• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengumpulkan informasi baru

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Uro (Halaman 25-37)

1. Mengapa Buang Air Kecil terasa anyang anyangan dan keruh 2. Pada pemeriksaan fisik ditemukan apa saja ?

3. Diagnosa banding, diagnosa, terapi, tatalaksana, edukasi bagi kasus ini ? 4. Mengapa dokter menyuntik analgesik ? Apa obatnya ? Kenapa Intra Vena ?

Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.

Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.

1. Buang Air Kecil anyang-anyangan dan keruh

Penyebab anyang-anyangan : Anyang-anyangan berarti rasa ingin berkemih kembali setelah berkemih. Hal ini dapat terjadi jika infeksi saluran kemih sudah menyerang perut bagian bawah, atau batu saluran kemih sudah mendekati buli-buli. Ketika terdapat mikroorganisme di dalam saluran kemih, seperti vesica urinaria, maka dinding vesica urinaria akan mengirimkan impuls ke otak untuk berkemih guna membuang bakteri yang ada di saluran kemih, meskipun vesica urinaria belum terisi penuh (kurang lebih 300ml). Hal ini menyebabkan kencing yang dikeluarkan hanya sedikit-sedikit dan tidak lampias.

Penyebab kencing keruh dan bakteriuria: terdeteksinya bakteriuria pada pasien menunjukkan adanya infeksi traktus urinarius oleh suatu bakteri patogen, dan keluarnya urin yang keruh oleh karena adanya infeksi saluran kencing yang ditandai dengan bakteriuria sehingga urin yang keluar bercampur dengan leukosit dan juga bakteri-bakteri penyebab ISK

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri ketok kostovertebral. Selain itu, pada bimanual palpation, ginjal akan teraba nyata yang kemungkinan disebabkan ginjal makin membesar akibat hidronefrosis. Bisa juga dilakukan penekanan pada daerah suprapubik untuk mengetahui adanya retensi urin pada vesica urinaria (pasien akan merasa ingin kencing pada saat dilakukan penekanan. (Basuki, 2011)

Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dokter terhadap pasien antara lain :

 Pemeriksaan tekanan darah pasien

 Inspeksi pada kulit untuk melihat kelainan pada kulit seperti turgorm ekskresi berkeringat, dan lain sebagainya

 Inspeksi pada kedua ekstremitas pasien, apakah mengalami edema atau tidak.

 Pemeriksaan abdomen dengan memperhatikan ada atau tidaknya pembengkakan pada derah abdomen (hidronefrosis, ginjal polikistik, tumor ginjal, retensio urin)

 Palpasi bimanual ginjal yang sebaiknya dilakukan dalam keadaan berdiri jika pasien mengeluhkan sakit pinggang atau kolik atau nyeri pada bagian perut, untuk mengetahui adanya nefroptosis atau ren mobilis.

 Pemeriksaan nyeri ketok kostovertebra untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi pada ginjal

Auskultasi pada arteri renalis untuk menemukan adnaya bruit atau bising sistolik dan diastolic pada daerah epigastrium atau punggung bila terdapat penyempitan arteri renalis.

3. Diagnosis banding, diagnosis, pencegahan, tatalaksana, serta edukasi Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih ditandai dengan adanya bakteri dalam urin. Bermakna klinis jika bakteri 105 CFU.

KLASIFIKASI ISK

Berdasarkan letak anatomi

Bawah : uritritis, sistitis (infeksi superfisialis vesika urinaria), prostatitis

ETIOLOGI

Paling sering E.Coli. bisa juga proteus sp, klebsiela, dan jarang pseudomonas kecuali jika setelah pasang kateter.

