• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH KECAMATAN DENPASAR BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH KECAMATAN DENPASAR BARAT"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

i

SAMPUL DALAM

TESIS

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA NIM 1391261004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA NIM 1391261004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 29 JULI 2015

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc NIP. 194607031980111001

Pembimbing II,

Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA NIP. 195709161984031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS NIP. 196703031994031002

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP. 195902151985102001

(5)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 23 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor :2151/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 9 Juli 2015

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc Anggota :

1. Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA 2. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Komang Edy Indrawan Kusuma

NIM. : 1391261004

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul : Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Dengan ini menyatakan bahwa karya Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berlaku.

Gianyar, 29 Juli 2015 Hormat saya,

Komang Edy Indrawan Kusuma NIM. 1391261004

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dan angayu bagia penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kertha wara nugraha-Nya, tesis yang berjudul “Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc selaku Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih pula ditujukan kepada Dr. Ir. I Made Adhika, MSP selaku Pembahas yang dengan sabar memberikan berbagai masukan dan bimbingan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan yang sama pula ditujukan kepada Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP selaku Penguji yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran memberikan berbagai masukan, koreksi dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). selaku Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan penulis memperoleh pendidikan Magister Ilmu Lingkungan dan ucapan terima kasih pula penulis tujukan kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan arahan dan petunjuk dan dorongan motivasi kepada penulis dalam menyusun tesis ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para dosen dan staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang memberikan ilmu dan membuka wawasan keilmuan penulis di bidang Ilmu Lingkungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang

(8)

vii

membantu kelancaran semua keperluan administrasi dan akademik penulis. Terima kasih pula ditujukan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang senantiasa kompak dalam memberikan dorongan semangat serta masukan dalam penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis dan memberikan biaya studi sehingga penulis dapat menempuh pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana. Terima kasih pula disampaikan kepada UPT Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali yang telah memberikan pinjaman alat guna keperluan penelitian dan Bappeda Provinsi Bali yang telah memberikan sumbangan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Ir. I Nyoman Rai, M.Si., yang dengan penuh semangat memberikan dorongan dan bimbingan baik dalam penyusunan tesis maupun dalam masa studi. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta Dewi Pusparini, ananda tersayang Bagus Kayana Andhika dan Bhaskara Satyapriya, orang tua I Nyoman Kusuma dan mendiang Ni Made Rusni yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang, dan keluarga besar, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan kepada penulis berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Gianyar, Juli 2015

(9)

viii

ABSTRACT

STATUS OF THERMAL COMFORT ON

RESIDENTIAL ATMOSPHERE ENVIRONMENT AT

WEST DENPASAR SUB-DISTRICT AREA

The effect of residential atmosphere environment generally gives environment stress to the life of the dwellers. One of the environment stress source is the unfulfilment of thermal comfort. The rapid development of residential at Denpasar City cause the variation on building density that are low, medium, high, and very high density classifications. Residential configuration of each classification gives very strong influence to status of urban’s thermal comfort. Purpose of the research is to understand the thermal index profile PET, to identify the status of thermal comfort and to analyze the influence of Tmrt to thermal index PET of residential atmosphere environment at West Denpasar Sub-district area.

The research was performed at residential atmosphere environment of West Denpasar Sub-district area by using RayMan model simulation to obtain thermal index profile PET. Sampling technique used the stratified random sampling method with data diversity that is used based on the buildings density.

The thermal index profile PET of residential of low density classification is the lowest thermal index profile PET compared to the other three classifications, which are the medium, high, and very high density. One hundred percent of status of thermal comfort of residential atmosphere environment is in hot thermal stress and based on average thermal index PET is on physiological stress level of “Strong heat stress”. Tmrt is the most influential variable to thermal index PET. The concept to increase the status of thermal comfort of residential atmosphere environment at West Denpasar area used the bioclimatic approach.

Investigation of status of thermal comfort of residential atmosphere environment at West Denpasar Sub-district area has given the directive of urban planning in improving and revitalized urban spaces.

Key words: thermal comfort, thermal index PET, urban bioclimatic, atmosphere environment.

(10)

ix

ABSTRAK

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Efek lingkungan atmosfer permukiman umumnya memberikan tekanan lingkungan terhadap kehidupan penghuninya. Salah satu sumber tekanan lingkungan tersebut adalah tidak terpenuhinya thermal comfort. Pertumbuhan permukiman yang sangat pesat di Kota Denpasar mengakibatkan variasi kepadatan bangunan yaitu klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi dan sangat padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap status thermal comfort perkotaan. Tujuan penelitian adalah mempelajari profil indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal

comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

Penelitian dilakukan di lingkungan atmosfer permukiman wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan menggunakan simulasi model RayMan untuk mendapatkan profil indeks termal PET. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel acak terstratifikasi dengan keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan.

Profil indeks termal PET permukiman klasifikasi kepadatan rendah adalah profil indeks termal PET yang terendah dibandingkan dengan tiga klasifikasi lainnya, yaitu kepadatan sedang, tinggi dan sangat padat. Seratus persen status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman berada dalam tekanan termal panas dan berdasarkan rerata indeks termal PET berada pada tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Tmrt merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET. Konsep untuk meningkatkan status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat menggunakan pendekatan bioklimatik.

Investigasi status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat telah memberikan pedoman perencanaan perkotaan dalam meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.

Kata kunci : thermal comfort, indeks termal PET, bioklimatik perkotaan, lingkungan atmosfer.

(11)

x

RINGKASAN

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Efek lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat menciptakan kondisi iklim artificial yang memberikan efek tekanan lingkungan terhadap kehidupan penghuninya. Pembangunan lingkungan binaan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu sumber tekanan lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan salah satunya adalah thermal comfort, yang didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Lingkungan termal relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan kesehatan manusia karena berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran darah. Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi konsumsi energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan sangat kompleks.

Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia, yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh. Bioklimatologi merupakan perspektif untuk melihat hubungan manusia dengan iklim, yang terkait dengan kenyamanan manusia pada lingkungan artifisial dan lingkungan alam sekitarnya.

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat yang sangat pesat mengakibatkan pertumbuhan permukiman baru yang berakibat pula pada variasi kepadatan bangunan dengan klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi dan sangat padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi di Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil yang sangat besar terhadap kondisi bioklimatologi termal perkotaan. Pertumbuhan permukiman baru juga membutuhkan ruang dan lahan tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang terbuka hijau di Kecamatan Denpasar Barat. Penelitian sangat penting dilakukan untuk memberikan pedoman perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan (stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar, meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.

Tujuan penelitian adalah mengetahui profil indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Terdapat enam parameter dasar yang mempengaruhi lingkungan termal atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, yaitu temperatur udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), temperatur radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Pengaruh lingkungan termal pada penghuni permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dapat

(12)

xi

dilihat melalui indeks termal PET. Tujuan penelitian adalah mempelajari profil indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) terhadap nilai indeks termal PET pada lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat.

