DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Husni, Lalu, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di
Luar Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
_________,Peradilan Hubungan Industrial, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2009. Sutedi, Adrian, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, USU Press, Medan, 2010. Wijayanti, Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta,
2009.
Widodo, Hartono, dkk, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.
Margono, Suyud, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.
Agung RI, Mahkamah, Mediasi dan Perdamaian, Jakarta, 2005.
Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafika Persada, Jakarta, 2007.
Abbas, Syahrizal, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2009.
Harahap, Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Batubara, Cosmaz, Hubungan Industrial, PPM, Jakarta, 2008.
Prinst, Darwin, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.
Saleh, Wantjik, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981.
B. Perundang-undangan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
C. Internet
D. Sumber lainnya
BAB III
PERANAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI
BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Peranan Mediator secara umum
1. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antar
para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.107
107
Lihat Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Di dalam
hubungan industrial, unsur yang terlibat di dalamnya dituntut untuk dapat
menjalankan peranannya dan fungsinya dengan baik, sehingga akan tercipta
hubungan yang harmonis di antara para pelaku yang pada akhirnya akan dapat
ketentraman kerja serta dapat mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja.108 Selain itu, jika tercipta suatu hubungan industrial yang baik, maka akan dapat
mencegah terjadinya kejahatan dan kerugian bagi perusahaan (crime and loss prevention).109
Di dalam suatu hubungan bahkan dalam hubungan industrial sendiri pun,
terjadinya perselisihan merupakan hal yang wajar bahkan sering terjadi dan sukar
untuk dihindari. Tiap-tiap pelaku hubungan industrial berusaha mempertahankan
kepentingannya, di mana masing-masing pelaku akan berjuang agar kepentingan
yang dianutnya dapat dipertahankan dalam interaksi hubungan industrial. Karena
masing-masing pelaku hubungan industrial mempertahankan kepentingannya, maka
dalam interaksi akan terjadi konflik kepentingan.110
108
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 9.
109
Cosmas Batubara, Hubungan Industrial, (Jakarta, PPM, 2008), hal. viii.
110
Ibid, hal. 1.
Oleh karena itu, keterampilan
menyelesaikan masalah melalui perundingan atau yang lebih sering dikenal dengan
istilah negosiasi di dalam hubungan industrial adalah suatu hal yang penting untuk
dikuasai oleh para pelakunya untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua
belah pihak yang sedang berselisih. Negosiasi adalah suatu proses yang dimulai
ketika suatu pihak menganggap bahwa pihak lain memiliki pandangan, sikap dan
anggapan yang berbeda terhadap hal-hal yang merupakan kepedulian dari pihak
Proses mediasi sangat tergantung pada lakon yang dimainkan oleh pihak yang
terlibat dalam penyelesaian perselisihan tersebut, di mana pihak yang terlibat
langsung adalah mediator dan para pihak yang berselisih itu sendiri. Mediator sebagai
negosiator harus memiliki keterampilan dalam mengelola konflik, melakukan
pemecahan masalah secara kreatif melalui kekuatan komunikasi dan analisis.111 Keberadaan mediator sebagai pihak ketiga, sangat tergantung pada kepercayaan
(trust) yang diberikan para pihak untuk menyelesaiakan sengketa mereka. Kepercayaan ini lahir karena para pihak beranggapan bahwa seseorang dianggap
mampu untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. Kepercayaan
seperti inilah yang menjadi faktor penting bagi mediator sebagai modal awal dalam
menjalankan proses mediasi. Meskipun demikian, mengandalkan kepercayaan dari
para pihak semata tidak menjamin mediator mampu menghasilkan
kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan para pihak. Oleh karena itu, mediator harus memiliki
sejumlah persyaratan dan keahlian yang akan membantunya menjalankan proses
mediasi.112
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Adapun yang menjadi persyaratan untuk bisa menjadi mediator adalah :
b. Warga negara Indonesia;
c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;
111
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 141.
112
e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak bercela;
f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S-1); dan
g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.113
Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana
seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antar para pihak,
sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan
mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya perdamaian tetap
berada di tangan para pihak itu sendiri. Dari definisi tersebut, mediator dianggap
sebagai “kendaraan” bagi para pihak untuk berkomunikasi. Mediator tidak akan ikut
campur dalam menghasilkan putusan. Oleh sebab itu dapat diduga bahwa putusan
yang dihasilkan melalui mediasi akan permanen dan menyenangkan pihak-pihak yang
telah mengakhiri perselisihan.114
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima
pelimpahan penyelesaian perselisiham, mediator harus sudah mengadakan penelitian
tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Di mana dalam
proses mediasi, mediator mempunyai peranan sebagai penengah, dan untuk
menjalankan perannya tersebut, seorang mediator harus menjalankan tugasnya yaitu Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mediator
sebagai pihak ketiga yang netral memiliki peranan untuk membantu atau
memfasilitasi jalannya proses mediasi saja.
113
Pasal 9 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
114
secara aktif membantu para pihak dalam memberikan pemahamannya yang benar
tentang perselisihan yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif penyelesaian
yang terbaik namun kesepakatan tersebut ditentukan sendiri oleh para pihak.
Mediator tidak dapat memaksakan gagasannya sebagai penyelesaian perselisihan
yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah orang yang
memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang bidang-bidang yang terkait dengan
perselisihan yang sedang dihadapi oleh para pihak.115
115
Dikutip dari
Dalam hal tercapai kesepakatan melalui mediasi, dibuatlah Perjanjian
Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh
mediator dan kemudian mediator wajib mendaftarkan Perjanjian Bersama tersebut ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para
pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Namun dalam hal tidak tercapai kesepakatan
melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak.
Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis,
sebaliknya jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah
mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan
pembuatan Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan
Perjanjian Bersama.
Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka
para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besar dapat digali
beberapa asas hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa melalui mediasi, salah
satunya yaitu asas mediator aktif. Maksud daripada asas tersebut adalah setelah
mediator ditunjuk, maka langkah awal yang wajib dilakukan mediator adalah
menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi. Kemudian
mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
mereka yang bersengketa dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik
bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan para pihak dapat
mengundang seorang atau lebih saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan
penjelasan atas pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian
perbedaan. Namun harus diingat kebebasan mediator di sini hanya berdasarkan
kesepakatan para pihak yang bersengketa, artinya mediator hanya memberi semangat
serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak dapat memaksakan
kehendaknya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, apalagi berpihak kepada salah
satu pihak.116
116
Surya Perdana, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan di Sumatera Utara, Disertasi, Program Pascasarjana USU, Medan, 2008, hal. 52.
