• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji statistik yang telah dilakukan dengan rerata Ta dan RH di ke-empat lingkungan atmosfer permukiman yang

diteliti sebesar masing-masing 32,49°C dan 61,54%, maka karakteristik iklim mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat menurut pendekatan Olgyay (1967) tergolong dalam iklim panas lembab. Proses perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan pendekatan bioklimatik telah dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim mikro lingkungan atmosfer permukiman yang berkarakteristik iklim panas lembab.

Analisis kondisi thermal comfort sebagaimana telah dibahas dalam sub-bab sebelumnya menemukan bahwa status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat berada 100% dalam tekanan termal panas sebesar dengan tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress” untuk rentang waktu pengukuran 07:00 sampai dengan 18:00. Kondisi lingkungan atmosfer yang berada dalam tekanan termal panas tersebut, dapat dipastikan bahwa proses konveksi panas dari ruang luar ke dalam ruang dalam permukiman akan menyebabkan konsumsi energi untuk pengkondisian udara meningkat, dengan demikian diperlukan pendekatan bioklimatik dalam proses perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ke depannya.

Pendekatan bioklimatik dalam desain permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dimulai dengan strategi penempatan, orientasi dan

shading bangunan untuk mendapatkan aliran angin dengan kecepatan yang

maksimal yang dapat menurunkan nilai indeks termal PET. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa orientasi East-West memiliki rerata kecepatan angin tertinggi sebesar 1,1483 m/dt. Hal ini juga didukung oleh data Stasiun Meteorologi Kelas I

Ngurah Rai Denpasar yang menunjukkan arah angin dominan pada periode Pebruari 2015 dan periode Maret 2015 dari arah Barat (247.5°-292.5°) dengan persentase masing-masing 22.74% dan 15,83% (BMKG Denpasar, 2015).

Tabel 5.7

Karakteristik ngarai jalan di lokasi penelitian

Klasifikasi permukiman

Aspek Geometri Rerata Kecepatan Angin (m/dt) Material yang melingkupi /albedo*)) H (m) W (m) Orientasi H/W Rendah *) 3,0 2,5 SE-NW 1,2 1,1233 Jalan :Aspal / 0.1 Fasade : Plesteran Beton / 0.3 Sedang *) 3,0 3,0 N-S 1,0 0,9483 Jalan :Aspal / 0.1 Fasade : Plesteran Beton / 0.3 Tinggi *) 3,0 2,5 E-W 1,2 1,1483 Jalan :Aspal / 0.1 Fasade : Plesteran Beton / 0.3 Sangat padat *) 3,0 2,0 E-W 1,5 0,7333 Jalan :Paving / 0.3 Fasade : Plesteran Beton / 0.3 Ket. : SE : Southeast NW : Northwest E : East W : West

Klasifikasi berdasarkan kepadatan bangunan *) di lokasi titik sampling

*)) approximated albedo

Sumber : Hasil analisis data, 2015

Keseimbangan termal yang ingin dicapai pada lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat dalam menyerap panas saat siang hari dan melepaskan panas saat malam hari ditentukan oleh susunan bangunan-bangunan yang melingkupi ruang atmosfer permukiman tersebut. Kepadatan komposisi bangunan dalam permukiman di wilayah Denpasar Barat ditunjukkan dengan nilai SVF seperti dalam Gambar 5.10.

(a)

Horizon Limitation : 21,2%

Sky view factor : 0.788

(b)

Horizon Limitation : 30,3%

Sky view factor : 0.697

(c)

Horizon Limitation : 55,3%

Sky view factor : 0.447

(d)

Horizon Limitation : 63,8%

Sky view factor : 0.362

Gambar 5.10

Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. (a) Stasiun I; (b) Stasiun II;

(c) Stasiun III; dan (d) Stasiun IV

(sumber : hasil analisis data, 2015)

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah sebesar masing-masing 21,2% dan 0,788 (Gambar 5.10.a). Kepadatan komposisi bangunan yang rendah

ini berimplikasi pada durasi dan intensitas yang lebih panjang. Paparan radiasi matahasi diterima selama sembilan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan 18:00, namun demikian, panas yang diterima (heat gain) saat siang hari tersebut dengan cepat dilepaskan kembali ke angkasa akibat rendahnya permukaan yang melingkupi ruang atmosfer di lokasi pengukuran ini. Hal ini ditunjukkan dari tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” dengan rentang waktu yang terpendek dibanding tiga klasifikasi lainnya yang berdurasi hanya selama tiga jam.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang sebesar masing-masing 30,3% dan 0,697 (Gambar 5.10.b). Paparan radiasi matahasi diterima selama delapan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih pendek dibandingkan dengan yang diterima permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah. Tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama lima jam dibanding permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah. Hal ini mengindikasikan pelepasan panas kembali (heat loss) berkurang akibat kepadatan komposisi bangunan yang melingkupi atmosfer lebih padat dibandingkan dengan permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi sebesar masing-masing 55,3% dan 0,447. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi yang panjang yang disebabkan