Rancangan penelitian adalah analitik observasional yang dilakukan secara cross sectional. Penelitian menggunakan simulasi model RayMan dengan terlebih dahulu melakukan observasi parameter meteorologi skala mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Data konfigurasi dan struktur permukiman yang meliputi data rasio H/W, orientasi dan sifat fisik permukaan digunakan untuk pendukung analisis. Populasi penelitian adalah lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel acak terstratifikasi dengan keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan. Klasifikasi kepadatan bangunan menghasilkan empat strata kepadatan bangunan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat padat. Variabel bebas penelitian adalah temperatur udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), dan temperatur radiasi rata-rata (X4), sedangkan variabel terikat adalah nilai indeks termal PET (Y). Analisis data menggunakan statistik deskripsi dan analisis regresi linier berganda yang menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20.

Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memiliki kondisi meteorologi skala mikro dengan temperatur udara tertinggi adalah sebesar 36,0 °C dan terendah sebesar 25,6 °C. Kelembaban udara tertinggi adalah sebesar 91,6 % dan terendah sebesar 43,3 %. Kecepatan angin tertinggi sebesar 2,8 m/dt dan terendah adalah sebesar 0,2 m/dt. Temperatur radiasi rata-rata tertinggi adalah sebesar 58,0 °C dan terendah sebesar 43,8 °C. Setelah dilakukan simulasi menggunakan model RayMan, didapat indeks termal PET tertinggi sebesar 46,7 °C dan terendah sebesar 25,7 °C. Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan rendah adalah profil indeks termal PET yang terendah dibandingkan dengan profil indeks termal PET di tiga klasifikasi lainnya, sedangkan profil indeks termal PET tertinggi adalah profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi saat pagi hingga tengah hari dan profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi bangunan sangat padat saat setelah tengah hari hingga sore hari.

Seratus persen status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas dengan rentang dari slight heat stress sampai dengan extreme heat stress. Berdasarkan rerata indeks termal PET maka status kondisi thermal comfort berada pada tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” tertinggi mencapai 33%, sedangkan tingkat “extreme heat stress” dan “slight heat stress” masing-masing sebesar 25% dan tingkat “moderate heat stress” sebesar 17%. Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 42% sedangkan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar

(13)

xii

masing-masing 25%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar masing-masing 17%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” dan “moderate heat stress” sebesar masing-masing 25%, 17% dan untuk tingkat “slight heat stress” sebesar 8%.

Dengan uji statistik regresi linier berganda terhadap empat model yang mewakili masing-masing lingkungan atmosfer permukiman, menunjukkan pengaruh positif variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET dan variabel Tmrt juga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET. Hasil ANOVA menunjukkan variabel Ta, RH, v dan Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET.

Proses perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik telah dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Konsep untuk meningkatkan status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat menggunakan pendekatan bioklimatik di mana perencanaan tata ruang dan perkotaan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat setidaknya harus memperhatikan parameter meteorologi skala mikro, strategi penempatan orientasi ngarai jalan permukiman sebaiknya berorientasi terhadap arah mata angin

East-West, kepadatan bangunan memiliki klasifikasi kepadatan bangunan rendah

dengan nilai SVF yang tinggi, Rasio H/W kurang dari tiga, dan beberapa konsep lainnya.

Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh beberapa simpulan yaitu: (1) Profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah adalah profil yang terendah dibanding dengan profil klasifikasi sedang, tinggi dan sangat padat; (2) Status

thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat

berada dalam tingkat persentase 100% mengalami tekanan termal panas dengan rentang tingkat tekanan fisiologis “slight heat stress” sampai dengan “extreme

heat stress”; dan (3) Tmrt berpengaruh positif terhadap indeks termal PET di semua klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dan merupakan variabel yang paling berpengaruh dibandingkan dengan variabel lainnya. Saran-saran berdasarkan hasil analisis penelitian dan simpulan dari penelitian tentang status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat diberikan kepada perencana perkotaan dan Pemerintah Kota Denpasar, masyarakat dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(14)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PERSYARATAN GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

RINGKASAN ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Lingkungan Atmosfer ... 9

2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort ... 10

2.2.1 Temperatur udara (Ta) ... 11

2.2.2 Kelembaban relatif (RH) ... 12

2.2.3 Kecepatan angin (v) ... 12

2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt). ... 13

2.2.5 Aktivitas (W) ... 14

2.2.6 Pakaian (Clo-value) ... 15

2.3 Indeks Termal ... 16

2.3.1 Keseimbangan panas ... 16

2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET) ... 18

2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal ... 20

2.4.1 Respons fisiologis ... 20

2.4.2 Respons psikologis ... 22

2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs) ... 24

2.6 Model RayMan ... 25

2.7 Bioklimatologi Perkotaan ... 27

2.8 Desain Bioklimatik ... 28

(15)

xiv

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN... 32

3.1 Kerangka Berpikir ... 32

3.2 Kerangka Konsep ... 35

3.3 Hipotesis ... 37

BAB IV METODE PENELITIAN ... 40

4.1 Rancangan Penelitian ... 40

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 42

4.4 Penentuan Sumber Data ... 43

4.4.1 Jenis dan sumber data ... 43

4.4.2 Populasi penelitian ... 45

4.4.3 Besaran sampel dan teknik pengambilan sampel 45 4.5 Variabel Penelitian ... 49

4.6 Instrumen Penelitian ... 50

4.7 Prosedur Penelitian ... 53

4.7.1 Pengukuran data meteorologi ... 53

4.7.2 Pengukuran SVF ... 55

4.7.3 Pengukuran indeks termal PET ... 56

4.7.4 Pengukuran konfigurasi dan struktur permukiman ... 57

4.8 Analisis Data ... 57

4.8.1 Statistik deskripsif ... 57

4.8.2 Analisis regresi ... 58

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

5.1 Profil Indeks Termal PET ... 60

5.2 Status Thermal Comfort ... 71

5.3 Pengaruh Tmrt terhadap Indeks Termal PET ... 76

5.3.1 Uji multikolinearitas ... 76

5.3.2 Uji heteroskedastisitas ... 77

5.3.3 Uji normalitas ... 78

5.3.4 Uji regresi linier berganda ... 79

5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat .... 83

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Simpulan ... 97

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan zona fisiologis

efek termal ... 10

2.2 Tipikal tingkat metabolik ... 15

2.3 Isolasi termal beberapa jenis pakaian ... 16

2.4 Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan persepsi termal dan tekanan fisiologis manusia... 19

4.1 Kepadatan bangunan keadaan akhir tahun 2013 dan klasifikasi kepadatan bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ... 46

4.2 Pembagian strata populasi penelitian... 47

4.3 Lokasi pengambilan sampel lingkungan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat... 49

4.4 Definisi operasional variabel penelitian ... 49

4.5 Daftar instrumen dan spesifikasi ... 51

4.6 Dua kolom nilai data dalam layar real-time ... 55

5.1 Kondisi meteorologi skala mikro dan hasil indeks termal PET di lokasi studi ... 60

5.2 Persepsi termal dan tingkat tekanan fisiologis lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat berdasarkan rerata indeks termal PET ... 71

5.3 Prediksi rerata indeks termal PET dan status thermal comfort di wilayah Kecamatan Denpasar Barat pada akhir abad ke-21 ... 74