Dari asas mediator aktif tersebut dapat terlihat peranan-peranan seorang
mediator dalam penyelesaian perselisihan, yaitu untuk memfasilitasi proses mediasi
2. Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Undang-undang ini memberikan
dorongan kepada pihak yang bersengketa agar menunjukkan itikad baik, karena tanpa
itikad baik apa pun yang diputuskan di luar pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 mengatur dua hal utama, yaitu arbitrase
dan alternatif penyelesaian sengketa. Di mana disebutkan bahwa arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dan
alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu dari sistem ADR di
Indonesia adalah dasar negara Indonesia yaitu Pancasila di mana dalam filosofinya
disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Hal
demikian juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Posisi mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar
alternatif penyelesaian sengketa selain sejumlah cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan lainnya yang berupa konsultasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli.117
Dalam pengertian secara yuridis berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ditemukan
pengertian mediasi secara jelas, namun secara implisit pengertian mediasi ini tertuang
dalam Pasal 6 ayat (3) yang menyebutkan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak,
sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau kebih
penasehat ahli maupun melalui seorang atau lebih mediator.
Pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa cukup terbatas disebutkan
dalam undang-undang ini, yaitu hanya ada dalam dua pasal, yaitu Pasal 1 butir 10 dan
Pasal 6 yang terdiri dari sembilan ayat.
118
117
Syahrizal Abbas, Op..Cit, hal. 297.
118
Lihat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelesaian melalui mediasi merupakan penyelesaian melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator. Mediator yang dipilih oleh para
pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral di mana mereka
mampu menjembatani keinginan para pihak. Oleh karena mediasi belum diatur
dengan jelas dan tuntas oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka pembahasan mengenai proses mediasi,
para pihak yang terkait seperti mediator serta peran dan fungsinya tidak dapat
Pada umumnya, mediator memiliki peranan sebagai garis rentang bagi yang
terlemah dan yang terkuat dalam penyelesaian suatu sengketa. Sisi peran yang
terlemah dapat dilihat apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut :
a. Penyelenggara pertemuan;
b. Pemimipin diskusi rapat;
c. Pemelihara atau penjaga aturan perundangan agar proses perundingan
berlangsung secara baik;
d. Pengendali emosi para pihak;
e. Pendorong pihak/ perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan
pandangannya.119
Sedangkan peran yang terkuat yang dimiliki mediator dapat dilihat dari
pengerjaannya dalam perundingan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan;
b. Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak;
c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah suatu
pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut harus
diselesaikan;
d. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah;
e. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah;
f. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu.120
119
Seorang mediator juga harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada
prinsip-prinsip keadilan yang luas, kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan
dalam pertukaran negosiasi di antara para pihak. Selain itu, dalam menjalankan
tugasnya, seorang mediator juga dapat bertindak sebagai :
a. Katasilator, yaitu untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif
diantara para pihak yang bersengketa
b. Pendidik, yaitu seorang mediator harus memahami kehendak, keinginan dan
aspirasi dari semua pihak yang bersengketa.
c. Narasumber, yaitu sebagai seorang narasumber, mediator berfungsi sebagai
tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi dan juga
sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para
pihak.
d. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para
pihak untk dikomunikasikan pada pihak lainnya, oleh karena itu seorang
mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang
bersengketa.
e. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong
agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan
kerangka waktu yang sudah dirancang.121
120
Ibid, hal. 19.
121
Peran-peran ini harus diketahui secara baik oleh seseorang yang akan menjadi
mediator dalam suatu penyelesaian perselisihan. Mediator harus menggunakan
kemampuannya secara maksimal untuk memberikan yang terbaik sehingga para pihak
yang berselisih merasa puas dengan keputusan yang mereka buat dan sepakati atas
bantuan mediator. Untuk menampilkan perannya secara maksimal, pada tahap
pendahuluan sidang mediasi, mediator terlebih dahulu menjelaskan proses mediasi
dan peranan dari seorang mediator meskipun mungkin salah satu atau kedua belah
pihak sudah mengetahui cara kerja mediasi dan peranan seorang mediator. Namun
akan sangat bermanfaat apabila mediator menjelaskan hal tersebut di hadapan para
pihak dalam proses mediasi. Penjelasan tersebut terutama berkaitan dengan identitas
dan pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme
pelaksanaannya, kerahasiaannya dan hasil-hasil dari proses mediasi. Bila para pihak
sudah memahami dengan sempurna mekanisme kerja mediasi, maka mediator akan
lebih mudah menampilkan perannya secara maksimal.122
Setiap pihak diberikan kesempatan untuk mempresentasikan atau saling
menjelaskan duduk persoalan yang menjadi pokok sengketa mereka kepada mediator
secara bergantian. Di mana tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberi informasi
kepada mediator dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling
mendengarkan duduk persoalan dan keinginan masing-masing. Dan salah satu peran
penting dari seorang mediator di sini adalah mengidentifikasi masalah/ hal yang telah
122
disepakati bersama antar para pihak. Hal ini akan membantu para pihak melihat aspek
positif pada permasalahan yang terjadi.123
a. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar;
Mediator juga perlu membuat suatu struktur dalam pertemuan mediasi yang
meliputi masalah-masalah yang sedang dipersengketakan dan sedang berkembang.
Kemudian mengadakan negosiasi untuk mencapai putusan yang merupakan hasil
negosiasi dari para pihak. Di mana putusan mediasi ditentukan sendiri oleh para
pihak yang bersengketa, dan mediator lebih bersifat membantu para pihak dalam
memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Dari tahapan-tahapan proses mediasi yang secara implisit merupakan fungsi
dari seorang mediator, maka peran mediator secara ringkas meliputi :
b. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi;
c. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak;
d. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi yang baik;
e. Menguatkan suasana komunikasi;
f. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi dan kenyataan;
g. Memfasilitasi creative problem solving di antara para pihak; h. Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif.124
3. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
123
Mahkamah Agung RI, Op.Cit, hal. 43.
