• Tidak ada hasil yang ditemukan

57 15% menjelang 11 menit, setelah 9 menit berikutnya 80% sel telur terpenetrasi

Dalam dokumen Prof. Dr. Ir. Trinil Susilawati, M.S. Press (Halaman 76-80)

Kemungkinan besar spermatozoa melebur seluruhnya pada saat pertama kali menyentuh zona pellusida. Setidaknya beberapa spermatozoa memulai dan me-nyelesaikan reaksi akrosom 10-15 menit saat bersentuhan dengan zona. Semua fakta tersebut kelihatannya mengindikasikan bahwa spermatozoa berkapasitasi dan mengalami reaksi akrosom secara tepat.

4. Faktor penyebab alami reaksi akrosom

Sel telur landak laut diselubungi selaput tipis glycoprotein yang disebut dengan lapisan vitelline dan masih diselubungi lagi dengan lapisan jelly yang tebal. Lapisan vitelline tersebut homolog dengan zona pellusida dari sel telur mammalia, sedangkan jelly tersebut homolog dengan sel-sel kumulus dari mammalia. Pada banyak spesies landak laut, reaksi akrosom terjadi saat spermatozoa menyentuh jelly atau saat spermatozoa melewatinya. Secara biokimia, jelly adalah campuran glycoprotein dan polimer sulfat fucose. Reaksi akrosom terjadi karena jelly mengandung sulfa, sedangkan mekanismenya masih belum jelas. Pengikatan komponen-komponen jelly yang aktif pada protein selaput plasma spermatozoa menyebabkan perubahan permeabilitas ion kalsium temporer.

Faktor yang menyebabkan reaksi akrosom pada mammalia tampaknya adalah kumulus oophorus dan atau zona pelusida. Pada waktu spermatozoa menempel pada zona pellusida kemudian mengalami reaksi akrosom, karena materi-materi pada zona memicu terjadinya reaksi akrosom dengan eisien. Satu dari tiga glikoprotein zona yaitu ZP3 yang mengikat selaput plasma di luar pembungkus akrosom. Rantai polypeptida dalam molekul ZP3 tampaknya berfungsi sebagai pemicu dari reaksi akrosom.

Apakah kumulus oophorus mempunyai kemampuan untuk memicu terjadinya reaksi akrosom masih kontroversial, Adanya kumulus pada media yang kekurangan albumin dapat meningkatkan keberhasilan pembuahan, akan tetapi tidak ada bukti yang jelas tentang pengaruh sel kumulus terhadap reaksi akrosom, akan tetapi kemungkinan komponen kumulus mengawali terjadinya reaksi akrosom dan komponen ini bekerjasama dengan zona untuk menyele-saikan reaksi akrosom.

58

reaksi akrosom landak laut dapat dipacu dengan bahan kimia dan isika, sedang-kan mamalia dapat mengalami reaksi akrosom tanpa adanya sel telur dan materi yang berhubungan dengan sel telur (Misal sel kumulus dan zona). Bahan-bahan yang secara langsung atau tidak langsung merubah permeabilitas membran akrosom terhadap ion-ion (Misal Ca++ dan Na++), sehingga spermatozoa yang berkapasitasi mengalami reaksi akrosom.

Reaksi akrosom diinduksi oleh bertemunya reseptor membran sperma-tozoa dengan ZP3, salah satu protein dalam ZP3 adalah galaktosil transferase 1 (GaLT-1), suatu enzim intra membranosa yang memiliki lokasi aktif di per-mukaan dan selanjutnya akan mengikat residu karbohidrat pada ZP3. Setiap ZP3 dapat mengikat dua atau tiga molekul GaLT-1 (Miller et al , 1992). Ikatan tersebut mengaktifkan G-protein spesiik pada membran spermatozoa serta phospholipase C (PLC) yang mengakibatkan depolarisasi membran, sehingga membukanya channel Ca2+. Kondisi ini akan meningkatkan konsentrasi Ca2+

dalam sitoplasma dan pH meningkat, sehingga vesikula akrosom mengalami eksositosis (Shi et al , 2001; Florman et al , 1998) Selanjutnya beberapa kom-ponen signal transduksi yang berperan dalam inisiasi reaksi akrosom yaitu G protein, inositol-3,4,5 triphosphat (IP3) dan reseptor IP3, Phospholipasi C, Ca2+, saluran Ca2+ (channel Ca2+/tipe T) yang sensitif terhadap permeabilitas membran sel (Florman et al, 1998).

