• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

Waktu 30-45 menit setiap berolah raga

Ya 68 50.4%

Tidak 67 49.6%

Total 135 100%

Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden terbiasa

berolah raga rutin 2-3 kali setiap minggu dan menggunakan waktu 30-45

menit setiap kali berolah raga (50.4%).

a. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

Tabel 23

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135)

Jenis Kelamin f(%)

Total Laki laki Perempuan

Aktifitas fisik

Cukup 37 (54.4%) 31 (45.6%) 68 Tidak cukup 43 (64.2%) 24 (35.8%) 67

74

Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup adalah laki laki (64.2%).

b. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Kategori

Usia

Tabel 24

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total 18-40 th 41-60 th > 61 th Aktifitas fisik Cukup 13 (19.1%) 52 (76.5%) 3 (4.4%) 68 Tidak cukup 15 (22.4%) 30 (44.8%) 22 (32.8%) 67 Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135

Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki

kategori aktifitas fisik tidak cukup paling banyak berada pada

kelompok kategori usia dewasa madya (41-60 th)(44.8%).

c. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Tabel 25

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Total Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat

75 Aktifitas fisik Cukup 11 (16.2%) 38 (55.9%) 19 (27.9%) 0 (0%) 68 Tidak cukup 17 (25.4%) 14 (20.9%) 15 (22.4%) 21 (31.3%) 67 Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135

Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki

kategori aktifitas fisik tidak cukup paling banyak pada kelompok

responden dengan tingkat tamat SMA/sederajat (31.3%).

d. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 26

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Total Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Aktifitas fisik Cukup 18 (26.5%) 17 (25.0%) 0 (0%) 0 (0%) 33 (48.5%) 68 Tidak cukup 3 (4.5%) 13 (19.4%) 3 (4.5%) 3 (4.5%) 45 (67.2%) 67 Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135

Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

memiliki kategori aktifitas fisik cukup bekerja sebagai petani (48.5%).

e. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Kategori

Hipertensi

76

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Aktifitas fisik Cukup 48 (70.6%) 20 (29.4%) 68 Tidak cukup 44 (65.7%) 23 (34.3%) 67 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%) 135

Tabel 27 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden yang

memiliki kategori tinggi paparan asap berada pada kategori hipertensi

tingkat 1 (65.7%).

f. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Lama

Menderita

Tabel 28

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Aktifitas fisik Cukup 57 (83.8%) 9 (13.2%) 2 (2.9%) 68 Tidak cukup 44 (65.7%) 14 (20.9%) 9 (13.4%) 67 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135

Tabel 28 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup sudah menderita

hipertensi selama 1-5 tahun (65.7%).

4. Data Stress Responden

77

Distribusi Frekuensi Kategori Stress Responden (n=135)

Kategori Stress Frekuensi %

Stress 95 70.4%

Tidak stress 40 29.6%

Total 135 100%

Tabel 29 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengalami stress (70.4%).

a. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 30

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135)

Jenis Kelamin f(%)

Total Laki laki Perempuan

Kategori Stress

Stress 61 (64.2%) 34 (35.8%) 95 Tidak stress 19 (47.5%) 21 (52.5%) 40

Total 80 (59.3%) 55 (40.7%) 135

Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

mengalami stress adalah laki-laki (64.2%).

b. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Kategori Usia

Tabel 31

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total 18-40 th 41-60 th > 61 th Kategori Stress Stress 22 (23.2%) 65 (68.4%) 8 (8.4%) 94 Tidak 6 (15.0%) 17 (42.5%) 17 (42.5%) 40

78 stress

Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135

Tabel 31 di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami

stress paling banyak berada pada kelompok kategori usia dewasa

madya (41-60 th) dan dewasa lanjut (61 tahun keatas) dengan jumlah

yang sama (42.5%).

c. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Tabel 32

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Total Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Kategori Stress Stress 15 (15.8%) 36 (37.9%) 26 (27.4%) 18 (18.9%) 95 Tidak stress 13 (32.5%) 16 (40.0%) 8 (20.0%) 3 (7.5%) 40 Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135

Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami

stress paling banyak pada kelompok responden dengan tingkat tamat

79

d. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 33

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Total Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Kategori Stress Stress 18 (26.5%) 17 (25.0%) 0 (0%) 0 (0%) 33 (48.5%) 68 Tidak stress 3 (4.5%) 13 (19.4%) 3 (4.5%) 3 (4.5%) 45 (67.2%) 67 Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135

Tabel 33 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang

mengalami stress bekerja sebagai petani (67.2%).

e. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Kategori

Hipertensi

Tabel 34

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Kategori Stress Stress 67 (70.5%) 28 (29.5%) 95 Tidak stress 25 (62.5%) 15 (37.5%) 40 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%) 135

80

Tabel 34 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden yang

mengalami stress berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (65.7%).

f. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Lama Menderita

Tabel 35

Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Kategori Stress Stress 75 (78.9%) 19 (20.0%) 1 (1.1%) 95 Tidak stress 26 (65.0%) 4 (10.0%) 10 (8.1%) 40 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135

Tabel 35 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

mengalami stress sudah menderita hipertensi selama 1-5 tahun

81

BAB V

PEMBAHASAN

A. Gambaran Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden pada penelitian ini adalah usia,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama waktu menderita hipertensi,

kategori hipertensi, dan komplikasi. Pembahasan hasil penelitian didasarkan

pada hasil analisis univariat dan bivariat di Bab IV Hasil Penelitian.

1. Usia

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia responden

terbanyak adalah rentang 41 sampai 60 tahun dengan presentase 60.7%.

Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati76 juga menyatakan bahwa umur adalah faktor risiko yang paling tinggi pengaruhnya terhadap kejadian

hipertensi.

Umur merupakan faktor risiko kuat yang tidak dapat dimodifikasi.

Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan seiring bertambahnya usia,

kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan

dan enam puluhan.52 Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun

paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan

oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Apabila

82

perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya

hipertensi.51, 52 2. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin

responden terbanyak adalah laki-laki dengan presentase 59.3%. Black

dan Izzo77 yang menyebutkan bahwa tingkat kejadian hipertensi akan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan pada usia di bawah

55 tahun.

Beberapa ahli masih mempunyai kesimpulan berbeda tentang hal

ini. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat

angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah

didapatkan angka prevalensi hipertensi sebesar 6,0% untuk pria dan

11,6% untuk wanita. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat sebesar

18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di

Jakarta didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.78

Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Bustan yang

menyatakan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi

dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen

pada wanita.21 Hormon estrogen berperan dalam regulasi tekanan darah, berhentinya produksi estrogen akibat proses penuaan berdampak pada

83 3. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden dengan

tingkat pendidikan tamat SD/Sederajat memiliki presentase terbanyak

yaitu sebesar 38.5%. Hubungan antara pendidikan dengan tekanan darah

pada penelitian Febby59 ada hubungan yang bermakna (p = 0,042). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yusida79 yang menemukan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian hipertensi

dengan nilai p = 0,023 dan OR = 1,721. Hal ini juga sejalan dengan hasil

Riskesdas6 yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkatan

pendidikan. Tingginya angka hipertensi pada responden yang memiliki

tingkat pendidikan rendah ini dimungkinkan karena tingkat pengetahuan

dan pemahaman yang dimiliki oleh responden juga kurang tentang

hiepertensi. Saputro pada penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi

dengan kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi.

4. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan

responden terbanyak adalah sebagai petani sebesar 57.8%. Hal ini juga

sejalan dengan hasil Riskesdas6 yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada masyarakat dengan pekerjaan sebagai

petani/buruh/nelayan. Sigarlaki20 pada penelitianya juga mendapatkan hasil bahwa responden hipertensi paling banyak adalah pada petani dengan

84

pekerjaan sebagai petani akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi

yang rendah, yang mungkin berkontribusi pada tingginya angka stress

pada subjek penelitian.

5. Kategori hipertensi, lama waktu menderita hipertensi dan komplikasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden

terbanyak adalah kategori hipertensi tingkat 1 dengan presentase sebesar

68.1%, sedangkan kategori tingkat 2 sebesar 31.9%. Kemudian hasil

penelitian dari lawa waktu responden menderita hipertensi menunjukkan

bahwa responden paling banyak sudah menderita hipertensi antara 1

sampai 5 tahun, dengan presentase sebesar 74.8%. Tidak ada responden

yang menyatakan memiliki komplikasi penyakit selain hipertensi. Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori

hipertensi tingkat 1 mayoritas sudah menderita selama 1 sampai 5 tahun

(73.9%). Responden yang memiliki kategori tingkat 2 sebagian besar juga

sudah menderita selama 1 sampai 5 tahun (76.7%).