124
Bentuk penyelesaian perselisihan yang pertama dan paling penting adalah
negosiasi. Di mana pengertian negosiasi secara umum dapat diuraikan sebagai salah
satu strategi penyelesaian sengketa yang mana para pihak setuju untuk menyelesaikan
persoalan mereka melalui proses musyawarah. Proses ini tidak melibatkan pihak
ketiga karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa
mereka. Dengan kata lain para pihak terlibat secara langsung. Meskipun demikian,
ketika konfrontasi meningkat antara para pihak yang menyebabkan negosiasi sulit
dilakukan, maka penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui alternatif lain seperti
mediasi. Mediator dapat berperan untuk memperlancar proses negosiasi yang tertunda
di antara para pihak yang bersengketa.125
Mediasi menjadi bagian integral dalam penyelesaian sengketa di pengadilan,
di mana mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang
tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg, di mana dalam pasal
tersebut dikatakan bahwa pada hari yang ditentukan, jika kedua belah pihak
menghadap ke pengadilan dengan perantaraan Ketua sidang memperdamaikan
mereka126, artinya Ketua Majelis wajib mencoba mendamaikan para pihak. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003, yaitu
semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk
terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.127
125
Syahrizal Abbas, Op.Cit, hal. 10.
126
K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, hal. 23.
127
Lihat Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
karena itu, menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 ini, mediasi
bersifat wajib, di mana pada sidang hari pertama yang dihadiri oleh kedua belah
pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan proses mediasi.128
Berjalannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator, di
mana mediator memiliki peranan penting dalam menjaga kelancaran proses mediasi.
Mediator pada setiap pengadilan ada 2 (dua) yaitu hakim dan non hakim yang telah
memiliki sertifikat sebagai seorang mediator, yang mana setiap pengadilan harus
memiliki mediator sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.129
Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan
fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan
dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.130
128
Lihat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
129
Lihat Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
130
Lihat Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Semua
hal tersebut harus dikemukakan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak.
Dalam proses mediasi juga tidak ditutup kemungkinan dilakukan pemanggilan saksi
ahli tetapi harus dengan persetujuan para pihak. Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para pihak
menyelesaiakan sengketanya. Semua biaya jasa saksi ahli itu ditanggung oleh para
pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut tidak berhasil
saksi ahli yang lain kecuali orang yang ahli di bidang tersebut sedikit atau hanya ada
1 (satu) orang. Apa yang diungkapkan oleh saksi ahli dalam proses mediasi maupun
pengadilan sifatnya bukan untuk memihak kepada salah satu pihak, tetapi berbicara
mengenai fakta yang sebenarnya.131
a. Menjalin hubungan baik dengan para pihak yang bersengketa. Hal ini sangat
penting dilakukan oleh seorang mediator agar para pihak tidak merasa takut
untuk mengemukakan pendapatnya.
Ada banyak terdapat teori mengenai peranan seorang mediator. Namun secara
umum, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator memiliki beberapa peranan, yaitu :
b. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta
menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting
dilakukan agar mediator mengetahui bagaimana cara mengarahkan dan
menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerja
sama.
c. Merumuskan masalah dan menyusun agenda. Peran mediator di sini sangat
penting karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar sebenarnya yang
besar-besar saja. Di dalam persengketaan ada kepentingan lain yang dalam teori
Alternative Dispute Resolution (ADR) disebut interest base yang berarti apa
131
yang para pihak benar-benar mau. Intereset base ini kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR.
d. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. Hal ini dilakukan
karena terkadang ada pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan
sengketa yang ada.
e. Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang
suatu masalah.
f. Menganalisa pilihan-pilihan penyelesaian sengketa untuk kemudian diberikan
kepada para pihak dan sampai pada proses tawar-menawar sehingga tercapai
proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak.132
Peran mediator ini hanya mungkin diwujudkan apabila ia memiliki sejumlah
keahlian (skill). Keahlian tersebut dapat diperoleh melalui sejumlah pendidikan, pelatihan (training) dan sejumlah pengalaman dalam menyelesaikan suatu konflik atau sengketa.
Selain hal-hal di atas, mediator juga berkewajiban dan berperan banyak dalam
menentukan jadwal pertemuan sebagai langkah dan tindakan pertama setelah terpilih
atau ditunjuk sebagai mediator. Jadwal tersebut harus benar-benar realistis agar dapat
dicapai hasil penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat. Seorang mediator
juga harus memperhatikan jalannya proses mediasi, seperti misalnya harus dihadiri
oleh para pihak, dan para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya
masing-masing. Pertemuan yang hanya dihadiri oleh kuasa hukum tanpa hadirnya para pihak
dapat dianggap tidak sah dan tidak mengikat, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 9
ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 dikatakan kuasa hukum
hanya diperbolehkan untuk mendampingi saja tidak untuk mewakili para pihak. Lagi
pula sesuai dengan prinsip mediasi, yang paling mengetahui kepentingannya adalah
pihak yang terlibat langsung, sehingga para pihak yang bersengketa sendiri yang
paling menyadari penyelesaian yang terbaik bagi mereka.133
Mediator juga dapat berfungsi dan berperan sebagai pembantu atau helper, di mana ditegaskan bahwa mediator merupakan pihak ketiga yang netral dan tidak
memihak yang berfungsi untuk membantu para pihak mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian.134 Sehubungan dengan fungsi dan peran mediator tersebut, maka mediator wajib untuk mendorong para pihak mencari alternatif terbaik
dengan menggali kepentingan para pihak melalui pilihan-pilihan yang dianjurkan dan
wajib berperan sebagai pembantu yang cakap. Apabila fungsi dan peran tersebut
dapat dilaksanakan oleh mediator dengan penuh kerendahan hati dan menjauhkan
sifat arogansi, kemungkinan besar mediator dapat mengantarkan para pihak menuju
gerbang perdamaian berdasarkan konsep win-win solution.135
Jika mediasi menghasikan kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan
mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang telah ditandatangani
oleh para pihak. Kesepakatan yang telah diambil dan ditandatangani para pihak dalam
133
M. Yahya Harahap, Ibid, hal. 262.
134
Lihat Pasal 1 butir 5 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
135
proses mediasi harus dilaporkan kepada hakim untuk dapat ditetapkan dalam akta
perdamaian. Namun sebelumnya, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan
sebelum ditandatangani oleh para pihak untuk menghindari adanya kesepakatan yang
bertentangan dengan hukum.136
Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para
pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses
persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara yang lainnya. Fotokopi
dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan, dan mediator tidak
dapat dimintakan menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang
bersangkutan.137
Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun yang
tidak mencapai kesepakatan (gagal), mediator harus tetap memberitahukan kepada
hakim dalam masa waktu 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak pemilihan atau
penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agara hakim dapat mengetahui
apakah sidang terhadap perkara yang dimediasi dilanjutkan atau sudah dapat ditutup.
