• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengampuni Diri Sendiri

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 98-106)

Orang tua dari seorang anak berusia lima tahun mengampuni seorang wanita yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang mengakibatkan anak tersebut luka parah. Namun, wanita itu berjalan menuju tempat kerjanya sambil berkata, "Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri." Maka dia pun tidak pernah mengampuni dirinya sendiri.

Wanita itu terus mengingat kecelakaan itu dalam pikirannya. Berulang-ulang kali dia mengatakan kepada dirinya sendiri, "Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri karena aku tidak berhati-hati, karena aku tidak benar-benar memerhatikan sekitarku, karena aku tidak berhenti lebih cepat. Aku tidak akan pernah mengampuni diriku sendiri karena aku tidak memilih naik bis saja."

Pengampunan yang diberikan oleh orang tua anak yang ditabraknya itu tidak pernah menjadi nyata bagi wanita itu. Dia tidak pernah dapat menerima pengampunan itu karena ia tidak pernah dapat mengampuni dirinya sendiri.

Dia tidak dapat memercayai apa yang dikatakan suaminya: "Aku mencintaimu. Aku tahu kamu tidak bermaksud mencelakai anak itu."

Saat tetangga-tetangganya dan teman-temannya yang baik memberikan pendapat mereka, misalnya, "Kami tahu bahwa kamu adalah orang yang menyenangkan. Kamu bukan orang yang ceroboh. Ini adalah suatu kecelakaan," dia tidak dapat menerima pendapat mereka itu.

Wanita ini memvonis dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mengemudi lagi. Dia tidak pernah mengemudi lagi.

Apa yang terjadi pada orang yang tidak mau mengampuni dirinya sendiri kurang lebih sama seperti ilustrasi di atas.

Orang-orang yang tidak mau mengampuni dirinya sendiri:

1. menjadi depresi, kehilangan pandangan, dan membiarkan peristiwa-peristiwa buruk

mengendalikan hidup mereka;

2. tidak bisa dihibur karena mereka tidak mau atau tidak dapat melepas masa lalu mereka dan memulai lagi dengan yang baru;

3. mengalami rasa bersalah. Pendeta William Sloane Coffin berkata, "(Rasa bersalah) menghancurkan kita melalui tekanan, pandangan kita, dan ketika dalam keangkuhan, kita menolak pengampunan."

4. ingin dihukum untuk menyeimbangkan keadaan, untuk "mendapatkan" pengampunan; 5. dan tentu saja, tidak bisa menerima pengampunan dari orang lain.

Inti dari masalah ini adalah bahwa pengampunan dari orang lain bisa menjadi nyata dalam hidup kita hanya bila kita mau mengampuni diri kita sendiri. Bila Anda memikul beban rasa bersalah karena Anda belum mengampuni diri Anda sendiri, mungkin inilah saatnya Anda menerima pengampunan dari Allah dan memulai hidup baru!

99

"Dengan kata lain, menerima pengampunan sama dengan memulihkan kembali,

memampukan kita hidup sebagaimana seharusnya kita hidup." (William Sloane Coffin) Pada akhirnya, mengampuni diri sendiri berujung pada iman. Iman dalam kekuatan pengampunan. Iman di dalam Allah memancarkan kasih.

"Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?" (Mikha 7:18)

Bila Anda tidak memunyai iman itu, Anda bisa berdoa meminta kepada Tuhan dan Anda juga bisa mengajak orang lain, khususnya mereka yang "memiliki" iman itu, untuk

berdoa bersama dengan Anda.

Bila ada seseorang yang Anda kenal tidak memiliki iman itu, Anda bisa berdoa agar dia dibebaskan dari siksaan dan keraguan sehingga dia mengenal kedamaian yang

melebihi pemahaman. (t/Ratri) Sumber:

Diterjemahkan dari:

Judul buku: Putting Forgiveness Into Practise Judul artikel asli: Forgiving Ourselves

Penulis: Doris Nonnelly

Penerbit: Argus Communications, Texas 1982 Halaman: 30 -- 31

100

TELAGA: Sulitnya Mengampuni Diri Sendiri

Ada pertanyaan bahwa mengampuni diri sendiri itu lebih susah dari pada mengampuni orang lain, tetapi ternyata itu tergantung dari orangnya. Ada orang yang mudah

mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampuni orang lain. dan ada juga orang yang sulit mengampuni diri sendiri dan juga orang lain. yang membedakan semuanya adalah cara pandang masing-masing orang.

Beberapa penyebab yang membuat seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri:

1. Menganggap dirinya harus sempurna (perfeksionis), dirinya harus yang paling betul; 2. Memunyai tuntutan yang besar pada diri sendiri, saya tidak boleh berbuat kesalahan, saya tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi saat dia menyakiti orang lain, baik secara sengaja atau pun tidak, maka dia akan sulit untuk mengampuni diri sendiri.