Pada penelitian ini, peneliti tidak menggambarkan antara kategori

hipertensi, lama waktu menderita hipertensi dan komplikasi dengan

kejadian hipertensi. Peneliti lebih memprioritaskan untuk mengetahui

sebaran kategori hipertensi di subjek penelitian yang akan digunakan

sebagai dasar tindak lanjut dari penelitian ini, misalnya pemberian

penyuluhan kesehatan tentang pencegahan hipertensi melalui pengendalian

faktor risiko hipertensi.

85

Gaya Hidup responden pada penelitian ini adalah kebiasaan makanan,

kebiasaan merokok, aktifitas fisik, dan stress. Pembahasan hasil penelitian

didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat di Bab IV Hasil

Penelitian.

1. Gaya Hidup : Kebiasaan Makanan

Pada penelitian tentang kebiasaan makanan responden ini menilai

kebiasaan konsumsi makanan asin dan makanan berlemak seperti

gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam, dan daging sapi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

kebiasaan makan yang tidak baik dengan presentase 60.0%. Responden

dengan kategori kebiasaan makanan tidak baik berada pada rentang usia

40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan tingkat pendidikan

tamat SMP/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani. Sebagian

besar responden yang memiliki kebiasaan makanan tidak baik berada pada

hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita hipertensi

pada rentang 1 sampai 5 tahun.

Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan kebiasaan

makanan tidak baik terbagi dalam semua kategori rentang usia dewasa,

dengan presentase terbanyak sebesar 55.6% pada rentang usia dewasa

madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara

jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak

sebesar 65.4% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat

pendidikan responden presentase setiap tingkat pendidikan hampir sama,

86

terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pekerjaan responden,

presentase terbesar adalah pada petani sebesar 49.4%. Kemudian

berdasarkan kategori hipertensi responden yang memiliki kebiasaan

makanan tidak baik sebesar 72.8% pada hipertensi tingkat 1, dan terdapat

perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu menderita hipertensi,

yaitu sebesar 76.5% pada kategori 1 sampai 5 tahun.

Terdapat 2 pertanyaan tentang kebiasaan konsumsi makanan

responden. Pertanyaan pertama menilai apakah responden mengkonsumsi

makanan asin dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih.

Sebagian besar responden menyatakan mengkonsumsi dengan presentase

sebesar 77%. Pertanyaan kedua menilai apakah responden mengkonsumsi

makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam,

daging sapi dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih. Sebagian

besar responden menyatakan mengkonsumsi dengan presentase sebesar

64.4%.

Hasil penelitian ini sebanding dengan peneltian Aris19 yang menyatakan sering mengkonsumsi asin merupakan faktor risiko terjadinya

hipertensi. Aris juga menyatakan kebiasaan sering mengkonsumsi lemak

jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Penelitian Agnesia29 juga menyatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi garam

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi, tetapi berbeda

pada kebiasaan konsumsi lemak, oleh karena nilai p tidak < 0,05, maka

kebiasaan konsumsi lemak tidak signifikan sebagai faktor risiko

87

mengonsumsi makanan asin lebih cenderung menderita hipertensi

dibandingkan subjek penelitian yang tidak pernah mengonsumsi makanan

asin, tetapi hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara

kebiasaan mengonsumsi makanan lemak jenuh dengan kejadian hipertensi.

Suoth31 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat. Selanjutnya nilai koefisien

korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,495 menunjukkan bahwa kekuatan

korelasi yaitu cukup.

Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa lebih banyak

responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik. Data

karakteristik dan gemografi responden menunjukkan hasil responden

mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kelompok paling

banyak adalah tamat SD/sederajat (38.5%), dan tamat SMP/sederajat

(25.2%). Tidak ada responden yang memiliki tingkat tamat

Sarjana/Diploma, bahkan untuk responden dengan tingkat tamat

SMA/sederajat cukup sedikit (15.6%). Hasil ini sejalan dengan masyarakat

desa yang identik dengan tingkat pendidikan rendah. Masyarakat yang

berpendidikan rendah berkaitan dengan rendahnya kesadaran untuk

berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan

kesehatan.79 Saputro82 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi dengan

kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi. Rendahnya tingkat

88

pengetahuan serta kepatuhan dalam menjalani gaya hidup yang baik untuk

penderita hipertensi.