Bila kesepakatan diperoleh maka hakim akan mengakhiri proses sidang di
pengadilan, sebaliknya jika mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sidang akan
136
Lihat Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
137
terus dilanjutkan di mana hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan
hukum acara yang berlaku.138
4. Menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2
Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kehadiran Peraturan
Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian,
ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan
suatu sengketa perdata. Mediasi merupakan instrumen efektif untuk mengatasi
penumpukan perkara di pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga
pengadilan dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang
bersifat memutus (adjudikatif). Oleh karena itu, mediasi mendapat kedudukan penting dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008. Di mana hakim
diwajibkan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim
melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut
batal demi huku m.139
Perkara yang dapat diupayakan mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung
RI No. 1 Tahun 2008 ini adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan
tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan
138
Syahrizal Abbas, Ibid, hal. 328.
139
niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha.140
Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh mediator
yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat keterbatasan jumlah mediator
dan tidak semua pengadilan tingkat pertama mempunyai mediator, maka berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 ini mengizinkan hakim untuk
menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator bukanlah hakim yang sedang
menangani perkara yang akan dimediasikan, tetapi hakim-hakim lainnya di
pengadilan tersebut. Sedangkan mediator nonhakim dapat berpraktik di pengadilan
bila memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung RI.141
140
Lihat Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
141
Lihat Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh hari) sejak
mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar
kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat
belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh hari) tadi. Selama proses mediasi
berlangsung , mediator menjalankan perannya untuk menyiapkan jadwal pertemuan
mediasi, mendorong para pihak secara langsung untuk ikut serta dalam proses
Mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi menemui kegagalan atau
mencapai kesepakatan kepada ketua majelis hakim. Mediasi dinyatakan gagal jika
salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut
tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali
berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil
secara patut.142
Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak
yang bersengketa. Di mana tindakan tersebut sangat penting dilakukan mediator
dalam rangka mempertahankan proses mediasi. Dalam memimpin pertemuan yang
dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan
membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat Jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian, mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para
pihak serta mediator. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dengan masa 40
(empat puluh hari) sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib
menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan
kegagalan mediasi kepada hakim. Setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka
hakim dapat melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara
yang berlaku.
142
komunikasi yang terbangun dengan baik akan memudahkan proses mediasi
selanjutnya.
Pada peran ini, mediator harus dapat menggunakan bahasa-bahasa yang
santun, lembut dan tidak menyinggung para pihak, sehingga para pihak komunikasi
dua arah yang terbangun secara positif tersebut dapat dimanfaatkan mediator untuk
menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak. Peran yang
seperti itulah yang dilakukan mediator untuk terciptanya proses mediasi.
Dalam praktiknya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun
2008 ditemukan sejumlah peran mediator yang muncul ketika proses mediasi
berjalan, antara lain :
a. Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak;
b. Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan
menguatkan suasana yang baik;
c. Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan;
d. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-menawar;
e. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan
pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.143
Dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Pasal 5 ditegaskan
bahwa dalam menjalankan peranannya, mediator berkewajiban untuk memiliki
sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesaian sengketa melalui mediasi secara
professional. Mediator harus merupakan orang yang ahli di bidangnya dan memiliki
143
integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses
mediasi.144 Namun mengingat bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 ada ditentukan sanksi,145
B. Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
maka perlu dipertimbangkan ketersediaan dari
sumber daya manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik. Oleh sebab
itu, peranan mediator tersebut dapat diwujudkan jika ia memiliki sejumlah keahlian
yang diperoleh melalui sejumlah pelatihan dan pengalaman dalam menyelesaikan
konflik atau sengketa.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan para
pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh secara musyawarah
untuk mufakat. Di mana penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak dapat
tercapai, maka para pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi
diharapkan dapat mengurangi perselisihan yang akan diajukan ke Pengadilan
Hubungan Industrial, oleh sebab itu penyelesaian perselisihan secara damai harus
144
Dikutip dari
145
tetap diupayakan secara maksimal oleh pegawai perantara (mediator) dengan
menawarkan berbagai alternatif pemecahan.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sebagai salah satu lembaga
pemerintahan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang
lebih baik terutama di bidang ketenagakerjaan, memiliki peranan yang penting dalam
proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Hal ini dikarenakan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan oleh
mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.146 Dalam hal ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan lah yang memiliki kewenangan untuk menyediakan mediator, sebagai
pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial antara para pihak pengusaha dan pekerja/ buruh. Mediasi merupakan salah
satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang termasuk ke dalam
kategori facilitatif process.147
146
Lihat Pasal 8 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
147
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengket, berdasarkan sifat dari prosesnya, alternatif penyelesaian sengketa dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu :
a. Facilitatif process; adalah sebuah penyelesaian perselisihan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu (fasilitasi) para pihak menata prosesnya, dari mulai tempat pertemuan, lalu lintas perundingan para pihak, dokumentasi dan sebagainya.
b. Advicory process; adalah sebuah proses penyelesaian perselisihan dengan meminta pihak ketiga yang netral untuk memberikan saran berdasarkan fakta dan berbagai pilihan penyelesaian yang mungkin dicapai untuk menyelesaikan sengketa.
Proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, di mana mediator harus sudah mengadakan
penelitian mengenai duduk perkara yang sedang dihadapi dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan.
Mediator juga dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk dimintai keterangannya
dalam sidang mediasi yang berlangsung. Di mana tercapai kesepakatan melalui
mediasi, maka dibuatlah Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak
dan disaksikan oleh mediator kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan
Industrial, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri di wilayah hukum para
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Dan jika gagal mencapai kesepakatan
melalui mediasi, meditor mengeluarkan anjuran tertulis yang dapat diterima atau pun
ditolak oleh para pihak. Jika para pihak tidak menanggapi anjuran tertulis tersebut,
maka dianggap menolak anjuran tertulis tersebut, namun jika para pihak
menerimanya, mediator harus berperan secara aktif untuk membantu para pihak untuk
membuat Perjanjian Bersama.
