Penghitungan IHK tersebut menggunakan metode Laspeyers yang dikembangkan
(modified Laspeyers) karena dalam rumusan indeksnya menggunakan kuantum
yang tetap sesuai tahun dasar. Rumusan Indeks Laspeyers dituliskan sebagai
berikut:
∑
∑ %
∑
(2.1)
dimana :
In = Indeks bulan ke-n
Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n
Po = Harga jenis komoditi tahun dasar
Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar
dengan pertimbangan teknis pengolahan dari penghitungan IHK, maka
rumusan Indeks Laspeyers diatas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga
menghasilkan rumusan indeks sebagai berikut:
%
∑ (2.2)
dimana :
In = Indeks bulan ke-n
Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n
Po = Harga jenis komoditi tahun dasar
Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar
P
(n-1) = Harga jenis komoditi bulan ke- (n-1)
Tahapan untuk menghitung inflasi dimulai dengan menghitung relatif harga
(RH), kemudian menghitung nilai konsumsi (NK), menghitung IHK, dan terakhir
menghitung angka inflasi untuk masing-masing kota. Dari masing-masing kota
ditimbang untuk mendapatkan angka inflasi nasional.
Menurut BPS, penghitungan inflasi di Indonesia dilaksanakan di 66 kota
dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan kemudian dikelompokan menjadi 7
kelompok utama yaitu:
1. Bahan Makanan
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
3. Perumahan
4. Sandang
5. Kesehatan
7. Transportasi dan Komunikasi
Komponen penghitungan IHK adalah:
1. Tahun Dasar
Periode dasar atau tahun dasar adalah periode waktu tertentu yang dipakai
sebagai dasar perbandingan. Pengukuran IHK sampai dengan bulan maret
1998 menggunakan periode 1988-1989 sebagai tahun dasar. Sedangkan sejak
April tahun 1998 menggunakan periode tahun 1996 sebagai periode dasar dan
sejak Januari 2004 sudah menggunakan tahun 2002 sebagai periode dasar.
Sejak Juni 2008 tahun dasar yang dipakai untuk penghitungan inflasi adalah
2007.
2. Data Harga
Harga yang dipilih dalam pengumpulan data harga konsumen adalah harga
eceran, yaitu harga transaksi secara tunai yang terjadi antara penjual
(pedagang eceran) dan pembeli (konsumen langsung).
3. Paket komoditas
Adalah sejumlah komoditi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di suatu
kota yang digunakan sebagai acuan dalam penghitungan indeks. Paket
komoditas diperoleh dari suatu survei pengeluaran rumahtangga yang
mencakup seluruh pengeluaran konsumsi untuk komoditi. Survei tersebut
adalah Survei Biaya Hidup (SBH).
4. Diagram Timbangan
Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah
Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan makanan.
Setelah diperoleh IHK, maka inflasi dapat diketahui. Penghitungan inflasi
menggunakan persamaan sebagai berikut:
(2.3)
Dimana merupakan inflasi yang terjadi pada periode t, merupakan IHK
pada periode t sedangkan merupakan IHK pada periode sebelumnya.
Inflasi terjadi apabila perubahan IHK bernilai positif, apabila perubahannya
bernilai negatif maka disebut terjadi deflasi.
2.2 Tinjauan Studi Terdahulu
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi telah banyak
dilakukan. Pada Tabel 2.1 akan ditampilkan ringkasan penelitian terdahulu
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Inflasi.
NO NAMA
PENELITI
JUDUL
PENELITIAN
DATA DAN
METODE
HASIL
PENELITIAN
1 Permana,
2004
Analisis
Faktor-faktor Penentu
Laju Inflasi dilihat
dari Sisi
Penawaran dan
Ekspektasi
Adaptif dalam
Rezim Nilai Tukar
Mengambang
Bebas
-Indonesia, data
tahun 1993-2004
-Model regresi
berganda OLS
Harga BBM dan
harga beras tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
inflasi, sedangkan
nilai tukar
berpengaruh secara
signifikan terhadap
inflasi.
2 Trihadmini,
2004
Analisis
Determinan Inflasi
di Indonesia
Periode
1988-2002
- Indonesia, data
tahun 1988-2002
- Model Persamaan
Simultan
Ekspektasi inflasi dan
inflasi impor
berpengaruh terhadap
inflasi.
3 Krisnawati,
2006
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi
Tingkat Inflasi di
Indonesia.