5.4 Hasil uji multikoreliniaritas variabel bebas penelitian ... 77

5.5 Hasil uji normalitas data penelitian ... 79

5.6 Hasil uji regresi linier berganda penelitian ... 79

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Hubungan dalam perspektif desain bioklimatik ... 29

3.1 Diagram kerangka berpikir penelitian ... 34

3.2 Kerangka konsep penelitian ... 36

3.3 Model hipotesis penelitian ... 38

4.1 Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang menjadi lokasi penelitian 41

4.2 Peta strata kepadatan bangunan permukiman di Kecamatan Denpasar Barat... 48

4.3 Instrumen HSM untuk pengambilan data meteorologi skala mikro .. 52

5.1 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah di Kecamatan Denpasar Barat ... 61

5.2 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang di Kecamatan Denpasar Barat ... 62

5.3 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi di Kecamatan Denpasar Barat ... 64

5.4 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat di Kecamatan Denpasar Barat .... 65

5.5 Perbandingan profil indeks termal PET di setiap klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan. ... 66

5.6 Grafik perbandingan temperatur udara di empat lokasi studi. ... 69

5.7 Grafik perbandingan temperatur radiasi rata-rata di empat lokasi studi... 70

5.8 Grafik tekanan fisiologis manusia di permukiman wilayah Kecamatan Denpasar Barat... 72

5.9 Grafik scatter plot pengamatan di setiap permukiman menurut klasifikasi kepadatan bangunan ... 78

5.10 Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. ... 86

5.11 Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar Barat yang ditunjukkan dengan tanda panah ... 91

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rekapitulasi Kebutuhan Data, Metoda dan Instrumen ... 109

2 Grafik Kondisi Moteorologi Skala Mikro ... 111

3 Uji Asumsi Klasik (Uji Data) ... 113

4 Uji Regresi Linier Berganda ... 119

5 Data Penelitian ... 139

6 Data Hasil Simulasi RayMan V.1.2 ... 140

7 Image Fish-Eye Metode Fotografi ... 142

8 Dokumentasi Penelitian ... 144

9 Peta Orientasi Kecamatan Denpasar Barat ... 147

10 Peta Pemanfaatan Ruang Tahun 2010 ... 148

11 Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau Kota di Kecamatan Denpasar Barat ... 149

(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

ASHRAE : American Society of Heating, Refrigerating, and

Air-Conditioning Engineers

BPS : Badan Pusat Statistik CNN : Cable News Network

H/W : High/Wide

HSM : Heat Stress Monitor

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change KDB : Koefisien Dasar Bangunan

PET : Physiological Equivalent Temperature PMV : Predicted Mean Vote

RH : Relative Humadity RTH : Ruang Terbuka Hijau RTHK : Ruang Terbuka Hijau Kota SET* : Standard Effective Temperature

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences SVF : Sky View Factor

Ta : Temperatur udara

Tsk : Temparatur permukaan kulit Tmrt : The Mean Radiant Temperature

TB : Thermal Balance

UHI : Urban Heat Island

WHO : World Health Organization Va : Kecepatan angin

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor tekanan lingkungan pada manusia yang tinggal di daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada lingkungan eksternal terutama pada lingkungan binaan (Gulyas et al., 2003). Kondisi iklim artifisial tersebut dapat terancam oleh peningkatan temperatur udara global yang diperkirakan lebih dari 3ºC pada akhir abad ke-21 dalam laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai akibat pemanasan

global (IPCC, 2007).

Lingkungan eksternal memberikan efek signifikan pada kehidupan manusia, yang ditentukan oleh kondisi alami, faktor antropogenik, kepadatan bangunan perkotaan, dan ukuran area tutupan vegetasi (Kelmm, 2007 dalam Setaih et al., 2013). Pembangunan lingkungan binaan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu sumber tekanan lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan salah satunya adalah

thermal comfort, yang didefinisikan oleh American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) (1966) dalam Epstein

dan Moran (2006) sebagai kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal.

Lingkungan termal relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan kesehatan manusia karena berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran darah (Jendritzky et al., 1990). Lingkungan termal, sering

(21)

diremehkan, namun baru-baru ini telah terjadi gelombang panas ekstrim di negara bagian Andhra Pradesh dan Telangana, India, yang telah menewaskan lebih dari 1.100 jiwa penduduknya. Menurut Departemen Meteorologi India, temperatur udara tertinggi tercatat sebesar 47°C di negara bagian Odisha (CNN, 2015). Lingkungan termal pada ruang terbuka, pada kenyataannya, dipengaruhi oleh lingkungan binaan, melalui panas antropogenik (Ichinose et al., 1999), tutupan permukaan tanah (Lin et al., 2007), evaporasi dan evapotranspirasi tanaman (Robitu et al., 2006), serta shading oleh pohon atau bangunan (Lin et al., 2010).

Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi konsumsi energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan sangat kompleks (Latini et al., 2010). Sebuah laporan audit energi pada gedung Blok B.1 Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta, menunjukkan bahwa persentase konsumsi energi yang digunakan untuk pengkondisian udara mencapai 53,9% dari keseluruhan konsumsi energi dalam gedung tersebut (Sarwono dan Sujatmiko, 2009).

Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia, yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh (Hoppe, 1993 dalam Gulyas et al., 2003). Bioklimatologi merupakan perspektif untuk melihat hubungan manusia dengan iklim, yang terkait dengan kenyamanan manusia pada lingkungan artifisial dan lingkungan alam sekitarnya (Olgyay, 1967 dalam Dewi Larasati, 2013). Penilaian relevansi fisiologi dari iklim perkotaan dan terutamanya iklim mikro perkotaan, memerlukan penggunaan metode dan indeks yang

(22)

menggabungkan unsur-unsur meteorologi dengan parameter tersendiri (Mayer, 1993; Verein Deutscher Ingenieure, 1998 dalam Gulyas et al., 2003). Aplikasi lengkap indeks termal dari keseimbangan energi dalam tubuh manusia memberikan informasi rinci tentang pengaruh lingkungan termal pada manusia (VDI, 1998).

Beberapa literatur telah melaporkan banyak aplikasi indeks termal yang digunakan. Aplikasi yang umum digunakan adalah predicted mean vote (PMV),

physiological equivalent temperature (PET) (Matzarakis et al., 1999), standard effective temperature (SET*) (Gagge et al., 1986), perceived temperature (Tinz

and Jendritzky, 2003) dan thermal balance (TB, COMFA) (Brown and Gillespie, 1986). Namun demikian, PET memiliki keuntungan dengan unitnya (ºC) yang telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah dipahami dalam perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET adalah indeks universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan bioklimatologi termal, yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi termal fisiologis secara signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996).