PATOGENESIS

Saluran kemih harus dilihat sebagai satu unit anatomi tunggal berupa saluran yang berkelanjutan mulai dari uretra sampai ginjal. Pada sebagian besar infeksi, bakteri dapat mencapai kandung kemih melalui uretra. Kemudian dapat diikuti oleh naiknya bakteri dari kandung kemih yang merupakan jalur umum kebanyakan infeksi parenkim renal (Stamm, 1999). Introitus vagina dan uretra distal secara normal dialami oleh spesies-spesies difteroid, streptokokus, laktobasilus, dan stafilokokus, tapi tidak dijumpai basil usus gram negatif yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih. Namun, pada perempuan yang mudah mengalami sisitis, didapatkan organisme usus gram negatif yang biasa terdapat pada usus besar pada intortius, kulit periuretra, dan uretra bagian bawah sebelum atau selama terjadi bakteriuria. Pada keadaan normal, bakteri yang terdapat dalam kandung kemih dapat segera hilang. Sebagian karena efek pengenceran dan pembilasan ketika buang air kecil tapi juga akibat daya antibakteri urin dan mukosa kandung kemih. Urin dalam kandung kemih kebanyakan orang normal dapat menghambat atau membunuh bakteri terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas urin yang tinggi. Sekresi prostat juga mempunyai daya antibakteri. Leukosit polimorfonuklear dalam dinding kandung kemih tampaknya juga berperan dalam membersihkan bakteriuria.

MANIFESTASI KLINIK

Pyelonefritis akut : demam, menggigil, sakit pinggang

ISK Bawah (cystisis) sakit suprapubik, polaksuria, nokturia, dysuria, stranguria.

Sindrom Uretra Akut sulit dibedakan dengan cystisis, tapi lebih sering pada wanita, usia 20-50 tahun

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urinalisis

3. Hitung jenis bakteri TERAPI

Pada infeksi saluran kemih bakteri yang banyak ditemukan adalah bakteri gram negatif. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ciprofloxacin (fluoroquinolon). Selain itu seperti yang telah diketahui bahwa bakteri penyebab ISK paling banyak adalah E. Coli. Apabila hasil kultur menunjukkan hasil positif terhadap E. Coli atau bakteri anaerob, antibiotik yang dapat diberikan adalah Nitrofurantoin. Nitrofurantoin merupakan bakterisid yang biasa digunakan untuk cystitis akut dan ISK akibat E. coli, enterococci, S. Aureus, strain Klebsiella dan Enterobacter sp.

Apabila pada pasien ditemukan gejala disuria terapi yang dianjurkan adalah menggunakan phenazopyridine. Phenazopyridine merupakan analgesik yang bekerja langsung pada mukosa tractus urinarius sehingga mengurangi gejala-gejala seperti; nyeri, rasa terbakar, iritasi, tidak nyaman, dan kelainan urgensi dan frekuensi kencing.(Medscape, 2014)

BATU

Batu saluran kemih adalah pengendapan garam-garam di traktus urinarius yang akhirnya menjadi batu.

Batu yang ada di ureter bisa menimbulkan kontraksi otot polos terus menerus menyebabkan nyeri kolik. Jika batu menetap dan menyumbat, bisa terjadi obstruksi, aliran urin terganggu, reflux, bakteri mudah tumbuh, menimbulkan timbulnya gejala infeksi.

DIAGNOSIS

Asimptom : ditemukan tidak sengaja ketika pemeriksaan urin Batu yg menimbulkan nyeri : didiagnosis berdasar adanya kolik renalis. Analisa urin menunjukkan darah, pus, dan Kristal kecil. Dari situ sudah dapat didiagnosis, namun jika nyeri menetap selama berjam-jam, butuh pemeriksaan urin 24 jam. Rontgen untuk menentukan letak batu, maupun IVP.

PENATATALAKSANAAN a. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih

b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Terapi ini bertujuan untuk memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu vesica urinaria tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

c. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah:

PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalikses melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

 Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.

 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

 Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.

PENCEGAHAN

Umumnya pencegahan yang dilakukan adalah upaya untuk menghinndari timbulnya kekambuhan. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsure yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa:

a. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakn produksi urin sebanyak 2-3 liter perhari

b. Diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu c. Aktivitas harian yang cukup

d. Pemberian medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah a. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan

menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam b. Rendah oksalat

c. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri d. Rendah purin

4. Dokter menyuntikkan Analgesik untuk meringankan nyeri yang dialami oleh pasien.Analgesik pilihan yang diberikan sebagai penanganan segera untuk mengatasi nyeri kolik akibat batu ureter adalah morfin yang diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan 2.5-5mg setiap 3-4 jam jika perlu. (Medscape, 2014)

Analgetika diberikan kepada pasien karena mengalami nyeri kolik yang disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran kemih. Analgesik yang disarankan adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan analgetik opioid tetap menjadi pilihan utama pengobatan.