Eksositosis dari vesikula akrosom melepaskan bermacam-macam protease, sehingga melisiskan Zona Pellusida. Enzim ini menimbulkan suatu lubang/pori yang akan dilewati spermatozoa sehingga sapat masuk ke membran sel telur (Shi et al, 2001)

4. Mekanisme Reaksi Akrosom

Spermatozoa landak laut tidak mengalami kapasitasi seperti pada mamma-lia, spermatozoa siap membuahi sel telur setelah keluar dari pejantan. Pada kebanyakan spermatozoa dari spesies landak laut mengalami reaksi akrosom di dalam jelly sel telur. Jelly sel telur yang diduga berinteraksi dengan reseptor selaput plasma melewati dua lintasan parallel. Salah satunya adalah lintasan yang tak bergantung ion kalsium yang mengarah pada peningkatan pH intraselluler lewat arus masuk Na++ dan arus keluar H+. Satunya adalah depolarisasi selaput yang bergantung pada ion Ca++ dan peningkatan pH intraselluler yang

meng-59

hasilkan arus besar-besaran ion Ca++ ekstraselluler. Ion Ca++ yang berpenetrasi pada selaput plasma memicu penggabungan antara plasma dan selaput akrosom terluar, mencapai puncaknya dalam suatu eksositosis kandungan akrosom. Meski konsentrasi cAMP intraselluler dari spermatozoa landak laut dalam kondisi yang mendukung reaksi akrosom dan hubungan yang pasti antara cAMP dengan reaksi akrosom belum jelas.

Gambar 4.6. Tahapan hilangkan ion kalsium selama proses kapasitasi dan reaksi akrosom menggunakan pewarnaan CTC (Susilawati, 2000)

Arus masuk nya ion Ca++ merupakan tahap penting dari reaksi akrosom spermatozoa mammalia. Jelas sekali bahwa semua komponen yang berada di dalam dan di luar akrosom terlibat langsung pada proses reaksi akrosom. Untuk menjalani reaksi akrosom pada waktu dan tempat yang tepat, maka spermatozoa mammalia harus dapat bertahan hidup lama. Konsentrasi ion K+ intraselluler dijaga tetap tinggi dan konsentrasi ion Ca++ dan Na+ intraselluler dijaga tetap rendah, hal ini sangat penting untuk kelangsungan hidup spermatozoa dan perlindungan spermatozoa dari reaksi akrosom dini. Semua ini dilakukan oleh ikatan membran Na+ - K+ ATP ase (yang memompa ion Na+ keluar dan ion K+

ke dalam sel) dan Ca++ -ATP ase ( yang memompa Ca++ keluar dari sel). Selama kapasitasi, lapisan permukaan makromolekul spermatozoa dilepas atau diru-bah, sehingga protein-protein membran intrinsik (termasuk zona atau reseptor kumulus dalam selaput plasma spermatozoa diatas akrosom) menjadi berubah. Pelepasan tersebut menyebabkan protein membran intrinsik dapat bergerak lebih bebas di dalam lapisan ganda lipida. Lapisan ganda lipida sendiri merubah susunan molekulernya selama kapasitasi yang dilakukan oleh faktor-faktor en-dogen dan eksogen. Albumin merupakan satu dari faktor-faktor eksogen yang bertanggung jawab pada pengorganisasian kembali lipida-lipida membran saat

60

spermatozoa kapasitasi menyentuh kumulus atau zona.

Gambar 4.7. Mekanisme molekuler pada proses reaksi akrosom Glicosaminoglicans sel kumulus atau glicoprotein zona pellusida mengikat reseptor. Zona atau reseptor kumulus ini berupa protein pembawa ion Ca++, reseptor membantu difusi ion Ca++ ekstra selluler. Arus masuk ion Ca++ besar-besaran menonaktifkan Na+-K+-ATP ase, sehingga meningkatkan konsentrasi ion Na+ intraselluler. Hal ini menyebabkan arus keluar ion H+ (melalui pem-buluh balik Na+/H+) yang menyebabkan pH intra selluler naik. Ion Ca++ yang telah berpenetrasi akan bekerja dengan atau tanpa calmodulin pada selaput plasma. Ion Ca++ membantu penggabungan antara kedua membran dengan perlekatan pada phospolipid dan memicu pemisahan phospoliphid membran. Phospholidase-phospholidase aktif menyerang phospolipid-phospolipid un-tuk menghasilkan produk-produk gabungan (misalnya asam arachidonic dan phospholipid). Saat membran akan bergabung atau telah bergabung, ion Ca++ masuk dan ion H+ keluar dari matrik akrosom. Hal ini menyebabkan perubahan proacrosin menjadi akrosin aktif secara enzim dan mendispersi akrosom yang mengandung enzim-enzim lainnya.

Spermatozoa mammalia memulai reaksi akrosomnya secara spontan dalam media kapasitasi spermatozoa, hal ini disebabkan oleh (a) Aktivasi

spon-61

Dalam dokumen Prof. Dr. Ir. Trinil Susilawati, M.S. Press (Halaman 76-80)

Dokumen terkait