Cara yang paling tepat dalam menghitung atau menilai kondisi lingkungan termal adalah melalui model RayMan yang dapat menangani kompleksitas struktur perkotaan dan bahkan dapat memperhitungkan thermal

comfort manusia. Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi

direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara, tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo (ukuran dari reflektifitas permukaan bumi) dari permukaan-permukaan sekitar dan

(23)

proporsi sudut pandangnya juga harus ditetapkan. Selain itu, juga harus diketahui dan dipertimbangkan faktor lainnya seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan sebagainya. Model RayMan sangat cocok untuk perhitungan fluks radiasi terutamanya dalam struktur perkotaan, karena mempertimbangkan berbagai horizon yang kompleks (Matzarakis et al., 1999 dalam Matzarakis dan Mayer, 2000). Fluks radiasi dapat dinyatakan dengan temperatur radiasi rata-rata, parameter dengan variabilitas tinggi di daerah perkotaan setidaknya dengan modifikasi radiasi global (Herrmann dan Matzarakis, 2010). Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) adalah temperatur seragam permukaan dan sekitarnya yang memberikan radiasi blackbody, yang menghasilkan energi yang sama yang didapatkan dari tubuh manusia sebagai akibat dari fluks radiasi (Matzarakis et al., 2007).

Kota Denpasar dengan berbagai fungsinya baik sebagai kota pendidikan, perdagangan, pariwisata, dan ibu kota Provinsi Bali, menjadi daya tarik arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk demikian pesat. Kecamatan Denpasar Barat adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di antara empat kecamatan yang ada di Kota Denpasar, mencapai 10.207 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,02% (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2014).

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat mengakibatkan pertumbuhan permukiman baru yang berakibat juga pada variasi kepadatan bangunan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar (2014) bahwa berdasarkan keadaan akhir Tahun 2012 dan keadaan akhir Tahun 2013

(24)

terjadi pertumbuhan bangunan sebesar 7.176 bangunan. Dampaknya dapat berupa perkembangan infrastruktur pendukung pemukiman baru tersebut, baik jalan ataupun perkerasan lainnya yang memiliki sifat fisik permukaan yang beragam. Perkembangan bangunan, jalan dan infrastruktur lainnya menyebabkan kenaikan temperatur dan disertai sebuah fenomena yang dinamakan urban heat island (Oke, 1973 dalam Morakinyo, 2013). Urban heat island adalah fenomena di mana temperatur area urban lebih tinggi dibandingkan dengan sub urban (Oke, 1988 dalam Shishegar, 2013). Kenaikan temperatur berkembang dengan cepat pada lingkungan perkotaan yang disebabkan oleh perubahan tutupan permukaan tanah, pengurangan jumlah ruang terbuka hijau, dan transformasi tiba-tiba lingkungan

outdoor (Wong, 2007 dalam Morakinyo, 2013).

Konfigurasi permukiman di Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil yang sangat besar dalam kondisi bioklimatologi termal perkotaan. Simulasi yang dilakukan oleh Herrmann dan Matzarakis (2010) menunjukkan bahwa Tmrt dan juga kondisi bioklimatik termal di daerah perkotaan dipengaruhi kuat oleh konfigurasi perkotaan. Lebar, tinggi dan orientasi dari sebuah ngarai perkotaan adalah semua parameter yang sangat penting untuk evaluasi kondisi bioklimatik termal tertentu.

Pertumbuhan permukiman baru juga membutuhkan ruang dan lahan tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang terbuka hijau di Kecamatan Denpasar Barat. Terdesaknya ruang terbuka hijau tergambarkan pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031 yang hanya merencanakan komposisi

(25)

luas Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) publik dan private Kecamatan Denpasar Barat masing-masing sebesar 167,31 Ha dan 356,89 Ha dengan total keseluruhan sebesar 524,20 Ha atau 21,72% dari luas wilayah Kecamatan Denpasar Barat (Pemerintah Kota Denpasar, 2011). Ini adalah komposisi terkecil dibandingkan dengan kecamatan lainnya dan masih berada di bawah luas ideal ruang terbuka hijau kota.

Penelitian bioklimatologi sangat jarang dilakukan di Indonesia terutamanya penelitian yang mengambil wilayah studi di Kota Denpasar. Hal ini menyebabkan data yang dibutuhkan untuk perencanaan kota dengan pendekatan bioklimatologi tidak tersedia. Masalah kenyamanan penduduk dan indeks bioklimatologi kuantitatif dapat memberikan informasi yang sangat penting untuk perencanaan Kota Denpasar khususnya Kecamatan Denpasar Barat, yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan (produktivitas) penduduk kota dengan perencanaan lingkungan yang sesuai dan sehat dan juga efisien dalam konsumsi energi. Dalam sebuah penelitian di negara lain menunjukkan bangunan-bangunan bioklimatologi memberikan efisiensi energi dengan variasi antara 19,6 sampai 100% dengan rata-ratanya sebesar 68% (Tzikopoulos et al., 2005). Desain pada sebuah ruang dan bangunan juga dapat meningkatkan kenyamanan dan solusi energi yang lebih berkelanjutan (energy sustainable) (Smith dan More, 2008).

Penelitian sangat penting dilakukan untuk memberikan pedoman perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan (stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar,

(26)

meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan investigasi terlebih dahulu terhadap status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman dengan menggunakan pendekatan indeks termal

physiological equivalent temperature (PET).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana profil indeks termal PET lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?

2) Bagaimana status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?

3) Bagaimana pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

2) Mengidentifikasi status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

3) Menganalisis pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

(27)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan:

1) Manfaat akademik; Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti mengenai pendekatan bioklimatologi dalam perencanaan perkotaan. Manfaat akademik lainnya bagi lembaga keilmuan dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi lembaga di bidang bioklimatologi perkotaan yang belum banyak diteliti di Indonesia, dan dapat menjadi dasar bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2) Manfaat praktis; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai kondisi bioklimatologi dan status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dan pembuat kebijakan lainnya dalam perencanaan perkotaan.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Atmosfer

Sebab dan akibat hubungan antara lingkungan atmosfer dan kesehatan manusia atau kenyamanan manusia dapat dianalisis dengan klasifikasi biometeorologi manusia yang dibedakan menjadi: kompleks termal, kompleks polusi udara, kompleks aktinisma, dan biotropy (Jendritzky et al., 1990;VDI, 1998; dalam Matzarakis dan Mayer, 2000).

Kompleks termal terdiri dari faktor-faktor meteorologi yaitu temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan angin, dan juga radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang secara termo-fisiologis mempengaruhi manusia pada iklim indoor dan outdoor. Kompleks ini relevan dengan kesehatan manusia karena hubungan yang erat antara mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran darah.

Kompleks polusi udara meliputi senyawa-senyawa alami dan anthopogenik baik berupa padat, cair dan gas. Kompleks polusi udara menyebabkan efek merugikan pada kesehatan manusia baik indoor dan outdoor. Relevansi kondisi kualitas udara terhadap kesehatan manusia tergantung pada sumber emisi dan kondisi transmisi (penyebaran, pengenceran, kemungkinan reaksi-reaksi kimia, pembersihan dan pengeluaran polusi udara oleh hujan). Faktor-faktor ini ditentukan oleh lapisan atmosfer (tingkat turbulensi), angin, presipitasi, kelembaban dan radiasi sinar matahari.