Kolaborasi Cochrane telah membahas nyeri kolik ginjal pada dua penelitian yang terpisah, pertama tentang penanganan OAINS vs opioid dan yang kedua kegunaan cairan intravena atau diuretik selama nyeri kolik ginjal. Penelitian lain juga telah membahas masalah ini dan menyimpulkan dengan literatur yang ada tentang penggunaan obat untuk pasase batu, merupakan terapi tambahan yang bermanfaat untuk mengurangi durasi nyeri.

Pada pasien di unit gawat darurat pengobatan intravena adalah pilihan terbaik untuk OAINS dan sediaan opioid. Dosis intravena memungkinkan titrasi cepat untuk efek analgesik dan, dengan teknik pemantauan standar, juga menimbulkan risiko minimal kepada pasien.

Penggunaan OAINS efektif untuk mengurangi nyeri kolik ginjal dan sedikit lebih efektif bila dibandingan dengan narkotik. OAINS memiliki efek samping yang lebih sedikit, terutama muntah. Jika pemeriksaan telah dikonfirmasi atau diduga dengan kolik ginjal, OAINS merupakan agen analgetik lini pertama. OAINS harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati pada pasien yang lebih tua atau dengan gangguan fungsi ginjal.

Penggunaan opioid efektif dan aman bagi pasien kolik ginjal dan titrasi untuk efek analgesia memerlukan pemantauan yang lebih pada efek samping terapi opioid. Depresi pernafasan pada penggunaan opioid sangat jarang dan yang lebih sering terjadi bila diberikan dengan dosis yang besar. Walaupun muntah, rasa kantuk dan efek samping yang sedikit mengkhawatirkan dibanding OAINS, namun opioid dapat lebih cepat mengurangi nyeri dan aman. Kombinasi OAINS dan opioid lebih efektif dibanding dengan pemberian salah satu saja.

Pemberian cairan dengan saline isotonis atau cairan ringer laktat memberikan efek diuresis pada kolik ginjal akut masih merupakan hal yang kontroversial. Sepada sebuah studi perbandingan menunjukkan tidak ada akibat dari hasil demonstrasi antara pemberian cairan intravena atau menginduksi diuresis. Pemberian OAINS yang bertujuan untuk menurunkan tekanan pelvis renalis dan uretra yang di akibatkan prostaglandin E2, pemberian cairan intravena yang berlebihan diharapkan mampu mengatasi efek dari OAINS akan tetapi sebuah data menunjukkan adanya yang menunjang kedua gambaran tersebut.

Agen alfa bloker, seperti tamsulosin merupakan pengobatan tambahan yang terbaru untuk kolik ginjal. Walaupun agen ini bukan merupakan bagian dari penanganan awal pasien kolik ginjal akut, namun terdapat bukti yang mendukung bahwa agen ini dapat digunakan dalam pemantauan kondisi pasien. Penelitian

terbaru menunjukkan agen ini dapat menurunkan waktu pasase batu, dengan presentase keberhasilan pengobatan mencapai sekitar 30%. Walaupun efek obat tersebut tidak berhubungan langsung terhadap proses analgesia, namun menurunkan nyeri pada pasien rawat jalan.

Phenazopyridine HCl digunakan dengan tujuan untuk memberikan efek analgesik lokal pada saluran kemih. Obat ini biasanya digunakan bersamaan dengan antibiotik ketika mengobati infeksi saluran kemih. Phenazopyridine bukan golongan antibiotik, tetapi ketika digunakan bersamaan dengan antibiotik dapat mempercepat pemulihan periode awal dari infeksi saluran kemih. Padakombinasi kedua obat ini, phenazopyridine digunakanhanya untuk waktu yang singkat (hanya simptomatis), biasanya dua hari sementara itu antibiotik digunakankan lebih lama. Efek samping penggunaan Phenazopyridine HCl adalah dapat menyebabkan perubahan warna berbeda dalam urin, biasanya untuk oranye gelap ke warna kemerahan, perubahan warna urine adalah merupakan efek yang umum dan tidak berbahaya, dan memang indikator kunci keberadaan obat dalam tubuh.

