• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Fiqih mengenai Wasiat Wajibah

اعﻮﻂﺘ ةاﻴﻜا لاﺤ ﺾﻮعلاﺒ ﻚﻴلمﺘلا ﺪﻴﻔﻴ ﺪقع

B. Tinjauan Fiqih mengenai Wasiat Wajibah

Kaidah fikiah merupakan kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fikih.

Dengan bantuan kaidah fikh semakin tampak jelas hukum baru yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syariat Islam dan dengan mudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya.

Persoalan baru semakin banyak tumbuh dalam masyarakat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Maka diperlukan kunci berpikir guna memecahkan persoalan masyarakat sehingga tidak menjadi berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Hal demikian dapat terjadi karena kaitan permasalahannya dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah (hadis) Rasulullah semakin jelas kemana hubungannya. Pada makalah ini, penulis membahas tentang teori tawabi dalam kaidah fikih.

Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan tanpa menuntut imbalan atau tabarru' . Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan madzhab Hanafi yang mengatakan wasiat adalah tindakan seseorang yang memberikan haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik merupakan kebendaan maupun manfaat secara suka rela tanpa imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang menyatakan wasiat tersebut.

Sedangkan Al-Jaziri, menjelaskan bahwa dikalangan mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki memberi definisi wasiat secara rinci, wasiat adalah suatu transaksi yang mengharuskan

95 ‘Abd Al-Rahim Al-Kisyka, Al-Miras Al- Muqaran, Baghdad, tp.1969. hlm. 103.

96 Ahmad Rafiq, op. cit, p.184.

orang yang menerima wasiat berhak memiliki sepertiga harta peninggalan orang yang menyatakan wasiat setelah ia meninggal dunia. Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (pasal 171 huruf f). Wasiat wajibah dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam timbul untuk menyelesaikan permasalahan antara pewaris dengan anak angkatnya dan sebaliknya anak angkat selaku pewaris dengan orang tua angkatnya.

Dalam kewarisan Islam menurut ulama fiqih ada tiga faktor yang menyebabkan seorang saling mewarisi yakni karena hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan yang sah dan hubungan perwalian. Anak angkat dalam hal ini tidak termasuk dalam tiga faktor diatas.

Dalam arti bukan suatu kerabat atau satu keturunan dengan orang tua angkatnya, oleh karena itu antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak berhak saling mewarisi satu sama yang lain. Ketentuan wasiat dalam hukum Islam adalah paling banyak 1/3 bagian dari harta warisan, dalam hal hibah dan wasiat tidak ditentukan secara khusus kepada siapa saja yang berhak menerimanya.

Dalam hal ketentuan wasiat wajibah yang terdapat dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam ayat 2 dijadikan dasar Hakim sebagai rasa keadilan. Karena anak angkat tersebut statusnya hidup bersama keluarga angkatnya, yang mana keseharian anak angkat itu ikut membantu kepada orang tua agkatnya selama masa hidupnya.

Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang bagian 1/3 yang diperuntukan kepada kerabat yang bukan sebagai ahli waris yaitu dijelaskan dalam Surat An-Nisa’ ayat 8 :

ا َر َِ ًََإ َشَضَح َةَمّْسِقْنا ُأ ًَُن َبْشُقْنا ْن ًََا َما ََ َّ َْ َت ِكاَّسَمْن ًََا َُْن ُقُصْساَف ْم ٌَُى ُوْنِم َُ ًََق ٌَُن ٌا ْمُيَن َق ا ًَ ٌَ ْن ُشْعَم ا ًَ ًف

Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat,97anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya)13 dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS. An-Nisa’ ay at 8).98

Kata wasiat diambil dari kata (ةّيصو – يّصوي – ىّصو) yang berarti menyampaikan kepada atau berwasiat. Secara terminologis, wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat wafat. Sebagian ahli fiqih mendefinisikan wasiat sebagai pemberian hak kepemilikan secara sukarela yang dilakukan setelah ia wafat.99

Sementara di kalangan ulama fikih dikenal dengan istilah al-Washiyyah al-Wajibah (wasiat wajib) yaitu suatu wasiat yang diperuntukkan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara’ misalnya, berwasiat kepada ibu atau ayah yang beragama non muslim, karena beda agama menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan.100

Dalam undang-undang hukum wasiat Mesir, wasiat wajibah diberikan terbatas kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal dunia lebih dahulu dan mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan disebabkan kedudukannya sebagai zawil arham atau terhijab oleh ahli waris lain.101

97Kerabat di sini maksudnya: kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.