(29)

Kompleks aktinisma meliputi radiasi sinar matahari pada rentang gelombang cahaya tampak dan ultraviolet yang menunjukkan efek biologis langsung yang terlepas dari efek termal belaka. Biotropy berkaitan dengan efek biologis dari cuaca. Ada tiga kemungkinan reaksi dari organisme manusia terhadap cuaca, yaitu: reaksi tubuh, sensitivitas meteorologi ringan dan intens. 2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort

Thermal comfort didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang

mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal (ASHRAE, 1966 dalam Epstein dan Moran, 2006). Thermal comfort dan sensasi termal adalah fenomena bipolar dengan rentang dari “too cold” sampai “too hot” dengan kenyamanan dan sensasi netral di tengahnya. Rangkaian kesatuan sensasi ini telah dideskripsikan ke dalam beberapa skala (Fanger, 1970; ASHRAE, 1966; ISO 7730, 1984; Bedford, 1936; Rohles dan Levins, 1971 dalam Epstein dan Moran, 2006). Peringkat subyektif dari ketidaknyamanan dan korelasi-korelasi fisiologisnya yang sesuai diringkas dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan

zona fisiologis efek termal

Vote Thermal sensation Comfort sensation Zone of thermal effect

(a) (b) (c) (d) (e)

9 Very hot Very uncomfortable Incompensable heat

+3 8 Hot Uncomfortable

+2 7 Warm Slightly uncomfortable Sweat evaporation

+1 6 Slightly warm Compensable

0 5 Neutral Comfortable Vasomotor compensable

-1 4 Slightly cool

-2 3 Cool Slightly uncomfortable Shivering compensable

-3 2 Cold

1 Very cold Uncomfortable Incompensable cold

(30)

a. Skala termal berdasarkan ASRAE 55(ASHRAE, 1966) b. Skala termal berdasarkan Rohles (Rohles dan Levins, 1971)

American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) menentukan enam parameter dasar yang mempengaruhi

sensasi termal secara simultan, yaitu: temperatur udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (v), temperatur radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Kaitannya terhadap iklim, temperatur ambien yang dapat diterima akan sedikit lebih tinggi pada saat musim panas daripada saat musin dingin, yaitu masing-masing menjadi 23-27ºC dan 20-25ºC (ASHRAE, 1992 dalam Epstein dan Moran, 2006).

2.2.1 Temperatur udara (Ta)

Temperatur udara dapat didefinisikan sebagai temperatur udara sekitar tubuh manusia yang menentukan aliran panas antara tubuh manusia dan udara (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006). Pertukaran panas antara seseorang dan udara merupakan proses yang berkesinambungan. Kartasapoetra (2006) menyebutkan, bahwa temperatur adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan temperatur yang biasa digunakan adalah derajat Celsius (ºC).

Temperatur udara merupakan parameter penting yang mempengaruhi

thermal comfort. Ini berdasarkan uji dalam model manusia yang dilaksanakan

pada temperatur radiasi rata-rata Tmrt = 20ºC, kelembaban relatif RH=50% dan kecepatan angin Va=0,05 m/dt. Didapatkan bahwa temperatur kulit rata-rata Tsk model manusia meningkat apabila temperatur udara Ta naik, yaitu Ta=21ºC. Jika Ta naik lagi, transpirasi bermula yang menyebabkan kenaikan Tsk hampir dapat

(31)

diabaikan. Temperatur kulit yang nyaman dicapai pada temperatur udara Ta = 20 ºC yaitu semasa transpirasi belum berlaku (Hoppe, 1988).

2.2.2 Kelembaban relatif (RH)

Penguapan keringat merupakan fungsi dari kelembaban udara. Air atau keringat dipanaskan oleh tubuh manusia menguap menjadi uap dan diserap di udara. Proses ini memungkinkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan dan pendinginan tubuh. Udara kering dapat dengan mudah menyerap kelembaban dari kulit dan penguapan yang cepat yang dihasilkan secara efektif akan mendinginkan tubuh. Pendorong transfer uap ini adalah perbedaan massa per satuan volume udara lembab. Pendorong kehilangan panas adalah perbedaan tekanan uap parsial antara kulit dan lingkungan. Untuk kenyamanan RH harus di atas 20% sepanjang tahun, di bawah 60% di musim panas dan di bawah 80% di musim dingin (Lecher, 1990 dalam Ji, 2006).

2.2.3 Kecepatan angin (v)

Pergerakan udara di seluruh tubuh dapat mengubah aliran panas ke/dari tubuh dan temperatur tubuh oleh konveksi dan evaporasi. Oleh karenanya, kecepatan tubuh memiliki efek langsung terhadap kehilangan panas. Pergerakan udara akan bervariasi dalam waktu, ruang dan arah. Deskripsi kecepatan angin pada satu titik dapat dibedakan menurut intensitas variasi waktu dalam tiga sumbu ortogonal. Kecepatan angin dapat dianggap sebagai intensitas kecepatan angin rata-rata atas waktu paparan semua arah yang tertarik dan terintegrasi. Hal ini yang menjadikan kecepatan angin rata-rata dan nilai standar deviasi, keduanya harus diambil (ISO, 1994 dalam Ji, 2006).

(32)

Rentang kenyamanan adalah sekitar 0,1016 sampai 0,3048 m/dt. Dari 0,3048 sampai 1,016 m/dt pergerakan udara dirasakan tetapi penerimaannya bergantung pada tingkat aktivitas. Diatas 1,016 m/dt, gerakan udara tidak nyaman (Lecher, 1990 dalam Ji, 2006).

2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt).

Selain pengaruh Ta pada suhu tubuh manusia ada juga pengaruh dari Tmrt. Panas merupakan pertukaran radiasi antara semua benda, dan di sana terdapat batas aliran panas dari benda yang panas ke benda dingin dengan jumlah yang terkait dengan perbedaan antara kekuatan ke empat dari temperatur absolut pada dua benda (Ji, 2006).

Dalam lingkungan apapun akan ada pertukaran energi yang terus-menerus, berefleksi dan berabsorpsi. Pada setiap bidang radiasi akan ada dinamika pertukaran energi oleh radiasi. Temperatur radiasi dapat didefinisikan sebagai temperatur dari sumber blackbody yang memberikan nilai yang sama dari beberapa kuantitas terukur pada medan radiasi yang ada dalam realitas (McIntyre, 1980).

Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) adalah parameter input meteorologi yang paling penting untuk mendapatkan keseimbangan energi manusia selama cuaca panas. Oleh sebab itu, Tmrt berpengaruh kuat pada indeks signifikan termofisiologi seperti PET atau PMV yang berasal dari model keseimbangan energi manusia (Mayer, 1993). Tmrt didefinisikan sebagai temperatur seragam dari permukaan sekitar yang memberikan radiasi blackbody (ε=1), yang menghasilkan penerimaan energi radiasi yang sama dari tubuh manusia sebagai fluks radiasi

(33)

yang berlaku. Tmrt biasanya sangat bervariasi dalam kondisi ruang terbuka. (Hoppe, 1992 dalam dalam Matzarakis et al., 2000).

Untuk menghitung Tmrt, harus diketahui sifat relevan dan dimensi permukaan teradiasi dan SVF serta postur tubuh manusia (misalnya duduk atau berdiri) (VDI, 1998 dalam Matzarakis et al., 1999). Beberapa prosedur dapat digunakan untuk menentukan Tmrt dengan rerata pengukuran radiasi integral (Fanger, 1972).

