• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

1. Menghitung Waktu Standar Operas

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung waktu standar adalah sebagai berikut :

1. Pengujian keseragaman data

Jika pengamatan pendahuluan dilakukan sebanyak : N Waktu penyelesaian pada pengukuran pendahuluan : Xi

Maka :

a. Hitung rata–rata dari tiap unit pengamatan

N Xi

X

... (1)

Dimana :

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan N = jumlah pengamatan yang dilakukan

b. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan menggunakan rumus, yaitu :

1 2     N X Xi  ... (2) Dimana :

N = jumlah pengamatan yang dilakukan

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan

c. Tentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

Pemeriksaan keseragaman data dilakukan dengan menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dari data pengukuran yang telah diperoleh dengan menggunakan peta kontrol. Peta kontrol dipakai untuk karakteristik kualitas atau variabel-variabel yang dapat diukur jumlahnya.

Dilakukan pemeriksaan terhadap hasil pengukuran waktu yang diperoleh apakah berada dalam batas kontrol atau tidak. Jika data tersebut berada dalam batas kontrol, maka data tersebut dikatakan seragam. Jika di luar batas kontrol, maka data yang diluar batas kontrol harus dibuang dan dilakukan revisi terhadap data yang tersisa dengan menghitung batas kontrol yang baru. Untuk tingkat kepercayaan 95%, maka digunakan rumus berikut ini :

Batas kontrol atas (BKA) = X + 2 

... (3) Batas kontrol bawah (BKB) = X – 2 

Garis sentral (GS) = X

2. Pengujian jumlah pengamatan yang dibutuhkan (N)

Untuk menentukan jumlah pengamatan yang dibutuhkan, maka digunakan rumus berikut ini :

 

2

 

2 2 '                  Xi X X N s k N i i ... (4) Dimana :

N’ = banyaknya pengamatan yang dibutuhkan

k = harga distribusi normal standar yang ditentukan dari tingkat kepercayaan yang ditentukan

Jumlah pengamatan yang diperlukan dapat dipengaruhi oleh besarnya tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Misalnya untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%, diperoleh k = 1,95  2 maka penurunan rumus (4) menjadi :

2

2 2 05 , 0 2 '                  Xi X Xi N N i

 

 

2 2 2 40 '              Xi X Xi N N i ... (5) Dimana :

N’ = banyaknya pengamatan yang dibutuhkan N = jumlah pengamatan yang dilakukan

Xi = waktu penyelesaian hasil pengamatan pada pengukuran pendahuluan Yang dimaksud tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% adalah pengukur membolehkan rata - rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 5% dari rata - rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal tersebut adalah sebesar 95%.

3. Penentuan waktu terpilih

Apabila uji keseragaman data telah terpenuhi serta jumlah pengukuran yang dibutuhkan pada tingkat kepercayaan dan ketelitian yang ditentukan telah mencukupi, maka maka ditetapkan waktu terpilih dengan rumus sebagai berikut:

X N

i X

Wt

 ... (6)

4. Menentukan performance rating

Performance rating adalah keadaan penganalisa time study

membandingkan kecepatan operator yang diamati dengan konsep performansi kerja dengan konsep normal yang disepakati. Kecepatan kerja operator dapat dipengaruhi oleh operator yang bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah– olah diburu waktu, atau mendapat kesulitan karena kondisi ruangan yang buruk

dan akan mengakibatkan terlalu singkat atau terlalu panjang waktu penyelesaian. Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan faktor penyesuaian atau rating ”p” sebagai berikut

 Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja di atas batas kewajaran (normal) maka Rf  1.

 Apabila operator bekerja terlalu lambat yaitu bekerja dengan kecepatan di bawah kewajaran (normal) maka Rf  1.

 Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka Rf = 1.

Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal. Adapun cara-cara untuk menentukan rating factor adalah sebagai berikut :

1. Cara Persentase

Cara persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran ditentukan harga p yang menurut pendapat pengukur akan menghasilkan waktu normal bila harga p dikalikan dengan harga siklus. Cara ini merupakan yang paling mudah dan sederhana, tetapi terdapat kekurangan ketelitian akibat cara memberikan penilaian.

2. Cara Shumard

Cara shumard dilakukan dengan memberikan penilaian melalui kelas-kelas penyesuaian kerja dalam setiap kelas yang mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Dalam hal ini si pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas-kelas tertentu seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penyesuaian Menurut Shumard

Kelas Penyesuaian Superlast 100 Fast + 95 Fast 90 Fast - 85 Excellent 80 Good + 75 Good 70 Good - 65 Normal 60 Fair + 55 Fair 50 Fair - 45 Poor 40 3. Cara westinghouse

Cara westinghouse dilakukan dengan mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran pada saat bekerja. Penentuan performance rating menggunakan sistem westinghouse yaitu :

Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu yang sesuai dengan kemampuan maksimal sipekerja. Keterampilan dapat menurun apabila telah terlalu lama tidak menangani pekerjaan yang akan dilakukan, kesehatan yang terganggu, rasa lelah yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan, dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelas dengan ciri–ciri dari setiap kelas adalah sebagai berikut :

SUPER SKILL: 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna.