Peranan seorang mediator dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dipandang sangat krusial
apabila seorang mediator dapat menjembatani dua kepentingan yang berbeda antara
para pengusaha dengan para pekerja/ buruh. Di mana dalam menjalankan perannya
sebagai penjembatan dua kepentingan yang berbeda antara para pihak tersebut,
perselisihan yang dihadapi, sehingga dapat meminimalisir perselisihan dan mencari
formula baru terhadap pengaturan hubungan kerja guna menghindari terjadinya
perselisihan hubungan kerja yang sama di kemudian hari.148
Jika masalah tersebut sampai penyelesaiannya melalui proses mediasi, maka
mediator menjalankan perannya untuk menjembatani dua kepentingan yang berbeda
tersebut. Mediator dalam sidang mediasi dapat memberikan pemahaman beserta
anjuran kepada para pihak dengan memberikan penjelasan kepada pihak pekerja
mengapa pihak pengusaha mengeluarkan peraturan tersebut, misalnya agar
produktivitas kerja dapat berjalan dengan baik maka larangan menikah antar sesama
karyawan di dalam satu perusahaan dikeluarkan, karena dianggap dapat mengganggu
konsentrasi untuk bekerja. Sebaliknya, mediator juga dapat memberikan penjelasan
kepada pengusaha agar dapat memaklumi hal tersebut, misalnya dengan
memindahakan salah satu dari mereka di bagian lainnya tetapi masih di bawah
perusahaan yang sama. Namun, jika pada akhirnya pengusaha tetap berkeras untuk
mempermasalahkan hal tersebut karena dianggap tidak efektif bila pasangan suami Sebagai contoh, misalnya di dalam suatu perusahaan memiliki peraturan
bahwa sesama pegawai/ karyawan tidak diperbolehkan untuk menikah, namun tidak
dapat dihindari bahwa setiap manusia bisa saja jatuh cinta di mana saja dan kapan
saja, termasuk di dalam suatu perusahaan yang sama. Tentu saja hal ini dapat
menyebabkan perselisihan di antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja.
148
isteri bekerja dalam satu perusahaan yang sama dan hal tersebut pada awalnya
merupakan isi perjanjian kerja bersama antar para pihak dan sudah disepakati, maka
mediator memberikan pilihan-pilihan penyelesaiannya dengan tetap mengacu kepada
peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Walaupun
pada akhirnya pekerja yang melanggar aturan tersebut diberhentikan, pengusaha
harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, misalnya tetap
membayar uang pesangon.149
Untuk dapat menjalankan perannya dalam menjembatani kepentingan para
pihak yang berbeda tersebut, seorang mediator harus memilki
kemampuan-kemampuan yang baik, misalnya mampu membangun komunikasi yang baik dengan
para pihak yang berselisih, karena dalam praktik banyak ditemukan ada para pihak
malu dan segan untuk mengungkapkan persoalan dan kepentingan mereka dan
sebaliknya ada juga pihak yang terlalu berani menyampaikan pokok perselisihan dan
tuntutannya sehingga kadang-kadang dapat menyinggung pihak lain. Oleh karena itu,
mediator harus mampu mengendalikan komunikasi para pihak, agar proses mediasi
dapat berjalan dengan lancar.150
Dalam proses mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, sidang
mediasi untuk mempertemukan para pihak yang berselisih dilakukan
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan. Dalam waktu 10 (hari) sejak pertemuan terakhir
dilakukan, mediator harus sudah ada membuat anjuran tertulis yang kemudian akan
149
Hasil wawancara dengan Bapak Efendy Situmorang, Mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, pada tanggal 30 Agustus 2010.
150
diterima atau ditolak oleh para pihak, sehingga tidak membuang-buang waktu dan
dapat dilanjutkan kepada proses penyelesaian perselisihan lainnya apabila anjuran
tertulis tersebut ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak.151
A. Contoh Kasus Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Di mana mediator
harus sudah menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak mediator menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan.
BAB IV
TINGKAT KEBERHASILAN MEDIATOR DALAM
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI
DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan riset dengan cara
wawancara kepada beberapa mediator di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan.
Dari hasil riset, penulis mendapatkan informasi-informasi bahwa sampai saat ini
terdapat 18 (delapan belas) orang mediator yang bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Medan. Kemudian penulis juga mendapatkan informasi bahwa dari
Januari 2010 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2010, ada sebanyak 165 buah kasus
perselisihan hubungan industrial yang telah terdaftar untuk diselesaikan melalui
proses mediasi.
Kasus : Pemutusan Hubungan Kerja
Nama pemohon : Saiful
151
Pekerjaan pemohon : Karyawan Perusahaan Bingkai (AZAN)
Berdasarkan surat pemohon kepada Bapak Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan tertanggal 12 Maret 2010, bahwa kronologis dari kasus pemutusan hubungan kerja tersebut didahului dengan dirumahkannya pemohon oleh Mandor perusahaan, yaitu oleh Behok. Peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Juli tahun 2009. Pihak Mandor Perusahaan telah merumahkan pemohon karena ada masalah intern di antara mereka berdua, akan tetapi pihak Mandor mengatakan hal tersebut hanya untuk sementara, namun setelah ditunggu-tunggu hingga sampai satu bulan, pemohon mempertanyakan kepada pihak perusahaan mengenai kejelasan statusnya, dan pihak perusahaan melalui Mandor mengatakan sudah ada pekerja lain untuk menggantikan pemohon. Dengan demikian, pihak perusahaan secara resmi telah memutuskan hubungan kerja pemohon terhitung sejak Juli 2009.
Pemohon telah bekerja di Perusahaan Bingkai Azan selama 1 tahun 8 bulan dan hubungan kerja pemohon dengan perusahaan selama itu berjalan dengan baik. Pemohon menerima upah harian sebesar Rp 35.000,- (tiga puluh lima ribu rupiah) dan dibayarkan secara rutin per minggu sebesar Rp 210.000,- (dua ratus sepuluh ribu rupiah).
Oleh sebab itu, pemohon dalam surat permohonannya kepada Bapak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, memohon untuk proses penyelesaian perselisihannya dengan Perusahaan Bingkai Azan perihal pemutusan hubungan kerjanya agar pihak perusahaan melaksanakan kewajibannya dengan membayar hak pesangon pemohon sesuai ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan upah selama tidak bekerja dari bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku. Pemohon juga memohon agar pihak perusahaan menyelesaikan upah lemburnya, karena pemohon bekerja dari mulai jam 08.00 WIB s/d jam 17.00 WIB (rata-rata kelebihan jam kerja 1 jam selama ini), dengan perincian sebagai berikut:
- Pesangon : 2 x 2 x Rp 1.100.000,- = Rp 4.400.000,- - Ganti kerugian perumahan/perobatan 15% ;
15/100 x Rp 4.400.000,-
Jumlah = Rp 5.060.000,- = Rp 600.000,-
- Upah penuh sejak bulan Juli 2009 s/d Desember 2009 (6 bulan) ; 6 x Rp 1.020.000,-
Jumlah Total =
Setelah menerima surat permohonan tersebut, maka mediator harus sudah
segera melaksanakan tugasnya, di mana dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari, mediator harus sudah melakukan penelitian tentang duduknya perkara dan
melakukan sidang mediasi. Mediator harus sudah menyelesaikan tugasnya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial tersebut dan melakukan sidang mediasi
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali pertemuan.
