• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN

4. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kehadiran Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Mediasi merupakan instrumen efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif). Oleh karena itu, mediasi mendapat kedudukan penting dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008. Di mana hakim diwajibkan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi huku m.139

Perkara yang dapat diupayakan mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan

138

Syahrizal Abbas, Ibid, hal. 328.

139

Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.140

Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat keterbatasan jumlah mediator dan tidak semua pengadilan tingkat pertama mempunyai mediator, maka berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini mengizinkan hakim untuk menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di pengadilan tersebut. Sedangkan mediator nonhakim dapat berpraktik di pengadilan bila memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI.141

140

Lihat Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

141

Lihat Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh hari) sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh hari) tadi. Selama proses mediasi berlangsung , mediator menjalankan perannya untuk menyiapkan jadwal pertemuan mediasi, mendorong para pihak secara langsung untuk ikut serta dalam proses mediasi dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus.

Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi menemui kegagalan atau mencapai kesepakatan kepada ketua majelis hakim. Mediasi dinyatakan gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.142

Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Di mana tindakan tersebut sangat penting dilakukan mediator dalam rangka mempertahankan proses mediasi. Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat Jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian, mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak serta mediator. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dengan masa 40 (empat puluh hari) sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim. Setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim dapat melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

142

Lihat Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

komunikasi yang terbangun dengan baik akan memudahkan proses mediasi selanjutnya.

Pada peran ini, mediator harus dapat menggunakan bahasa-bahasa yang santun, lembut dan tidak menyinggung para pihak, sehingga para pihak komunikasi dua arah yang terbangun secara positif tersebut dapat dimanfaatkan mediator untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak. Peran yang seperti itulah yang dilakukan mediator untuk terciptanya proses mediasi.

Dalam praktiknya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ditemukan sejumlah peran mediator yang muncul ketika proses mediasi berjalan, antara lain :

a. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak;

b. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana yang baik;

c. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan; d. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-menawar;

e. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.143

Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Pasal 5 ditegaskan bahwa dalam menjalankan peranannya, mediator berkewajiban untuk memiliki sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesaian sengketa melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang ahli di bidangnya dan memiliki

143

integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses mediasi.144 Namun mengingat bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 ada ditentukan sanksi,145

B. Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

maka perlu dipertimbangkan ketersediaan dari sumber daya manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik. Oleh sebab itu, peranan mediator tersebut dapat diwujudkan jika ia memiliki sejumlah keahlian yang diperoleh melalui sejumlah pelatihan dan pengalaman dalam menyelesaikan konflik atau sengketa.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Di mana penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak dapat tercapai, maka para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi diharapkan dapat mengurangi perselisihan yang akan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial, oleh sebab itu penyelesaian perselisihan secara damai harus

144

Dikutip dari

145

Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

tetap diupayakan secara maksimal oleh pegawai perantara (mediator) dengan menawarkan berbagai alternatif pemecahan.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai salah satu lembaga pemerintahan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang lebih baik terutama di bidang ketenagakerjaan, memiliki peranan yang penting dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini dikarenakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.146 Dalam hal ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan lah yang memiliki kewenangan untuk menyediakan mediator, sebagai pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara para pihak pengusaha dan pekerja/ buruh. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang termasuk ke dalam kategori facilitatif process.147

146

Lihat Pasal 8 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

147

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengket, berdasarkan sifat dari prosesnya, alternatif penyelesaian sengketa dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu :

a. Facilitatif process; adalah sebuah penyelesaian perselisihan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu (fasilitasi) para pihak menata prosesnya, dari mulai tempat pertemuan, lalu lintas perundingan para pihak, dokumentasi dan sebagainya.

b. Advicory process; adalah sebuah proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga yang netral untuk memberikan saran berdasarkan fakta dan berbagai pilihan penyelesaian yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa.

c. Determination process; adalah suatu proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga membuat keputusan tentang tindakan yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa para pihak.

Proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di mana mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai duduk perkara yang sedang dihadapi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Mediator juga dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk dimintai keterangannya dalam sidang mediasi yang berlangsung. Di mana tercapai kesepakatan melalui mediasi, maka dibuatlah Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Dan jika gagal mencapai kesepakatan melalui mediasi, meditor mengeluarkan anjuran tertulis yang dapat diterima atau pun ditolak oleh para pihak. Jika para pihak tidak menanggapi anjuran tertulis tersebut, maka dianggap menolak anjuran tertulis tersebut, namun jika para pihak menerimanya, mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak untuk membuat Perjanjian Bersama.

Peranan seorang mediator dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dipandang sangat krusial apabila seorang mediator dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antara para pengusaha dengan para pekerja/ buruh. Di mana dalam menjalankan perannya sebagai penjembatan dua kepentingan yang berbeda antara para pihak tersebut, memiliki tujuan agar dapat menghindari semakin kompleks dan rumitnya suatu

perselisihan yang dihadapi, sehingga dapat meminimalisir perselisihan dan mencari formula baru terhadap pengaturan hubungan kerja guna menghindari terjadinya perselisihan hubungan kerja yang sama di kemudian hari.148

Jika masalah tersebut sampai penyelesaiannya melalui proses mediasi, maka mediator menjalankan perannya untuk menjembatani dua kepentingan yang berbeda tersebut. Mediator dalam sidang mediasi dapat memberikan pemahaman beserta anjuran kepada para pihak dengan memberikan penjelasan kepada pihak pekerja mengapa pihak pengusaha mengeluarkan peraturan tersebut, misalnya agar produktivitas kerja dapat berjalan dengan baik maka larangan menikah antar sesama karyawan di dalam satu perusahaan dikeluarkan, karena dianggap dapat mengganggu konsentrasi untuk bekerja. Sebaliknya, mediator juga dapat memberikan penjelasan kepada pengusaha agar dapat memaklumi hal tersebut, misalnya dengan memindahakan salah satu dari mereka di bagian lainnya tetapi masih di bawah perusahaan yang sama. Namun, jika pada akhirnya pengusaha tetap berkeras untuk mempermasalahkan hal tersebut karena dianggap tidak efektif bila pasangan suami Sebagai contoh, misalnya di dalam suatu perusahaan memiliki peraturan bahwa sesama pegawai/ karyawan tidak diperbolehkan untuk menikah, namun tidak dapat dihindari bahwa setiap manusia bisa saja jatuh cinta di mana saja dan kapan saja, termasuk di dalam suatu perusahaan yang sama. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan perselisihan di antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja.

148

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.

isteri bekerja dalam satu perusahaan yang sama dan hal tersebut pada awalnya merupakan isi perjanjian kerja bersama antar para pihak dan sudah disepakati, maka mediator memberikan pilihan-pilihan penyelesaiannya dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Walaupun pada akhirnya pekerja yang melanggar aturan tersebut diberhentikan, pengusaha harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, misalnya tetap membayar uang pesangon.149

Untuk dapat menjalankan perannya dalam menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda tersebut, seorang mediator harus memilki kemampuan-kemampuan yang baik, misalnya mampu membangun komunikasi yang baik dengan para pihak yang berselisih, karena dalam praktik banyak ditemukan ada para pihak malu dan segan untuk mengungkapkan persoalan dan kepentingan mereka dan sebaliknya ada juga pihak yang terlalu berani menyampaikan pokok perselisihan dan tuntutannya sehingga kadang-kadang dapat menyinggung pihak lain. Oleh karena itu, mediator harus mampu mengendalikan komunikasi para pihak, agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar.150

Dalam proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sidang mediasi untuk mempertemukan para pihak yang berselisih dilakukan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan. Dalam waktu 10 (hari) sejak pertemuan terakhir dilakukan, mediator harus sudah ada membuat anjuran tertulis yang kemudian akan

149

Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.