Fenazopiridin diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Persentase pengikatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Fenazopiridin dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan ke dalam urin, yang berwarna jingga kemerahan akibat zat warna dalam obat yang tidak berbahaya.Fenazopiridin telah tersedia sejak beberapa dasawarsa yng lalu untuk mengurangi nyeri dan rasa tidak enak sewaktu berkemih. Obat ini mempunyai efek anestetik pada selaput lendir saluran kemih; tetapi cara kerja pastinya tidak diketahui.

Efek samping reaksi yang merugikan adalah anoreksia, mual, muntah, hepatotoksisitas, nefrotoksisitas, diare, sakit ulu hati, ruam trombositopenia, agianulosio kulit urin berwarna penia, lekopenia, anemia hemolitik

Jika fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat kandung kemih neurogenik (suatu disfungsi akibat lesi pada sistem saraf) akibat cedera medula spinalis (paraplegia, hemiplegia) atau cedera kepala yang berat, maka dapat dipakai parasimpatomimetik untuk merangsang miksi (berkemih).Obat

pilihannya, yaitu betanekol kiorida (Urecholine), merupakan suatu perangsang saluran kemih, dan obat ini bekerja dengan meningkatkan tonus kandung kemih.

Spasme saluran kemih akibat infeksi ataucidera dapat diredakan dengan antispasmodik yang bekerja langsung pada otot polos dan saluran kemih.Kelompok obat-obat ini (dimetil sulfoksida juga dikenal dengan DMSOI, oksibutinin, dan flavoksat) merupakan kontraindikasi jika terdapat obstruksi saluran kemih atau gastrointestinal, ataujika orang tersebut menderita glaukoma.Antispasmodik mempunyai efek yang sama dengan antimuskarinik, parasimpatolitik, dan antikolinergik (dibahas dalam Bab 18). Efek sampingnya meliputi mulut kering, peningkatan denyut jantung, pusing, distensi usus halus, dan konstipasi.

Penyalahgunaan analgetik dalam waktu yang lama dapat menyebabkan cedera ginjal. Obat yang pertama kali diduga menyebabkan nefropati adalah fenasetin. Namun, bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa yang menyebabkan kerusakan ginjal adalah kombinasi dari aspirin dan fenasetin, karena ternyata insufisiensi ginjal jarang terjadi pada pasien yang hanya menelan aspirin, atau fenasetin saja. Beberapa studi juga menduga bahwa asetaminofen (Tylenol) yang sudah biasa digunakan secara tunggal dapat meningkatkan resiko penyakit ginjal. Asetaminofen adalah metabolit utama dari fenasetin.

Mekanisme kombinasi obat ini menyebabkan kerusakan ginjal dinyatakan bahwa aspirin meningkatkan efek toksik dari metabolit fenasetin pada ginjal melalui dua jalan berikut:

1. Aspirin menyebabkan iskemia medula dengan menghambat produksi prostaglandin lokal; PGE2, dan PGI2 merupakan hormon vasodilator ginjal yang kuat sehingga meningkatkan efek toksik dari metabolit fenasetin dan memperlambat pengeluaran metabolit tersebut.

2. Aspirin mengganggu pirau monofosfat heksosa, dengan demikian menurunkan kadar glutation yang secara normal menghentikan aktivasi metabolit fenasetin.

Lesi ginjal yang khas adalah nekrosis papilar dan nefritis tubulointerstisial kronik. Ujung-ujung papila terkelupas sama sekali dan diekskresi dalam urine. Tubulus distal terserang paling berat sehingga konsentrasi dan proses pengasaman

urine cenderung sangat terganggu, dan juga dapat terjadi kehilangan garam. Gambaran klinis yang sering ditemukan adalah hematuria (pada kasus nekrosis papilar), kolik ginjal (nyeri pinggang), dan UTI.

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi mengenai skenario tutorial kali ini,pasien mengeluh nyeri pinggang kiri yang tidak tertahankan dimungkinkan karena infeksi atau gangguan pada organ dalam yang menyebabkan nyeri. Ternyata pasien mempunyai riwayat pernah keluar kencing batu 2 minggu lalu disertai merasa anyang-anyangan dan berwarna keruh yang merupakan salah satu ciri adanya bakteriuria. Pasien satu mingggu yang lalu mengeluhkan demam,yang berarti onset kejadian dimulai dari adanya batu yang bisa menimbulkan obstruksi traktus urinarius kemudian mempermudah adanya infeksi bakteri ditandai dengan demam.