98 Lembaga Lajnah Penerjemah Al-Qur’an, op. cit, p. 115

99 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjemahkan Nor Hasanuddin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), Juz. 4, 467.

100 Dahlan Abdul Aziz , Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, p. 1930.

101 Ahmad Zahari, Tiga versi Hukum Kewarisan Islam. Syafi’i, Hazairin dan KHI, (Pontianak: Romeo Grafika, 2006) p.98

Adapun dasar hukum disyariatkannya wasiat adalah kitabullah, sunnah, dan ijma ulama.

Ayat-ayat yang menjelaskan dasar hukum wasiat adalah firman Allah yang berbunyi:

كرت نإ توملا مكدحا رضح اذا مكيلع بتك نيقتملا ىلع اقح فورمملاب نيبرقلْا و نيدلولل ةيصولا اريخ

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

(al-Baqarah: 180)

مكريغ نم نارخآ وا مكنم لدع اوذ نانثا ةيصولا نيح توملا مكدحأ رضح اذا مكنيب ةدهش اونمآ نيذلا اهيأ اي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu....” (al-Maidah: 106)

Sebagaimana juga dalam Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menjelaskan tentang wasiat ini adalah:

ةبوتكم هتيصو و لاإ نيتليل تيبي هيف يصوي ئيش هل ئرما قح ام ملس و هيلع الله ىلص يبنلا لاق لاق رمع نبا نع هدنع

“Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya.”102)

Hadis ini menjelaskan bahwa wasiat yang tertulis dan selalu berada di sisi orang yang berwasiat merupakan suatu bentuk kehati-hatian, sebab kemungkinan orang yang berwasiat wafat secara mendadak.

Keberadaan wasiat dalam sistem hukum keluarga Islam, terutama dihubungkan dengan hukum kewarisan tentu memiliki kedudukan yang sangat penting. Urgensi wasiat semakin terasa keberadaannya dalam rangka mengawal dan menjamin kesejahteraan keluarga atau bahkan masyarakat.

Dengan hukum waris, ahli waris terutama dzawil furûdl- terlindungi bagian warisnya, sementara dengan wasiat, ahli waris di luar dzawil furûdl, khususnya dzawil arhâm dan bahkan di luar itu sangat dimungkinkan mendapatkan bagian dari harta si mayit. Kecuali itu, melalui wasiat, hak pribadi (perdata) seseorang untuk menyalurkan sebagian hartanya kepada orang (pihak) lain yang dia inginkan, tidak menjadi terhalang meskipun berbarengan dengan itu dia harus merelakan bagian harta yang lainnya untuk diberikan kepada ahli waris yang telah ditentukan Allah SWT.

Sehubungan dengan arti penting dari kedudukan wasiat dalam hukum keluarga Islam di tengah-tengah keluarga muslim, ini mudah dimengerti jika beberapa Negara Islam yang

102 Bukhârî, 1992, Al-Bukhârî, Beirut: Dar al-Fikr, Juz II, p.149

memasukkan diktum “wasiat wajibah” dalam undang-undang kewarisannya, salah satunya Republik Arab Mesir dengan Undang-Undang No. 71 tahun 1946.103

Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukkan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara’. Misalnya, berwasiat kepada ibu atau ayah yang beragama non-Islam, karena perbedaan agama menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan; atau cucu yang tidak mendapatkan harta warisan disebabkan terhalang oleh keberadaan paman mereka, anak angkat yang tidak termasuk ahli waris tetapi jasa dan keberadaannya sangat berarti bagi si mayit104.