B. TENTANG SUBSTANSI PERKARA
3. Mengenai Hak Eksklusif dan Pengecualian
Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 112 sampai dengan halaman 116 yang pada pokoknya menyatakan bahwa "Majelis berpendirian sejauh KD 39/Warung Telkom dan KD 40/Wartel serta PKS Standar Telkom lainnya bertujuan melaksanakan hak eksklusifnya yang tertera dalam UU No.3 Tahun 1989 jo Keputusan Menteri Parpostel Nomor 60/PT/102/MPPT-95 Tahun 1995, maka perbuatan dan perjanjian tersebut termasuk yang dikecualikan oleh Pasal 50 huruf a UU No.5 Tahun 1999” ;
Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah, karena baik secara de facto terlebih lagi secara de jure, hak ekslusif sudah tidak
Hal. 40 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 dimiliki lagi oleh Pemohon Keberatan/Termohon Kasasi dengan alasan sebagai berikut :
3.1 Bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi sebenarnya sangat jelas mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat dengan mengatur upaya penghentian hak eksklsusif (vide, Pasal 61 ayat (2) UU No. 36 Tahun 1999).
Selanjutnya, implementasi dari ketentuan tersebut salah satunya dilakukan dan dibuktikan dengan adanya pengumuman Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2004 yang menuangkan terkait dengan hasil Sidang Kabinet Terbatas tanggal 20 November 2003 dimana telah diputuskan untuk mengakhiri hak eksklusif yang dimiliki oleh Pemohon Keberatan/Termohon Kasasi dan PT. Indosat.
3.2 Bahwa berkaitan dengan pemberian kompensasi, maka menurut Pemohon Kasasi hal tersebut jelas berbeda konteks dan tidak relevan karena secara de jure regulasi dan kebijakan pemerintah telah memutuskan pengakhiran hak eksklusif. Masalah pembayaran kompensasi merupakan hal yang berbeda dan tidak urgensif karena terkait dengan kemampuan pemerintah dan kondisi keuangan negara yang belum memungkinkan, sehingga jelas tidak dapat dijadikan alasan untuk menghambat penegakan hukum persaingan usaha.
3.3 Bahwa selain penjelasan mengenai pengakhiran hak eksklusif tersebut, dalam ketentuan Pasal 10 Bagian Ketiga UU No. 36 Tahun 1999 telah secara tegas mengatur korelasinya dengan UU No.5 Tahun 1999 dengan memberikan penegasan sebagai berikut:
(1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi ;
(2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (yang dimaksud adalah UU No. 5 Tahun 1999).
3.4 Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, telah membuktikan bah-wa UU No. 36 Tahun 1999 jelas mendukung adanya persaingan
Hal. 41 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 usaha yang sehat.
3.5 Bahwa oleh karena itu, pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan perbuatan dan atau perjanjian Termohon Kasasi dikecualikan karena melaksanakan peraturan perundang-undangan adalah salah dan tidak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 1999.
Berkaitan dengan memori kasasi angka 3, Pemohon Kasasi mohon agar Judex Juris memberikan perhatiannya agar tidak menjadi dan menimbulkan preseden buruk bagi penegakan UU No. 36 Tahun 1999 dan UU No.5 Tahun 1999.
Sebagai penutup, Pemohon Kasasi perlu menyampaikan pula bahwa sebenarnya strong point penegakan hukum persaingan adalah perubahan perilaku dari pelaku usaha yang telah melakukan pelanggaran UU No.5 Tahun 1999. Hal tersebut justru tidak pernah ditunjukkan oleh Termohon Kasasi. Oleh karena itu, Pemohon Kasasi menyampaikan 2 (dua) hal yang perlu mendapatkan perhatian Judex Juris sebagai lembaga tertinggi dalam penegakan hukum persaingan di Indonesia. Kedua hal tersebut adalah : 1. Pemohon Keberatan ingin mempertahankan status quo.
Bahwa Termohon Kasasi jelas menunjukkan dan membuktikan semangat atau keinginannya yang anti persaingan serta ingin mempertahankan
status quo dengan menarik kembali ke dalam pemahaman industri
telekomunikasi era lampau yang monopolis.
Dengan berlakunya UU No.5 Tahun 1999, hal tersebut tidak sesuai lagi karena semangat dan keinginan Termohon Kasasi dapat menghambat terciptanya persaingan usaha yang sehat di bidang industri telekomunikasi yang saat ini telah jelas dapat dinikmati oleh masyarakat.
2. Kebijakan Warung Telkom.
Bahwa kebijakan Termohon Kasasi yang melarang produk atau jasa operator lain dijual di Warung Telkom, jelas merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terlebih lagi dilakukan oleh Termohon Kasasi yang jelas menguasai essential
facilities dengan menguasai kurang lebih 95 % (sembilan puluh persen)
jaringan lokal sehingga jelas menghambat masyarakat untuk melakukan akses secara bebas.
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Hal. 42 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 mengenai alasan ad A :
bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. bahwa Pasal 38 sampai dengan Pasal 44 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang Tata Cara Penanganan Perkara oleh KPPU, karena itu objek pemeriksaan Judex Facti adalah putusan KPPU yang diambil berdasarkan tata cara dalam ketentuan undang-undang tersebut.
