• Tidak ada hasil yang ditemukan

اعﻮﻂﺘ ةاﻴﻜا لاﺤ ﺾﻮعلاﺒ ﻚﻴلمﺘلا ﺪﻴﻔﻴ ﺪقع

D. Kewarisan terhadap anak Angkat

2. Menurut Hukum Islam

bilateral menurut Qur’an dan hadis khususnya dalam masalah cucu dengan menafsirkan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 33, yang diuraikan dalam beberapa garis hukum, sebagai berikut :

a. Dan bagi setiap orang kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi) harta peninggalan ibu bapaknya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu).

b. Dan bagi setiap orang kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi) harta peninggalan aqrabunnya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu).

c. Dan bagi setiap orang kami (Allah) telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi ) harta peninggalan tolan seperjanjiannya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu).

d. Maka berikanlah kepada mereka warisan mereka

Dengan demikian menurut ajaran bilateral Hazairin yang dianut oleh Sajuti Thalib beserta murid-muridnya dikenla adanya lembaga bij plaatsvervulling atau penggantian ahli waris.

Kalau disamping cucu perempuan tadi anak perempuan dari orang yang meninggalkan warisan maka mereka bersama-sama mendapatkan dua pertiga bagian dari harta warisan terdapat pada gambar 1.

Gambar 1

P B

A Keterangan gambar:

A : cucu dari anak laki-laki B : anak perempuan

Apabila ada dua atau lebih anak perempuan maka mereka mendapatkan dua pertiga bagian dan cucu perempuan tidak mendapatkan apa-apa seperti gambar II.

Gambar II.

P

B C A

Keterangan

A : cucu perempuan dari laki-laki (tidak mendapatkan apa-apa)

B dan C : dua orang anak perempuan mendapatkan dua pertiga dari harta warisan Gambar III

P

B A

Keterangan gambar

A : cucu perempuan dan anak laki-laki tidak mendapat warisan B : anak laki-laki mendapatkan warisan seluruhnya

Mahmud Yunus berpendapat sebagai berikut:

“Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) tidak mendapat pusaka kalau ada anak laki-laki, begitu kalau ada dua orang anak perempuan. Kalau cucu perempuan itu mempunyai saudara laki-laki maka ia menjadi ashabah, artinya keduanya mendapat pusaka

dari harta pusaka sesudah dibagikan yang mendapat bagian. Untuk laki-laki dua bagian dari perempuan.149

Bahwa cucu anak laki-laki dari anak perempuan dan cucu perempuan dari anak perempuan, dan cucu laki-laki dari cucu perempuan dari anak laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki, semuanya itu dinamakan Zawil Arhaam. Menurut Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Abu Bakar, Umar, Usman serta beberapa Taba’in, bahwa Zahwil Arham itu baru mendapat pusaka bila tidak ada lagi ahli waris yang berhak fara’id maupun ashabah, sedangkan menurut zaid bin Tsabil, bahwa Zawil Arham itu tidak mendapatkan pusaka dari pewaris. Bilamana orang yag meninggal tidak memnpunyai ahli waris, baik yang berhak faraa’id (Ashabul Furud) dan Ashabah maka harta pusakanya diserahkan kepada baitul mal (kas Negara dalam Negara Islam) pendapat tersebut disetujui oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan lain-lain.150

Zaid bin Tsabid berkata:

“Cucu laki-laki dan cucu perempuan kelahiran anak laki-laki, melalui anak laki-laki sederajad dengan anak, jika tidak ada anak laki-laki yang masih hidup. Cucu laki-laki seperti anak laki cucu perempuan seperti anak perempuan, mereka mewarisi dan menghijab seperti anak dan tidak mewarisi cucu bersama denga anak laki-laki” (diriwayatkan oleh Al-Bukhari)151

Cucu melalui anak perempuan baik laki-laki jenisnya maupun perempuan baru berhak tampil sebagai ahli wari apabila:

a. Sudah tidak ada Ashabul Furudh (orang yang berhak faraa’id) atau ashabah sama sekali.

b. Apabila ashabul furudh yang mewarisi bersama-sama dengan Zawil Arhaam itu salah seorang suami istri maka salah seorang suami istri mengambil bagian yang lebih dahulu, baru kemudian sisanya diterima leh mereka. Sisa itu tidak boleh diraddkan kepada salah seorang suami istri selama masih ada Zawil Arham. Sebab meraddkan sisa lebih kepada salah seorang suami istri dikemudiankan dari pada menerimakan kepada Zawil Arhaam.152

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut di atasa adalah cucu baik laki-laki maupun merempuan melalui anak perempuan tidak berhak mewarisi. Cucu melalui anak laki-laki pun tidak berhak mewarisi apabila masih ada anak laki-laki yang masih hidup, alasan ini yang membuat Wirjni Prodjodikoro dan yang lain mengemukakan pendapat, bahwa tidak dikenal ahli waris pengganti (bij plaatsvervulling) menurut hukum Islam. Lain halnya menurut pendapat Sajuti Thalib yang mendasarkan argumentasi atau pendapat beliau pada ajaran kewarisan bilateral menurut Al-qur’an dan hadis khusus dalam masalah cucu yang mendalilkan pendapatnya kepada Surah An-Nisaa’ ayat 33.

Sajuti Thalib menafsirkan Surah An-Nisaa’ ayat 33 yang dipisah-pisahkan menjadi empat garis hokum sebagai berikut:

a. Dan bagi setiap orang Allah telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi) harta peninggalan ibu-bapaknya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu).

b. Dan bagi setiap orang Allah telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi) harta peninggalan aqrabunnya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu).

