• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengatur Administrasi Negara

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Islam id. pdf (Halaman 91-96)

KHULAFA’ RASYIDUN

2.4. Mengatur Administrasi Negara

Karena perluasan wilayah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pemerintahannya diatur menjadi 8 wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.78

11Ibid., h. 246.

77 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, J. 1 (Jakarta: UI, 1985), h. 58.

78 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 37.

Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan administrasi negara, sebagai berikut;

1) Menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. 2) Mendirikan Pengadilan Negara dalam rangka memisahkan

lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.

3) Kepala negara dalam rangka menjalankan tugas eksekutifnya, ia dibantu oleh pejabat yang disebut al-Katib (sekreteris negara). Di masa Umar dijabat oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam.

4) Membentuk Jawatan Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta menangkap penjahat. 5) Membentuk Jawatan Militer, terdaftar secara resmi di

negara, bertugas di daerah-daerah perbatasan seperti di Kufah, Basrah dan Fusthah, dan diberi gaji secara teratur setiap bulannya.

6) Umar juga mendirikan Baitul Mal, keuangan negara yang dipungut dari pajak dan lain-lain disimpan di Baitul Mal dan penggunaannya diatur oleh Dewan.

7) Menempa/mencetak mata uang sebagai alat tukar yang resmi dari negara dan

8) Menciptakan kelender Islam atau tahun Hijrah.79

Demikian banyaknya penerimaan negara, sehingga di luar biaya rutin negara, masih tersisa untuk memberi tunjangan kepada warga negara, sehingga di masa Umar rakyat mendapat tunjangan dari negara.

Dewan menetapkan tunjangan itu berdasarkan cepat lambatnya seseorang masuk Islam dan kegiatannya dalam perang. Tunjangan tertinggi diperoleh istri Nabi, Aisyah

sebanyak 12.000 Dirham, yang terendah adalah wanita dan anak-anak antara 200-600 Dirham. Semuanya diberikan satu kali untuk satu tahun.80

Sungguh pun Umar menjadi kepala negara dari suatu negara terbesar saat itu, tetapi ia tetap hidup sederhana. Ia hanya memiliki sehelai kemeja dan sebuah mantel, serta tidur di atas dedaunan korma. Ia dikenal adil dan bijaksana. Sehingga para sejarawan sepakat menyebutnya “Khalifah Yang Terbesar Sesudah Nabi”.

2.5. Perkembangan Peradaban Islam 1. Pembukuan Al-Qur’an

Penulisan ayat-ayat al-Qur ’an sudah dimulai semenjak masa Rasulullah. Setiap kali menerima wahyu, Nabi selalu membacakan dan mengajarkannya kepada para sahabat serta memerintahkan mereka menghafalnya. Rasulullah juga mempunyai sekretaris penulis wahyu, di antara mereka adalah sahabat Abdullah bin Abbas, Zaid bin Tsabit, Muawiyah bin Abi Sofyan, kepada mereka diperintahkan Nabi menulis wahyu yang baru saja diterimanya.

Mereka menulisnya di pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. Rasulullah memberi nama surah, juga urutan-urutannya dan tertib ayatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt. Tulisan ayat-ayat tersebut disimpan di rumah Rasulullah saw. Selain itu, masing-masing sahabat juga

80 Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: The Macimillan Press Limitted, 1981), h. 172.

menulis ayat-ayat al-Qur’an dan disimpan di rumah sendiri. Pada masa Rasulullah tulisan-tulisan al-Qur’an belum dikumpulkan satu mushaf tetapi masih berserakan.81

Di masa Abu Bakar menjadi khalifah, terjadi Perang Riddah, dalam peperangan itu kurang lebih 70 orang penghafal al-Qur’an gugur. Timbul kekhawatiran di kalangan sahabat, terutama Umar bin Khathab hilangnya al-Qur’an. Beliau menyarankan kepada Abu Bakar betapa pentingnya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang masih berserakan ke dalam satu mushaf.

Abu Bakar pada mulanya kebaratan karena tidak dilakukan Rasul. Tetapi Umar dapat meyakinkan beliau, bahwa hal itu semata-mata untuk melestarikan al-Qur’an, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Zaid bin Tsabit, sebagai salah seorang sekretaris penulis wahyu, mendapat tugas memimpin pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.82

Dalam pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an, selain Zaid berpegang pada tulisan yang terhimpun di rumah Nabi juga didasarkan pada hafalan para sahabat dan naskah-naskah yang ditulis para sahabat yang disimpan di rumah sendiri. Zaid berhasil menulis ayat-ayat al-Qur’an tersebut dalam satu mushaf.

Setelah selesai, mushaf tersebut diserahkan kepada Abu Bakar dan dia simpan sampai wafatnya. Ketika Umar menjadi khalifah, mushaf tersebut berada dalam pengawasannya. Sepeninggal Umar mushaf itu disimpan di rumah Hafsah binti Umar, dan isteri Rasulullah.83

81 Ahmad Amin, Fajr al-Islam, c. 11 (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah, 1975), h. 195.

82 Siti Maryam,dkk., op.cit., h. 58.

Di masa pemerintahan Utsman bin Affan, muncul perbedaan perbacaan ayat-ayat al-Qur’an di kalangan umat Islam. Hal ini terjadi karena Rasulullah memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca al-Qur’an menurut dialek mereka masing-masing. Sampai pada masa khalifah Utsman membaca al-Qur’an menurut dialek masing-masing kabilah sudah sangat banyak variasi (berbagai dialek).

Huzaifah bin Yaman yang pernah mendengar bacaan al-Qur ’an dalam banyak bentuk dialek, mengusulkan kepada khalifah Utsman agar membuat mushaf standar yang kelak menjadi pegangan bagi seluruh umat Islam di berbagai wilayah. Utsman menerima usul tersebut dan membentuk panitia (lajnah) yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Al-Qur ’an yang disimpan Hafsah disalin dan diseragamkan dialeknya menurut dialek Quraisy karena diturunkan melalui dialek Quraisy.84

Setelah selesai disalin dalam 6 buah, mushaf yang dipinjam tersebut dikembalikan lagi kepada Hafsah. Dari 6 buah salinan tersebut, satu diantaranya disimpan khalifah Utsman, yang lain disuruh Khalifah agar di kirim ke wilayah-wilayah Islam, yaitu Makkah, Madinah, Basrah, Kufah dan Syam/Syria. Naskah lainnya diperintahkan untuk dibakar sehingga keaslian al-Qur ’an dapat terjamin dan terpelihara. Sedangkan Mushaf yang sudah diseragamkan dialeknya itu disebut

Mushaf Utsmani sebagai Mushaf yang resmi sampai sekarang.

Huruf-huruf al-Qur’an barulah diberi berbaris, fat-hah, dhammah, kasrah dan sukun di masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sofyan, khalifah Bani Umayyah pertama atas perintah gubernur Bashrah Ziyyad bin Ubaidillah kepada Abu al-Aswad al-Du’ali. Barulah diberi bertitik di masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, khalifah kelima Bani Umayyah atas buah pikiran gubernur Irak, al-Hajjaj bin Yusuf.85

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Islam id. pdf (Halaman 91-96)