- Indonesia
(1983-2004 dan
1997-2004)
- Multicointegration
Output gap sangat
berpengaruh terhadap
inflasi di Indonesia
periode 1983-2004
sedangkan periode
1997-2004 yang
berpengaruh terhadap
inflasi adalah
disequilibrium pasar
uang.
4 Mardianti,
2006
Analisis Inflasi di
Indonesia dari Sisi
Permintaan Uang
- Data Indonesia
periode 1990:
kuartal 1 sampai
2005: kuartal 3
- Error Correction
Model (ECM)
Inflasi Indonesia
periode t-1,
perubahan broad
money, perubahan
nilai tukar periode t-1
dan t-2, berhubungan
positif dengan inflasi
di Indonesia.
5 Devi, 2006 Analisis Inflasi di
Indonesia
- Indonesia, data
tahun 2000-2005
- Model OLS
PDB, nilai tukar dan
jumlah uang beredar
secara serentak
mempunyai hubungan
secara signifikan
terhadap inflasi,
secara parsial nilai
tukar dan jumlah
uang beredar
mempunyai hubungan
positif dan
berpengaruh secara
signifikan terhadap
inflasi.
6 Apriani,
2007
Analisis Dampak
Guncangan Harga
Minyak Dunia
Terhadap Inflasi
dan Output di
Indonesia: Periode
1990-2006
- Indonesia, data
tahun 1990-2006
- Model VAR
dilanjutkan dengan
VECM
Guncangan harga
minyak dunia
berhubungan positif
dengan inflasi,
output, jumlah uang
beredar dan nilai
tukar riil.
7 Budiarti,
2008
Pengaruh
Kenaikan Harga
Bbm Terhadap
Indeks Harga
Konsumen (Ihk)
Masing-Masing
Kelompok Barang
Dan Jasa Di Kota
Banda Aceh
Tahun 1998-2008
-Kota Banda Aceh,
data tahun
1998-2008
-Model VAR
Kenaikan harga BBM
berhubungan positif
dengan inflasi umum
dan inflasi untuk
masing-masing
komoditi barang dan
jasa.
8
Sultan, 2011
Inflation in
Kingdom of Saudi
Arabia: A Bound
Test Analysis
-Arab Saudi
-Model
Cointegration
dengan VECM
Inflasi di dunia
ekonomi, tingkat nilai
tukar dan money
supply adalah faktor
utama yang
mempengaruhi inflasi
di Saudi Arabia.
9 Dwiantoro,
2004
Analisis
Determinan Inflasi
di Indonesia
dengan
Engle-Granger Error
Correction Model
-Indonesia
-Model
Eagle-Granger Error
Correction Model
(EG-ECM)
GDP riil berpengaruh
negatif terhadap
inflasi dan inflasi
harapan berpengaruh
positif terhadap
tingkat inflasi dalam
jangka panjang.
10 Monfort and
Pena, 2008
Inflation
Determinant in
Paraguay: Cost
Push versus
Demand Pull
Factors
-Paraguay
-Model
Cointegration
dengan pendekatan
VAR
Jumlah uang beredar
berpengaruh dalam
inflasi jangka panjang
sedangkan harga luar
negeri/ harga
beberapa produk
makanan dan indeks
upah punya pengaruh
dalam jangka pendek
Penelitian ini berdasarkan penelitian Permana (2004). Persamaan penelitian
ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia dari sisi penawaran. Sedangkan perbedaannya
terletak pada cakupan tahun, variabel yang digunakan dan metode analisis yang
digunakan. Periode tahun dalam penelitian Permana adalah data kuartalan dari
tahun 1993-2004 sedangkan dalam penelitian ini periode yang digunakan adalah
data bulanan dari tahun 1998-2010.
Variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah harga BBM dan
harga beras sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel harga minyak
dunia dan indeks harga komoditi pangan dunia. Metode yang digunakan dalam
penelitian terdahulu adalah regresi berganda Ordinary Least Square (OLS)
sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis Vector Error Correction
Model (VECM).
2.3 Kerangka Pemikiran Operasional
Guncangan penawaran yang negatif berupa bencana alam telah
menyebabkan kegagalan panen dan terjadinya kelangkaan komoditi pangan.
Kelangkaan pangan akan berimbas pada naiknya harga komoditi pangan.