Pada sidang-sidang mediasi yang dilakukan, mediator secara aktif harus
mampu menjaga komunikasi yang efektif di antara masing-masing pihak sehingga
mediator mampu menjembatani dua kepentingan yanng berbeda dari pihak-pihak
yang berselisih. Mediator juga harus membuat daftar hadir dan notulen dalam
tiap-tiap sidang mediasi yang telah dilakukan.
Dalam hal tercapai kesepakatan dalam sidang mediasi tersebut, dibuatlah
Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh mediator. Dan jika tidak tercapai kesepakatan, maka mediator
mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak
sidang mediasi pertama dilakukan dengan para pihak. Pihak yang tidak memberikan
pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis, sebaliknya jika para pihak
menyetujui anjuran tertulis dari mediator, di sinilah mediator harus berperan secara
aktif untuk membantu para pihak menyelesaikan pembuatan Perjanjian Bersama yang
kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
Dari contoh kasus perselisihan hubungan industrial di atas, para pihak berhasil
mencapai kesepakatan dan kemudian kesepakatan tersebut dituang dalam Perjanjian
Bersama. Di mana isi dari Perjanjian Bersama tersebut adalah sebagai berikut :
PEMERINTAH KOTA MEDAN
DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA
Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 14 Telp. 4514424 – 4146 981 Fax. 4511428MEDAN - 20154
P E R S E T U J U A N B E R S A M A
Pada hari ini Rabu, 31 Maret 2010 bertempat di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
I.Nama : Azan
Perusahaan : Pengusaha Bingkai
Alamat : Jln. M. Bazir Tanah Serambe Marelan Medan Selanjutnya disebut sebagai Pihak I (pertama) ...
II.Nama : Saiful
Pengusaha
Alamat : Jln. M. Bazir Marelan Medan.
Selanjutnya disebut sebagai pihak II (kedua) ... Pekerja
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1) antara Pihak I dan Pihak II telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi sebagai berikut :
-Bahwa Pihak I dan Pihak II sepakat untuk mengakhiri hubungan kerjanya terhitung sejak penandatanganan persetujuan bersama ini.
-Bahwa akibat pengakhiran hubungan kerja tersebut, Pihak I bersedia memberikan uang pisah ( Good-Will ) sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah ) dan Pihak II dapat menerimanya dengan baik dan akan dibayar pada saat penandatanganan persetujuan bersama ini.
-Bahwa dengan diterimanya uang pisah ( Good-Will ) tersebut, maka segala hak dan kewajiban kedua belah pihak dan hak-hak normatif lainnya telah selesai dengan sendirinya, dan permasalahan hubungan kerja antara Pihak I dan Pihak II telah selesai secara menyeluruh dan tidak ada lagi dakwa-dakwi dikemudian hari.
Demikian Persetujuan Bersama ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab yang didasari itikad baik.
(Pekerja) (Pengusaha)
( S A I F U L ) ( A Z A N )
Menyaksikan
Mediator Hubungan Industrial
NIP. 195510261982031004 Drs. B. SIMANJUNTAK
Karena contoh kasus di atas merupakan salah satu kasus penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi.
Di mana antara para pihak berhasil mencapai kesepakan, dan para pihak menyetujui
untuk menuangkan kesepakatan tersebut dalam Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan mediator, maka Perjanjian Bersama
tersebut didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran oleh mediator.
Dari 165 kasus yang terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Medan, terdapat 67 kasus yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke
dalam Perjanjian Bersama, salah satu contohnya seperti kasus di atas, sedangkan 98
kasus lagi diteruskan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. Dan dari presentase jumlah ini
berhasil menjalankan perananya dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
B. Klasifikasi Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Mengingat peranan mediator sangat menentukan efektivitas proses
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka seorang mediator harus
memiliki persyaratan dan kualifikasi tertentu. Kualifikasi seorang mediator dapat
dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi eksternal mediator tersebut dan juga dari sisi
internal mediator tersebut.
Sisi eksternal seorang mediator berkaitan dengan persyaratan formal152
Yang dimaksud dengan kemampuan personal mediator dalam menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial adalah berupa kemampuan-kemampuan ataupun
keahlian-keahlian yang dimiliki secara pribadi oleh seorang mediator. Di mana,
dalam menjembatani pertemuan dengan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga
dan mengontrol proses negosiasi, menawarkan pilihan-pilihan penyelesaian yang
harus dimiliki oleh seorang mediator dalam hubungannya dengan penyelesaian
perselisihan yang ditangani. Sedangkan sisi internal adalah hal-hal yang berkaitan
dengan kemampuan personal mediator tersebut dalam menjalankan tugas dan
perannya sebagai seorang mediator yang baik guna menentukan berhasil atau
tidaknya suatu proses mediasi yang sedang ditanganinya.
152
perselisihan bahkan sampai kepada proses perumusan kesepakatan penyelesaian
perselisihan, mediator harus dapat melaksankan tugas-tugasnya tersebut dengan baik
dengan menggunakan keahlian-keahlian tertentu yang dimilikinya. Misalnya seorang
mediator harus memiliki kemampuan untuk membangun kepercayaan para pihak, di
mana kepercayaan yang diberikan para pihak merupakan modal awal bagi mediator
dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kemampuan membangun kepercayaan
merupakan sikap mediator yang harus ditunjukkan kepada para pihak bahwa dia tidak
memiliki kepentingan apapun dalam penyelesaian perselisihan yang sedang
ditanganinya, sehingga di sini mediator sebagai pihak ketiga yang netral dalam
menjalankan proses mediasi, dapat berlaku adil dengan memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk menyampaikan persoalannya.
Selain itu, mediator juga harus memiliki kemampuan untuk menunjukkan
sikap empati dan tidak bersifat menghakimi dengan memberikan reaksi yang positif
terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan para pihak dalam proses mediasi,
serta tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan ucapan yang berdampak pada
perasaan tidak fair dari salah satu pihak.153
Di samping itu, seorang mediator dalam memiliki kemampuan komunikasi
dengan baik, jelas dan mudah dipahami, juga merupakan kualifikasi yang harus
dimiliki setiap mediator. Di mana dalam menjalin hubungan dengan para pihak
dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik sehingga tidak terjadi salah tafsir dari
153
kedua belah pihak ketika proses mediasi berlangsung. Di sinilah sisi internal seorang
mediator berperan sangat penting di dalam proses mediasi.154
C. Kendala-Kendala yang Dialami Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Walaupun mediator sebagai pihak ketiga yang netral terlibat langsung dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui proses mediasi, dan dengan
kualifikasi yang baik yang dimiliki oleh mediator dalam menawarkan berbagai
macam solusi dan merumuskan kesepakatan, bukan berarti mediator yang akan
menentukan hasil kesepakatan. Keputusan akhir tetap berada di tangan para pihak
yang berselisih. Mediator hanya membantu mencari jalan keluar, menjadi jembatan
agar para pihak bersedia duduk bersama menyelesaikan perselisihan yang sedang
dialami.