150

diterima atau ditolak oleh para pihak, sehingga tidak membuang-buang waktu dan dapat dilanjutkan kepada proses penyelesaian perselisihan lainnya apabila anjuran tertulis tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak.151

A. Contoh Kasus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Di mana mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan.

BAB IV

TINGKAT KEBERHASILAN MEDIATOR DALAM

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI

DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan riset dengan cara wawancara kepada beberapa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Dari hasil riset, penulis mendapatkan informasi-informasi bahwa sampai saat ini terdapat 18 (delapan belas) orang mediator yang bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Kemudian penulis juga mendapatkan informasi bahwa dari Januari 2010 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2010, ada sebanyak 165 buah kasus perselisihan hubungan industrial yang telah terdaftar untuk diselesaikan melalui proses mediasi.

Kasus : Pemutusan Hubungan Kerja

Nama pemohon : Saiful

151

Hasil wawancara dengan Bapak B. Simanjuntak, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 31 Agustus 2010.

Pekerjaan pemohon : Karyawan Perusahaan Bingkai (AZAN)

Berdasarkan surat pemohon kepada Bapak Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan tertanggal 12 Maret 2010, bahwa kronologis dari kasus pemutusan hubungan kerja tersebut didahului dengan dirumahkannya pemohon oleh Mandor perusahaan, yaitu oleh Behok. Peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Juli tahun 2009. Pihak Mandor Perusahaan telah merumahkan pemohon karena ada masalah intern di antara mereka berdua, akan tetapi pihak Mandor mengatakan hal tersebut hanya untuk sementara, namun setelah ditunggu-tunggu hingga sampai satu bulan, pemohon mempertanyakan kepada pihak perusahaan mengenai kejelasan statusnya, dan pihak perusahaan melalui Mandor mengatakan sudah ada pekerja lain untuk menggantikan pemohon. Dengan demikian, pihak perusahaan secara resmi telah memutuskan hubungan kerja pemohon terhitung sejak Juli 2009.

Pemohon telah bekerja di Perusahaan Bingkai Azan selama 1 tahun 8 bulan dan hubungan kerja pemohon dengan perusahaan selama itu berjalan dengan baik. Pemohon menerima upah harian sebesar Rp 35.000,- (tiga puluh lima ribu rupiah) dan dibayarkan secara rutin per minggu sebesar Rp 210.000,- (dua ratus sepuluh ribu rupiah).

Oleh sebab itu, pemohon dalam surat permohonannya kepada Bapak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, memohon untuk proses penyelesaian perselisihannya dengan Perusahaan Bingkai Azan perihal pemutusan hubungan kerjanya agar pihak perusahaan melaksanakan kewajibannya dengan membayar hak pesangon pemohon sesuai ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan upah selama tidak bekerja dari bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku. Pemohon juga memohon agar pihak perusahaan menyelesaikan upah lemburnya, karena pemohon bekerja dari mulai jam 08.00 WIB s/d jam 17.00 WIB (rata-rata kelebihan jam kerja 1 jam selama ini), dengan perincian sebagai berikut:

- Pesangon : 2 x 2 x Rp 1.100.000,- = Rp 4.400.000,- - Ganti kerugian perumahan/perobatan 15% ;

15/100 x Rp 4.400.000,-

Jumlah = Rp 5.060.000,- = Rp 600.000,- - Upah penuh sejak bulan Juli 2009 s/d Desember 2009

(6 bulan) ; 6 x Rp 1.020.000,-

Jumlah Total =

= Rp 6.120.000,- Rp 11.180.000,-

Setelah menerima surat permohonan tersebut, maka mediator harus sudah segera melaksanakan tugasnya, di mana dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari, mediator harus sudah melakukan penelitian tentang duduknya perkara dan melakukan sidang mediasi. Mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut dan melakukan sidang mediasi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan.

Pada sidang-sidang mediasi yang dilakukan, mediator secara aktif harus mampu menjaga komunikasi yang efektif di antara masing-masing pihak sehingga mediator mampu menjembatani dua kepentingan yanng berbeda dari pihak-pihak yang berselisih. Mediator juga harus membuat daftar hadir dan notulen dalam tiap-tiap sidang mediasi yang telah dilakukan.