2. bahwa tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang mengatur tentang bagaimana seharusnya bentuk suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, sehingga risalah pertemuan yang mencatat keterangan saksi, ahli ataupun keterangan pihak-pihak lain (termasuk keterangan Pelaku Usaha), dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan putusan KPPU ;
3. bahwa putusan KPPU, menurut Pasal 43 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum, dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang yang sama, pengambilan putusan oleh KPPU dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 orang anggota Komisi ;
4. bahwa mengenai saksi-saksi, sebagaimana yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya halaman 87, seyogianya dipertimbangkan oleh Judex Facti setelah memasuki pemeriksaan pokok perkara dalam menilai apakah keterangan saksi-saksi tersebut mempunyai kekuatan pembuktian, dan bukannya sebagai salah satu alasan prosedural untuk membatalkan putusan KPPU ;
5. bahwa dengan demikian putusan Judex Facti harus dibatalkan dan Mah-kamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan pertimbangan sebagai berikut ;
Menimbang, bahwa Termohon Kasasi/Pelaku Usaha berkeberatan atas putusan KPPU No.02/KPPU-I/2004 tanggal 13 Agustus 2004 sepanjang mengenai amar putusan yang berbunyi :
- Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;
- Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;
- Menetapkan pembatalan klausula yang menyatakan bahwa pihak penye-lenggara atau pengelola warung Telkom hanya boleh menjual jasa dan atau
Hal. 43 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 produk Terlapor dalam perjanjian kerja sama antara Terlapor dengan penyelenggara atau pengelola warung Telkom ;
- Memerintahkan Terlapor untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara (a) meniadakan persyaratan PKS atas pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Terlapor di wartel (b) membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Terlapor di warung Telkom ;
bahwa yang dimaksud dengan Terlapor dalam putusan KPPU tersebut adalah Pelaku Usaha (kini Termohon Kasasi) ;
Menimbang, bahwa pertimbangan dan putusan KPPU tidak bertentangan dengan undang-undang dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. bahwa hak eksklusif yang diberikan kepada Termohon Kasasi / Pemohon
untuk menyelenggarakan jaringan jasa telekomunikasi lokal maupun jarak jauh telah berakhir berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan No.2 Tahun 2004 (bukti P4) dengan pemberian kompensasi kepada Pemohon ; 2. bahwa meskipun pembayaran kompensasi tersebut belum diterima oleh
Pemohon, tidaklah berarti bahwa hak eksklusif tersebut tetap melekat. Masalah hak eksklusif atau hak monopoli tidak dapat dikaitkan dengan belum terlaksananya pembayaran kompensasi ;
bahwa pembayaran kompensasi dapat diajukan kepada Pemerintah cq Menteri Perhubungan secara terpisah melalui jalur yang telah ditentukan ; 3. bahwa dengan berakhirnya hak eksklusif, maka perjanjian-perjanjian yang
dilakukan oleh Pemohon yang bertujuan sebagai pelaksanaan hak eksklusif juga berakhir dan tidak lagi termasuk hal-hal yang dikecualikan seperti yang diatur dalam pasal 50 huruf e Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;
4. bahwa benar Pemohon telah mendapat ijin menyelenggarakan Internet Telepon untuk keperluan publik atau Voice over internet Protokol (Vo.I.P), berdasarkan Surat Keputusan Dirjen dan Telekomunikasi N0.159 Tahun 2001 dengan menggunakan kode akses 017 ;
5. bahwa sebagai tindak lanjut dari ijin tersebut, maka Pemohon berdasarkan Keputusan Direksi No.39/HK 220/JAS : 51/2003 tanggal 17 Juni 2003, telah menyelenggarakan saluran distribusi internal jasa telekomunikasi dalam bentuk surat pembukaan outlet dengan nama Warung Telpon (bukti P7). Pengadaan warung telpon tersebut dapat diperoleh oleh pemohon baru, maupun dari wartel-wartel lainnya yang sudah ada terlebih dahulu, penyedia layanan jasa telekomuinikasi dari produk-produk lainnya ;
Hal. 44 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 6. bahwa warung-warung telpon yang menyediakan jasa layanan
teleko-munikasi yang hanya membuka akses milik Pemohon saja, tidak perlu membayar biaya pemasangan dan biaya abonemen bulanan. Kemudahan-kemudahan/fasilitas-fasilitas ini tidak diberikan pada wartel penyedia jasa layanan telekomunikasi lainnya dari produk manapun juga ;
7. bahwa Pemohon telah menutup/memblokir akses layanan telekomunikasi lainnya selain dari pada 017 milik Pemohon, sehingga hanya outlet-outlet Warung Telpon bentukan Pemohon dengan kode akses 017 saja yang jalan, sedangkan wartel-wartel penyedia layanan telekomunikasi lainnya tidak jalan, karena salurannya diblokir / dipersulit.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti yang diajukan : - Pengaduan wartel-wartel dari beberapa kota.
- Pengaduan dari pelanggan-pelanggan perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan jasa telekomunikasi lainnya.
- Hasil uji coba sendiri dari tim penyidik KPPU.
- Adanya perjanjian kerja sama antara outlet-outlet Warung Telpon dengan PT. Telkom bahwa mereka hanya dapat membuka layanan internasional dengan kode akses 017 saja.
- Tertutupnya akses saluran lain dari pada 017 telah dibuktikan oleh survey dari Tim Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dan PT. Indosat, dimana saluran telpon lainnya dialihkan ke 017 denga harga/rate yang ditentukan.
- Karena perbuatan Termohon Kasasi/PT. Telkom telah terbukti melakukan pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 khususnya pasal 19 huruf a dan b.
- Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegi- atan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.
- Menghalangi konsumen atau pelanggan atau pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08 November 2004 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini ;
Hal. 45 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi berada di pihak yang kalah, maka ia harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan ;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ;
M E N G A D I L I :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut ;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung No.256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08 November 2004 ;