Hakim memegang kekuasan tertinggi dalam persidangan. Sedangkan dalam
proses mediasi, kekuasaan tertinggi ada di para pihak masing-masing yang sedang
berselisih. Mediator sebagai pihak ketiga yang dianggap bersifat netral hanya
bertugas untuk membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi saja. Hasil dari
proses persidangan adalah putusan hakim. Sedangkan dalam proses mediasi
menghasilkan suatu kesepakatan yang diperoleh dari masing-masing pihak.
Kesepakatan para pihak ini memiliki sifat yang kuat dibandingkan dengan putusan
pengadilan. Hal ini dikarenakan kesepakatan tersebut merupakan persetujuan bersama
154
yang diperoleh dari musyawarah untuk mufakat oleh para pihak. Artinya kesepakatan
tersebut adalah hasil kompromi atau jalan yang telah mereka pilih untuk disepakati
demi kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan jika dalam putusan pengadilan,
terdapat pihak lain yang ikut memutuskan, yaitu hakim. Dengan kata lain putusan
pengadilan itu bukan hasil dari kesepakatan para pihak, sehingga ada pihak yang
menang ada yang kalah.
Di dalam proses mediasi juga akan ditemui berbagai dilema ataupun kendala
dalam pelaksanaannya. Demikian halnya di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Medan, dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi,
kerap kali juga mediator menemui berbagai kendala. Kendala-kendala yang dialami
oleh mediator pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan antara lain :
1. Sulitnya menyatukan kepentingan kedua belah pihak.
Kendala terbesar yang dialami oleh mediator dalam proses penyelesaian
perselisihan hubungan industrial adalah sulitnya menyatukan kepentingan dari
para pihak yang berbeda-beda dan juga tercapainya kata sepakat yang
menguntungkan kedua belah pihak secara adil. Pada dasarnya kesadaran para
pihak untuk menyelesaikan perselisian hubungan indutrial melalui mediasi sudah
cukup baik, mengingat proses mediasi cukup cepat, tidak memakan waktu yang
lama serta memiliki biaya murah dibandingkan dengan menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial melalui jalur pengadilan. Akan tetapi dalam
prosesnya sendiri, dirasakan sangat sulit bagi mediator untuk dapat menyatukan
terjadi karena sikap mental dari para pihak yang terkadang bertahan pada pola
pikiran yang posisonal yang belum mau saling terbuka dalam proses
penyelesaian perselisihan di antara para pihak. Sering sekali para pihak tetap
mengutamakan kepentingannya, sehingga pihak lain merasa dirugikan dan
cenderung tetap dalam “area konflik”. Para pihak juga memiliki pandangan yang
berbeda mengenai penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat yang dapat
menjadi solusi atau jalan keluar atas perselisihan yang tengah dihadapi, sehingga
dapat menimbulkan terputusnya komunikasi di antar para pihak. Hal ini terjadi
dikarenakan adanya keteganggan atau adanya kepentingan yang tidak bisa
dipertemukan.
2. Kemampuan setiap mediator yang berbeda-beda.
Tiap-tiap mediator memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menyelesaikan suatu perselisihan. Salah satu tugas dari mediator adalah untuk
mengidentifikasi persoalan-persoalan atau masalah-masalah yang menjadi pokok
perselisihan di antara para pihak, mediator harus mampu membangun
komunikasi yang terbuka di antara para pihak yang terlibat, mediator adalah
tempat para pihak untuk bertanya mengenai persoalan yang mereka hadapi. Dan
sebagai pihak pemberi saran serta sumber informasi yang dibutuhkan oleh para
pihak, seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan
para pihak yang berselisih. Akan tetapi dalam hal inilah timbul suatu kendala, di
mana tidak setiap mediator memiliki kemampuan yang sama dalam menjalankan
kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan proses mediasi, karena mediator
sudah terbiasa menghadapi situasi di mana para pihak berselisih. Sedangkan
mediator yang kurang memiliki pengalaman dan memiliki keterbatasan untuk
membangun komunikasi yang baik dengan para pihak akan berpengaruh pada
pelaksanaan proses mediasi.155
D. Upaya-Upaya yang Dilakukan Mediator dalam Menangani Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam menyelesaikan kendala-kendala yang dialami mediator dalam
penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Medan, mediator telah mengupayakan beberapa bentuk cara penyelesaian,
diantaranya dengan :
1. Meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap mediator.
Seorang mediator harus mampu mengembangkan kepercayaan para pihak
terhadap peran mediator, hal tersebut merupakan sikap yang harus ditunjukan
oleh mediator kepada para pihak bahwa mediator tidak memiliki kepentingan apa
pun terhadap penyelesaian perselisihan tersebut. Mediator hanya membantu para
pihak untuk mengakhiri perselisihan. Mediator dalam memfasilitasi dan
melakukan negosiasi antarpara pihak yang berselisih harus bersifat netral dan
tidak memihak kepada salah satu pihak dalam menjalankan proses mediasi
tersebut. Seorang mediator harus mampu mendengarkan permasalahan dari setiap
155
pihak secara seimbang dan dapat menunjukan sikap empati kepada para pihak,
dimana mediator harus memiliki rasa peduli terhadap perselisihan tersebut. Rasa
empati ini ditunjukan mediator dengan berusaha secara sungguh-sungguh untuk
mencari jalan keluar terbaik dari perselisihan yang sedang terjadi yang
menguntungkan kedua belah pihak secara adil. Dengan terciptanya rasa
kepercayaan para pihak kepada mediator maka dapat terjalin komunikasi yang
baik sehingga kepentingan kedua belah pihak dapat disampaikan dengan
keterbukaan dan para pihak dibantu mediator dapat mencari solusi terbaik untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang sedang mereka hadapi.