2.2.5 Aktivitas (W)

Aktivitas mempengaruhi kadar pengeluaran metabolik tubuh manusia (Fanger, 1976). Tingkat metabolik dideskripsikan dalam standar ASHRAE sebagai tingkat transformasi energi kimia menjadi energi panas dan kerja mekanik oleh aktivitas metabolisme dalam organisme, biasanya dinyatakan dalam satuan luas permukaan tubuh total. Tingkat metabolik dinyatakan dalam unit ‘met’ (ASHRAE, 2004).

Untuk menjaga keseimbangan termal, tubuh kita harus kehilangan panas pada tingkat yang sama dengan panas yang dihasilkan metabolisme. Produksi panas ini sebagian merupakan akibat dari temperatur luar namun kebanyakan merupakan akibat dari aktivitas. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat metabolik tipikal yang berhubungan dengan beberapa aktivitas.

(34)

Tabel 2.2

Tipikal tingkat metabolik

Aktivitas Tingkat Metabolik Aktivitas Tingkat Metabolik

Met unit W/m2 Met unit W/m2

Istirahat Lain-lain Aktivitas

Penghuni

Tidur 0.7 40 Memasak 1.6-2.0 95-115

Santai 0.8 45 Membersihkan rumah 2.0-3.4 115-200

Duduk, tenang 1.0 60 Duduk, gerakan berat

anggota badan

2.2 130

Berdiri, rileks 1.2 70 Pekerjaan mesin

Menggergaji (meja gergaji)

1.8 105

Berjalan (pada permukaan datar) Ringan (industri kelistrikan) 2.0-2.4 115-140 0.9m/s, 3.2km/h, 2.0mph 2.0 115 Berat 4.0 235 1.2m/s, 4.3km/h, 2.7mph 2.6 150 1.8m/s, 6.8km/h, 4.2mph 3.8 220 Mengangkat tas 50kg(100lb) 4.0 235 Mengambil dan pekerjaan mencangkul 4.0-4.8 235-280 Aktivitas Kantor

Duduk, membaca, atau menulis

1.0 60 Lain-lain Aktivitas Waktu Luang

Mengetik 1.1 65 Berdansa, sosial 2.4-4.4 140-255

Mengarsip, duduk 1.2 70 Senam 3.0-4.0 175-235

Mengarsip, berdiri 1.4 80 Tennis, tunggal 3.6-4.0 210-235

Berjalan 1.7 100 Basket 5.0-7.6 290-440

Mengangkat, mengepak 2.1 120 Gulat, pertandingan 7.0-8.7 410-505 Sumber: ASHRAE, 2004

2.2.6 Pakaian (Clo-value)

Pakaian merupakan insulator efektif yang memperlambat radiasi, konveksi dan konduksi panas. Sifat isolasi pakaian telah diukur dalam satuan tahan panas yang disebut clo. Pakaian yang digunakan akan mempengaruhi pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan sekelilingnya, yang juga akan memberi pengaruh terhadap kenyamanan termal (Fanger, 1976). Tabel 2.3 menunjukkan nilai clo pada pakaian berdasarkan SNI 03-6572-2001 (Badan Standar Nasional, 2001).

(35)

Tabel 2.3

Isolasi termal beberapa jenis pakaian

Baju Pria clo Baju Wanita Clo Singlet tanpa lengan 0,06 Kutang dan celana dalam 0,05 Kaos berkerah 0,09 Rok dalam – setengah 0,13 Celana dalam 0,05 Rok dalam – penuh 0,19 Kemeja, ringan lengan pendek 0,14 Blus – ringan 0,20 (a) Kemeja, ringan lengan panjang 0,22 Blus – berat 0,29 (a) Waistcoat-ringan 0,15 Pakaian – ringan 0,22 (a,b) Waistcoat-berat 0,29 Pakaian – berat 0,70 (a,b) Celana – ringan 0,26 Rok - ringan 0,10 (b) Celana – berat 0,32 Rok – berat 0,22 (b) Sweater – ringan 0,20 (a) Celana panjang wanita – ringan 0,26 Sweater – berat 0,37 (a) Celana panjang wanita – berat 0,44 Jacket – ringan 0,22 Sweater – ringan 0,17 (a) Jacket – berat 0,49 Sweater – berat 0,37 (a) Kaos tumit 0,04 Jacket – ringan 0,17 Kaos dengkul 0,10 Jacket – berat 0,37 Sepatu 0,04 Kaos kaki panjang 0,01 Sepatu bot 0,08 Sandal 0,02 Sepatu 0,04 Sepatu bot 0,08 Keterangan:

(a) Dikurangi 10% jika tanpa lengan atau lengan pendek

(b) Ditambah 5% jika panjangnya dibawah dengkul, dikurangi 5% jika diatas dengkul 1 clo = 0,155 m2K / Watt

Sumber: SNI 03-6572-2001

Untuk menghitung keseluruhan clo dari pakaian yang dipakai, digunakan rumus (SNI 03-6572-2001):

Untuk pria: (1) Untuk wanita: (2) 2.3 Indeks Termal 2.3.1 Keseimbangan panas

Pada saat darah dan air dalam tubuh terjadi kelebihan panas pada permukaan kulit, terdapat empat cara untuk melepaskannya ke lingkungan, yaitu: konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Besaran panas yang dilepaskan pada

(36)

metode tersebut tergantung pada interaksi metabolisme, pakaian dan lingkungan itu sendiri. Temperatur tubuh internal dijaga dalam kisaran 37 ºC secara fisiologis yang menandakan bahwa terjadi keseimbangan panas antara tubuh dan lingkungan. Artinya, transfer panas dan panas yang dihasilkan tubuh harus seimbang dengan panas yang keluar dari tubuh. Jika panas yang dihasilkan dan diterima lebih besar dari panas yang keluar, maka temperatur tubuh akan meningkat. Demikian pula sebaliknya, jika panas yang dikeluarkan lebih besar, maka temperatur tubuh akan turun. Fanger (1970) menggunakan persamaan keseimbangan panas berdasarkan analisis klasik konsep tersebut sebagai berikut:

(3) Keterangan:

H = panas yang diproduksi dalam tubuh manusia Ed = panas yang hilang oleh difusi uap air melalui kulit

Esw = panas yang hilang oleh evaporasi keringat melalui permukaan kulit

Ere = Panas yang hilang saat respirasi laten L = panas yang hilang saat pernapasan kering

K = transfer panas dari kulit ke permukaan luar tubuh berpakaian (konduksi melalui pakaian)

R = panas yang hilang oleh radiasi dari permukaan luar tubuh berpakaian

C = panas yang hilang oleh konveksi dari permukaan luar tubuh berpakaian

Artinya, untuk menjaga temperatur tubuh pada tingkat yang konstan, tubuh manusia mengontrol tingkat metabolisme dan penguapan seperti sekresi keringat,namun menggigil akibat perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan radiasi yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh manusia.

(37)

2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET)

Secara umum indeks termal dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok sebagai berikut (Scudo, 2002): (1) Indeks termal empiris yang berhubungan dengan hanya beberapa parameter iklim dan biasanya dijabarkan untuk iklim tertentu; (2) Indeks psiko-sosiologis-iklim, yang menghubungkan persepsi subyektif dengan variabel iklim mikro; (3) Indeks keseimbangan energi yang didasarkan pada model dua simpul dari tubuh manusia dan pada penilaian semua parameter iklim termal yang relevan; dan (4) Indeks keseimbangan energi yang didasarkan pada model satu simpul dari tubuh manusia.