Dalam hal tercapai kesepakatan dalam sidang mediasi tersebut, dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator. Dan jika tidak tercapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

Dari contoh kasus perselisihan hubungan industrial di atas, para pihak berhasil mencapai kesepakatan dan kemudian kesepakatan tersebut dituang dalam Perjanjian Bersama. Di mana isi dari Perjanjian Bersama tersebut adalah sebagai berikut :

PEMERINTAH KOTA MEDAN

DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA

Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 14 Telp. 4514424 – 4146 981 Fax. 4511428

MEDAN - 20154

P E R S E T U J U A N B E R S A M A

Pada hari ini Rabu, 31 Maret 2010 bertempat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

I.Nama : Azan

Perusahaan : Pengusaha Bingkai

Alamat : Jln. M. Bazir Tanah Serambe Marelan Medan Selanjutnya disebut sebagai Pihak I (pertama) ...

II.Nama : Saiful

Pengusaha Alamat : Jln. M. Bazir Marelan Medan.

Selanjutnya disebut sebagai pihak II (kedua) ... Pekerja Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 13

ayat (1) antara Pihak I dan Pihak II telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi sebagai berikut :

-Bahwa Pihak I dan Pihak II sepakat untuk mengakhiri hubungan kerjanya terhitung sejak penandatanganan persetujuan bersama ini.

-Bahwa akibat pengakhiran hubungan kerja tersebut, Pihak I bersedia memberikan uang pisah ( Good-Will ) sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah ) dan Pihak II dapat menerimanya dengan baik dan akan dibayar pada saat penandatanganan persetujuan bersama ini.

-Bahwa dengan diterimanya uang pisah ( Good-Will ) tersebut, maka segala hak dan kewajiban kedua belah pihak dan hak-hak normatif lainnya telah selesai dengan sendirinya, dan permasalahan hubungan kerja antara Pihak I dan Pihak II telah selesai secara menyeluruh dan tidak ada lagi dakwa-dakwi dikemudian hari.

Demikian Persetujuan Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik.

(Pekerja) (Pengusaha)

( S A I F U L ) ( A Z A N )

Menyaksikan

Mediator Hubungan Industrial

NIP. 195510261982031004 Drs. B. SIMANJUNTAK

Karena contoh kasus di atas merupakan salah satu kasus penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi. Di mana antara para pihak berhasil mencapai kesepakan, dan para pihak menyetujui untuk menuangkan kesepakatan tersebut dalam Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan mediator, maka Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran oleh mediator.

Dari 165 kasus yang terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, terdapat 67 kasus yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke dalam Perjanjian Bersama, salah satu contohnya seperti kasus di atas, sedangkan 98 kasus lagi diteruskan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. Dan dari presentase jumlah ini dapat dilihat bahwa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan cukup

berhasil menjalankan perananya dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

B. Klasifikasi Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Mengingat peranan mediator sangat menentukan efektivitas proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka seorang mediator harus memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi internal mediator tersebut.

Sisi eksternal seorang mediator berkaitan dengan persyaratan formal152

Yang dimaksud dengan kemampuan personal mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial adalah berupa kemampuan-kemampuan ataupun keahlian-keahlian yang dimiliki secara pribadi oleh seorang mediator. Di mana, dalam menjembatani pertemuan dengan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga dan mengontrol proses negosiasi, menawarkan pilihan-pilihan penyelesaian

yang harus dimiliki oleh seorang mediator dalam hubungannya dengan penyelesaian perselisihan yang ditangani. Sedangkan sisi internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan personal mediator tersebut dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang mediator yang baik guna menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi yang sedang ditanganinya.

152

Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, mengatur sejumlah syarat bagi mediator, di antaranya Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 92 Tahun 2004 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator serta Tata Kerja Mediasi.

perselisihan bahkan sampai kepada proses perumusan kesepakatan penyelesaian

Dokumen terkait