2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian mediator dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Kemampuan maupun keahlian dari mediator dalam menyelesaikan suatu
perselisihan hubungan industrial di antara para pihak dapat ditingkatkan melalui
sejumlah pendidikan dan pelatihan (training) di bidang ketenagakerjaan. Dari setiap pendidikan dan pelatihan (training) ini, setiap mediator diharapkan mampu meningkatkan keahliannya dalam menjembatani kepentingan para pihak yang
berbeda melalui komunikasi yang baik dengan para pihak sehingga dapat
menjalankan perannya dengan baik untuk mencapai kesepakatan yang
menguntungkan setiap pihak (win-win solution). Dengan demikian, melalui pelatihan dan pendidikan tersebut kemampuan setiap mediator menjadi merata,
dan setiap mediator dapat saling berbagi pengalaman sehingga tidak terjadi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dalam bab terakhir ini, maka dapat ditarik kesimpulan dari penjabaran dalam
bab-bab sebelumnya adalah :
1. Terdapat dua mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, yaitu melalui jalur non litigasi seperti penyelesaian secara bipartit,
mediasi, konsiliasi serta arbitrase, dan juga melalui jalur litigasi dengan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, di mana hal tersebut
tidak dapat dilakukan apabila belum ditempuh penyelesaian perselisihan melalui
jalur non litigasi atau mediasi.
2. Peranan mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial adalah
sebagai fasilitator, yang mana seorang mediator harus berperan untuk dapat
berselisih. Di mana untuk menjalankan perannya tersebut, seorang mediator
harus menjalankan tugasnya secara aktif dalam membantu para pihak dengan
memberikan pemahamannya yang benar tentang perselisihan yang sedang
dihadapi dengan membangun komunikasi yang baik di antara para pihak
sehingga para pihak dapat mengemukakan pandangan dan tuntutan
masing-masing secara terbuka. Dan pada akhirnya, seorang mediator dapat memberikan
pilihan-pilihan penyelesaian perselisihan yang akan disepakati para pihak.
3. Tingkat keberhasilan seorang mediator dalam menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial, secara spesifik mediator pada Kantor Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Medan, cukup berhasil sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, di mana mediator secara umum berperan untuk
menjembatani kepentingan para pihak yang berbeda. Bahkan dari 165 kasus yang
terdaftar di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, terdapat 67
kasus yang selesai yang mencapai kesepakatan yang kemudian dituangkan ke
dalam Perjanjian Bersama, sedangkan 98 kasus lagi diteruskan ke tahap
berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan yang berlaku. Secara persentase, jumlah kasus yang terdaftar
dengan jumlah kasus yang berhasil dicapai kesepakatan melalui Perjanjian
Bersama di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan masih dianggap kurang,
namun mengingat tingkat keberhasilan seorang mediator tidak hanya dilihat dari
jumlah kasus yang berhasil mencapai kesepakatan dan dituang ke dalam
dalam memberikan pilihan-pilihan solusi bagi para pihak apabila tidak tercapai
kesepakatan bersama, maka peranan mediator di sini cukup berhasil. Hal ini
dikarenakan isi dari Perjanjian Bersama dari ke-67 kasus yang berhasil mencapai
kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pihak
dibandingkan dengan 98 kasus lainnya yang diselesaikan melalui proses litigasi.
B.Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini adalah :
1. Hendaknya para pihak yang berselisih, lebih mengutamakan bentuk penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui jalur non litigasi dibandingkan dengan
jalur litigasi. Selain untuk menghindari menumpuknya perkara di Pengadilan,
biaya yang dikeluarkan lebih ringan, dapat menghemat tenaga dan waktu serta
tidak menimbulkan kesan buruk kepada salah satu pihak, karena keputusan yang
tercapai bersifat win-win solution.
2. Untuk meningkatkan peranannya, seorang mediator sebaiknya mengikuti
pendidikan atau pelatihan di bidang ketenagakerjaan, khususnya dengan
meningkatkan kemampuan mediator secara personal dalam menyelesaikan suatu
perselisihan hubungan industral. Selain itu, mediator juga hendaknya lebih
banyak bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dengan mediator yang lebih
perselisihan. Dengan demikian, mediator dapat menjalankan peranannya secara
maksimal.
3. Untuk dapat lebih meningkatkan keberhasilan seorang mediator dalam
menjalankan peranannya, ada baiknya dilakukan sosialisasi mengenai
keuntungan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi yang
dipimpin oleh seorang mediator. Di mana mediator dengan lebih aktif
mensosialisasikan apa itu mediator, bagaimana peranannya dapat berjalan dengan
efektif dalam penyelesaian suatu perselisihan, sehingga mediasi dapat berhasil
dilakukan. Karena sampai saat ini, belum semua masyarakat mengenal siapa itu
mediator dan apa perannya dalam penyelesaian perselisihan melalui mediasi,
padahal dengan adanya mediator sebagai pihak ketiga yang bersifat netral, dapat
membantu para pihak untuk bertukar pikiran dan mencari solusi-solusi
penyelesaian perselisihan dengan tidak menimbulkan kerugian dibandingkan
BAB II
MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
A. Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial
1. Sejarah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam bidang perburuhan, perselisihan ini mulai dikenal sejak zaman
pemerintahan Hindia Belanda yakni bermula sebagai akibat dari buruh kereta api
yang pertama kali melakukan pemogokan.22
22
H. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 206.
Di mana yang pertama kali diatur oleh
Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang ketenagakerjaan adalah cara penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, khususnya di sektor pengangkutan kereta api
Regerings Besluit tanggal 26 Februari 1923, Stb. 1923 No. 80 yang kemudian diganti dengan Stb. 1926 No. 224. Namun, pada tahun 1937 peraturan di atas dicabut dan
diganti dengan Regerings Besluit tanggal 24 November 1937, Stb. 1937 No. 31 Tentang Peraturan Dewan Pendamai bagi perusahaan kereta api dan term yang berlaku untuk seluruh Indonesia.23
Sedangkan tugas dewan pendamai ini ialah : memberi perantaraan jika di
perusahaan kereta api dan trem timbul atau akan terjadi perselisihan perburuhan yang akan atau telah mengakibatkan pemogokan atau dengan jalan lain merugikan
kepentingan umum. Pada tahun 1939 dikeluarkan peraturan cara menyelesaikan
perselisihan perburuhan pada perusahaan lain di luar kereta api (S. 1939 Nomor 407)
Regerings Besluit tanggal 20 Juli 1939 peraturan ini kemudian diubah dengan S. 1948 Nomor 238.24
Itulah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda sehubungan dengan masalah perselisihan perburuhan pada waktu itu terjadi.
Selanjutnya pada awal kemerdekaan perselisihan industrial tidak begitu tajam atau
belum sampai pada taraf yang penting dan mengganggu perekonomian. Hal ini dapat
dimaklumi karena segala perhatian bangsa dan seluruh rakyat Indonesia pada waktu
itu ditujukan pada bagaimana cara mempertahankan negara kita yang ingin direbut
kembali oleh pemerintah Belanda.25
23
Zaeni Asyhadie II, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 129.
24
H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 208.
25