Disamping itu adanya krisis energi yang mulai melanda di tahun 2005 yang
dimulai dengan berkurangnya pasokan minyak dunia berimbas pada kenaikan
harga minyak dunia. Di Indonesia, kenaikan harga minyak dunia diikuti oleh
kenaikan harga bahan bakar minyak oleh pemerintah. BBM yang merupakan input
produksi sehingga kenaikan harganya akan meningkatkan biaya produksi. Supaya
tidak mengalami kerugian, maka produsen akan menaikkan harga jual produknya
ke konsumen sehingga akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga di
masyarakat. Semakin mahalnya harga-harga membuat buruh berusaha menuntut
kenaikan upah supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenaikan upah ini
akan meningkatkan biaya produksi dan sekali lagi akan membuat produsen
menaikkan harga jual produknya. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar
akan membuat harga bahan baku impor menjadi mahal sehingga akan membebani
biaya produksi. Kerangka pemikiran di atas dapat disajikan dalam Gambar 2.3.
Krisis Pangan Dunia
dan Domestik
Krisis energi Dunia
‐ Harga minyak dunia
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran
ik
Harga BBM naik
Harga Pangan Naik
Biaya Produksi Naik
UMR
Cost Push Inflation
Exchange rate
-harga bahan baku
impor naik.
Inflasi
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder berupa data
bulanan periode 1998-2010. Variabel, data, satuan dan sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Variabel, Data yang Digunakan dan Sumbernya
Data (Variabel) Data yang digunakan Satuan Sumber Data
Inflasi (INF) Angka inflasi bulanan Indeks Badan Pusat
Statistik (BPS)
Harga minyak
dunia (P_OIL)
Data harga minyak dunia
per bulan
$US/barel International
Monetary Fund
(IMF)
Indeks harga
komoditi pangan
dunia (IHP)
Data indeks harga dari 55
komoditi pangan dunia.
Indeks Food
Agricultural
Organization
(FAO)
Exchange Rate
(KURS)
Data nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika
Serikat per bulan
$US/Rupiah Bank Indonesia
Expected inflation
(EXP_INF)
Data inflasi bulan
sebelumnya (I
t-1)
Indeks BPS
Tingkat upah (W) Rata-rata upah riil per
bulan per pekerja di
bawah mandor/supervisor
sektor manufaktur
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan data dunia yaitu
harga minyak dunia dan indeks harga komoditi pangan dunia. Penggunaan data
harga minyak dunia berdasarkan beberapa penelitian yang menganalisis dampak
harga minyak dunia terhadap inflasi yaitu penelitian Purwanti (2011) dan
penelitian Apriani (2007), sedangkan penggunaan variabel indeks harga komoditi
pangan dunia disebabkan indeks harga komoditi pangan Indonesia tidak tersedia
dalam bulanan dan menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Rahardja (2011)
menyatakan bahwa kenaikan satu persen harga komoditi pangan dunia akan
meningkatkan sebesar satu persen harga komoditi pangan di Indonesia.
Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 tahun yaitu
dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008 per bulan, sehingga terdapat sebanyak
156 unit observasi. Dengan periode waktu tersebut, maka dapat digunakan analisis
time series, agar dapat menggambarkan hubungan jangka panjang antar variabel.
3.2. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan
penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika.
3.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan
gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat
dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam
penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu
1998-2010 dan juga digunakan untuk menggambarkan perkembangan variabel
harga minyak dunia, tingkat upah buruh, exchange rate dan indeks harga pangan
dunia.
3.2.2. Analisis Ekonometrika
Analisis ekonometrika yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan model
pada penelitian yang dilakukan oleh Dwiantoro (2004) dan Permana (2004). Studi
Dwiantoro menggunakan analisis Engle-Granger Error Correction Model dan
studi Permana menggunakan analisis regresi berganda Ordinay Least Square
(OLS) sedangkan dalam penelitian ini akan menggunakan analisis Vector Error
Correction Model karena data yang digunakan tidak semua stasioner pada level
dan terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel tersebut.