Di masa lalu, beberapa indeks termal yang berdasarkan parameter meteorologi (seperti temperatur efektif, temperatur ekuivalen, indeks tekanan panas, atau indeks kenyamanan manusia) sering digunakan untuk mengevaluasi komponen termal iklim yang berbeda. Sebagian besar indeks ini, memiliki keterbatasan utama bahwa relevansi termofisiologisnya kurang (Mayer dan Hoppe, 1987).

Saat ini ada beberapa indeks termal yang lebih populer dengan relevasi psikologis yang berasal dari keseimbangan energi manusia (Höppe, 1993; Taffé, 1997, dalam Matzarakis et al., 1999). Salah satunya adalah physiological

equivalent temperature (PET) yang jika dibandingkan dengan indeks termal

lainnya, seperti predicted mean vote (PMV), PET memiliki keuntungan dengan unitnya (ºC) yang telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah dipahami dalam perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET adalah indeks universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan

(38)

bioklimatologi termal, yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi termal dalam fisiologis secara signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996). PET telah dipakai VDI (1998) sebagai metode evaluasi biometeorologi manusia pada iklim dan kualitas udara untuk perencanaan perkotaan dan regional (VDI guideline

3787, part 2), dan juga direkomendasikan sebagai aplikasi indeks termal untuk

mengevaluasi komponen termal pada iklim-iklim yang berbeda. Matzarakis dan Mayer (1996) menghubungkan rentang PMV untuk persepsi termal dan tingkat tekanan psikologis manusia pada rentang PET yang sesuai (Tabel 2.4), yang hanya berlaku untuk nilai-nilai asumsi produksi panas internal dan resistensi panas pakaian.

Tabel 2.4

Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan persepsi termal dan tekanan fisiologis manusia

PMV PET (ºC) Thermal perception Grade of physiological stress

Very cold Extreme cold stress

-3.5 4

Cold Strong cold stress

-2.5 8

Cool Moderate cold stress

-1.5 13

Slightly cool Slight cold stress

-0.5 18

Comfortable No thermal stress

0.5 23

Slightly warm Slight heat stress

1.5 29

Warm Moderate heat stress

2.5 35

Hot Strong heat stress

3.5 41

Very hot Extreme heat stress

(39)

Faktor meteorologi yang paling penting yang mempengaruhi PET pada hari-hari musim panas dengan kecepatan angin lemah adalah Tmrt (Mayer dan Matzarakis, 1998). Tmrt terpengaruh paling besar akibat bayangan dari pepohonan dan menunjukkan penurunan nilai sebesar 30°C pada ngarai jalan dengan barisan pepohonan (Matzarakis et al., 1999). Oleh karena itu, PET menunjukkan penurunan tingkat tekanan termal manusia pada siang hari, ketika radiasi matahari langsung dinaungi oleh pohon. Perbedaan nilai PET dalam area yang dinaungi pohon dan yang tidak di kota Friburg, rata-rata sebesar 15°C (Mayer dan Matzarakis, 1998).

Penggunaan PET juga untuk mengevaluasi komponen termal iklim mikro perkotaan yang berbeda. Ada variabilitas spasial yang luar biasa dari PET. Jika radiasi matahari langsung tidak dinaungi oleh tajuk pohon atau bangunan, nilai PET relatif tinggi, dan menunjukkan beban panas intensitas yang lebih besar bagi manusia dalam iklim mikro perkotaan (Matzarakis et al., 1999). PET juga telah diaplikasikan untuk mengevaluasi komponen termal iklim dalam sebuah ruang antara batang-batang pepohonan di sebuah hutan. Hasilnya, terdapat perbedaan nilai Tmrt antara ruang antara batang pepohonan dengan ruang terbuka (tanah rerumputan di tepian hutan) sebesar 30°C pada saat tengah hari (Mayer et

al., 1997 dalam Matzarakis et al., 1999).

2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal 2.4.1 Respons fisiologis

Reseptor yang sensitif terhadap temperatur (termoreseptor) terletak pada kulit dan hipotalamus. Termoreseptor berjenis hangat atau dingin, sesuai

(40)

dengan responnya terhadap rangsangan. Termoreseptor pada kulit terhubung ke

hipotalamus dengan sistem aliran saraf. Hipotalamus anterior dan regio preoptik

mengontrol pengeluaran panas dan hipotalamus posterior terlibat dalam

vasokonstriksi dan proses menggigil. Pengontrolan hipotalamus terhadap respon

tersebut, menyebabkan tubuh manusia dapat mengontrol pengeluaran panas di kulit dan paru-paru (Ji, 2006).

Tubuh menyebabkan vasodilatasi kulit untuk meningkatkan pengeluaran panas dan vasokonstriksi untuk mengurangi pengeluaran panas.

Vasokonstriksi dingin masih memungkinkan terjadi aliran darah yang terbatas,

dengan tujuan oksigen dalam jumlah kecil yang diperlukan mencapai sel-sel. Hasil aliran darah ini adalah penurunan temperatur kulit, pengurangan gradien temperatur antara permukaan kulit dan lingkungan, dan akibatnya penurunan tingkat pengeluaran panas. Pada tungkai, pertukaran panas terjadi berlawanan karena penyempitan pembuluh darah vena sehingga darah dingin dari kulit kembali di sepanjang vena yang dekat dengan arteri, sehingga darah dingin mendapatkan panas dan kembali ke pusat tubuh. Selama vasodilatasi, darah vena kembali ke dekat kulit yang meningkatkan kemungkinan pengeluaran panas dari kulit ke lingkungan. Dengan meningkatnya aliran darah lebih banyak, panas keluar dari pusat tubuh ke permukaan dan meningkatkan temperatur kulit, sehingga tingkat pengeluaran panas melalui radiasi dan konduksi meningkat (Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006).

Manusia dapat berkeringat dengan derasnya, yang merupakan kapasitasnya dalam beradaptasi dengan berbagai tekanan panas. Keringat akibat

(41)

termal terjadi melalui kelenjar ekrin yang terletak di seluruh tubuh. Kelenjar ini diaktifkan oleh impuls hipotalamus di sepanjang serabut saraf motorik simpatis untuk melepaskan asetilkolin (Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006). Sekresi keringat yang meningkat, meningkatkan pengeluaran panas oleh penguapan saat temperatur tubuh naik. Vasodilatasi lebih lanjut dirangsang oleh keringat dan memberikan suplai darah yang membawa cairan ke kelenjar keringat. Peningkatan temperatur kulit lokal dapat meningkatkan produksi kelenjar keringat dan merangsang kelenjar yang tidak aktif (Kerslake, 1972 dalam Ji, 2006).

Proses menggigil dipengaruhi oleh temperatur kulit dan temperatur pusat tubuh. Saat temperatur tubuh turun, tingkat metabolisme mulai meningkat dengan peningkatan tonus otot dan terjadi proses menggigil. Menggigil dapat meningkatkan metabolisme yang memproduksi panas hingga sekitar lima kali dibandingkan tidak menggigil (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).