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 12g/dL yang kurang sedikit dari normal,leukosit 15.000/dL yang meningkat dibandingkan harga normal sebesar 5000-10.000/dL yang menandakan adanya infeksi dalam tubuh penderita,kreatinin 1,0 mg/dL yang menandakan tidak adanya gangguan yang terjadi pada ginjal,leukosituria lebih dari 50 lpb dan bakteriuria (+++) yang menandakan adanya infeksi pada saluran kencing penderita. Berdasarkan foto IVP juga didapatkan sumbatan ringan ureter yang disebabkan batu ukuran 3mm. Berdasarkan hasil anamnesis,kumpulan gejala,dan juga hasil pemeriksaan penunjang pada pasien mengindikasikan bahwa pasien mengalami batu ureter dengan infeksi saluran kemih.

Selanjutnya, pasien perlu diberi antibiotic untuk mengatasi infeksinya, bisa digunakan florrokuinolon, trimetropim, atau aminogligosid, analgesic untuk mengurangi nyeri, bisa digunakan fenazopiridin HCl. Analgesic diberikan IV agar masa kerjanya lebih cepat. Selain itu, pasien juga perlu diedukasi agar menjaga intake cairan yang cukup, tidak mengonsumsi makanan yang mengandung purin berlebihan, missal kacang-kacangan, dan yang mengandung banyak asam urat misal jeroan.

BAB IV SARAN

Secara umum diskusi tutorial skenario 2 Blok Urogenital berjalan dengan baik dan lancar. Semua mahasiswa sudah mengemukakan pendapat masing-masing. Namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki agar diskusi selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran untuk diskusi kali ini adalah sebagai berikut :

1. Hendaknya seluruh mahasiswa lebih aktif dalam berpendapat. Selain itu mahasiswa harus lebih rajin membaca textbook maupun literatur-literatur mengenai permasalahan yang ada di dalam skenario agar pembahasan dalam diskusi dapat lebih lengkap dan relevan.

2. Mahasiswa lebih fokus dan mendalami inti permasalahan dari skenario.

Untuk tutor pada skenario 2, kami rasa sudah baik karena dapat mengarahkan diskusi dengan baik dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary et al (2005). Klien gangguan ginjal. Jakarta : EGC.

Borghi L, Nouvenne A, Meschi T (2012). Nephrolithiasis and urinary tract infections: 'the chicken or the egg' dilemma? Nephrology Dialysis Transplantation, 27(11), pp.3982-3984.

Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Dawson C, Whitfield HN (2006). ABC of urology. Edisi ke 2. UK : Blackwell Publishing Ltd.

Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.(Edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Dorland, W.A Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC InternaPublisihing

Lina, Nur (2008). Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki. Semarang, Universitas Diponegoro. Thesis.

Medscape (2014). Nephrolithiasis Medication.

http://emedicine.medscape.com/article/231574-medication#showall diakses 1 April 2015

Medscape (2014). Nephrolithiasis Clinical Presentation.

http://emedicine.medscape.com/article/437096-clinical#a0256 diakses 1 April 2015

Medscape (2014). Urinary Tract Infection in Males Medication.

http://emedicine.medscape.com/article/231574-medication#showall diakses 1 April 2015

Price, Sylvia A et Wilson, Lorrain M. (2006). PatofisiologiKonsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Purnomo, Basuki B (2012). Dasar-dasar urologi. Edisi ke 3. Malang: Sagung Seto. Sorensen, M., Chi, T., Shara, N., Wang, H., Hsi, R., Orchard, T., Kahn, A., Jackson,

R., Miller, J., Reiner, A. and Stoller, M. (2013). Activity, Energy Intake, Obesity, and the Risk of Incident Kidney Stones in Postmenopausal Women: A Report from the Women's Health Initiative. Journal of the American Society of Nephrology, 25(2), pp.362-369.

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Uro (Halaman 25-37)

Dokumen terkait