3.2.2.1. Uji Stasionaritas
Dalam menerapkan uji deret waktu (time series) disyaratkan stasionaritas
dari series yang digunakan. Untuk itu, sebelum melakukan analisis lebih lanjut,
perlu dilakukan uji stasionaritas terlebih dahulu terhadap data yang digunakan.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil dan
random error sama dengan nol, sehingga model regresi yang diperoleh memiliki
kemampuan prediksi yang handal dan menghindari timbulnya regresi lancung
(spurious regression). Secara operasional suatu data series dikatakan stasioner
apabila data tersebut tidak mengandung unsur trend. Disamping itu, syarat yang
harus dipenuhi suatu data series sehingga dapat dikatakan stasioner apabila
mempunyai kondisi sebagai berikut:
1. Rata-rata tetap (constant) tidak terpengaruh oleh jalannya waktu (invariant with
respect to time).
2. Variasi data tetap (variance to be constant) untuk seluruh series data.
3. Covariance antar nilai dari waktu yang berbeda tergantung dari jarak nilai (time
lag) bukan pada posisi waktu dimana covariance tersebut dihitung.
Secara statistik, ketiga kondisi series yang stasioner di atas dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Rata-rata : (3.1)
Variance : (3.2)
Covariance: (3.3)
dimana Y adalah data observasi, adalah rata-rata konstan dari variabel Y,
merupakan varians konstan dari variabel Y, t menunjukkan waktu, p menunjukkan
jarak nilai (time lag) dan , kovarians (atau otokovarians) pada keterlambatan k
adalah kovarians antara nilai dan yaitu antara dua nilai , terpisah
sebanyak periode.
Untuk mendeteksi apakah suatu series data stasioner atau tidak secara visual
dapat dilihat plot/grafik data observasi terhadap waktu. Apabila kecenderungan
fluktuasinya di sekitar nilai rata-rata dengan amplitudo yang relatif tetap atau
tidak terlihat adanya kecenderungan (trend) naik atau turun maka dapat dikatakan
stasioner. Penggunaan grafik sangat tergantung pada kejelian dan pengalaman
peneliti, untuk itu secara formal dilakukan uji statistik guna lebih meyakinkan
peneliti. Uji stasionaritas yang akhir-akhir ini banyak digunakan adalah uji
akar-akar unit (unit roots test). Dalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan
adalah uji akar unit (Unit Roots Test) dengan metode Augmenterd Dickey Fuller
Test (ADF test) dengan alasan bahwa ADF Test telah mempertimbangkan
kemungkinan adanya autokorelasi pada error term jika series yang digunakan non
stasioner.
Uji Akar-akar Unit
Uji stasioneritas akan dilakukan dengan metode ADF dan PP sesuai dengan
bentuk trend deterministik yang dikandung oleh setiap variabel. Hasil series
stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar.
Sementara series nonstasioner akan berimplikasi pada dua pilihan yaitu VAR
yaitu VAR dalam bentuk differens atau VECM.
Pengujian stasionaritas secara teori dan prakteknya menggunakan tiga
asumsi dasar yaitu tidak adanya trend dan konstanta, adanya konstanta, adanya
trend dan konstanta. Dalam menentukan uji statistik dan hipotesis alternatif yang
sesuai diperlukan pengujian adanya trend pada data deret waktu. Pengujian trend
ini dilakukan untuk menghasilkan uji unit root yang lebih powerfull. Langkah
awal yang dilakukan adalah dengan melihat adanya trend pada data dengan
menggunakan grafik. Pengujian yang lebih formal dapat dilakukan dengan
memeriksa signifikansi adanya trend pada data deret waktu. Selanjutnya, dalam
memilih uji statistik yang sesuai dalam mendeteksi adanya unit root, hal pertama
yang dilakukan adalah meneliti adanya perubahan struktural (structural change)
agar tidak terjadi pengambilan keputusan yang bias.
Adanya perubahan struktural ini berarti nilai parameter estimasi tidak sama
dalam periode penelitian, dengan kata lain perubahan struktural ini akan
menyebabkan adanya perbedaan intercept (konstanta) atau slope, ataupun
kemungkinan adanya perbedaan pada intercept maupun slope dalam garis regresi.
Untuk mendeteksi adanya perubahan struktural ini dapat dilakukan dengan
melihat fluktuasi data dengan grafik. Adanya perubahan struktural dapat
menyebabkan data terlihat seperti tidak stasioner, sehingga dalam perhitungan
akan mengarah pada penerimaan hipotesis nol yang salah.
Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller (DF), dasar uji
stasioner data dengan akar unit dapat dijelaskan melalui persamaan:
: ,
: ,
, dimana (3.4)
Dimana adalah koefisien otoregresif dan adalah residual yang bersifat
random atau stokastik dengan rata-rata nol, varian konstan dan nonautokorelasi.
