• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.3. Menuju Adopsi IFRS di Indonesia

Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:

1. Full Adoption yaitu suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.

2. Adopted yaitu program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2008. Adopted maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.

3. Piecemeal yaitu suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.

4. Referenced (konvergence) yaitu sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.

5. Not adopted at all yaitu suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.

Rencana peralihan kiblat akuntansi pelaporan keuangan Indonesia ke standar keuangan Internasional atau IFRS dikhawatirkan memunculkan suatu dilema bagi pelaku pasar modal apabila tidak adanya aturan penyesuaian baru yang dilakukan oleh semua otoritas lembaga keuangan termasuk Bapepam-LK, Bank Indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak (Ketua Bapepam-LK dalam www.kompas.com). Melihat kondisi tersebut, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) menyatakan belum memiliki rencana untuk adopsi penuh IFRS, seperti dikutip seusai berbicara “Seminar Tantangan Pasar Modal Indonesia Dalam Menghadapi Integrasi Pasar Modal ASEAN Melalui Keterbukaan Informasi dan Penetapan IFRS (2013)” dibawah ini:

Kebijakan Indonesia adalah untuk tetap menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) sendiri dan melakukan konvergensi GAAP tersebut dengan IFRS secara bertahap dengan cara meminimalkan perbedaan signifikan antara kedua standar tersebut. Indonesia tidak memiliki suatu rencana pun atau skedul waktu untuk mengadopsi IFRS secara penuh.

Di sisi lain, dalam acara yang sama, sebagaimana dikutip dari situs www.iaiglobal.or.id dan www.ifrs.org, Hans Hoogervorst (IASB Chairman) mengatakan perlunya adopsi IFRS secara penuh seperti pada kutipan sambutannya berikut ini :

...sangat penting untuk memahami bahwa manfaat penuh penggunaan IFRS hanya bisa dinikmati jika Anda mengadopsinya secara penuh. Untuk investor asing, akan menjadi sangat sulit bagi mereka membedakan perbedaan kecil dengan perbedaan yang besar. Jika suatu negara (juridiksi) tidak menyatakan bahwa negara tersebut telah mengadopsi IFRS secara penuh, investor mungkin akan berfikir bahwa perbedaan yang muncul bisa jadi lebih besar dari yang sebenarnya terjadi. Jika Anda telah mampu mengatasi semua masalah saat mengadopsi 95% IFRS, yakinlah bahwa Anda masih harus menyelesaikan sisa 5%-nya. Jika tidak, Anda akan mengalami pening kepala akibat transisi tersebut tanpa mendapatkan manfaat penuh dari pengakuan internasional terhadap pencapaian Anda. (Prianto,Budi : 2013)

Pernyataan DSAK-IAI yang mempertegas bahwa Indonesia berada pada tahap konvergensi terus menyusun program kerja DSAK sebagai berikut :

1. Melanjutkan komitmen proses konvergensi IFRS; a. Adopsi IFRSs terbaru;

b. Revisi SAK berbasis IFRS per 1 Januari 2009 menjadi per 1 Januari 2014;

c. Target Annual Improvements SAK berbasis IFRS per 1 Januari 2009 menjadi per 1 Januari 2014.

2. Penyusunan kajian atas isu akuntansi terkini;

a. Kajian penyusunan SAK Nirlaba; Mempertimbangkan kebutuhan SAK Nirlaba bagi entitas nirlaba di Indonesia dan melihat perbandingan SAK Nirlaba yang diterapkan di yurisdiksi lain b. Kajian kebutuhan pilar akuntansi baru di Indonesia dengan

Umum dan SAK ETAP yang saat ini berlaku dan melihat kebutuhan pedoman akuntansi bagi entitas mikro

3. Melanjutkan komitmen partisipasi aktif dalam forum regional dan global;

a. Aktif berpartisipasi dan berkontribusi dalam forum regional dan internasional termasuk ikut serta dalam forum: Asian-Oceanian Standard Setters Group (AOSSG); Emerging Economies Group (EEG); International Forum of Accounting Standard Setters (IFASS); World Standard Setters (WSS)

b. Aktif mengangkat isu akuntansi Indonesia, untuk didiskusikan di forum regional dan internasional;

4. Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan konsistensi penggunaan istilah;

5. Memberikan komentar dan masukan untuk Exprosure Draft dan Discussion Paper IASB;

Program konvergensi IFRS ini dilakukan melalui beberapa tahapan yakni tahap adopsi mulai 2008 sampai 2011 dengan persiapan akhir penyelesaian infrastruktur dan tahap implementasi pada 2012. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK–IAI) telah menetapkan roadmap. Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan-perusahaan listing di BEI menggunakan sepenuhnya IFRS, melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional atau PSAK. Namun pada tahun 2010 adopsi IFRS sangat dianjurkan,

Efektif < 2010 • 3 PSAK • 1 ISAK • 9 PPSAK • 1 PISAK Efektif 2011 • 16 PSAK • 6 ISAK • 1 PPSAK Efektif 2012 • 11 PSAK • 12 ISAK • 3 PPSAK Efektif 2013 • 22 PSAK • 1 ISAK • 2 PPSAK Efektif 2014&2015 • 4 PSAK • 9 Revisi PSAK • 4 ISAK (2014) • 1 PPSAK (2014) • Penyesuain SAK sedangkan pada tahun 2012, Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan DSAK merencanakan untuk menyusun/merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IAS/IFRS versi 1 Januari 2009.