orientasi ngarai jalan permukiman searah lintasan matahari yaitu orientasi

East-West (Gambar 5.10.c). Radiasi matahasi diterima secara penuh selama sepuluh

jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih panjang dibandingkan dengan dua klasifikasi sebelumnya. Tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama enam jam. Hal ini mengindikasikan pelepasan panas kembali jauh lebih kecil akibat kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan dua klasifikasi sebelumnya.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat sebesar masing-masing 63,8% dan 0,362. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi terpanjang yang disebabkan oleh orientasi ngarai jalan permukiman yang searah lintasan matahari yaitu orientasi East-West (Gambar 5.10.d). Radiasi matahasi diterima secara penuh selama sebelas jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 18:00 yang berarti lebih panjang dibandingkan dengan tiga klasifikasi lainnya. Tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” berdurasi selama enam jam. Hal ini mengindikasikan pelepasan panas kembali sama kecilnya dengan lokasi permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang diakibatkan oleh kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan tiga klasifikasi lainnya.

Nilai SVF yang tinggi memberikan peluang paparan radiasi matahari berdurasi yang lebih panjang namun demikian memiliki keseimbangan antara

penerimaan (heat gain) dan pelepasan panas (heat loss) yang lebih baik. SVF yang rendah memberikan peluang paparan radiasi berdurasi lebih kecil namun keseimbangan panas menjadi tidak baik akibat pelepasan panas lebih kecil. Telah terbukti bahwa nilai SVF yang tinggi merupakan kondisi terbaik untuk perencanaan ruang pada permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” terkecil dibanding tiga klasifikasi lainnya.

Aspek geometri lainnya yang dipertimbangkan adalah rasio H/W permukiman. Tabel 5.6 telah menunjukkan bahwa rasio H/W di lokasi penelitian berkisar antara 1,0 – 1,5. Lin et al. (2009) dalam Afiq et al. (2012) menemukan bahwa terdapat pengurangan kecepatan angin terendahnya sebesar empat kali dari magnitudo aliran angin bebas pada rasio H/W = 3. Pengurangan kecepatan angin ini diakibatkan dari timbulnya vortex baru pada sudut bawah bangunan di belakang aliran angin yang bergerak menuju tengah ngarai sebelum vortex lainnya muncul di tempat yang sama. Berbanding terbalik dengan peningkatan rasio H/W, kecepatan angin di permukaan ngarai jalan berkurang drastis. Perencanaan rasio H/W permukiman di Denpasar Barat sebaiknya adalah H/W < 3, dengan kata lain jika lebar jalan permukiman berkisar antara dua sampai dengan tiga meter, maka ketinggian bangunan tidak lebih dari enam sampai dengan sembilan meter.

Langkah berikutnya adalah memikirkan konsep desain bioklimatik yang merupakan implikasi dari metode peningkatan thermal comfort yaitu :metode penggunaan material-material, penggunaan pepohonan, tanaman dan fitur-fitur air

pada ruang terbuka dan instrumen pembentuk bayangan. Konsep dalam perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik adalah sebagai berikut:

1) Merencanakan zona penyangga hijau (Green buffer) di sepanjang permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

2) Menempatkan tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman untuk memberikan efek pendinginan udara melalui shading.

3) Menempatkan titik-titik ruang terbuka hijau dalam ruang yang bersifat enclosed pada lokasi-lokasi di permukiman padat bangunan.

4) Menyediakan kolam tampungan (water storage) berskala besar dan fitur-fitur air dalam ruang publik.

5) Pemilihan material permukaan dengan reflektivitas tinggi dan berpori yang cocok untuk peningkatan kondisi iklim mikro permukiman.

Zona penyangga hijau merupakan sebuah upaya dalam membuat lingkungan yang melingkupi permukiman dengan materi hijau telah terbukti efeknya dalam meningkatkan iklim mikro. Hoffman dan Bar (2000) dalam Al Sabbagh (2011) menyebutnya sebagai “background effect” yang memperkuat penurunan temperatur udara, sebagaimana Wilmers (1988) dalam Al Sabbagh (2011) menyatakan bahwa vegetasi dapat menurunkan temperatur udara hingga 20°C. Sementara background effect dapat menurunkan temperatur udara hingga hingga 1,3°C (Win et al., 2007 dalam Al Sabbagh, 2011).