Residual yang seperti itu disebut white noise. Jika pada persamaan (3.4), ,
maka dikatakan bahwa variabel random Y mempunyai unit root. Jika data
mempunyai unit root maka data tersebut bergerak secara random walk sedangkan
yang random walk bersifat tidak stasioner.
Dalam bentuk hepotesis dapat ditulis:
(series mengandung unit root)
(series tidak mengandung unit root)
Dari persamaan 3.4, dapat ditulis juga dalam bentuk:
∆
: ,
,
: ,
: ,
∆
: ,
,
Dimana ∆ dan , sehingga bentuk hipotesis menjadi :
(series mengandung unit root)
(series tidak mengandung unit root)
Langkah-langkah uji akar-akar unit dengan menggunakan metode ADF Test
adalah sebagai berikut:
1. Misalkan terdapat persamaan sebagai berikut:
di mana adalah koefisien otoregesif, adalah white noise error term yang
mempunyai rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak
mengandung autokorelasi. Jika , maka dapat dinyatakan bahwa variabel
mempunyai akar unit. Dalam istilah ekonometrika, series yang memiliki akar unit
disebut ‘random walk’.
Dalam bentuk hipotesis menjadi:
(series mengandung unit root)
(series tidak mengandung unit root)
2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama),
Dimana ∆ dan , sehingga bentuk hipotesis menjadi :
(series mengandung unit root)
Jika , maka persamaan di atas dapat ditulis:
∆
Persamaan ini menunjukan bahwa turunan pertama dari series yang random walk
( ) adalah sebuah series stasioner dengan asumsi bahwa adalah benar-benar
random.
3. Setelah didapat persamaannya, prosedur pengujian adalah dengan menghitung
terlebih dahulu nilai statistik ADF.
Statistik uji:
Dengan melihat nilai dari statistik ADF yang merupakan koefisien otoregresifnya,
dapat diketahui apakah series mengandung unit roots atau tidak. Jika nilai ADF
( ) lebih kecil dari nilai kritis Tabel Mackinnon dengan derajat bebas
maka ditolak atau dapat dikatakan bahwa series telah stasioner. Jika
data asli dari suatu series saling berintegrasi atau data sudah stasioner, maka data
tersebut berintegrasi pada order 0 atau dilambangkan dengan I(0). Selanjutnya,
jika data baru stasioner dan saling berintegrasi pata turunan pertama, maka data
terebut berintegrasi pada order 1 atau I(1). Begitu seterusnya sampai didapatkan
data yang stasioner pada order d atau I(d).
3.2.2.2. Pemeriksaan Lag Optimal
Uji lag merupakan salah satu prosedur penting yang harus dilakukan
dalam pembentukan model karena uji kointegrasi, VAR dan VECM sebagai uji
lanjutan sangat peka terhadap panjang lag. Pemilihan lag seringkali dilakukan
secara arbiter (trial and error) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Namun
dalam pemilihan lag, selain mempertimbangkan optimalitas seharusnya juga
memperhatikan adanya kemungkinan korelasi antar residual dan penurunan
degree of freedom dari persamaan yang dihasilkan dan jumlah parameter yang
diestimasi menjadi semakin banyak sehingga menjadi tidak efisien (Enders,
2004).
Untuk memperoleh panjang selang yang tepat akan dilakukan 3 bentuk
pengujian secara bertahap. Pada tahap pertama akan dilihat panjang selang
maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai
inverse roots karakteristik AR polinominalnya. Suatu sistem VAR dikatakan
stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan
semuanya terletak di dalam unit circle.
Pada tahap kedua, panjang selang optimal akan dicari dengan
menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat selang yang terpilih
adalah panjang selang menurut kriteria Likelihood ratio (LR), Final Prediction
Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion
(SIC), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Jika kriteria informasi
hanya merujuk pada sebuah kandidat selang maka kandidat tersebutlah yang
optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka pemilihan dilanjutkan pada
tahap ketiga.
Pada tahap terakhir, nilai adjusted R
2 variabel VAR dari masing-masing
kandidat selang akan diperbandingkan, dengan penekanan pada variabel-variabel
terpenting dari sistem VAR tersebut. Selang optimal akan dipih dari sistem VAR
dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai adjusted R
2 terbesar pada
variabel-variabel penting di dalam sistem.