3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik. 4. Gerakan–gerakan halus tetapi sangat cepat

sehingga sulit untuk diikuti.

5. Kadang–kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.

6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. 7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan

merencanakan tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik.

2. Tampak cocok dengan pekerjaannya. 3. Terlihat telah terlatih baik.

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran–pengukuran atau pemeriksaan.

5. Gerakan–gerakan kerjanya beserta urutan– urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik. 7. Bekerjanya cepat tetapi halus. 8. Bekerja berirama dan terkoordinasi.

GOOD SKILL: 1. Kualitas hasil baik.

2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerja pada umumnya.

3. Dapat memberi petunjuk–petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tiada keragu–raguan.

7. Bekerjanya stabil.

8. Gerakan–gerakannya selalu terkoordinasi dengan baik.

9. Gerakan–gerakannya cepat.

AVERAGE SKILL: 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cepat tapi tidak lambat.

3. Terlihat adanya pekerjaan–pekerjaan yang direncanakan.

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan–gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu–raguan.

6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

8. Bekerjanya cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan. FAIR SKILL: 1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. 3. Terlihat adanya perencanaan–perencanaan sebelum

melakukan gerakan.

4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan tersebut sejak lama.

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin.

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan- kesalahan sendiri.

8. Jika tidak bekerja sungguh–sungguh outputnya akan sangat rendah.

9. Biasanya tidak ragu–ragu dalam menjalankan gerakan–gerakannya.

POOR SKILL: 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Gerakan–gerakannya kaku.

3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan–urutan gerakan.

4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

6. Ragu–ragu dalam menjalankan gerakan–gerakan kerja.

7. Sering melakukan kesalahan–kesalahan. 8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Secara keseluruhan tampak pada kelas–kelas di atas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu–raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan dan hal–hal lainnya. Dengan pembagian ini, pengukur akan lebih terarah dalam menilai seorang pekerja dilihat dari segi keetrampilannya.

Usaha merupakan kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Sistem westinghouse membagi 6 (enam) kelas usaha dengan ciri–cirinya sebagai berikut :

EXCESSIVE EEFORT: 1. Kecepatan sangat berlebihan.

2. Usahanya sangat bersungguh–sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.

EXCELLENT EFFORT: 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. 2. Gerakan–gerakan lebih ekonomis daripada

operator–operator biasa.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannnya. 4. Banyak memberi saran–saran.

5. Menerima saran–saran dan petunjuk dengan senang hati.

6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. 8. Bangga atas kelebihannya.

9. Gerakan–gerakan yang salah sangat jarang sekali terjadi.

11.Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat.

GOOD EFFORT: 1. Bekerja berirama.

2. Saat–saat mengaggur sangat sedikit, bahkan kadang–kadang tidak ada.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Senang pada pekerjaannya.

5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Menerima saran–saran dan petunjuk–petunjuk dengan senang hati.

8. Dapat memberi saran–saran untuk perbaikan kerja.

9. Tempat kerjanya diatur baik dan bersih.

10.Menggunakan alat–alat yang tepat dengan baik. 11.Memelihara dengan baik kondisi peralatan. AVERAGE EFFORT: 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.

2. Bekerja dengan stabil.

3. Menerima saran–saran tetapi tidak langsung melaksanakannya.

5. Melakukan kegiatan–kegiatan perencanaan.

FAIR EFFORT: 1. Saran–saran perbaikan diterima dengan kesal.

2. Kadang–kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.

3. Kurang sungguh–sungguh.

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja

baku.

6. Alat–alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

7. Terlihat adanya kecendrungan kurang perhatian pada pekerjaannya.

8. Terlampau hati–hati.

9. Sistematika kerjanya sedang–sedang saja. 10.Gerakan–gerakannya tidak terencana.

POOR EFFORT: 1. Banyak membuang–buang waktu.

2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja. 3. Tidak mau menerima saran–saran.

4. Tampak malas dan lambat bekerja.

5. Malakukan gerakan–gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat–alat dan bahan–bahan. 6. Tempat kerjanya tidak diatur dengan baik.