Garam khususnya kandungan sodium di dalamnya berkontribusi

pada peningkatan tekanan darah. Konsumsi sodium akan mengaktifkan

mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat dan menstimulasi

terjadinya retensi air yang berakibat pada peningkatan tekanan darah.80 Kemudian adanya keterkaitan antara konsumsi lemak jenuh dengan

kejadian hipertensi. Konsumsi makanan tinggi lemak, khususnya lemak

jenuh merupakan salah satu faktor risiko hipertensi.81 Lemak jenuh tidak menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low

Density Lippoprotein).82 Kolesterol tinggi merupakan faktor risiko utama atherosklerosis yang merupakan penyebab masalah kardiovaskuler

termasuk hipertensi.81

2. Gaya Hidup : Aktifitas Fisik

Pada penelitian tentang kebiasaan aktifitas fisik responden ini

menilai kebiasaan olah raga secara rutin serta waktu yang digunakan

dalam setiap olah raga tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hampir tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang

memiliki kebiasaan atifitas fisik yang cukup dan yang tidak cukup.

Responden dengan kategori aktifitas fisik yang cukup memiliki presentase

yang sedikit lebih tinggi sebesar 50.4%, sedangkan responden yang

memiliki kategori kebiasaan aktifitas fisik yang tidak cukup sebesar

49.6%. Responden dengan kategori kebiasaan aktifitas fisik tidak cukup

laki-89

laki dan tingkat pendidikan tamat SMA/sederajat, serta memiliki pekerjaan

sebagai petani. Sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan

aktifitas tidak cukup berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar

juga telah menderita hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun.

Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan kebiasaan

aktifitas fisik tidak cukup terbagi dalam semua kategori rentang usia

dewasa, dengan presentase terbanyak sebesar 44.8% pada rentang usia

dewasa madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan

antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak

sebesar 64.2% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat

pendidikan responden presentase setiap tingkat pendidikan hampir sama,

presentase terbesar pada tingkat tamat SMA/sederajat sebesar 31.3%,

tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pekerjaan responden,

presentase terbesar adalah pada petani sebesar 47.2%. Kemudian

berdasarkan kategori hipertensi responden yang memiliki kebiasaan

makanan tidak baik sebesar 65.7% pada hipertensi tingkat 1, dan terdapat

perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu menderita hipertensi,

yaitu sebesar 65.7% pada kategori 1 sampai 5 tahun.

Terdapat 2 pertanyaan tentang aktifitas fisik responden. Pertanyaan

pertama menilai apakah responden terbiasa berolah raga secara rutin 2-3

kali setiap minggu. Sebagian besar responden menyatakan melakukannya

dengan presentase sebesar 50.4%. pertanyaan kedua menilai apakah

90

berolah raga. Sebagian besar responden menyatakan melakukannya

dengan presentase sebesar 50.4%.

Hasil peneltian Febby59 menyatakan tidak teratur olah raga terbukti adanya hubungan yang bermakna dengan hipertensi, orang yang tidak

teratur berolah raga memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 44,1 kali

dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olah raga teratur.

Aris19 juga menyatakan dalam penelitianya jika tidak biasa olah raga dibandingkan dengan kebiasaan olah raga ideal, maka tidak biasa olah

raga terbukti sebagai faktor risiko hipertensi. Suoth31 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup :

aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kolongan

Kecamatan Kalawat. Selanjutnya nilai koefisien korelasi Spearman rho (r)

sebesar 0,584 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu kuat.