Orang yang tidak bisa mengampuni diri sendiri ditandai dengan penuh kemarahan pada dirinya, selalu memunyai pandangan yang negatif dan merasa dia pantas untuk

mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain; tidak menyenangi dirinya sehingga hidupnya awut-awutan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengampuni diri sendiri:

1. Kalau Allah sudah mengampuni, maka dia harus belajar mengampuni diri sendiri; 2. Merendahkan diri di hadapan Allah;

3. Melihat bahwa apa yang telah terjadi itu sudah lewat, dia harus tahu apa yang dia perbuat itu sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi dan dia mau bertanggung jawab;

4. Mengeluarkan segala macam kepedihan, rasa dukacita, dan rasa malu;

5. Untuk orang yang perfeksionis, dia harus menyadari bahwa dirinya sendiri adalah manusia dan dia perlu merendahkan diri.

Dampak bila kita tidak mau mengampuni diri sendiri:

1. menjadi sakit-sakitan, 2. hidupnya tertekan,

3. mukanya kusut,

4. pemalas, dan

5. menghukum keluarganya.

Jika ada sesuatu yang mengingatkan dia akan kesalahannya, maka dia harus minta maaf kepada orang yang dia lukai dan berbuat apa yang dia bisa untuk mengganti rugi dan juga minta ampun kepada Tuhan.

Firman Tuhan, "Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". (Matius 22:39)

101

Jadi kita perlu mengasihi diri sendiri seperti kita juga mau mengampuni orang lain. Sumber:

Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. 220B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.

Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > atau: < TELAGA(at)sabda.org >

atau kunjungi situs TELAGA di:

==> http://www.telaga.org/ringkasan.php?sulitnya_mengampuni_diri_sendiri.htm

Serba Info: Lowongan Tenaga Pendidik PESTA

Yayasan Lembaga SABDA mengajak para profesional muda untuk bersama-sama melayani Tuhan melalui dunia teknologi informasi. Melalui program pendidikan jarak jauh, yaitu Pendidikan Elektronik Studi Teologi Awam (PESTA), YLSA ingin

mengembangkan pelayanannya lebih luas lagi. Untuk itu, dicari tenaga PENDIDIK yang berkualitas untuk bekerja di YLSA, dengan syarat-syarat sebagai berikut.

1. Sudah lahir baru dalam Kristus dan sudah dibaptis.

2. Pendidikan S1/S2 Jurusan PAK/Teologia.

3. Memiliki kemampuan menulis dan membuat modul pelajaran.

4. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (verbal dan non verbal). 5. Bisa bekerja dalam tim.

6. Bisa mengoperasikan komputer dengan lancar.

7. Terbiasa dengan internet.

8. Bersedia ditempatkan di Solo, Jawa Tengah.

9. Bersedia kerja penuh waktu (full time -- dalam kantor) dengan masa kerja minimal dua tahun.

10.Pria/Wanita, diutamakan belum menikah.

Jika Anda dipanggil Tuhan untuk terjun dalam pelayanan elektronik, silakan mengirim surat lamaran dan CV secepatnya ke:

YLSA

Kotak Pos 25 SLONS 57135

atau kirim e-mail ke:

rekrutmen-ylsa(at)sabda.org

Untuk mengetahui pelayanan PESTA lebih lanjut, silakan berkunjung ke:

103

e-Konsel 159/Mei/2008: Konseling dalam

Kelompok

Pengantar dari Redaksi

Salam sejahtera,

Dalam praktik konseling, ada berbagai jenis konseling yang bisa diterapkan, tergantung dari keadaan, tempat, dan kepentingannya. Ada konseling yang diperuntukkan bagi siswa sekolah yang tentu saja juga dilakukan di sekolah. Ada konseling pranikah bagi pasangan yang akan menikah, ada konseling untuk keluarga, dan ada pula konseling yang dilakukan secara bersama-sama dalam satu kelompok. Mungkin jenis yang terakhir ini jarang kita temui, namun konseling ini juga memberi dampak yang besar bagi konseli yang terlibat di dalamnya.

Konseli yang terlibat dalam konseling kelompok ini pada umumnya memiliki tujuan dan permasalahan yang hampir sama pula. Lalu bagaimana konseling dalam kelompok ini bisa berjalan? Apakah setiap orang yang terlibat di dalamnya bisa dipercaya dalam memegang rahasia orang lain dalam kelompok ini? Bagaimana pula konselor menjalankan tugasnya dalam konseling kelompok ini?

Simak artikel-artikel e-Konsel kali ini untuk mengenal konseling dalam kelompok. Selamat membaca, semoga menambah wawasan kita semua!