Piloerektil terjadi ketika kulit menjadi dingin dan merupakan upaya

untuk mengurangi pengeluaran panas dengan mempertahankan lapisan udara yang statis antara udara dan lingkungan. Manusia sebagai makhluk yang memiliki sedikit rambut dan selalu berpakaian, reaksi ini dianggap tak berkontribusi signifikan pada termoregulasi manusia. Namun demikian, konstribusinya mungkin signifikan sebagai parameter interaktif dalam penentuan insulasi termal oleh pakaian saat proses menggigil dalam lingkungan udara statis (Ji, 2006). 2.4.2 Respons psikologis

Lingkungan termal sangat mempengaruhi sensasi panas dan perilaku manusia yang merupakan respon psikologis seperti mood dan perilaku. Ada

(42)

kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimana iklim mempengaruhi mood dan tingkah laku. Namun demikian, penelitian pada serambi stasiun mencatat bahwa kepadatan kerumunan adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi kondisi termal dan sensasi termal (Braun dan Parsons, 1991 dalam Ji, 2006).

Kerusuhan yang biasanya langka terjadi di Inggris dapat dikaitkan dengan musim panas yang panjang. Penelitian di India juga mencatat bahwa kerusuhan terjadi dengan temperatur umumnya di atas 26 °C, meskipun tidak terjadi panas berlebihan. Dalam percobaan yang dilakukan pada guru yang agresif, teramati bahwa perusuh lebih agresif dalam kondisi panas dibandingkan dalam kondisi nyaman. Hal ini diartikan bahwa dalam kondisi panas, kejadian kekerasan tunggal memberikan model bagi manusia untuk menjadi agresif (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).

Respon manusia terhadap lingkungan termal akan dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis seperti ancaman iklim, harapan orang yang terpapar, dan bagaimana kesenangan yang akan dirasakan. Jika lingkungan tidak memungkinkan memberi kesempatan untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi termal, lingkungan dingin atau hangat setelah lima menit paparan mungkin dianggap sebagai ancaman besar jika sadar akan terkena selama dua atau tiga jam dan tidak memiliki alat penyesuaian atau melarikan diri (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).

Kenyamanan dan ketidaknyamanan dapat bervariasi dengan harapan orang untuk berada di kondisi bagaimana. Ada kemungkinan orang merasa nyaman meskipun lingkungan menunjukkan di luar zona nyaman jika tidak

(43)

mengharapkan kondisi yang lebih baik. Respon terhadap perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi yang diharapkan akan tergantung individu (Ji, 2006).

Evaporasi emosional terjadi melalui kulit di dahi, kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin. Berkeringat non termal ini biasanya terjadi ketika individu dalam kondisi di bawah tekanan emosional daripada tekanan fisik atau termal. Meskipun respon psikologis ini tidak terjadi akibat tekanan termal, penguapan pengeluaran panas dengan keringat juga mempengaruhi sensasi termal (Ji, 2006). 2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs)

Sky View Factor adalah parameter berdimensi dengan nilai antara nol

dan satu yang merepresentasikan bagian dari langit terlihat (visible sky) pada

hemisphere yang menempatkan lokasi analisis sebagai pusatnya (Oke, 1981 dalam

Hammerle et al.,2011). Watson dan Johnson (1987) dalam Grimmond et al., (2001) mengungkapkan bahwa SVF sebagai rasio radiasi yang diterima permukaan planar dibandingkan dengan yang diterima dari seluruh radiasi lingkungan hemisphere.

Dalam lingkungan perkotaan, SVF ditentukan secara dominan oleh bangunan-bangunan sebagai elemen utama pada permukaan lingkungan perkotaan. Dengan demikian, salah satu bagian dari langit terhalang oleh bangunan dan bagian tersisa yang terlihat. Secara teori, elemen permukaan tertentu (ΔA), bagian langit yang terhalang bangunan-bangunan, dapat ditentukan dengan memproyeksikan setiap bangunan pada hemisphere yang merepresentasikan langit dengan garis proyeksi.

(44)

Geometri ngarai perkotaan, yang memiliki variasi pada ketinggian, panjang dan jarak bangunan yang membatasinya, memiliki dampak signifikan pada pertukaran energi dan temperatur daerah perkotaannya (Oke, 1987 dalam Grimmond et al., 2001). Umumnya, SVF ditentukan berdasarkan metode analisis atau fotografi. Metode analisis menggunakan persamaan berdasarkan geometri lokasi untuk menghitung ψs, khususnya tinggi (H) dan lebar (W) dari ngarai.

Metode fotografi menggunakan kamera dengan lensa fish-eye untuk memproyeksikan lingkungan hemisphere ke dalam sebuah gambar planar melingkar (Barring et al., 1985 dalam Grimmond et al., 2001). Cara yang paling tradisional untuk mengukur SVF adalah dengan mengambil foto fish-eye 180º (Chen dan Black, 1991 dalam Matzarakis dan Matuschek, 2009). Kamera diletakkan di atas tripod dengan ketinggian satu meter dan lensa fish-eye menghadap ke langit.

2.6 Model RayMan

Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara, tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo dari permukaan-permukaan sekitar dan proporsi sudut pandangnya juga harus ditetapkan. Selain itu juga harus diketahui dan dipertimbangkan faktor lainnya seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan sebagainya. Model RayMan sangat cocok untuk perhitungan fluks radiasi terutamanya dalam struktur perkotaan, karena mempertimbangkan berbagai horizon yang kompleks (Matzarakis et al., 1999 dalam Matzarakis et al., 2000).

Gambar

Diagram kerangka berpikir penelitian
GRAFIK KONDISI MOTEOROLOGI SKALA MIKRO
Grafik kecepatan angin di empat lokasi studi. v 1 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah,  v 2 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, v 3 : kecepatan angin pada permukiman  de
Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi  kepadatan bangunan rendah yang berlokasi di Jln
+4

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Source Node B roadcasts a Route Request (RREQ) Packet to Its Neighbors. ƒ Neighbors Forward the Request to Their Neighbors, and so on until Either the

Konteks situasi tutur dai dalam tindak tutur ilokusi di mesjid Nurush Shiddiq Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang Utara dalam situasi tutur topik sensitif suasana

Riris Sarumpaet (via Trimansyah, 1999:21) membuat empat rumusan tentang sastra anak yang diistilahkannya sebagai bacaan anak-anak, yaitu: a) WUDGLVLRQDO , bacaan

Nama Peserta Asal Sekolah KODE LEMBAR PERINGKAT.. JAWABAN

Apabila Laporan Skripsi/Tugas Akhir yang telah direvisi sebagaimana yang dimaksud pada point (6) butir b, tidak diserahkan kembali sesuai dengan jangka waktu yang

Untuk menganalisis konsistensi pengawasan industri rumah tangga pangan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan(BPOM) berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku di

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 04 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bahwa

Dalam setiap pertemuan meliputi 3 tahap, yaitu tahap perencanaan ( plan ), pelaksanaan tindakan dan observasi ( do ), dan refleksi ( see ). Pelaksanaan pembelajaran dengan