Gambar 5.11

Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar Barat yang ditunjukkan dengan tanda panah

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Zona penyangga hijau dapat direncanakan secara bertahap pada lahan-lahan kosong terbentang sepanjang wilayah timur Desa Padangsambian Kaja hingga wilayah utara Desa Pemecutan Kelod (Gambar 5.11). Tantangan dalam

mewujudkan zona penyangga hijau ini adalah proses pembebasan lahan, namun demikian, perlu disadari ruang-ruang hijau dan vegetasi adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperbaiki thermal comfort pada ruang-ruang perkotaan.

Vegetasi berperan besar dalam memodifikasi iklim mikro perkotaan dan meningkatkan thermal comfort ruang luar, namun kelemahannya adalah vegetasi itu sendiri sebagai hambatan terhadap kecepatan angin di ngarai jalan perkotaan yang disebabkan oleh gesekan kanopi tanaman (Mahmoud, 2011). Keuntungan besar dari tutupan vegetasi tersebut adalah efek pendinginan yang dihasilkan dari dampak gabungan dari evapotranspirasi dan shading dari kanopi (Shashua-Bar dan Hoffman, 2000). Menurut Fintikakis et al. (2011), di samping berperan dalam hal estetika dan persepsi alami yang nyaman, peningkatan ruang-ruang hijau perkotaan merupakan teknik mitigasi yang signifikan yang berpartisipasi dalam relaksasi tekanan-panas, mereduksi kebisingan, peningkatan kualitas udara dan perlindungan angin.

Tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman memiliki banyak manfaat, di samping memberikan shading dan estetika, juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang efektif dan pereduksi kebisingan. Beberapa jalan permukiman yang diteliti, tidak memiliki bahu jalan sehingga kesempatan penerapannya menjadi tidak ada. Namun keterlibatan partisipasi masyarakat dalam penyediaan pohon perindang di permukiman Kecamatan Denpasar Barat sangat diperlukan. Setidaknya dapat disediakan pohon perindang dalam lahan pribadi masyarakat Denpasar Barat khususnya Desa Tegal Harum dan Desa Tegal

Kerta yang begitu padat yang tidak memungkinkan memanfaatkan badan jalan sebagai media bagi pohon perindang. Bagi perencanaan permukiman baru di wilayah ini mesti dipertimbangkan vegetasi pohon perindang sebagai metode efektif peningkatan thermal comfort. Kepadatan dari vegetasi pohon perindang dengan jarak interval yang cukup, akan efektif sebagai pendingin temperatur udara (Hoffman dan Bar, 2000 dalam Al Sabbagh, 2011). Goergi dan Dimitriou (2010) dalam Al Sabbagh (2011) telah meneliti daerah dengan 100 m2 dapat ditanam sebanyak delapan pohon dengan interval lima meter untuk mencapai keseimbangan thermal comfort yang diinginkan sepanjang tahun. Namun desainnya akan sangat bergantung pada pemilihan jenis pohon. Dengan demikian, perencanaan jalan dan tapak pada permukiman di wilayah Denpasar Barat diharapkan menyediakan pohon perindang pada bahu jalan dengan interval jarak lima meter dan bila tidak memungkinkan pada bahu jalan, sebaiknya melibatkan partisipasi penduduk permukiman Denpasar Barat untuk mewujudkannya di lahan pribadi.

Titik-titik ruang terbuka hijau dalam skala kecil dapat diterapkan di wilayah permukiman Desa Tegal Harum dan Desa Tegal Kerta yang merupakan permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat. Ruang terbuka hijau diwujudkan dalam lansekap berbentuk taman-taman mini yang tidak membutuhkan ruang terlalu besar. Namun efek dari lansekap ini juga sangat berarti bagi penghematan konsumsi energi terutamanya energi untuk pendingin udara. Studi yang dilakukan oleh Parker (1989) dalam Al Sabbagh (2011) menyebutkan bahwa efek dari lansekap yang terdiri dari pohon-pohon dan semak

dapat menghemat 50% beban pendingin udara pada bangunan sekitarnya di mana beban energi turun dari 5,56 kw menjadi 2,28 kw dan bahkan lebih pada saat beban puncak yaitu dari 8,65 kw menjadi 3,67 kw.