Pemimpin Redaksi e-Konsel, Christiana Ratri Yuliani

104

Cakrawala: Group - Konseling

Pada masa hidup Tuhan Yesus, Ia telah sempat berbicara dengan banyak orang mengenai kebutuhan dan persoalan-persoalan mereka. Sering kali dalam konseling-Nya, Ia melibatkan beberapa orang sekaligus. Ingat akan pertemuan-Nya dengan dua orang dalam perjalanan-Nya ke Emaus; akan pembicaraan-Nya dengan Petrus,

Yakobus, dan Yohanes; akan diskusi-diskusi yang menyangkut kedua belas murid-Nya. Dalam jemaat yang mula-mula, orang-orang bertemu dalam kelompok-kelompok untuk belajar, bersekutu, merayakan perjamuan kudus, dan berdoa. Orang-orang percaya membagikan apa yang mereka punya, berbakti, makan bersama, dan memuji-muji Allah bersama pula (Kis. 2:42-47).

Tentu saja dalam persekutuan-persekutuan itu mereka membicarakan persoalan-persoalan mereka dan kemudian saling tolong-menolong dengan tiap kebutuhan

mereka. Dalam abad-abad yang kemudian, jemaat Metodis yang mula-mula pun selalu mulai dengan grup-grup kecil, bahkan gereja-gereja belakangan ini pun mulai lagi membagi jemaatnya dalam kelompok-kelompok kecil yang bertemu untuk membagikan pengalaman masing-masing, bersaksi, berdoa (Yak. 5:16), dan memelajari firman Tuhan bersama.

Konselor-konselor Kristen menemukan bahwa ada keunikannya sendiri membimbing orang dalam grup -- termasuk kelompok keluarga. Dengan mengadakan pertemuan dengan beberapa konseli sekaligus, seorang pemimpin dapat menyediakan tempat untuk kerja sama dalam membagikan perasaannya secara jujur, saling belajar dari pengalaman orang lain, saling mendukung, menasihati, dan menolong satu terhadap yang lain.

Kadang ada kelompok-kelompok yang terbentuk tanpa bimbingan konselor, yaitu melalui kelompok PA, aktivitas bersama, kelompok doa, dan kegiatan-kegiatan gereja lainnya, di mana terbuka kesempatan-kesempatan untuk saling membagikan

pengalaman, kebutuhan, dan perhatian satu terhadap yang lain.

Dapatkah seorang konselor Kristen membentuk kelompok untuk tujuan konseling? Jawabannya tentu saja bergantung kepada orang-orang yang terlibat dalam kelompok itu dan masyarakat di mana mereka tinggal. Kelompok "Alcoholic Anonymus" misalnya, adalah grup konseling yang sangat berhasil hampir di seluruh dunia, dan ini terjadi oleh karena tiap partisipan tidak takut untuk memberi dan menerima pertolongan, dan

mereka berani mengakui secara terus terang bahwa mereka memunyai masalah dengan alkohol. Pengakuan secara terbuka tidak mudah bagi kebanyakan orang, terutama jika mereka tergabung dalam jemaat yang kecil atau tinggal di masyarakat di mana satu dengan yang lain saling mengenal.

Seandainya tiap orang dapat mengatasi kesulitannya untuk mengeluarkan isi hati, sebetulnya banyak orang dapat belajar dari sesamanya yang memunyai pengalaman sejenis. Misalnya, seorang psikolog yang kreatif di suatu kota besar membentuk program khusus untuk janda-janda yang tidak memunyai teman atau keluarga dekat

105

untuk dapat saling mendukung dan tolong-menolong. Begitu juga Anda, dapat membentuk sesuatu yang mirip untuk menolong orang-orang di jemaat atau di lingkungan sekitar Anda.

Jika Anda ingin memulai suatu grup konseling, Anda dapat memberikan undangan melalui mimbar atau warta gereja, tetapi biasanya orang lebih tertarik bila mendapat undangan secara khusus dan pribadi. Jika kelompok ini sudah terbentuk, mulailah dengan masing-masing memerkenalkan diri, latar belakangnya, keluarga, data-data pribadi yang lain, namun sebaiknya jangan dipaksa. Perlahan-lahan tiap anggota grup dianjurkan untuk mengemukakan masalah yang mereka hadapi. Tanggung jawab konselor adalah untuk menstimulasi diskusi dan sesekali menyimpulkan apa yang telah dibicarakan dan memberikan pengarahan supaya pembicaraan tidak melangkah terlalu jauh dari topik. Berbagi (sharing) seperti ini, yang diikuti dengan persekutuan doa, akan banyak sekali menolong. Sukses tidaknya grup konseling tergantung kepada partisipasi anggota-anggotanya. Bila mereka rela "memikul pergumulan satu dengan yang lain" (Galatia 6:2), grup konseling dapat memerkaya pengalaman, bahkan dapat menolong tiap anggota-anggotanya. Bila anggota-anggota grup menutup diri, terpaksa harus dilanjutkan dengan konseling pribadi.

Sumber: Diambil dari:

Judul buku: Pengantar Pelayanan; Konseling Kristen yang Efektif Penulis: Dr. Gary R. Collins

Penerjemah: Esther Susabda

Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1998 Halaman: 59 -- 61

106

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 98-106)

Dokumen terkait