149 Mahmud Yunus, Turutlah Hukum Kewarisan dalam Islam, (Jakarta:Al-Hidayah, 1968), p. 10.

150 Kas negara tersebut diIndonesia mungkin sama dengan Balai Harta Peninggalan (BHP).

151 Hazairin. Hendak kemana Hukum Islam, Jakarta: Tintamas, 1960.

152 Fatchur Rachman. Ilmu Waris, Bandung: Al Ma’arif. 1975.p.45

c. Dan bagi setiap orang Allah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) dari (untuk mewarisi) harta peninggalan handai tolan seperjanjiannya yang tadi akan mewarisi harta peninggalan itu).

d. Maka berikanlah kepada mereka warisan mereka.

Dari penjabaran yang diintroduks oleh Sajuti Thalib tersebut dapat dijadikan contoh di bawah ini.

1. Ada seseorang meninggal dunia meninggalkan harta peninggalan dan ahli waris sebagai berikut:

Gambar I (contoh) HP Rp. 18.000.000,00

P

A B

C D E F

Keterangan gambar

P : seseorang yang meninggal dunia meninggalkan harta peninggalan Rp. 18.000.000,00 dan ahli waris.

A : anak laki-laki yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari P, Tetapi A meninggalkan C = seorang anak laki-laki (cucu dari P), D= seorang anak perempuan (cucu dari P), B= anak perempuan Dari P yang telah meninggal lebih dahulu dari P,B meninggalkan

E = seorang anak laki-laki (cucu dari P) dan F= seorang anak perempuan, yaitu cucu dari P.

Maka menurut surah An-nisaa: 33 pembagiaannya menjadi, sebagai berikut: A dan B mendapatkan bagian 2:1.

Karena A sudah meninggal, bagiaanya digantika oleh C dan D banding 2;1 sedangkan bagian B diberikan kepada E dan F sebagai ahli waris penggganti berbanding 2:1.

Jadi, C = 2

3𝑥2

3𝑥𝑅𝑝 18.000.000,00 = 𝑅𝑝. 8.000.000,00 D = 1

3𝑥2

3𝑥𝑅𝑝 18.000.000,00 = 𝑅𝑝. 4.000.000,00 E = 2

3𝑥1

3𝑥𝑅𝑝 18.000.000,00 = 𝑅𝑝. 4.000.000,00 F = 1

3𝑥1

3𝑥𝑅𝑝 18.000.000,00 = 𝑅𝑝. 2.000.000,00

Jumlah bagian C+D+E+F = Rp. 8.000.000,00 + Rp. 4.000.000,00 + Rp. 4.000.000,00 + Rp. 2.000.000,00 = Rp. 18. 000,000,00 (delapan belas juta rupiah) atau seluruh harta.

Gamabar II (contoh)

P

A B

C D

Keterangan Gamabar

C dan D cucu perempuan melalui anak laki-laki dari P sedangan B adalah anak laki-laki dari P maka bagiannya adalah A dan B masing-masing ½ sedangan bagian A diberikan kepada C dan D masing-masing ¼ (seperempatnya).

Gambar III (contoh) HP Rp. 18.000,00

B C

D E Keterangan gambar

A = Pewaris telah meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris saudara laki-laki kandung bernama B

C = Saudaraa perempuan kandung pewaris yang telah meninggal dunia lebih

Dari pewaris meninggalkan pula anak atau keponakan dari pewaris, yaitu D dan E.

Pembagiannya menurut asas bilateral adalah B dan C seluruh harta (2:1).

B = 2

3𝑥𝑅𝑝 18.000,00 = 𝑅𝑝. 12.000,00 C =2

3𝑥2

3𝑥𝑅𝑝 18.000,00 = 𝑅𝑝. 8.000,00 diberikan kepda D dan E berbanding 2:1 Jadi bagian B + D + E = Rp. 12.000,00 + Rp. 4.000,00+ Rp.2.000.000

= Rp. 18.000,00 (seluruh harta peninggalan) Gambar IV (Contoh)

A B C D

X

X Keterangan gambar:

Pewaris tidak meninggalkan anak-anak beserta keturunannya, sedangkan bapak dan ibu sudah meninggal pula demikian juga tidak ada lagi suami atau istri maka datuk dan nenek pihak bapak menggantikan bapak, sedangkan datuk dan nenek pihak ibu menggantikan ibu.

Bagiannya adalah datuk dan nenek pihak bapak mendapat 2

3 𝑥 𝐻𝑃 A

P

Dibagi pula antara datuk nenek berbanding 2:1

Sedangkan datuk dan nenek pihak ibu menggantikan ibu dalam hal 1/3 dibagi pula 2:1. Selanjutnya bagian mereka adalah sebagai berikut:

A mendapat 2

3𝑥2

3= 4

9 (empat persembilan) B mendapat 1

3𝑥2

3= 2

9 ( dua persembilan) C mendapat 2

3𝑥1

3= 2

9 ( dua persembilan) D mendapat 1

3𝑥1

3= 1

9 ( sepersembilan) Bagian seluhnya A + B + C + D = 4

9+2

9+2

9+1

9=9

9= 1

Dengan demikian menurut ajaran Hazairin (bilateral) yang dianut oleh Sajuti Thalib beserta para murid-muridnya dikenal lembaga bij plaatsvervulling atau penggantian ahli waris.

Sedangankan menurut ajaran Syafi’I (patrilineal) dikenal juga penggantian sepanjang cucu melalui anak laki-laki bila tidak ada anak laki-laki yang bukan ayah dari cucu tersebut masih hidup.