Kolam tampungan skala besar adalah teknik yang sangat baik dalam penyerapan panas yang membantu peningkatan thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat. Lokasi dipilih di wilayah yang memiliki elevasi rendah yang berdekatan dengan akses terhadap air permukaan. Wilayah yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai lokasi kolam tampungan berskala besar adalah Desa Pemecutan Kelod yang berdekatan dengan tiga sumber air permukaan, yaitu Tukad Badung, Tukad Teba dan Tukad Mati (Gambar 5.11).

Intake kolam tampungan dapat diambil dari Tukad Teba dan Tukad Mati yang

kerap meluap menyebabkan banjir, sedangkan untuk limpahannya diarahkan ke Tukad Badung yang memiliki Estuary Dam pada hilir sungai sebagai pengendali banjir.

Selain itu pengunaan fitur-fitur air seperti air mancur, kolam air, aliran air dan air dangkal pada ruang terbuka dapat menghilangkan panas perkotaan yang ekstrem melalui sistem pendinginan evaporatif (Stavrakakis et al., 2012). Evaporasi dan evapotranpirasi selalu terkait dengan perpindahan panas antara air, vegetasi dan udara yang meningkatkan lingkungan termal perkotaan dengan pendinginan udara pada musim panas (Robitu et al., 2006). Nishimura et al. (1998) mengusulkan konsep air terjun buatan, semprotan air mancur dan fasilitas kanal perkotaan pada ruang-ruang perkotaan yang panas dan lembab untuk mengubah temperatur dan kelembaban udara yang menciptakan iklim mikro yang

lebih baik. Hasilnya menegaskan kegunaan fasilitas air memberikan penurunan temperatur udara skala mikro mencapai 11°C. Fitur-fitur air ini dapat diterapkan di lokasi-lokasi lansekap yang tersebar di wilayah permukiman Denpasar Barat.

Konsep berikutnya adalah penggunaan material yang memiliki albedo tinggi dengan kemampuan permukaan untuk memantulkan radiasi matahari yang masuk pada lingkungan permukiman adalah teknik yang sangat efektif untuk mengurangi efek dari lingkungan termal (Fintikakis et al., 2011). Bukti penelitian menunjukkan bahwa peningkatan reflektansi sinar matahari pada material sebesar 0,25 memberikan penurunan yang signifikan temperatur material sebesar 10°C yang akan menjaga permukaan struktur lebih dingin saat paparan sinar matahari sehingga mengurangi konveksi panas dari material ke udara ambien (Synnefa et

al., 2011). Penelitian pada permukaan dengan warna material putih dan terang

telah menunjukkan peningkatan thermal comfort yang signifikan hasil dari kemampuan yang tinggi dalam mengurangi suhu lingkungan (Synnefa et al., 2008). Untuk penggunaan material pada jalan permukiman di wilayah Denpasar Barat sangat baik menggunakan material paving beton yang memiliki nilai albedo yang lebih tinggi (0,3) dibandingkan dengan aspal (0,1), sehingga nilai reflektansinya lebih tinggi dibanding aspal. Fasade bangunan permukiman sebaiknya menggunakan warna-warna putih dan terang.

Konsep lebih detail adalah pada penggunaan elemen-elemen fisik berupa perangkat shading buatan seperti pergola dan lainnya, menyediakan

shading dengan menghalangi radiasi matahari langsung yang mempengaruhi

luar (Lin et al., 2010). Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan nilai sensasi termal pada daerah terpapar sinar matahari dengan daerah shading sebagai akibat kontribusi utama radiasi matahari (Murakami, 2006). Sensasi tubuh manusia lebih bergantung pada temperatur lingkungan dan tingkat insulasi dibandingkan dengan konveksi panas, sehingga terasa lebih dingin pada daerah teduh dibandingkan daerah terpapar sinar matahari (Matzarakis et al., 2007; Armson et al., 2012). Penelitian di Malaysia mengamati bahwa meskipun temperatur lebih tinggi dari kisaran kenyamanan, orang berkumpul di daerah yang dinaungi oleh bangunan dan struktur shading lainnya di luar ruang (Makaremi et

al., 2012). Elemen shading ini dapat digunakan pada pedestrian-pedestrian

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang memiliki tingkat mobilisasi pejalan kaki yang tinggi, misalnya di ruang tunggu depan sekolah dan gedung perkantoran, dan ruang-ruang terbuka publik lainnya.

Kondisi ruang luar dengan lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat yang membutuhkan keseimbangan termal akibat beban tekanan termal panas yang tinggi dapat diatasi tidak hanya dengan rekomendasi keputusan yang menggunakan parameter fisik, namun juga dapat diganti dengan alternatif psikologis. Sebagai contoh penggunaan warna-warna hijau dan biru secara dominan memberikan efek psikologis yang menyegarkan.

BAB VI