7. Tidak perduli pada cocok atau baik tidaknya peralatan yang dipakai.

8. Mengubah–ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.

9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah tetapi bekerja dengan usaha yang lebih sungguh–sungguh sebagai suatu keseimbangan. Kadang–kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung performance yang lebih baik.

c. Kondisi kerja (Condition)

Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator maka kondisi kerja merupakan sesuatu yang harus diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat merubah atau memperbaikinya. d. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena setiap pengukuran waktu tidak semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya. Nilai performance

rating ditentukan dengan jalan menjumlahkan nilai–nilai dari keempat faktor tersebut dengan 1 (Rf = 1 + westinghouse faktor).

Berdasarkan pengamatan di tempat kerja, dapat ditentukan kelas-kelas dari keempat faktor tersebut dengan menggunakan tabel performance rating dengan sistem westinghouse seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Westinghouse Factor

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

A1 + 0,15 Superskill A2 + 0,13 B1 + 0,11 Excelent B2 + 0,08 C1 + 0,06 Good C2 + 0,03 Ketrampilan Average D 0,00 E1 - 0,05 Fair E2 - 0,10 F1 - 0,16 Poor F2 - 0,22 A1 + 0,13 Excessive A2 + 0,12 B1 + 0,10 Excellent B2 + 0,08 C1 + 0,05 Good C2 + 0,02 Average D 0,00 E1 - 0,04 Fair E2 - 0,08 F1 - 0,12 Usaha Poor F2 - 0,17 Ideal A + 0,06 Excellent B + 0,04 Good C + 0,02 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Kondisi Kerja Poor F - 0,07 Perfect A + 0,03 Excellent B + 0,04 Good C + 0,01 Average D 0,00 Fair E - 0,02 Konsistensi Poor F - 0,04

4. Cara objektif

Cara objektif yaitu cara yang memperhatikan kecepatan kerja operator dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang menentukan berapa harga p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan pada pada keadaan normal. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator.

5. Menentukan kelonggaran (allowance)

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata–mata menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja dan menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada prakteknya, dapat dilihat bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara terus–menerus sepanjang hari tanpa adanya hambatan sama sekali.

Kelonggaran (allowance) diberikan bagi operator yang sedang bekerja. Kelonggaran (allowance) adalah sejumlah waktu normal untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah dan hambatan-hambatan yang tidak bisa dihindarkan. Pada kenyataannya waktu longgar dibutuhkan oleh pekerja, karena itu dalam perhitungan waktu standar kelonggaran ini perlu ditambahkan. Kelonggaran– kelonggaran yang diberikan kepada operator adalah sebagai berikut:

1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (Personal Allowance)

Personal allowance adalah jumlah waktu yang diizinkan untuk operator yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan pribadi. Hal–hal untuk kebutuhan pribadi operator seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, berkomunikasi dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan atau kebosanan dalam bekerja.

Kebutuhan–kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, tidak bisa misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak berbicara sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar tetapi juga dapat merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatique Allowance)

Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor–faktor lainnya.

Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan perfomance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa lelah. Bila hal ini berlangsung terus pada

akhirnya akan terjadi rasa sangat lelah yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan–gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa lelah ini.

3. Kelonggaran waktu untuk hambatan–hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja juga ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah:

- Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas - Melakukan penyesuaian–penyesuaian mesin

- Memperbaiki kemacetan–kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

- Mengasah peralatan potong

- Mengambil alat–alat khusus atau bahan–bahan khusus dari gudang - Hambatan–hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan - Mesin berhenti karena matinya aliran listrik

Besarnya hambatan untuk kejadian–kejadian seperti itu sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan dari satu stasiun kerja ke stasiun

kerja lainnnya, karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian memakai alat dan sebagainya. Penentuan kelonggaran berdasarkan faktor–faktor yang berpengaruh untuk kebutuhan operator saat bekerja dapat ditentukan dengan yang tertera pada Lampiran 3.

4. Menentukan waktu standar

Penentuan waktu standar dalam suatu pekerjaan dilakukan dengan mengukur waktu terpilih yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dan disesuaikan dengan keadaan normal yang ditambah dengan kelonggaran untuk kepentingan pribadi, keletihan serta hal–hal yang tidak terhindarkan. Waktu standar adalah waktu untuk satu siklus lengkap dari suatu operasi dengan metode yang dianjurkan setelah ditambah penyesuaian yang tepat dan kelonggaran. Dari perhitungan waktu terpilih (Wt), rating factor dan kelonggaran dapat ditentukan waktu standar (WS) dengan rumus sebagai berikut:

WN = Wt x Rf WS = WN x All % % 100 % 100  Dimana : Wt = waktu terpilih WN = waktu normal WS = waktu standar Rf = rating faktor (%) All = Allowance (%)

Dokumen terkait