Pada penelitian ini mendapatkan hasil responden dengan kategori

aktifitas fisik cukup sedikit lebih banyak. Data karakteristik dan demografi

responden menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden bekerja

sebagai petani (57.8%). Sangat sedikit responden yang menyatakan tidak

bekerja (2.2%) atau sebagai pensiunan (2.2%). Masyarakat desa

pegunungan sangat identik dengan pekerjaan sebagai petani, dikarena

kondisi geografis yang sangat mendukung untuk melakukan perkejaan di

perkebunan atau peternakan. Anwas80 megemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau

memelihara ternak. Pada pekerjaanya petani lebih sering aktif untuk

91

melakukan aktivitas secara teratur diketahui sangat efektif dalam

mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%.

Hal ini bisa menjadi faktor dimana tidak terlalu banyak responden pada

penelitian ini yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup.

Menurut Syatria64 olah raga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah. Latihan fisik (olah raga) yang adekuat dapat menurunkan

risiko penyakit kardiovaskuler dan semua penyebab mortalitas, termasuk

hipertensi.81 Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifkan antara responden yang memiliki kebiasaan aktifitas fisik (olah

raga) yang cukup dan tidak cukup. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh

pekerjaan responden yang juga sebagian besar adalah sebagai petani,

dimana seorang petani memiliki aktifitas fisik yang lebih aktif bergerak

dalam pekerjaanya.

3. Gaya Hidup : Merokok

Pada penelitian tentang kebiasaan merokok responden ini

menilai apakah saat dilakukan peneltian responden adalah seorang

perokok, kebiasaan jumlah rokok yang dikonsumsi, adakah anggota

keluarga yang merokok, dan sering atau tidaknya terpapar dengan asap

rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki kategori tinggi paparan asap rokok dengan presentase 80.0%.

Responden dengan kategori tinggi paparan asap rokok berada pada rentang

usia 40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan tingkat

pendidikan tamat SD/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani.

92

berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita

hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun.

Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan tinggi

paparan asap rokok terbagi dalam semua kategori rentang usia dewasa,

dengan presentase terbanyak sebesar 67.6% pada rentang usia dewasa

madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara

jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak

sebesar 61.1% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat

pendidikan responden terdapat perbedaan yang cukup sifgnifikan,

presentase terbesar pada tingkat tamat SD/sederajat sebesar 43.5%, serta

pada pekerjaan responden presentase terbesar adalah pada petani sebesar

57.4%. Kemudian berdasarkan kategori hipertensi responden yang

memiliki kebiasaan merokok tidak baik sebesar 72.2% pada hipertensi

tingkat 1, dan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu

menderita hipertensi, yaitu sebesar 77.8% pada kategori 1 sampai 5 tahun.

Terdapat 4 pertanyaan tentang kebiasaan merokok responden.

Pertanyaan pertama menilai apakah responden saat ini seorang perokok.

Sebagian besar responden menyatakan saat ini bukan seorang perokok

dengan presentase sebesar 51.1%. Pertanyaan kedua menilai apakah

responden mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 2 bungkus setiap

hari. Sebagian besar responden menyatakan tidak dengan presentase

sebesar 76.3%. Pertanyaan ketiga menilai apakah keluarga responden ada

yang merokok. Sebagian besar responden menyatakan ada dengan

93

sering terpapar asap rokok. Sebagian besar responden menyatakan sering

terpapar dengan presentase sebesar 60.0%.

Hasil penelitian Febby59 menyatakan berdasarkan hasil uji statistik antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah didapat ada

hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tekanan

darah. Akan tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

Retnowati83 didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini sebanding

dengan penelitian Roslina84 yang menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Aris19 juga menyatakan untuk perokok berat terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki kebiasaan merokok yang buruk sebagai perokok atau

terpapar asap rokok. Data karakteristik dan demografi menunjukkan

bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang

rendah. Hal ini berhubungan kembali dengan masyarakat yang

berpendidikan rendah berkaitan dengan rendahnya kesadaran untuk

berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan

kesehatan.79 Rendahnya kesadaran masyarakat ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan masyarakat desa tidak memperhatikan bahaya

merokok yang menjadi salah satu faktor risiko hipertensi. Hasil penelitian

Jatmika76 yang dilakukan pada masyarakat pedesaan menunjukkan sebesar 56,67% responden beranggapan bahwa merokok sangat baik dipakai untuk

94

responden setuju bahwa tidak ada orang yang meninggal karena merokok,

maka merokok tidak perlu dilarang. Sebesar 30% responden setuju bahwa

Dokumen terkait