3.2.2.3. Uji Kointegrasi
Jika series dari variabel-variabel yang diteliti diketahui memiliki unit roots
dan terkointegrasi pada order tertentu, maka perlu dilakukan uji kointegrasi.
Dengan kata lain, uji kointegrasi dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan
jangka panjang antara dua variabel atau lebih. Jika di antara variabel-variabel
terkait terdapat kointegrasi, berarti terdapat hubungan jangka panjang di antara
variabel-variabel tersebut. Jika variabel X dan variabel Y terintegrasi, maka hasil
regresi antar variabel X dan Y akan menghasilkan residual yang stasioner.
Adapun dua series yang terintegrasi akan memiliki hubungan jangka panjang yang
stabil. Gujarati dalam Zahira (2004) menyatakan bahwa pengujian kointegrasi
hanya valid jika dilakukan pada data asli yang stasioner.
Enders (2004) memberikan catatan penting tentang definisi kointegrasi
sebagai berikut:
1. Kointegrasi merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel yang seriesnya
nonstasioner.
2. Semua variabel yang diuji harus terintegrasi (stasioner) pada order yang sama.
3. Jika X
t mempunyai n komponen, maka dimungkinkan terdapat sebanyak n-1
linearly independent cointegrating vectors, sedangkan jika X
t hanya terdiri atas
dua variabel, dimungkinkan hanya terdapat satu independent cointegrating
Penelitian ini lebih lanjut menggunakan metode Johansen Contegration test
untuk melakukan uji kointegrasi dengan prosedur sebagai berikut:
Misalkan terdapat persamaan Vector Autoregression (VAR) dengan order p
sebagai berikut:
… …
∑ ln
(3.5)
Maka, tahapan-tahapan penerapan pendekatan Johansen untuk kointegrasi adalah:
1. Lakukan autoregressive order p dalam model
2. Lakukan regresi dari ∆ terhadap ∆ , ∆ , …., ∆ dan hasil
residual untuk masing-masing t, dan mempunyai m elemen.
3. Lakukan regresi dari terhadap ∆ , ∆ , …., ∆ dan hasil
residual untuk masing-masing t, dan mempunyai m elemen.
4. Hitung kuadrat dari korelasi canonical antara dan yang dalam hal ini
disebut .
5. Lakukan trace test untuk mengetahui nilai trace
statictics atau likelihood ratio
dengan rumus:
(3.6)
Dimana k = 0,1,…., m-1 dan adalah nilai eigenvalue ke-i. Lambang T
menunjukkan banyak angka dalam periode waktu tersedia dalam data. Zahira
(2004) menyatakan bahwa nilai trace
stat selanjutnya dibandingkan dengan
nilai kritis dari tabel Osterwald-Lenun. Jika nilai tracestat lebih besar dari nilai
kritis dari tabel Osterwald-Lenum, maka H
0 ditolak.
6. Alternatif uji lainnya dengan menggunakan maximum eigenvalue test yaitu
mencari nilai maximum eigenvaluestatistic sebagai berikut:
max
at
atau te atau ter
(3.7)
Nilai max eigenvaluestatselanjutnya juga dibandingkan dengan nilai kritis dari
tabel Osterwald-Lenum.
Trace test dan maximum eigenvalue test dilakukan untuk berbagai
hipotesis nol, seperti : au tidak terdapat hubungan kointegrasi, :
rdapat satu persamaan kointegrasi sampai : dapat
sebanyak (n-1) persamaan kointegrasi antar variabel. Banyaknya persamaan
kointegrasi ini menunjukkan banyaknya kombinasi linier antar variabel yang
stasioner.
3.2.2.4. Metode Vector Autoregressive (VAR)
VAR merupakan salah satu model linear dinamis (MLD) yang sedang
marak digunakan untuk aplikasi peramalan variabel-variabel (terutama) ekonomi
dalam jangka panjang maupun dalam jangka menengah-panjang. Sebagai bagian
dari ekonometrika, VAR merupakan salah satu pembahasan dalam multivariate
time series. VAR model pertama kali diperkenalkan oleh C.A. Sims (1972)
sebagai pengembangan dari pemikiran Granger (1969). Granger menyatakan
bahwa apabila dua variabel misalkan x dan y memiliki hubungan kausal di mana x
mempengaruhi y maka informasi masa lalu x dapat membantu memprediksi y.
VAR model dapat dikatakan sebagai model persamaan simultan karena