Gambar 2.2

Roadmap IFRS di Indonesia

Sumber : Martani, Dwi (2015)

Berdasarkan IFRS FAQs, konvergensi PSAK ke IFRS memiliki manfaat sebagai berikut: Pertama, memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan standar akuntansi keuangan yang dikenal secara internasional. Kedua, meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. Ketiga, mengurangi biaya SAK termasuk menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. Keempat, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Kelima, Meningkatkan kualitas laporan keuangan termasuk meningkatnya kredibilitas laporan dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.

Tabel 2.2 SAK Konvergensi

Standar Akuntansi Keuangan Tanggal Efektif Tahun 2007

PSAK 13 (revisi 2007): Properti Investasi

1 Januari 2008 PSAK 16 (revisi 2007): Aset Tetap

PSAK 30 (revisi 2007): Sewa

Tahun 2008

PSAK 14 (revisi 2008): Persediaan 1 Januari 2009

Tahun 2009 PSAK 26 (revisi 2009): Biaya Pinjaman

1 Januari 2010, penerapan lebih dini di anjurkan SAK ETAP 1 Januari 2011, penerapan lebih dini di anjurkan PSAK

PSAK 2 ( revisi 2009): Laporan Arus Kas

1 Januari 2011 PSAK 5 (Revisi 2009): Segmen Operasi

PSAK 7 (revisi 2009): Pihak-pihak Berelasi

PSAK 12 (Revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

PSAK 25 (Revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

PSAK 56 (Revisi 2009) : Laba Per Saham

PSAK 57 (Revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi

PSAK 58 (Revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

ISAK

ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas Serupa

ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

ISAK 11: Distrubusi Aset Nonkas kepada Pemilik ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas : Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

Mengikuti PSAK nya

PPSAK

PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32:Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi pandapatan jasa telekomunikasi dan PSAK 37: Akuntansi penyelenggaraan jalan tol

1 Januari 2010 PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK

43 Akuntansi Anjak Piutang

PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Rekstrukturisasi Utang Piutang Bermasalah

PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31:Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana

PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06 : Interpretasi atas paragraf 12 dan 16 PSAK 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak Dalam Mata Uang Asing.

Tahun 2010 PSAK

PSAK 10 (revisi 2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing

1 Januari 2012, penerapan dini diperbolehkan PSAK 19 (revisi 2010): Aset Takberwujud

PSAK 22(revisi 2010): Kombinasi Bisnis PSAK 23 (revisi 2010): Pendapatan

PSAK 63 (revisi 2010) : Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi

ISAK

ISAK 13: Lindung Nilai Investasi Neto Kegiatan Usaha Luar Negeri

1 Januari 2012, penerapan dini diperbolehkan ISAK 14: Aset tidak berwujud- Biaya Situs Web 1 Januari 2011

Tahun 2013 ISAK

ISAK 27 : Pengalihan Aset dari Pelanggan

1 Januari 2014 Penerapan dini diperkenankan ISAK 28 : Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen

Ekuitas

ISAK 29 : Biaya Pengupasan Lapisan Tanah Tahap Produksi pada Tambang

Terbuka

PPSAK

PPSAK 12 : Pencabutan PSAK 33

1 Januari 2014 Penerapan dini diperkenankan

PSAK

PSAK 1 (Revisi 2013) : Penyajian Laporan Keuangan

1 Januari 2015 PSAK 3 (revisi 2010): Laporan Keuangan Interim (PH)

PSAK 4 (Revisi 2013) : Laporan Keuangan Tersendiri PSAK 15 (Revisi 2013) : Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama

PSAK 18 (revisi 2011): Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya.

PSAK 8 (revisi 2010): Peristiwa setelah Tanggal Neraca PSAK 46 (revisi 2013) : Pajak Penghasilan

PSAK 48 (revisi 2014) : Penurunan Nilai Aset

PSAK 50 (revisi 2014) : Instrumen Keuangan: Penyajian PSAK 55 (revisi 2014) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran

PSAK 24 (revisi 2013) : Imbalan Kerja PSAK 36 (revisi 2011) : Kontrak Konstruksi

PSAK 60 (revisi 2014) : Pengungkapan Instrumen Keuangan PSAK 61 (revisi 2011) : Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah

PSAK 65 (revisi 2013) : Laporan Keuangan Konsolidasian PSAK 66 (revisi 2013) : Pengaturan Bersama

PSAK 67 (revisi 2013) : Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain

PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar ED PSAK

ED PSAK 53 (revisi 2010): Pembayaran Berbasis Saham ISAK

ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa

ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai Sumber : Dwi Martani (2015)

Dokumen terkait