terdakwa bukanlah residivis, maka Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dapat melakukan koordinasi untuk melengkapi berkas hingga melakukan pemeriksaan tambahan sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Penulis juga berpendapat bahwa penyebab Perma No. 2 Tahun 2012 tidak dilaksanakan, dikarenakan Perma tersebut merupakan produk hukum yang dibuat oleh Mahkamah Agung (MA), yang mana aturan tersebut hanya mengikat instansi yang ada di bawahnya yaitu Pengadilan Negeri Salatiga. Dengan demikian, maka Perma tersebut tidak mengikat Kepolisian dan Kejaksaan. Agar ketentuan yang ada dalam Perma dapat berjalan secara efektif, maka dibuatlah Nota Kesepakatan Bersama.

Nota Kesepakatan dibuat agar Perma No 2 Tahun 2012 dapat mengikat Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan awal berjalannya proses hukum sebelum perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan, sehingga apa yang ditentukan dalam Perma dapat terlaksana di dalam proses persidangan yaitu untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat.

Kedudukan Nota Kesepakatan dalam peraturan perundang-undangan sebenarnya tidak dijelaskan akan tetapi, Nota Kesepakatan dapat mengikat para pihak selama disepakati oleh semua pihak yang terkait berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, sehingga baik Kejaksaan, Kepolisian, Hakim dan Menkumham yang telah sepakat untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam Tindak Pidana Ringan (Tipiring), maka harus melaksanakannya.

(43)

57

Selain itu baik Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim harus mematuhi apa yang telah dibuat dalam Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam hal melaksanakan restorative justice (keadilan restoratif) untuk perkara yang kerugiannya maksimal dua juta lima ratus ribu rupiah.

Dalam pelaksanannya sering kali Penyidik melimpahkan perkara ke Kejaksaan, sehingga untuk perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) tidak dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat. Di dalam Kejaksaan sendiri hanya mengenal 2 acara pemeriksaan saja, yaitu Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat. Penyidik dalam hal ini mempunyai peran yang penting dalam penerapan ketentuan kualifikasi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang sudah diatur dalam Perma No 2 Tahun 2012. Apabila penyidik langsung melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri atas dasar kuasa Penuntut Umum, maka acara pemeriksaan yang dipakai ialah Acara Pemeriksaan Cepat sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP. Akan tetapi, jika Penyidik melimpahkan perkara ke Kejaksaan Negeri, maka acara pemeriksaan yang dipakai adalah Acara Pemeriksaan Biasa dan Acara Pemeriksaan Singkat.

Pengadilan Negeri Salatiga tidak bisa melaksanakan apa yang diatur dalam Perma No 2 Tahun 2012, bukan karena Perma tersebut tidak mengikat Kepolisian dan Kejaksaan secara langsung, akan tetapi karena Penyidik tidak mengikuti Nota Kesepakatan Bersama yang telah disetujui, yang mana untuk dapat diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, maka Penyidik harus melimpahakan langsung perkaranya

(44)

58

ke PN. Pengadilan Negeri Salatiga hanya bertugas memeriksa dan mengadili dengan acara pemeriksaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa Pengadilan Negeri berusaha menjaga konsistensi proses beracara baik Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat dengan menerapkan aturan yang sudah diatur oleh KUHAP.

Perma No 2 Tahun 2012 dan Nota Kesepakatan telah ada selama 7 tahun, akan tetapi sejak dikeluarkan ketentuan tersebut tidak dilakukan dengan konsisten dalam praktiknya, baik oleh pihak Penyidik, Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim. Akibat tidak dilaksanakannya Perma No 2 Tahun 2012 tersebut, menyebabkan perkara yang seharusnya masuk ke dalam kategori Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dimasukkan ke dalam Tindak Pidana Biasa. Hal tersebut tidak memberikan nilai keadilan dan ketidakpastian hukum kepada terdakwa yang melakukan pencurian dan perbuatannya termasuk dalam kategori Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dimana seharusnya diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat dan tidak dilakukan penahanan kepada terdakwa.

Referensi

Dokumen terkait

Museum dibagi menjadi 2 bagian, dimana bagian pertama menjadi tempat pengenalan cara penanaman teh hingga proses produksi serta mengenalkan teh Indonesia, yang

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh penambahan limbah kulit ubi kayu dan ampas tahu terfermentasi pada pakan ayam pedaging memberikan pengaruh yang berbeda

Risiko investasi dapat terjadi pada investasi jangka pendek (modal kerja) dan investasi jangka panjang (modal tetap) karena setiap kegiatan investasi selalu

Bab kedua; tinjauan Umum tindak pidana dalam hukum Islam Bab ini menjelaskan tentang pengertian dan unsur-unsur jarimah, macam-macam jarimah, dan sanksi jarimah

Hasil pengamatan isi lambung yang terdapat pada Gambar 1, Gam- bar 2, dan Gambar 3 meunjukkan bahwa ikan baung memiliki variasi makanan yang tidak cukup beragam

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis struktur naratif pada artikel storytelling project sunlight “menyebarkan kebiasaan baik” dan “simak tips” dengan menerapkan

Terhitung 29 data dengan faktor risiko pasien dengan adanya riwayat abortus menjadi faktor risiko yang berjumlah paling tinggi didapatkan 41,38%, kemudian tertinggi kedua